“Lo ada masalah apa sama Aleysha?” tanya seseorang yang menjejeri Keenan di perjalanannya menuju kantin.
Kepala Keenan menoleh sembari mirings sedikit saat mendapati seseorang yang tidak asing baginya. “Lo…”
“Gue Zach,” ucapnya sambil menjulurkan tangan.
“Keenan.” Mereka berjabat tangan. Keenan sendiri sedikit merasa aneh karena seseorang yang terkesan jutek seperti Zach tiba-tiba menghampirinya.
“Lo belum jawab pertanyaan gue.”
“Ah masalah itu gak penting kok,” jawab Keenan.
“Hm tapi yang gue tau Aleysha kalau punya masalah sama orang lain gak sampai kaya lo sekarang,” ucap Zach sembari melipat kedua tangan di depan dada.
“Maksudnya?”
“Kita bicarain di kantin aja,” ajak Zach.
Setibanya di kantin, ratusan siswa sudah memadati setiap penjuru. Bola mata Keenan bergerak ke sana kemari mencari teman-temannya. Sa
Hujan deras membasahi kawasan Goldstone. Dari kemarin sore hingga hari ini hujan tak kunjung reda. Lebih cepat dari hari di kalender, sekarang sudah akhir pekan. Itu tandanya tidak ada kegiatan pembelajaran di Goldstone. Kecuali siswa yang memiliki kegiatan tambahan seperti urusan GYO atau pertemuan ekstrakurikuler. Selama beberapa hari menjadi siswa Goldstone, Keenan, Arga, Nathan, Natashya, dan Annaliese masih bisa menyeimbangkan dengan kemampuan mereka. Realita di sini ternyata tidak seseram yang diceritakan orang-orang atau mungkin karena mereka baru menjalani sepekan jadi belum tahu seluruhnya, entahlah. Beberapa hari belakangan tidak banyak kejadian yang terlalu penting. Hanya saja Keenan yang beberapa kali mendapat gangguan dari Aleysha, tetapi ia memilih mengabaikan gadis itu. Nathan berhasil mendekati Kim Young-Rae si ranking tiga dan sudah beberapa kali terlihat bersama. Arga sedang proses berkenalan dengan Edward, ia beberapa kali ikut bergabung dengan ke
“Speakeenan, kasih aku informasi tentang Aleysha Azura,” ucap Natashya. Semakin hari ia semakin penasaran dengan sosok Aleysha itu. “Aleysha Azura adalah siswa Goldstone kelas XI. Ia lahir—” “Bukan identitas pribadi. Maksudku, Alyesha memiliki sifat seperti apa? Apakah dia psikopat atau bagaimana?” “Aleysha hanyalah siswa Goldstone biasa. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa karena tuntutan orang tuanya. Jika nilainya tidak sempurna, Aleysha akan dihukum oleh orang tuanya di ruang bawah tanah. Oleh karena itu ia sedikit sensitif terhadap nilai. Aleysha sebenarnya orang yang memiliki banyak tekanan, tetapi ia berusaha menutupi hal itu di sekolah.” “Ah begitu rupanya. Em… bagaimana dengan hubungan asmaranya?” “Aleysha tidak terlalu memikirkan tentang hubungan asmaranya. Tidak mendapat hukuman dari orang tuanya adalah hal terpenting bagi dirinya. Namun, mengenai perasaan seseorang yang sebenarnya, Speakeenan tidak dapat menemukan informasi lebi
“Hm lo gak papa?” seorang laki-laki ikut bergabung di sebelah Nathan dan Keenan.Leher Keenan menoleh ke sumber suara yang tidak asing. Lantas mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan itu. Zach lah yang baru saja datang.“Nih.” Ia menyodorkan segelas minuman kepada Keenan untuk mendinginkan otaknya.“Thanks”“Well, gue saranin mending lo tahan emosi lo di depan Aleysha. Anggap aja dia cuma orang lewat,” saran Zach.“Gimana caranya nahan emosi? Gue sebenernya gak masalah dia ngomong apapun, cuma tadi gue kaget aja tiba-tiba dia dateng langsung tampar gue. Lo mikir gak sih kenapa dia bisa sesensitif itu sama masalah nilai? Bahkan, waktu dia motong jawaban gue, gue juga gak sampai segitunya.” Keenan masih terbawa emosi. Ia merasa sikap Aleysha terlalu berlebihan.Zach menghirup nafas dalam-dalam. “Kalau gue gak nahan emosi, sesuatu yang buruk bakal terjadi. Gu
“Lo semalam gak balik apartemen kenapa?” tanya Arga penasaran. Bukan hanya dirinya, tetapi Nathan, Natashya, dan Annaliese pun juga ingin tahu alasan dibalik itu.“Sorry gue kemarin ada urusan yang harus diselesaiin sama Zach,” jawab Keenan. Mulutnya mengunyah roti isi.“Lo gak marah sama kita-kita kan?” giliran Annaliese yang bertanya.“Hahaha, enggaklah. Lagian emang salah kalian apa?”Kondisi Keenan sudah lumayan membaik. Setelah semalaman bermain video gim dan melakukan hal menyenangkan lainnya, secara otomatis beban yang dipikulnya sudah terlepas. Ya walaupun belum semuanya, tetapi sebagian besar sudah bisa ia lupakan.“Yaudah sih kalau gak marah, kan gue juga takut kalau ternyata gue punya salah.”“Enggaklah santai aja.”Mereka berlima sedang makan di rooftop kantin. Keenan yang memberikan saran. Ia ketagihan dengan suasana rooftop
Seorang gadis terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit. Beberapa selang terpasang di anggota tubuhnya. Matanya mengerjap perlahan berusaha menerima cahaya masuk. Lantas bola matanya bergerak ke sana-kemari untuk mendeteksi keberadaannya sekarang. Tubuhnya masih lemas sehingga gadis itu belum bisa mengubah posisinya menjadi duduk.Seseorang yang menunggu di luar langsung memanggil dokter begitu melihat gadis itu sadar setelah hampir dua belas jam tidak sadarkan diri. Dilihatnya dari dinding kaca seorang dokter dan dua perawat masuk. Memeriksa detak jantung, denyut nadi, tensi, dan lainnya. Setelah dirasa membaik, orang lain baru diperbolehkan masuk.“Zach bangun,” ucap Keenan lembut sambil mengguncangkan tubuh temannya itu. Mereka berdua berjaga semalaman di bangku yang disediakan, tetapi tetap di luar ruangan. Hanya bisa melihat kondisi pasien dari dinding kaca.“Hm?” Zach masih mengantuk. Mereka berdua membagi jadwal untuk menunggu Al
“Pertama, lo berdua harus habisin semua buku-buku ini.” Aleysha menaruh setumpuk buku di hadapan Keenan dan Zach. Totalnya ada sekitar tujuh buku dengan warna dominan gelap.Keenan, Zach, dan Aleysha sedang mengadakan rapat perdana sebagai anggota club detektif. Aleysha sudah boleh pulang sesuai jadwal dan sekarang mereka bertiga berada di apartemennya. Secara keseluruhan, apartemen Aleysha lebih besar dari milik Zach. Tentunya juga lebih lengkap, seperti ada tambahan ruang olahraga dan tambahan satu ruang kosong. Aleysha menyulap salah satu ruang kosong itu menjadi ruang detektif. Menghias dengan barang-barang yang berkaitan dengan detektif. Ada meja di tengah ruangan dan kursi di masing-masing sisi.“Semua buku ini?” tanya Keenan tak percaya.“Gue udah pernah baca sebagian. Tinggal sisanya aja,” sahut Zach santai.“Untuk ikut club detektif, kalian harus tau ilmu-ilmu dasarnya. Gue kasih waktu s
“Udah gue baca semuanya tanpa terlewat satu titik pun,” ujar Keenan.“Gue juga,” tambah Zach.“Nice. Sekarang kita bisa bahas kasus psikopat itu. Jadi awal—"“Wait, gue mau tanya. Bukannya psikopat itu gangguan kejiwaan manusia? Emang tugas detektif nyelesaiin masalah begituan? Bukannya ini bukan suatu hal yang harus dipecahkan?”“Iya sih lo bener. Gini gue jelasin dulu kenapa gue ambil kasus ini. Jadi gue denger-denger dari temen-temen, katanya si psikopat ini ngelakuin hal kriminal. Lo berdua udah baca kan semua buku? Pasti tahu ciri-cirinya psikopat. Nah, mereka itu suka banget sama perilaku antisosial yang membahayakan. Gue gak tau siapa orang pastinya dan ada berapa, cuma mereka mainnya rapi banget. Mereka dimanfaatin suatu oknum buat memperdagangkan data pribadi siswa Goldstone. Bayangin deh, pengawasan seketat Goldstone, mereka tetep bisa lewatin. Dan parahnya lagi, ada siswa y
“Hari ini gak ada kemajuan dari gue. Gue sebatas mantau pergerakan mereka-mereka yang gue curigai dan ya semuanya bersikap normal,” ujar Aleysha.Keenan sibuk menonton sesuatu dari layar ponselnya. Itu adalah rekaman dari kamera pengintai yang ditaruhnya tadi pagi.“Bahaya kalau lo asal masuk ruang GYO, apalagi lo bukan anggota mereka, bisa-bisa lo dicurigai.”“Ya maaf, gue tadi juga taruhnya di dinding deket pintu.”Zach menghela nafas. Ia juga belum menemukan petunjuk apapun hari ini. Menurutnya semua anggota GYO bersikap normal layaknya manusia biasa.“Lo punya informasi pendukung gak?” tanya Zach pada Alyesha.“Gak ada. Sebagai anggota club detektif, justru kita yang harus cari informasi tambahan.”“Wait guys, coba lihat sini.” Keenan menyuruh dua temannya itu mendekat. Melihat hasil rekaman dari kamera pengintainya. Namun, karena terlalu kec