Siang berganti malam, satu hari berlalu dengan cepat, Aquila hanya bisa termenung bersandar pada kursi di kereta kudanya, menatap ke arah jendela, menunggu untuk sampai ke tempat tujuan.Memori tentang seluruh kejadian hari ini terputar kembali di benaknya, sungguh, ini hari yang liar. Hari yang liar ini ditutup dengan peristiwa mengharukan di mana akhirnya putri Count Ares kembali membuka matanya. Sungguh, itu hal yang berhasil menyentuh hati Aquila."Tuan Ares orang yang hebat, ya?" Aquila bergumam, meminta pendapat Alaster yang duduk di seberangnya."Hm." Sahut Alaster. "Harus aku akui, dia cukup keren."Setelah menyembuhkan putrinya, Count Ares langsung mengikrarkan sumpahnya untuk menjaga kesetiaan pada keluarga Charles. Lalu, pada surat perjanjian yang mereka ikat sebelumnya, selain perjanjian untuk menjaga peristiwa hari ini agar tetap menjadi rahasia dan tidak membocorkannya pada siapapun, ada salah satu poin yang menyebutkan bahwa sebagai sebuah bentuk balas budi, Count Ares
Begitu kereta kuda terparkir di tepi jalan, beberapa meter dari depan pasar, Zero membantu Aquila untuk turun lalu mereka berjalan bersama memasuki pasar.Suasana lebih ramai dari yang sebelumnya Aquila bayangkan, tapi ia tidak merasa khawatir bahwa identitas asli mereka yang merupakan seorang Putra Mahkota dan Putri dari seorang Duke akan diketahui oleh orang-orang yang berlalu lalang di sini, sebab, selain karena memakai tudung, orang-orang di sini tidak begitu mengenali wajah mereka. Mereka jarang memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan para pemimpin, yang mereka tahu hanyalah desas-desus bahwa sang putra mahkota memiliki wajah yang tampan."Menurutmu, hadiah seperti apa yang sepantasnya aku berikan untuk kakakku?" Aquila meminta pendapat. Sebenarnya, Aquila sudah memiliki bayangan mengenai apa yang akan ia hadiahkan, tapi ia hanya ingin tahu pandangan Zero."Umh, mungkin hadiah yang mahal dan jarang ditemukan, namun bisa digunakan." Zero berkata. "Mungkin seperti sarung
Untungnya, Aquila belum kehilangan jejak penculik itu. Keramaian yang begitu padat memang menyulitkan langkah Aquila untuk menjangkau mereka, tapi sama halnya dengan yang Aquila rasakan, keramaian ini juga pasti mempersulit mereka untuk bergerak. Itu dia! Dapat Aquila lihat kedua pria itu yang berbelok, masuk ke dalam sebuah gang sempit. "Permisi, ugh! Maafkan aku!" Aquila berusaha melewati beberapa orang yang berjalan berlawanan, beberapa kali ia menabrak dan tertabrak bahu orang-orang itu. Tapi, fokusnya sekarang adalah jangan sampai ia kehilangan jejak mereka. Akhirnya. Aquila telah sampai pada depan gang sempit yang para penculik itu lalui. Aquila melangkah maju, ugh! Ini benar-benar gang yang kumuh, dipenuhi dengan berbagai sampah dan makanan sisa, aroma tak sedap langsung menyerangnya begitu ia melangkahkan kaki. Ketemu! Hal pertama yang Aquila lihat adalah kedua pria yang berusaha memasukkan anak kecil itu ke dalam kereta kuda, mulut anak itu disumpal sebuah kain sehingga
Aquila baru memiliki kesempatan untuk bicara berdua dengan Alaster pada malam hari.Bukan karena mereka sama sekali tidak berpapasan pada hari ini, bukan pula karena Aquila sengaja menundanya, tapi karena Aquila sedang mencari celah untuk bisa berbicara berdua tanpa diketahui Zero. Karena asal mula perdebatan mereka adalah disebabkan oleh Alaster yang melarang Aquila menepati janjinya untuk menyelamatkan elf itu."Kau terlihat nyaman sekali membalikkan punggungmu setiap kali berpapasan denganku pada hari ini." Terdengar suara Alaster dari arah belakangnya, membuyarkan lamunan Aquila yang sedang bersandar pada sebuah pilar, memandangi langit malam yang indah. "Kau juga terlihat nyaman sekali membiarkan hubungan kita sedikit berjarak." lanjutnya.Aquila menoleh pada Alaster di belakangnya, ia mengulas senyuman. "Oh, percayalah, aku yang paling tersiksa atas jarak yang tercipta."Alaster memberikan tatapan sangsi, baginya, ucapan Aquila hanya terdengar manis di mulut saja, tapi kalau Aqu
Waktu berlalu dengan cepat, lima hari empat malam sudah mereka lalui bersama pada Villa itu. Ketika hari pertama Aquila sampai di rumahnya, ia benar-benar tidak bisa bangkit dari ranjangnya karena tubuhnya merasa kelelahan. Malam nanti adalah saat di mana Alaster akan pergi untuk menyertai acara perdagangan itu, akses masuk dan topeng beserta jubah sudah ia siapkan. Aquila sempat berpikir bahwa semuanya dapat berjalan lancar, tapi tiba-tiba rasa keraguan itu muncul ketika secara mendadak Zero datang berkunjung. Ada apa ini? Apakah Zero mengendus hal-hal yang mencurigakan darinya? "Selamat pagi, Yang Mulia." Aquila menyapa dengan senyuman, ia menunduk hormat lalu menghampiri Zero yang nampaknya sudah menunggu di ruang tamu. "Kau pasti terkejut, ya, atas kehadiranku yang tiba-tiba?" Zero mengangkat sebelah alisnya, mengulas senyuman yang memberi kesan rasa kepercayaan diri yang tinggi. Entah kenapa Aquila rasa ada maksud tersirat dari kalimatnya itu. Senyum yang Zero ulas, memberik
"Ah, jadi ini tempatnya?" Alaster mendongak pada bangunan menjulang tinggi di hadapannya. Setahunya, bangunan ini beroperasi sebagai bar paling mewah di Kapital, ini tempat yang paling mencolok sekaligus paling sering dikunjungi oleh berbagai bangsawan kelas atas. Ternyata, pertemuan itu diadakan di sini ya? Kenapa mereka memilih tempat yang mencolok? Alaster kira acara itu akan digelar pada sebuah tempat terpencil tertutup yang aksesnya sulit dilalui, tapi berdasarkan titik koordinat yang tertera pada tiket masuknya, pertemuan itu diadakan di sini. Tapi, kalau dipikirkan, mereka pintar juga, orang awam pasti berpikiran sama seperti Alaster bahwa pertemuan semacam ini akan dilaksanakan pada tempat yang sulit dijangkau, siapa sangka, ternyata mereka melakukannya tepat di jantung Kapital. Ini akan mengecoh. Alaster membuntuti beberapa orang yang berpenampilan tertutup sama seperti dirinya, kini ia sudah berada di pintu masuk yang lain, tempatnya agak gelap dan lembab. Alaster men
Kini Alaster berada di ambang pintu ruangan itu, ketika baru memasuki dan menutup kembali pintunya, Alaster langsung disambut dengan sebuah seruan. "Kau?! Kau adalah pengunjung, kan? Apa yang kau lakukan di sini? Kau tahu kan kalau pengunjung dilarang memasuki area ini?!" Pria penjaga itu berseru, suaranya terdengar melengking, membuat Alaster panik karena bisa saja ada yang mendengarnya."Ah? Maaf." Alaster berujar seraya melangkah perlahan mendekati pria itu. "Aku tadi tersasar, aku tidak tahu kalau area ini dilarang.""Omong kosong!" Bentaknya. "Tersasar? Memangnya ini pertama kalinya kau datang ke sini?! Segera pergi atau aku akan-"Bugh! "Berisik." Ketus Alaster seraya memukul bagian belakang orang itu, membuatnya pingsan seketika.Pandangan Alaster menyisiri ruangan ini, berusaha menemukan hal yang mencolok, ia harus bergerak dengan cepat karena pasti sebentar lagi akan ada penjaga yang berdatangan. Ah! Matanya kini terfokus pada sebuah kurungan paling besar yang ditutupi sebu
Tiba-tiba, terdengar suara pintu yang didobrak, datang penjaga yang dilengkapi dengan senjata mereka. Penjaga itu datang dalam jumlah yang banyak. "Itu dia penyusupnya!" Salah seorang menunjuk dan berseru, "Bunuh dia! Jangan beri ampun!" Teriaknya yang langsung dipatuhi oleh penjaga-penjaga lainnya. "Kau, bersembunyilah di belakangku." Alaster memberi arahan kepada elf tersebut. "Cari jalan keluar sementara aku menahan mereka." Rombongan penjaga itu berseru, berlari ke arah Alaster dengan pedang yang teracung. Alaster menyambut mereka dengan keadaan siap, satu, dua, atau mungkin puluhan jumlah keseluruhan mereka. Alaster tertawa pahit, sialan, lupakan saja rencana A dan rencana B yang sebelumnya Alaster susun. Karena kini rencana paling realistis yang bisa ia lakukan hanyalah rencana C, Serang saja semuanya lalu kabur! Pertarungan tak dapat terelakkan, satu melawan, ugh, elf ini tidak memiliki waktu untuk menghitung. Sekarang, sesuai dengan yang diperintahkan, ia harus mencari j
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i