Hari dengan cepat berlalu, kini tibalah hari yang telah dinanti-nanti oleh Zero, hari dimana ia mengajak Aquila untuk menghabiskan waktu bersama menuju villanya yang indah.Zero sudah membayangkan hal-hal yang menyenangkan, seperti duduk bersebelahan di dalam kereta kuda sembari membahas nostalgia masa kecil yang menyenangkan, berjalan-jalan ringan sambil menikmati pemandangan alam yang indah, dan menghabiskan malam bersama. Itu semua sudah berada di dalam ekspektasi Zero, tapi...Tapi...Kenapa tiba-tiba ada pria bertubuh besar yang duduk ditengah-tengah dan memisahkan posisinya dengan Aquila?Sial.Kenapa, sih, pria ini harus ikut?Zero menoleh kepada Alaster yang duduk persis di antara dirinya dengan Aquila. Ekspresi Zero jelas memberi tanda kalau ia tidak nyaman, tapi, Alaster yang menyadari hal itu hanya memasang senyum lebarnya."Pemandangannya sangat indah, ya, Yang Mulia." Alaster tersenyum, senyum yang membuat kekesalan Zero bertambah dua kali lipat.Zero segera memalingkan w
Pagi sudah tiba, Aquila sudah siap dengan pakaian formalnya dan juga topi capulet yang indah. Bukan karena ia ingin bertemu dengan Putra Mahkota seperti yang sudah mereka janjikan sebelumnya, tapi karena hari ini ia akan bertemu dan menjalin kerja sama dengan Tuan Ares. "Selamat pagi, Yang Mulia." Aquila menyapa Zero yang ternyata sedang menunggunya di depan ruangan. Zero menjulurkan tangannya kepada Aquila, "Kau terlihat sangat cantik hari ini." Ujarnya tanpa dibuat-buat. "Terima kasih, Yang Mulia." Aquila menerima uluran tangan itu, mereka pun berlangkah beriringan menuju perahu mewah yang sudah Zero siapkan. Zero telah menyiapkan ini semua dengan sepenuh hati, ah, Aquila jadi merasa tidak enak karena membiarkan Zero terus tenggelam dalam ekspektasinya kalau hari ini akan berjalan lancar. Padahal, tanpa Zero ketahui, Alaster sudah terlebih dahulu sampai di dekat perahu, menunggu tak sabar dengan kedua tangan dilipat ke dada. "Kebetulan udaranya sangat cocok untuk menghabisk
Perjalanan ternyata menghabiskan waktu yang lebih singkat dari yang Aquila kira, entah karena jarak antara kedua tempat yang tidak begitu jauh, atau karena kusir kenalan Alaster ini pandai dalam memilih jalan.Aquila turun dari kereta kudanya yang berhenti tidak langsung di depan perkarangan rumah Count Ares, sebaliknya, kereta kuda itu justru terparkir pada tempat yang tersembunyi. Aquila melangkah cepat, ia harus segera kembali setelah membuat kerja sama dan menemukan tanaman obat itu.Dari jauh, Aquila sudah dapat melihat bentuk kediaman Count Ares yang besar namun tidak memberikan kesan mewah. Desainnya agak berbeda dengan rumah-rumah bangsawan pada umumnya yang sering Aquila lihat.Wanita itu melangkah, ketika dirinya telah sampai pada gerbang utama, kehadirannya langsung disambut oleh jejeran pelayan yang berbaris dan menunduk hormat. Salah satu pekerja yang nampaknya adalah seorang kepala pelayan menyapa dengan ramah."Silakan masuk, Nona Charles." Ujarnya. "Tuan Ares telah men
Hutan ajaib. Entah bagaimana orang lain merujuknya, seperti hutan aneh, hutan dengan satwa langka, hutan dengan tumbuhan beracun, atau hutan yang berbahaya, yang jelas, belum pernah ada orang yang berhasil keluar hidup-hidup dengan membawa tanaman langka dari dalamnya. Sudah sekitar lima menit yang lalu Aquila sampai pada bagian depan hutan ini, sudah sekitar lima menit pula ia melangkah masuk, mencari tanaman yang dimaksud meskipun sejauh ini belum ada kemajuan dalam pencariannya. Sejauh mata memandang, hutan ini masih nampak seperti hutan pada umumnya, tidak ada hal-hal mencolok seperti flora atau fauna yang langka, entah karena Aquila kurang dalam menjelajah, atau karena hewan-hewan itu mulai beraktivitas pada malam hari. Tapi, satu hal yang pasti, hawa di sini memang agak berbeda. Aquila mengangkat sedikit ujung pakaiannya ketika ia melihat sebuah sungai kecil terbentang, ia bergerak, kakinya bertumpu pada bebatuan besar yang memudahkannya dalam menyebrangi sungai kecil itu. I
"Lalu, seandainya kau berhasil mendapatkannya, apa kau akan memamerkan dan menunjukkan kepada manusia lainnya yang membuat mereka berbondong datang ke sini?" Tanya si pemimpin elf. "Tidak. Aku hanya ingin menyembuhkan seseorang, itu saja." Balas Aquila. "Aku akan merahasiakan isi hutan ini." Mendengar jawaban Aquila, para elf itu saling melempar pandang, seolah meminta pendapat satu sama lain. "Bagaimana menurutmu?" "Aku rasa ia jujur." "Tapi aku tetap tidak setuju jika kita harus membiarkannya. Setelah melepaskannya, pasti akan muncul kabar kalau akhirnya ada manusia yang berhasil melalui hutan ini dengan membawa tanaman langka. Kalau sudah begitu, setelahnya, pasti akan datang manusia-manusia lain yang ingin mengambil tanaman-tanaman di sini juga." "Tapi tujuan kita sejak awal adalah untuk melindungi hutan ini dari manusia-manusia jahat yang ingin mengeruk kekayaannya, bukan manusia yang ingin menyelamatkan sesama." Pemimpin kelompok elf itu berusaha menengahi. Ia telah membu
"Alaster!" "A- Aquila?!" Alaster berseru, perasaannya lega bercampur senang karena akhirnya ia bisa melihat sang adik lagi. Tapi, ada hal yang mengganggu penglihatan Alaster. Siapa makhluk-makhluk bertelinga runcing ini, lalu, kenapa salah satu dari mereka menggendong adiknya seperti ini? Satu hal yang benar-benar membuat Alaster merasa gagal menepati janjinya untuk melindungi Aquila adalah ketika ia melihat tubuh Aquila yang dipenuhi luka-luka di berbagai tempat, tidak hanya itu, pakaiannya juga sangat kotor seperti sehabis terjatuh dari suatu tempat. Apa yang terjadi pada Aquila?! Alaster tak dapat berpikir jernih, ia yang dikuasai oleh emosinya langsung menarik pedangnya dan mengarahkan pada leher elf yang menggendong Aquila. "Katakan! Apa yang terjadi pada adikku?!" Serunya. Matanya melotot begitu melihat anak panah yang masing-masing dibawa oleh makhluk-makhluk itu, ia segera mencocokkannya dengan rupa luka yang diterima adiknya. Melihat luka itu, mustahil jika disebabkan
Siang berganti malam, satu hari berlalu dengan cepat, Aquila hanya bisa termenung bersandar pada kursi di kereta kudanya, menatap ke arah jendela, menunggu untuk sampai ke tempat tujuan.Memori tentang seluruh kejadian hari ini terputar kembali di benaknya, sungguh, ini hari yang liar. Hari yang liar ini ditutup dengan peristiwa mengharukan di mana akhirnya putri Count Ares kembali membuka matanya. Sungguh, itu hal yang berhasil menyentuh hati Aquila."Tuan Ares orang yang hebat, ya?" Aquila bergumam, meminta pendapat Alaster yang duduk di seberangnya."Hm." Sahut Alaster. "Harus aku akui, dia cukup keren."Setelah menyembuhkan putrinya, Count Ares langsung mengikrarkan sumpahnya untuk menjaga kesetiaan pada keluarga Charles. Lalu, pada surat perjanjian yang mereka ikat sebelumnya, selain perjanjian untuk menjaga peristiwa hari ini agar tetap menjadi rahasia dan tidak membocorkannya pada siapapun, ada salah satu poin yang menyebutkan bahwa sebagai sebuah bentuk balas budi, Count Ares
Begitu kereta kuda terparkir di tepi jalan, beberapa meter dari depan pasar, Zero membantu Aquila untuk turun lalu mereka berjalan bersama memasuki pasar.Suasana lebih ramai dari yang sebelumnya Aquila bayangkan, tapi ia tidak merasa khawatir bahwa identitas asli mereka yang merupakan seorang Putra Mahkota dan Putri dari seorang Duke akan diketahui oleh orang-orang yang berlalu lalang di sini, sebab, selain karena memakai tudung, orang-orang di sini tidak begitu mengenali wajah mereka. Mereka jarang memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan para pemimpin, yang mereka tahu hanyalah desas-desus bahwa sang putra mahkota memiliki wajah yang tampan."Menurutmu, hadiah seperti apa yang sepantasnya aku berikan untuk kakakku?" Aquila meminta pendapat. Sebenarnya, Aquila sudah memiliki bayangan mengenai apa yang akan ia hadiahkan, tapi ia hanya ingin tahu pandangan Zero."Umh, mungkin hadiah yang mahal dan jarang ditemukan, namun bisa digunakan." Zero berkata. "Mungkin seperti sarung
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i