"Oh ya, dan satu hal lagi." Alken kembali membuka mulutnya. "Aku rasa sebaiknya kita tidak perlu bertemu untuk beberapa waktu ke depan, karena jika kau sudah memulai pergerakanmu, bisa saja putra mahkota merasa curiga jika aku turut membantumu." ia menjelaskan. "Sudah aku bilang, kan, aku tidak mau ikut terseret. Jadi, bisa kau mengerti, ya?""Kau tenang saja." Aquila membalas. "Aku tidak akan membuatmu terkena imbasnya."Aquila tersenyum kecil, ke depannya, akan semakin jarang baginya untuk bertemu dengan Alken. Tapi alasan itu sangat rasional, Alken tidak mau ikut terseret atau terkena imbas atas dampak dari apa yang Aquila lakukan."Semoga beruntung, Aquila." Ujar Alken yang mengakhiri percakapan di antara mereka.***Hari ini akan menjadi hari yang sibuk bagi Aquila.Tidak, hilangkan kata 'akan', hari ini memang sudah menjadi hari yang sibuk.Meskipun acara makan malam yang sedang dipersiapkan ini bukanlah acara serius yang bersifat resmi, melainkan hanya sekadar acara yang dibuat
Ruangan itu kini hanya menyisakan Duke Charles dengan Tuan Alucio. Pasti akan terjadi percakapan serius di antara mereka, dengan dalih mengantar tamu menuju gerbang utama. Langkah kaki Aquila terasa berat, ia tahu Revel pasti bisa mengatasinya dengan baik. Meskipun begitu, ia khawatir jika sang ayah akan mengintimidasinya. *** Meskipun matanya sudah mengatakan ini saatnya untuk tidur, namun, siapa yang bisa terlelap dalam keadaan tidak tenang seperti ini? Bukannya menuruti perintah sang ayah untuk segera istirahat, langkah kaki Aquila justru membawanya menuju balkon di lantai dua, tempat sempurna di mana ia bisa melihat tubuh Duke Charles dan Revel dari atas. Duke Charles memang mengantar Revel hingga ke arah kereta kudanya, namun, meskipun Aquila tidak dapat mendengarkan percakapan mereka, terlihat jelas dari gestur tubuh mereka jika percakapan yang sedang berlangsung itu bersifat serius. Pembicaraan serius yang seperti disengajakan untuk tidak diketahui orang lain. Aquila me
Madam Gienka memang sumber informasi mengenai sihir hitam yang paling berguna. Zero membuat keputusan yang bagus dengan tidak gegabah langsung menghabisi nyawanya.Seperti biasa, Zero kembali mengunjungi sel di mana Madam Gienka berada, wanita itu terlihat lebih berkooperasi dalam menjawab pertanyaan yang diberikan akhir-akhir ini.Itu adalah tangkapan yang bagus. Berkat adanya Madam Gienka sebagai tahanan, Zero mendapat begitu banyak informasi yang ia butuhkan mengenai para penyihir hitam.Entah bagaimana Tuan Grand Duke itu bisa menangkap penyihir hitam, Zero tidak suka mengakui ini, meskipun pria itu jadi memudahkan pekerjaan Zero, tetapi Zero tidak sudi untuk mengakui kemampuannya.Harus Zero akui, akibat perbuatan Madam Gienka dan Zeline yang menyebabkan Zero melakukan hal buruk terhadap Aquila, kebencian Zero terhadap penyihir hitam jadi bertambah. Tapi, Zero tidak boleh melibatkan emosi dalam hal ini. "Selamat pagi wahai cahaya kekaisaran." Dua orang prajurit tingkat tinggi ya
"Jadi, kau sudah tahu kan apa tujuanku ke sini?"Kali ini, sorot mata Zeline berubah takut, perasaannya begitu buruk. Madam Gienka datang untuk menagih janji.Zeline merasa dipermainkan, ini tidak adil. Ia gagal mencapai tujuannya, tapi Madam Gienka tetap menagih janji. Dirinya dirugikan dalam transaksi ini."Apa ada kata-kata terakhir yang ingin kau sampaikan?" Madam Gienka tersenyum mengejek. Tanpa mengulur waktu lagi, ia mulai membaca mantra. Ia menagih janji. Ia mengambil sisa usia hidup pelanggan yang telah mengikat janji dengannya.Zeline merasa kesakitan yang teramat. Sebelum energinya benar-benar habis, ia membuka mulutnya lalu berteriak, "MADAM GIENKA AKU MENGUTUKMU!"Madam Gienka mengabaikan seruan Zeline, ia terus melanjutkan kegiatannya hingga selesai. Lalu, melepaskan tubuh Zeline begitu saja ketika ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan."Ah, menyegarkan sekali rasanya, seperti terlahir kembali." Wanita itu tersenyum senang, ia merasa kekuatannya telah pulih. Akibat d
"Bisakah kau berhenti?""Apapun yang saat ini kau rencanakan, akan lebih baik kalau kau berhenti."Wanita yang sedang duduk bersandar seraya membenarkan posisi pengait pada gelang mutiara di pergelangan tangannya itu mengembuskan napasnya panjang. Perasaannya sedikit memburuk ketika secara tiba-tiba ia teringat akan perkataan seseorang yang memintanya untuk berhenti.Tuan Alken. Aquila terus terngiang-ngiang atas ucapannya tempo hari lalu. Kalimat yang meragukan keputusan Aquila, kalimat yang mengimbaunya untuk berhenti, kalimat-kalimat itu, kini menyeruak, mengganggu pikirannya.Aquila bangkit dari posisi duduk pada ruang kerjanya, melangkah menuju susu hangat yang terletak di atas nakas di samping ranjangnya.Fokusnya terbelah. Ia memikirkan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.Ia sudah membuat keputusan, apa pun yang terjadi nantinya, ia harus siap untuk menanggung segala konsekuensi atas perbuatannya. Ia sudah pernah mengalami kematian, kejadian itupun hampir terulang untuk yan
Sebagai putri satu-satunya yang terlahir dari keluarga bangsawan terpandang, keluarga Charles, tentu saja nama Aquila kerap menjadi topik dalam perbincangan hangat baik dalam kalangan rakyat biasa maupun sesama bangsawan mengenai hal-hal yang berkaitan dengannya. Seperti, saat ini, acara pertemuan minum teh yang diselenggarakan oleh Nona Viscount pada wilayah Utara yang awalnya bertujuan untuk mempererat hubungan berubah menjadi sarana pergunjingan putri Charles tersebut."Apa kau sudah mendengar kabarnya? Aku dengan keluarga Charles mengundang Tuan Grand Duke Alucio untuk acara makan malam yang tertutup di kediamannya." Seorang bangsawan kelas bawah membuka topik baru pada acara minum teh yang ia selenggarakan."Sungguh? Bagaimana kau bisa tahu?" Sahut salah seorang tamu yang merasa dirinya sering ketinggalan banyak berita."Aku melihat langsung dengan kedua bola mataku ketika kereta kuda milik Tuan Alucio melaju ke arah wilayah Duke Charles.""Ah, aku juga sempat mendengar desas-de
"Yang Mulia, Selir ke-3 itu terus saja mengusikku." Ratha, yang merupakan selir termuda sekaligus selir kesukaan Kaisar Lius untuk saat ini terus saja bergelayut manja pada lengan Lius seraya mengadukan selir-selir pendahulunya yang terus saja mengganggunya, membuatnya merasa tidak nyaman berada di istana. "Yang Mulia tolong lakukanlah sesuatu, dia membuat kehidupanku terasa bagai di neraka." Kaisar Lius tersenyum tipis, baginya, Ratha sangat imut, apalagi wajah melasnya saat ia sedang meminta sesuatu, sangat menggemaskan! Ah, Kaisar Lius jadi teringat apa yang mereka lakukan malam tadi. "Tenang saja, aku pasti akan memberinya teguran." Balas Sang Kaisar. "Kau jangan memasang raut wajah bersedih seperti itu." Imbuhnya seraya merayapkan tangannya ke bawah selimut, menyentuh tubuh Ratha yang kini tak berlapiskan apa-apa. "Benarkah?" Ratha memasang wajah sumringah. "Yang Mulia memang bisa diandalkan!" "Apapun untukmu. Kalau begitu, bisakah kita melanjutkan yang semalam?" Pria tua itu
*** Kaisar Lius, orang paling berpengaruh dalam Kekaisaran itu lagi-lagi mengembuskan napasnya yang terasa berat. Keningnya mengkerut. Membahas hal-hal tadi saja sudah menyita akal sehatnya. Belum lagi, masih ada hal yang tak kalah penting, tidak, justru hal ini lebih mengkhawatirkan."Bendera merah." Kaisar Lius bergumam."Apa?" Zero berkedip, menatap bingung ayahnya yang tiba-tiba berkata demikian.Di dalam Kekaisaran Timur, bendera merah sering dikaitkan dengan pertanda buruk bahwa akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, Kaisar Lius sedang merasakan hal itu."Kau harus tahu, aku memiliki firasat bahwa Grand Duke Alucio dan Nona Charles akan bekerja sama untuk mengkhianati kita."HUH?!?!Kalimat lanjutan yang keluar dari mulut ayahnya ini sungguh tak disangka-sangka. Zero hanya bisa terdiam seraya memasang ekspresi terkejutnya.Zero menggaruk tengkuknya, itu hal yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya. "Sepertinya itu mustahil.""Entahlah. Tapi kita h