"Arjun sibuk, Ma. Belum sempat." Bohong! Jelas saja dia tidak pernah berkunjung. Hubungan ibu anak itu belum membaik. Kehadiran di pernikahan kemarin sebatas simbol belaka."Ya mama kemarin dengar kabar kalau kamu pindahan. Jadi mama menyempatkan waktu buat ngunjungin anak mama. Ternyata kamu sedang pergi.""Arjun di kampus, Ma.""Iya. Mama tahu. Yah, untung saja ada istrimu. Jadi, mama gak kelamaan di luar." Yulia tersenyum menatap Niswah. Tapi gadis itu membalasnya canggung. Tadi saja dia dipojokkan, tapi kenapa sekarang sok manis."Itu tadi, anak itu?""Iya. Dia anakku, Ma." "Mama sudah menduganya. Anak itu sudah besar. Tampan dan cerdas." Arjun menyeringai samar. Rasanya tidak sopan, tapi dia sudah terlanjur muak. "Jadi gini, Jun. Mbakmu kemarin pulang-pulang nangis. Katanya, kamu mengusir dia dan melarang untuk bertemu anaknya?""Anakku, Ma. Bukan anak mbak Rifa.""Iya. Mama tahu. Kamu yang merawatnya. Tapi bagaimanapun juga, dia tetap
Karena hanya tinggal dia di ruang tamu sendirian, Niswah menutup pintu dan menyusul ke atas. Pintu kamar mandi tertutup. Terdengar suara shower menyala. Sepertinya Arjun sedang mandi. Niswah menyiapkan baju ganti untuk pria itu, meletakkannya di atas ranjang, lalu dia keluar lagi. Ke dapur untuk memberesi belanjaan yang masih teronggok nganggur..Gelak tawa terdengar dari kamar Deka. Niswah mengulas senyum. Dia tahu, Arjun tengah berdamai dengan perasaannya. Oleh karena itu, pria itu sejak tadi terus menempel kepada keponakan yang sudah dianggapnya menjadi anak sendiri itu. Setelah menyelesaikan tugas dari kampus, Niswah menyusul keberadaan dua laki-laki itu."Kalian ngapain?" Niswah terheran melihat wajah ayah anak itu cemong-cemong merah putih. Bahkan di lantai ada taburan bedak bertebaran."Tante mama, sini ikut!" ajak Deka semangat. Niswah menoleh ke Arjun, sementara pria itu hanya tersenyum lebar. Menepuk tempat kosong di sampingnya."Kita tebak-tebaka
Niswah melirik sinis. Sejak Deka tidur, dia memang menyibukkan diri dengan ponselnya demi menutupi groginya. Ya gimana, meski mereka sudah baikan, ini pertama kalinya mereka tidur satu ranjang. Meski ada pemisah Deka sih."Gak usah macam-macam, Pak. Saya masih kuliah loh.""Kenapa memang? Banyak tuh angkatanmu yang gendong anak? Malah lebih enak kalau kamu sidang skripsi pas gendong bayi. Cepet lulusnya."Niswah mencibir. "Buat sendiri aja sana sama tembok," celetuknya asal.Arjun tertawa. Tangannya terjulur melewati Deka. Hanya demi mengusak rambut gadis di seberangnya. "Saya hanya bercanda. Tenang saja, saya tidak akan memaksa kamu. Biar kamu sendiri yang datang dan memaksa saya."Niswah makin melotot. Apaan! Emang dia gak ada harga diri apa?"Haha. Sudah. Tidur. Jangan hapean terus. Kasian suami dan anakmu kau mamanya kesiangan. Bisa-bisa kelaparan nanti."Niswah mendengkus. Meski begitu dia tidak kunjung meletakkan hapenya. Dan malah dilihatnya A
Bangun tidur, Niswah mendapati hanya ada dirinya dan Deka di kamar. Arjun, entah kemana pria itu. Jam beker di meja belajar Deka menunjukkan angka empat lebih beberapa menit. Menggeliat kecil, Niswah menyingkirkan selimut yang entah sejak kapan terpasang. Karena seingatnya, tadi malam dia tidak sempat memakai selimut. Menoleh pada Deka yang masih terlelap, Niswah membiarkannya. Lagipula waktu subuh belum datang. Sebelum beranjak, Niswah mengecek ponselnya. Mengerutkan dahi saat mendapat notifikasi dari aplikasi merah kotak itu. @Ar__JN mulai mengikuti anda, berikut boom like dari akun tersebut. Sudut bibirnya tertarik melebar. Haha. Ternyata pria itu peka juga. Bersenandung kecil, Niswah beranjak keluar. Kembali ke kamarnya. Namun dia tak mendapati keberadaan Arjun disana. "Jangan-jangan ilang?" gumam Niswah, meski sesaat kemudian dia menepuk kepalanya sendiri. "Heih! Apaan sih. Ya enggaklah. Ilang juga siapa yang mau mungut. Orang nyebelin gitu," bantahnya. Tak mau ambil pusing, Ni
Entah kesambet apa, Arjun makin jahil. Sangat berbeda dengan image nya yang dulu dingin dan tegas itu. Apa mungkin karena bawaan menikah dengan yang jauh lebih muda (?). Sepertinya bukan, mungkin itu sifat asli pria itu. Masa mudahya yang hilang karena dipaksa dewasa sebelum waktunya itu kembali lagi."Ih, bapak, nunduk lagi dong. Kan aku gak nyampek."Arjun meminta Niswah memasangkan dasinya, tapi dia malah sengaja meninggikan badannya. Niswah yang nota bene lebih pendek, merasa kesulitan.Arjun tertawa, membungkukkan badannya sehingga memudahkan gadis itu melakukan tugasnya. "Makanya, jangan cebol," ledeknya."Yee. Itu mah bapak yang kelebihan tulang. Itu badan apa tiang listrik. Tinggi amat," cibirnya tak kalah meledek. Menyimpulkan ikatan terakhir. "Tapi bangga kan, punya suami body model?""Hilih! Sombong. Gak ada yang muji padahal."Arjun tertawa. Menyentil hidung Niswah, membuat gadis itu kembali misuh-misuh."Deka mana?" tolehnya, baru sadar putranya tidak ada di ruang makan.
"Nah ini dia, bintang kita sekarang. Kita sambiit, Niswah Melati Sukma Jiwa Raga!"Kelas makin ramai dengan sorakan seolah mengelu-elukan pemenang. Sedang gadis itu tertawa. Melayangkan tinju tipuan pada temannya yang berlagak menyambutnya tadi. Memang, semenjak rahasianya terbongkar, teman-temannya kerap menggoda. Niswah juga tak marah, dia tahu teman-temannya hanya bercanda, bukan mengejek. Malah terkadang dia merasa bangga karena nyatanya, dari sekian yang mendambakan dosen itu, dirinyalah yang terpilih. "Ngarang banget ya namanya," cebiknya berpura kesal.Temannya itu tertawa. Kembali ke bangkunya yang kebetulan berada di depan Niswah."Eh, Nis, ntar salam sama pak Arjun!" teriak temannya yang lain. Niswah mengangkat jari tengahnya. Yang mendapat tawa dari temannya itu."Gila, bar-barnya anak ini masih sama weh. Gak takut dihukum pak Arjun loh," Syifa menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya."Yang penting pak Arjun gak lihat," sahut Nis
Sebelum menuju tempat makan, mereka berdua menjemput Deka terlebih dahulu. Lalu ketiganya makan siang bersama-sama. Terlihat seperti pasangan muda yang berbahagia. Deka yang lebih banyak bercerita mengenai kegiatannya di sekolah tadi. Lantas ditimpali oleh dua manusia dewasa tersebut. Deka memang kini lebih terbuka dan suka bercerita. Sosialisasinya juga lebih baik. Tidak gampang menolak di dekati, seperti saat dulu.Tanpa mereka sadari, ada yang terus mengawasi kekompakan keluarga muda itu dengan perasaan tak terima. Tangannya mengepal, serta air mata yang mengalir."Mama juga ingin dekat denganmu seperti itu, Nak. Tolong, kembalilah pada mama." Permohonan yang tidak pernah terdengar oleh bocah di seberang sana. Jangankan terdengar, Deka mengenalnya saja tidak. Dia menyesal, tapi dibubuhi dengan keegoisan tinggi.Kini dia hanya bisa menatap hampa saat keluarga kecil itu telah menyelesaikan urusannya, dan beranjak dari tempat duduknya. Membayar ke kasir, l
"Deka inget, pesan papa apa tadi?"Sebelum berpisah, Arjun kembali memberi wejangan."Gak boleh ngobrol sama orang asing, Pa.""Nah, sip. Pintar." Mengusap puncak kepala Deka. Bocah itu tersenyum. Mencium punggung tangan papa dan mamanya."Ya udah, masuk. Belajar yang rajin, ya.""Iya, Pa. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Deka berlari kecil bergabung dengan teman-teman kecilnya itu. Sementara Arjun memandanginya lekat. Seakan terasa berat melepas putranya tersebut. Ini gara-gara semalam, efeknya masih terasa hingga pagi ini. Ada rasa khawatir yang menelusup. Membuatnya enggan beranjak."Pak? Berangkat, gak?" tanya Niswah akhirnya. Karena ternyata mereka disini sudah beberapa menit."Ah, iya." Arjun mengangguk, lalu masuk kembali ke mobil. Pandangannya masih terarah pada keramaian anak kecil di gedung sekolah sana."Bapak masih memikirkan yang tadi malam?" tanya Niswah. Pria itu menoleh, helaan napasnya terdengar pelan. Melihat reaksi
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z