Sebelum menuju tempat makan, mereka berdua menjemput Deka terlebih dahulu. Lalu ketiganya makan siang bersama-sama. Terlihat seperti pasangan muda yang berbahagia. Deka yang lebih banyak bercerita mengenai kegiatannya di sekolah tadi. Lantas ditimpali oleh dua manusia dewasa tersebut. Deka memang kini lebih terbuka dan suka bercerita. Sosialisasinya juga lebih baik. Tidak gampang menolak di dekati, seperti saat dulu.
Tanpa mereka sadari, ada yang terus mengawasi kekompakan keluarga muda itu dengan perasaan tak terima. Tangannya mengepal, serta air mata yang mengalir."Mama juga ingin dekat denganmu seperti itu, Nak. Tolong, kembalilah pada mama." Permohonan yang tidak pernah terdengar oleh bocah di seberang sana. Jangankan terdengar, Deka mengenalnya saja tidak. Dia menyesal, tapi dibubuhi dengan keegoisan tinggi.Kini dia hanya bisa menatap hampa saat keluarga kecil itu telah menyelesaikan urusannya, dan beranjak dari tempat duduknya. Membayar ke kasir, l"Deka inget, pesan papa apa tadi?"Sebelum berpisah, Arjun kembali memberi wejangan."Gak boleh ngobrol sama orang asing, Pa.""Nah, sip. Pintar." Mengusap puncak kepala Deka. Bocah itu tersenyum. Mencium punggung tangan papa dan mamanya."Ya udah, masuk. Belajar yang rajin, ya.""Iya, Pa. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Deka berlari kecil bergabung dengan teman-teman kecilnya itu. Sementara Arjun memandanginya lekat. Seakan terasa berat melepas putranya tersebut. Ini gara-gara semalam, efeknya masih terasa hingga pagi ini. Ada rasa khawatir yang menelusup. Membuatnya enggan beranjak."Pak? Berangkat, gak?" tanya Niswah akhirnya. Karena ternyata mereka disini sudah beberapa menit."Ah, iya." Arjun mengangguk, lalu masuk kembali ke mobil. Pandangannya masih terarah pada keramaian anak kecil di gedung sekolah sana."Bapak masih memikirkan yang tadi malam?" tanya Niswah. Pria itu menoleh, helaan napasnya terdengar pelan. Melihat reaksi
"Dan, kalau mama belum puas, ambil saja dia jadi anak mama. Aku yang akan pergi dari rumah ini," pungkasnya seraya meraih kunci mobil kasar. Meninggalkan mamanya yang mematung."Sayang ... Tunggu! Bukan itu maksud mama ...."Aini tak peduli. Menaiki mobil dan melajukan cepat meninggalkan mamanya yang berteriak-teriak sendiri...Memandangi gedung menjulang tinggi di seberang sana. Air matanya mengalir di pipinya. Sakit, juga terluka yang amat sangat. Perasaan yang masih tertanam pada mantan ta'arufaannya itu membuat siksaan tersendiri untuk Aini. Tapi, dia tidak berani menampakkan wajahnya lagi semenjak labrakan istri Haidar padanya waktu itu. Bagaimanapun juga, Aini masih punya malu. Dia tidak mau harga dirinya direndahkan."Arrrgh!" teriaknya. Memukul stir seraya menangkupkan wajahnya ke stir. Merutuki hidupnya yang hancur dalam sekejap. Masih teringat, bahagianya dia saat Haidar mengutarakan niatnya untuk mendekatinya. Pria tampan berwajah teduh itu
Di sebuah bengkel, Niswah mencak-mencak. Bagaimana tidak? Mobil pesanan yang dia tumpangi mogok di tengah jalan. Sudah begitu, dia juga harus ikut mendorong mobil itu sampai ke bengkel. Penumpang perempuan mana yang diajak menanggung kerusakan mobil dengan jadi tukang dorong? Menyebalkan sekali. Keringat sebesar jengkol membuat penampilannya semakin lusuh. Belum lagi capek dan pegal karena mendorong mobil."Makasih, mbak. Mbak cari grab lain aja ya. Soalnya, ini bakal lama.""Yang maksa nungguin mas siapa juga sih! Dari tadi juga saya mau nyari yang lain, eh malah disuruh ndorong mobil," kesalnya merepet mengomel. Rasanya, emosinya hampir meledak di ubun-ubun. Ingin rasanya mbejek-mbejek sopir menyebalkan itu. Belum lagi, dia ditertawakan orang-orang di bengkel, karena mau-maunya dibohongi si sopir. Sementara si sopir itu malah senyam senyum tak merasa berdosa. Dari tadi memang niat Niswah juga begitu. Begitu mobil mogok, dia langsung ingin mencari yang lain.
"A-apa? A-anak saya ....""Iya, Pak. Anak bapak diculik."Di seberang sana, Arjun luruh. Kabar yang meruntuhkan dunianya.Arjun langsung berlari keluar. Mengambil mobilnya dan melajukan dengan kecepatan cepat ke sekolahan Deka. Tentu setelah menyuruh Niswah untuk tidak kemana-mana.Begitu sampai di lokasi, Arjun teriris melihat penampilan gadisnya yang kacau. Masih ada bapak tukang bersih-bersih yang tadi, sementara abang sopir mobil online sudah dibayar oleh bapak itu. Arjun langsung merengkuh sang gadis dalam dekapannya. "Maafkan saya, pak. Ini karena saya terlambat datang ... Hiks ... Kalau saja saya datang lebih awal, ini gak bakal terjadi."Arjun menggeleng, mengusap lembut punggung si gadis. Mendaratkan kecupan di pucuk kepala Niswah. Mencoba menyalurkan ketenangan, meski dia sendiri di puncak emosi. Yang ada di pikirannya sekarang siapa lagi, kalau bukan kakak perempuannya itu. Siapa lagi yang datang tiba-tiba dan mengusik ketenang
Di rumah sakit dengan segala aktifitas penuh duka, maka tak luput dirasa Arjun dan Niswah. Keduanya diselimuti kekalutan. Niswah menangis dalam dekapan Arjun. Pun tak jauh beda, pria itu juga terdiam dalam segala kesedihannya. Sesekali berbisik lirih menenangkan sang istri , meski sendirinya juga merasakan hal yang sama. Tak jauh dari mereka, wanita paruh baya yang berstatus mama Arjun juga tak kalah bersedih. Bagaimana tidak, putri tersayangnya tengah berbaring di dalam ruangan sana. Sayangnya, tak ada yang bisa menjadi sandarannya. Sang suami sedang dalam dinas di luar kota dan masih dalam perjalanan pulang begitu diberi kabar putrinya mengalami kecelakaan. Tatapannya nampak iri setengah tak terima, putranya lebih memilih menenangkan wanita lain daripada mamanya sendiri.Ya, mobil yang Aini naikin tadi mengalami kecelakaan parah dan ringsek. Dapat dibayangkan keadaan manusia di dalamnya dengan kecepatan mobil level penuh dan menabrak keras trotoar. Deka yang paling parah,
Waktu lebih banyak mereka habiskan di rumah sakit. Niswah juga izin tidak kuliah. Arjun masih sesekali, tapi lebih sering izinnya. Haidar dan Dinda juga sering mengunjungi mereka di rumah sakit. Sekedar membawakan baju ganti dan makanan. Juga sekaligus memeriksa keadaan Deka.Keadaan Aini tak kalah parah, meski tetap lebih parah Deka. Wanita itu juga terbaring koma selama dua hari. Setelah dia tersadar, perempuan itu banyak diam. Kadang menangis tanpa suara. Arjun sudah melihat keadaan kakaknya. Karena bagaimanapun juga, Aini adalah ibu kandung putranya. Papa dan mamanya sampai bersimpah di hadapan Arjun untuk meminta maaf. Sakit itu memang terlanjur dalam. Bayangkan saja luka yang dia pendam sejak terusir dari rumah karena lebih memilih Deka. Kerja serabutan disaat dirinya masih mengenyam pendidikan. Berbekal pengetahuan seadanya dia merawat anak yang bukan darah dagingnya. Sampai Deka berumur lima jelang enam tahun, dia pendam sendiri kesulitan itu. Permintaan maaf mereka
Sudah tiga jam mereka menunggu. Tak ada obrolan, apalagi senyum yang tersungging. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tangis Niswah sudah mereda. Namun sembab di wajahnya tak bisa membohongi bahwa dia sangat sedih dan khawatir. Begitu pintu ugd terbuka, Arjun langsung bangkit tak sabar, menghampiri sang dokter dan diikuti yang lain."Bagaimana keadaan anak saya, dok?" "Ayahnya Deka ya?""Iya, dok. Saya," Arjun tak sabar. Dokter mengela napas. Sebelum itu mengedarkan pandangan ke tiga orang itu."Keadaannya cukup parah. Benturan keras membuat keadaanya semakin parah. Belum lagi luka akibat pecahan kaca yang mengenai wajah dan tubuhnya. Untuk sekarang, anak itu mengalami koma." Lemas persendian Arjun, Niswah kembali tergugu dan dipeluk Dinda. Dia sudah menduga itu terjadi, tapi tetap saja, kabar itu membuat dunianya seakan runtuh."Pasien mengalami banyak kekurangan darah. Syukurlah bisa teratasi karena kami punya stok yang sesuai. Tapi, untuk s
Begitu sampai di ruangan Deka, sedang ada dokter dan suster yang memeriksa. Sementara anak yang ditunggu itu masih di posisinya."Syukurlah, anak itu sempat menunjukkan pergerakan meski kecil. Hasil pemeriksaan vitalnya juga membaik. Berdoa saja, semoga dia cepat bangun." Begitu penjelasan dokter.Arjun mendekat. Bersimpuh di sisi ranjang putranya. Memegang tangan mungil dengan kabel yang menjepit jari telunjuknya. Pria itu kembali tergugu. Hanya saja, kali ini ada rasa senang yang menghampiri. Hanya pergerakan kecil dari sang bocah saja sudah membuatnya bahagia. Setidaknya anak itu menunjukkan keinginan untuk bangun. Ini sudah menginjak hari ke tujuh, terasa sangat lama sekali waktu berdentang.Niswah memalingkan wajahnya. Sungguh, dia tak sanggup melihat pemandangan ini. Terlihat jelas betapa sang pria sangat menyayangi anak tersebut. Niswah tak tega. Pemandangan yang meyayat hatinya.Di luar sana, dibalik jendela, tiga manusia hanya bisa menyak
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z