"Deka, sudah selesai?"
Niswah terjingkat, menoleh kaget. dibelakangnya ada Arjun. Dosen itu meliriknya selintas dan kembali mengarah pandang pada putranya tersebut."Belum, Pa. Masih nungguin.""P-pak Arjun su-sudah lama disini?""Belum, kenapa memang?"Niswah mengelus dadanya, lega. Syukurlah. Semoga saja dosen itu tidak mendengar ucapan Deka tadi. Sangat.... Sangat memalukan."Oh. Eng... Enggak papa sih," sahutnya meringis tipis. Suasana berubah canggung. Dalam hati Niswah merutuk. Untuk apa juga Arjun menyusul mereka. Ini lagi, si penjual lama sekali menyiapkan pesanan mereka."Vanila cream, sama chocolate chip," seru sang penjual mengedarkan pandangan ke kursi pelanggan."Saya!" Reflek Niswah mengangkat tangannya dan terburu menghampiri penjual yang memanggil tadi. Lalu menyerahkan sebuah untuk Deka. Dia sendiri menyukai coklat. Coklat adalah pesanannya."Ayo," ajak Arjun begitu mereka mendapat pesanannya."Ha? Kemana?""Mereka sudah"Aah. Capek!"Niswah langsung merebahkan dirinya di ranjang. Merenggangkan kedua tangannya."Woy! Mandi dulu, bau keringat.""Ntar. Lo dulu aja deh.""Gila, sehari udah main air dua kali kita. Haha."Niswah tersenyum."Sebentar lagi sunset," gumamnya."Yups. Ntar lihat dari atap aja yuk."Gadis itu memiringkan badannya."Emang boleh?""Lah, siapa juga yang ngelarang. Kita disini bayar uy!""Haha. Dasar." Kembali merubah posisinya, telentang. Syifa sendiri bersiap mandi.Senyum lebar terukir di bibir gadis itu. Jika siang tadi, suasana hatinya kacau karena kedatangan Arjun, tapi beda dengan kali ini. Arjun yang dia lihat tadi berbeda dari biasanya. Aura lembut dan kebapakan membuatnya terlihat bersinar. Terbesit kagum dalam dirinya. Wajar saja, selama ini dirinya tak pernah mendapati kasih sayang tulus orang tua. Melihat betapa lembutnya perlakuan Arjun pada Deka, membuat hatinya ikut gerimis. Dia bahkan tadi ikut andil dalam kelua
"Aku tidak tahu kalau kamu kenal dekat dengan pria tadi."Haidar tengah berbaring di paha istrinya, sementara Dinda mengusap lembut surai pendek suaminya itu."Kalau aku tunjukkan seberapa banyak teman-temanku, kamu pasti terkejut," sahutnya tersenyum."Kalau dulu, mungkin aku tidak percaya. Tapi, sekarang aku percaya.""Kenapa begitu?" Haidar merubah posisi, memiringkan kepalanya untuk memudahkan melihat wajah istrinya."Iya. Soalnya kamu yang ku kenal dulu cuek, sama sekali tidak ada ramah-ramahnya.""Benarkah?""He'em. Bahkan sempet juga sih kesel sama kamu."Haidar tertawa kecil."Tapi sekarang sayang 'kan?" Menaik turunkan alisnya."Bukan hanya sekedar sayang. Tapi sayang banget."Pria itu kembali tertawa."Jujur sekali istriku ini. Tapi teruskan, aku suka kejujuranmu.""Pastinya dong."Haidar meraih jemari Dinda, mengusapnya lembut dan sesekali menghadiahi kecupan di punggung tangan wanitanya."Aku memang tidak terbia
"Kamu kapan sih nikahi aku?"Dalam perjalanan pulang, Della protes. Bukan karena kesal diledekin Dinda, tapi memang dia sudah tidak tahan terlalu lama dalam hubungan yang hanya sekedar pacaran. Mereka sudah dewasa, sudah cukup umur. Bahkan Dinda yang seusianya saja sudah menikah dua kali. Terang saja Della mulai was-was, takut kalau Zul tak serius padanya."Hmm? Apa?"Della mendecak kesal. Padahal memang musik di mobil memang menyala, dan mungkin itu yang membuat Zul tak mendengar pertanyaan Della tadi. Hati yang kesal membuat segalanya berubah menyebalkan."Tauklah. Aku kesel sama kamu." Memalingkan wajah sembari melipat tangannya di depan dada. Zul menggaruk kepalanya, bingung."Kamu kesal karena aku gak ikut kemarin?"Della tak menjawab. Masih mengabaikannya."Ah, sory, Yang. Sory banget. Aku sebenarnya pengen ikut. Tapi, direksi sedang kacau. Ada kasus yang membuat kami lebih sering lemburnya. Maaf ya?"Merasa tetap tak mendapat tanggapa
Kepalanya terasa untuk membuka mata. Pening memaksanya mengernyitkan dahi. Beginilah akibat kalau terlalu lama menangis.Tunggu! Apa tadi?! Menangis? Della tersentak dari tidurnya. Menyadari dia sudah berada di apartemennya. Masih memakai pakaian yang tadi malam dia kenakan. Aih! Berarti tadi malam Zul yang membawanya pulang? Lalu, apakah pria itu kini sudah pulang? Melihat jam kecil di nakasnya menunjukkan pukul enam pagi. Dia terlambat bangun. Kombinasi dari kelelahan perjalanan jauh, ditambah suasana hatinya yang kurang baik membuatnya kesiangan. Della memakai sandal dan menuju kamar mandi. Bukan untuk mandi, tapi mencuci wajah sekaligus berwudhu.Setelah rutinitasnya tersebut, barulah Della keluar dari kamar. Hendak ke dapur untuk membuat sarapan. "Alamak!" Terperanjat mendapati sosok yang tengah tertidur di sofa ruang tengah. Posisinya meringkuk seperti kedinginan. Dengan langkah pelan, Della menghampiri pria itu. Memandang lekat wajah deng
Jeda matkul kedua ada sekitar dua jam-an, mereka berdua manfaatkan untuk ke perpustakaan. Makalah yang lalu belum selesai. Alasan pertama, Niswah terlalu kesal untuk mengerjakannya. Dan yang kedua, dia tinggal liburan. Ternyata liburan memberi efek yang bagus untuk semangatnya. Buktinya, sekarang dia yang mengajak Syifa terlebih dahulu. Pun, gadis itu begitu serius mengerjakan makalahnya. Syifa sampai terbengong melihatnya. Kesambet demit apa coba, tiba-tiba jadi serajin ini."Ah! Tinggal materi tentang dampaknya yang belum ada.""Biar gue cariin bukunya.""Gak usah. Gue cari aja. Jagain laptop gue ya," tersenyum manis sampai Syifa terpana sendiri. Benar-benar, Niswah pasti kesambet demit.Deretan rak buku di perpustakaan awalnya adalah musuh bebuyutan Niswah. Terutama, tidak dia temukan novel diantara ribuan buku tersebut. Selalu dan selalu hanya buku pelajaran atau ensiklopedia yang super tebal. Berbanding terbanding terbalik dengan hari ini, gadis itu ri
Suara Arjun terdengar jelas dari volume yang sengaja Deka perbesar. Niswah dan Syifa langsung mengarahkan pandangan ke Deka, was-was. Terutama Niswah, menelan salivanya kasar. Matilah dia kalau sampek pak Arjun kesini. Bocah itu masih memegang ponsel yang ukurannya saja lebih besar daripada tangannya."Deka... Ikut tante Niswah, Pa." Matanya mengerjap polos."Tan... te? Niswah?! K-kok bisa sama tante Niswah?"Astaga... Seseorang tolong timpuk wajah Niswah supaya tidak dikenali lagi. Sekelas tambah hening, pasang telinga. Saling pandang dan menggendikkan bahu. Terang saja mereka tidak asing dengan suara itu. Hanya saja, mereka butuh meyakinkan pendengaran. Makanya saling pandang bertanya, meski gak guna."Iya, tadi Papa marah sih. Makanya Deka main. Eh, ketemu sama tante Niswah.""Lalu, sekarang dimana?""Gak tahu. Dikelas. Tapi gak tahu dimana.""Coba, tanya sama tante."Deka mengangguk. Mendongak pada gadis yang menutupi wajahnya denga
"Ikut ke ruangan saya sekarang!"Suasana berubah tegang. Teman Niswah yang tadi memberi video tersebut tak kalah terkejut. Menatap Niswah seolah menyiratkan penyesalan. Dia tidak tahu kalau Arjun akan semarah itu. Sayangnya, percuma. Dosen dingin itu marah.Usai mengatakan peringatan tadi, Arjun mendengkus dan berlalu, diikuti langkah lemas Niswah."Papa!" sela Deka. Membuat langkah keduanya terhenti."Deka, bagaimana?" Bocah itu mengerjapkan matanya. Ah, benar. Bukannya tadi Arjun hendak menjemput Deka? Kenapa malah pergi dan meninggalkan putranya tersebut? Tapi dasar pria dingin dan tinggi ego, dia tidak mau terlihat salah tingkah. Berpaling ke arah Syifa yang menunduk seraya menggigit bawahnya itu."Ikut tante Syifa dulu," tukasnya dengan sorot mata tajam mengintimidasi. Syifa terkejut, sampai mulutnya hanya menganga tanpa bisa menolak.Arjun berbalik, mensejajarkan tingginya dengan Deka. Tersenyum lembut seraya mengusak surai bocah ena
Tak!Jitakan kecil mendarat di kening gadis itu. Niswah mengaduh seraya memegangi jidatnya, meringis kecil."Jangan mikir aneh-aneh. Ibu yang saya maksud bukan ibu yang sebenarnya. Tapi, jadilah teman bagi Deka seperti kau bersikap sebagai ibu untuknya.""Ish! Ya bapak bilangnya sepotong-sepotong sih. Jelas saja salah paham lah," tukasnya membela diri. Merutuk dalam hati, karena jitakan Arjun lumayan nyeri juga."Ck. Kamunya saja yang lola. Begitu saja tidak paham.""Lah, malah saya yang dimarahin. Jelas-jelas bapak yang salah---" Niswah kembali bungkam saat mendapat pelototan dari pria itu. Oke deh. Daripada harus dipenjara atau membayar denda."Iya deh. Saya yang salah."Jarang-jarang kan ada cewek yang ngaku salah."Terus, saya harus bagaimana? Maksud saya, saya tidak harus nginep di rumah bapak 'kan?""Tidak. Tidak perlu. Kamu menginap hanya akan menambah masalah bagi saya. Cukup, kau ajak main Deka, atau temani dia di sekolahnya saat kam
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z