Tidak jauh dari tempat Viole berdiri, terlihat bayangan terpantul diatas iris hitam mata almond berhias bulu lentik itu.
Mata Viole melebar, melihat keberadaan monster lain berbentuk iguana raksasa tengah memandangi Zanquen yang tidak sadarkan diri.Kepala gadis itu menggeleng pelan sambil bergumam, “Tidak, jangan katakan...."Napas Viole seakan tercekat di tenggorokan ketika monster itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam bayangannya."Zanquen!" teriak keras Viole, melihat sang monster membuka mulutnya lebar-lebar.Namun sekeras apa pun dirinya memanggil Zanquen, pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Dia hanya bergeming di tempat.'Apa dia udah mati?''Enggak!' batin Viole menepis pikirannya sendiri. Dia percaya Zanquen masih hidup, pemuda itu hanya pingsan!Viole lantas memungut sebuah batu sebesar telapak tangannya, kemudian melemparkan batu itu ke arah sang monster.Tuk! Lemparan Viole tak ubahnya kerikil pasir, tidak memberikan efek apapun pada kulit sang monster. Mata si monster hanya melirik ke arah tempatnya berdiri."Sialan!" desis Viole. Saat ini satu-satunya senjata yang dia miliki dan kemungkinan akan mempan hanyalah Soul Cleaver, yaitu Silver Gorffennaf di tangan kirinya."Gorfen, bantu aku!" ucap Viole meminta senjata suci itu untuk membantu dirinya.Namun, jawaban yang diharapkan tidak kunjung datang. Tongkat perak itu hanya bergeming."Woy Gorfen! Aku bilang bantu aku! Kamu tuli ya?!" tanya Viole lagi, ia mulai naik pitam karena senjata itu tidak menjawab permintaannya."Tidak mau," jawab Silver Gorffennaf.Mendengar jawaban diluar dugaan, Viole langsung melirik tongkat perak di tangannya."Kenapa?! Ken—" Belum selesai Viole bertanya pada Silver Gorffennaf, dia merasakan serangan yang tiba-tiba mengarah ke arah dirinya.Reflek gadis itu menghindar ke arah kiri. Duar! Terdengar suara keras diikuti kepulan asap dari tempat sebelumnya Viole berdiri."Dasar kadal!" desis Viole, dia menatap lekat si monster yang juga menatap dirinya.Padahal sangat jelas jika monster itu melancarkan serangan, namun dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.'Bagaimana dia nyerang gua?' pikir Viole, mempertanyakan cara si monster melancarkan serangan padanya.Ditengah mencari jawaban atas pertanyaan itu, Viole kembali melirik tongkat perak yang masih ia pegang. Dia mempertanyakan alasan Silver Gorffennaf tidak mau membantu dirinya.“Hei Gorfen, kenapa kamu tidak mau membantuku?”Namun bukannya menjawab, Silver Gorffennaf malah bergumam tidak jelas. Membuat Viole mengerutkan alisnya, bingung dan juga tidak mengerti akan maksud Soul Cleaver itu.'Ngomong yang jelas anjir! Am em am em ya mana gua ngerti!' batin Viole menahan emosinya yang mulai mendidih."Gorfen! Jawab dong! Kenapa kamu tidak mau membantuku?!" tanya Viole lagi, rahang gadis itu mengeras menahan emosi yang kian memuncak."Malas," jawab enteng Silver Gorffennaf."Hah?!" sahut Viole reflek. Jawaban dari tongkat peraknya itu benar-benar tak terduga."Hah apanya? Aku bilang malas ya malas. Aku malas bertarung lagi, aku lelah." timpal senjata itu.Tangan Viole yang memegang Silver Gorffennaf pun semakin mengerat. Jawaban macam apa yang diberikan oleh senjata itu?!'B******!' umpat gadis itu dalam hati. Matanya melirik tajam. Dada Viole terasa panas, amat panas, seperti magma yang mendidih.Sebelumnya Silver Gorffennaf sendirilah yang bersikukuh agar Viole menerima tawaran bersyarat darinya. Sekarang, saat Viole membutuhkan bantuan, tongkat perak itu malah tidak mau dimintai tolong.Merasa menerima lirikan tajam dari Viole, senjata suci itu pun menyahut, "Apa? Kau tidak terima?"Kemarahan Viole makin memuncak. Dia mengarahkan tongkat perak itu ke depan, menunjuk monster yang masih menatap ke arah dirinya. "Kamu lihat di depan sana ada monster! Kau itu satu-satunya senjata disini!""Lalu?" tanya enteng Silver Gorffennaf.Duar! Seperti gunung meletus, memuntahkan magma yang selama ini dikandungnya. Kemarahan Viole pun meledak.'B******! A******! Tahu gini kenapa lu nawarin bantuan ke gua?! Pake kontrak segala lagi!' makinya dalam hati.Dia melempar keras tongkat perak itu ke tanah. Senjata suci itu terpental jauh, masuk ke semak-semak dan hilang dari pandangan."Senjata suci apaan?! Kelakuannya kaya setan!" cecar Viole.Kini, tanpa senjata suci, Viole harus sendirian menghadapi sang monster. Gadis itu pun menyadari sesuatu. Selama ia bertengkar dengan Silver Gorffennaf, si monster hanya bergeming di tempat."Kenapa di—" ucapan Viole terhenti bersamaan dengan langkahnya.Monster itu sedikit bergerak begitu Viole melangkah. Nampaknya si monster tidak mau jika dirinya mendekati Zanquen."Hoo, lu ngira Zanquen milik elu?” gumam Viole mengambil aba-aba.“Sorry, tapi dia milik gua!" monolog gadis itu, berlari secepat mungkin ke arah si monster.Aksi nekat Viole disambut oleh sang monster. Dia mengibaskan ekor, melempar beberapa batu ke arah Viole. Gerakan kibasan ekor itu sangat cepat, hingga kecepatan lemparan batu itu pun juga meningkat.Viole berusaha menghindar. Dia berhasil menghindari beberapa batu. Namun ada beberapa yang berhasil menyerempet kulitnya. Rasa panas bercampur perih ia rasakan dari luka goresan batu itu.‘Sakit banget!’ batin Viole menahan rasa sakit di lengannya.Namun rasa sakit itu tidak serta merta menghentikan gadis itu. Justru Viole semakin bersemangat. Dia semakin mempercepat laju berlarinya.“Woy! Lu harus tanggung jawab udah buat kulit gua kegores!” seru Viole.Monster itu marah, melihat makhluk kecil yang tidak kunjung berhenti berlari, meski beberapa kali terkena serangan batunya. Dia pun meraung keras, “Waaarrggghhh!”Si monster mencabut kaki belakangnya. Ternyata kaki hewan itu ada di dalam tanah. Rupanya monster itu adalah hibrida antara iguana dan tumbuhan.Sang monster berusaha menangkap Viole menggunakan kaki depannya. Namun Viole diuntungkan oleh ukuran tubuhnya yang kecil.Dia berulang kali berlari dan melompat kesana-kemari, menghindari tangkapan sang monster. Gerakan kaki depan si monster yang seperti tangan itu kian cepat. Namun, lagi-lagi makhluk kecil di hadapannya itu tetap tidak bisa dia tangkap.Kesal, monster itu menghentakan kaki belakangnya ke tanah. Viole jatuh tersungkur karena tanah yang dia pijak tiba-tiba berguncang, seperti diguncang oleh gempa bumi.Sementara itu, dalam dimensi Silver Gorffennaf. Jiwa Soul Cleaver itu tengah berdiri bersender pada dinding putih. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, sepasang iris perak itu menatap datar ke satu arah seolah sedang menonton film."Dasar bodoh," gumam bibir tipis merah jambu yang terus tertekuk ke arah bawah itu.Kening Gorfen berkerut, “Kenapa dia begitu keras kepala?”“Manusia memang seperti itu. Mereka keras kepala dan pantang menyerah, karena itulah mereka menarik.” Suara berat tiba-tiba menyahut monolog Gorfen.“Kau ...” ujar Gorfen menutup mata, melepaskan kedua tangan yang dia lipat.“Kenapa kau muncul dalam dimensiku! Siapa yang mengijinkanmu masuk?! Bukan!” ujar Gorfen membuka mata kesal.“Tapi siapa yang mengundangmu ke sini hah?!” tanyanya melotot ke arah kiri.“Wah galak sekali,” ujar seseorang tersenyum di sebelah Gorfen, atau lebih tepatnya, menyeringai.Seseorang pria dengan sambut panjang dan berpakaian kimono jaman dahulu berdiri di samping Gorfen. Wajahnya tenang, namun dibalik itu, sorot matanya sangat mengintimidasi. “Jangan galak-galak Silver, nanti kau cepat tua.” ujar pria itu.“Berhenti mengucapkan kata yang menjijikkan! Siapa yang mengundangmu ke sini … Liftor?!” tanya Gorfen menatap tajam.Terlihat jiwa Soul Cleaver itu sangat membenci keberadaan seorang yang dia panggil Liftor tersebut.“Siapa yang mengundangku ke sini?” Liftor balik dengan wajah lugu, memegang dagunya.Kemudian dia menjawab pertanyaannya sendiri sambil tersenyum, “Tidak ada,” “Aku bebas masuk sesuka hatiku bahkan tanpa persetujuanmu sekali pun,” lanjutnya, senyum di wajah itu seketika menghilang.Rahang Gorfen mengeras, tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka jawaban itu, meski memang itulah kebenarannya. “Kenapa malah kau yang marah? Seharusnya aku yang marah, kau tidak sopan padaku Silver,” ujar Liftor kembali."Kenapa kau tidak mau membantu pemilik
Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!" Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.Terlih
Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak. Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster. Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.Meski gadis itu berlari sekuat tenag
"Wah, tenanglah. Aku tidak punya niat jahat kok," ujar Liftor tersenyum."Kau bisa menurunkan senjatamu itu," lanjutnya menunjuk tongkat perak yang diacungkan ke padanya.Sementara Zanquen, dia merasa ucapan pria di hadapannya ini tidak bisa dipercaya, dan juga nampak mencurigakan. Sehingga alih-alih menurunkan senjata, Zanquen malah semakin erat menggenggam senjatanya.'Waspada sekali,' batin Liftor."Kau siapa? Kau yang menyebabkan semua ini?!" tanya Zanquen."Tenanglah, jangan emosi dulu. Bukan aku yang menghancurkan tanah ini, tapi temanmu itu," jawab Liftor.Iris merah Zanquen melirik ke samping kanannya, tempat Viole terbaring. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, mustahil jika dia yang menyebabkan kehancuran luar biasa seperti ini. Kemudian Zanquen kembali melihat ke depan. 'Dia jelas-jelas sedang berbohong!' batinnya.Melihat reaksi pemuda di depannya malah menatap dirinya tajam dan penuh curiga, Liftor pun menghela napas. ‘Sepertinya dia tidak percaya padaku,’ ujarnya dal
“Maksudku? Kau lulus, itu saja,” jawab Liftor enteng. Dahi Zanquen berkerut. Dia tidak mengerti akan maksud pria di depannya ini. Meski begitu, dirinya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.Liftor cukup heran, melihat respon Zanquen.Biasanya makhluk yang dia loloskan akan langsung senang, sampai melompat-lompat kegirangan.“Kau tidak senang?” tanyanya.Belum juga Zanquen menjawab, terdengar sebuah suara. Suara itu sangat familier di telinga Liftor.“Lepaskan aku dari tangan baumu! Liftor sialan!"Zanquen terhenyak mendengarnya. "Siapa ... itu?"Liftor langsung menyodorkan tongkat perak yang dia pegang ke hadapan Zanquen. Pemuda bermanik merah itu pun secara spontan langsung menarik kepalanya ke belakang."Wah, reflek yang bagus," puji Liftor."Apa yang kau lakukan?" tanya Zanquen melirik curiga Liftor."Tenang saja. Aku sudah meluluskanmu, jadi tak usah curiga seperti itu. Kau tadi bertanya siapa? Dia yang bicara," jawab Liftor. "Dia siapa?" tanya Zanquen lagi.Mendengar itu, Lifto
Sementara itu di tempat lain, Liftor tengah memunguti beberapa ranting kering dan membawanya. Setelah jumlah ranting dirasa sudah cukup, dia memutuskan untuk kembali. Begitu berbalik badan dan akan melangkah, tangannya yang terdapat urat hitam terasa sakit dan berdenyut. Hingga ranting pohon yang dia pegang pun terjatuh. Liftor memegang lengannya. "Anak manusia itu ...."Dia pun duduk, bersandar pada batang pohon. Ia mendongak, melihat sekat antar lantai yang banyak disebut sebagai langit.Dia teringat mengenai amukan gadis yang menjadi tuan Silver Gorffennaf beberapa waktu lalu. Senyum miring tersungging di bibir Liftor. Dia baru kali ini melihat seseorang yang mampu membuat senjata suci sampai seperti itu.‘Bukan Silver yang memakan jiwa tuannya, tapi gadis itu yang memakan kesadaran Silver. Menarik sekali,’ batinnya. Dia juga teringat akan Zanquen, ketika pemuda itu menuduhnya berbohong setelah mendongak ke atas.Reaksi pemuda itu secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia ti
“Kau … ingat bukan pesanku tadi?” tanya Liftor. Zanquen tertegun. Hanya pertanyaan sederhana itu yang keluar dari mulut Liftor? Bukankah beberapa detik lalu, pria di depannya ini dengan jelas ingin membuat nyawanya melayang? ‘Apa aku terlalu curiga padanya?’ batin Zanquen. Ekspresi curiga kembali muncul di wajah pemuda itu. ‘Tapi … dia sering berubah-ubah, tidak bisa dipercaya,’ pikirnya. Melihat itu, Liftor terkekeh. “Kau masih saja curiga padaku ya …” “Bersiap-siaplah,” katanya. Angin di sekitar mereka kian berhembus kencang. Perlahan kaki Zanquen terangkat. Tubuhnya terasa sangat ringan seperti kapas yang disedot ke atas. Di saat itu juga, dirinya melihat Liftor menorehkan sebaris senyuman. “Sampaikan salamku … pada Luca,” kata Liftor. Mendengarnya, mata Zanquen seketika melebar. Kenapa Liftor tahu nama itu? Apa dia mengenalnya? Belum sempat ia bertanya, Liftor tiba-tiba melepaskan tangannya. Zanquen pun terhempas ke atas. Setelah itu angin mereda, kemudian menghilan
Viole menganga; matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Dia berada di tengah-tengah tempat yang sama sekali tidak dikenalnya. Padahal beberapa detik yang lalu, dia masih berdiri di kamar.Pemandangan di sekelilingnya adalah tanaman raksasa. Bahkan daun-daun yang tumbuh berukuran mencapai 100 kali lipat dari ukuran daun biasa. Batang pohonnya juga sangat besar. Akar yang menyembul keluar pun ukurannya sangat tidak wajar. Serta suasana di tempat itu seperti musim dingin; tidak adanya sinar matahari.Di tengah rasa kagumnya, Viole teringat akan buku yang sebelumnya ia pegang, kini tak lagi berada di tangannya, dan dia juga menyadari sesuatu. Suhu di sekelilingnya sangat dingin. ‘Dingin sekali. Ini aneh, nggak ada sinar matahari, tapi pepohonan di sini tumbuhnya nggak ngotak,’ batin Viole.Untungnya, Viole mengenakan pakaian panjang. Ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangan, mencoba menghangatkan tangannya yang tidak tertutupi oleh lengan baju. Di tengah usa
“Kau … ingat bukan pesanku tadi?” tanya Liftor. Zanquen tertegun. Hanya pertanyaan sederhana itu yang keluar dari mulut Liftor? Bukankah beberapa detik lalu, pria di depannya ini dengan jelas ingin membuat nyawanya melayang? ‘Apa aku terlalu curiga padanya?’ batin Zanquen. Ekspresi curiga kembali muncul di wajah pemuda itu. ‘Tapi … dia sering berubah-ubah, tidak bisa dipercaya,’ pikirnya. Melihat itu, Liftor terkekeh. “Kau masih saja curiga padaku ya …” “Bersiap-siaplah,” katanya. Angin di sekitar mereka kian berhembus kencang. Perlahan kaki Zanquen terangkat. Tubuhnya terasa sangat ringan seperti kapas yang disedot ke atas. Di saat itu juga, dirinya melihat Liftor menorehkan sebaris senyuman. “Sampaikan salamku … pada Luca,” kata Liftor. Mendengarnya, mata Zanquen seketika melebar. Kenapa Liftor tahu nama itu? Apa dia mengenalnya? Belum sempat ia bertanya, Liftor tiba-tiba melepaskan tangannya. Zanquen pun terhempas ke atas. Setelah itu angin mereda, kemudian menghilan
Sementara itu di tempat lain, Liftor tengah memunguti beberapa ranting kering dan membawanya. Setelah jumlah ranting dirasa sudah cukup, dia memutuskan untuk kembali. Begitu berbalik badan dan akan melangkah, tangannya yang terdapat urat hitam terasa sakit dan berdenyut. Hingga ranting pohon yang dia pegang pun terjatuh. Liftor memegang lengannya. "Anak manusia itu ...."Dia pun duduk, bersandar pada batang pohon. Ia mendongak, melihat sekat antar lantai yang banyak disebut sebagai langit.Dia teringat mengenai amukan gadis yang menjadi tuan Silver Gorffennaf beberapa waktu lalu. Senyum miring tersungging di bibir Liftor. Dia baru kali ini melihat seseorang yang mampu membuat senjata suci sampai seperti itu.‘Bukan Silver yang memakan jiwa tuannya, tapi gadis itu yang memakan kesadaran Silver. Menarik sekali,’ batinnya. Dia juga teringat akan Zanquen, ketika pemuda itu menuduhnya berbohong setelah mendongak ke atas.Reaksi pemuda itu secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia ti
“Maksudku? Kau lulus, itu saja,” jawab Liftor enteng. Dahi Zanquen berkerut. Dia tidak mengerti akan maksud pria di depannya ini. Meski begitu, dirinya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.Liftor cukup heran, melihat respon Zanquen.Biasanya makhluk yang dia loloskan akan langsung senang, sampai melompat-lompat kegirangan.“Kau tidak senang?” tanyanya.Belum juga Zanquen menjawab, terdengar sebuah suara. Suara itu sangat familier di telinga Liftor.“Lepaskan aku dari tangan baumu! Liftor sialan!"Zanquen terhenyak mendengarnya. "Siapa ... itu?"Liftor langsung menyodorkan tongkat perak yang dia pegang ke hadapan Zanquen. Pemuda bermanik merah itu pun secara spontan langsung menarik kepalanya ke belakang."Wah, reflek yang bagus," puji Liftor."Apa yang kau lakukan?" tanya Zanquen melirik curiga Liftor."Tenang saja. Aku sudah meluluskanmu, jadi tak usah curiga seperti itu. Kau tadi bertanya siapa? Dia yang bicara," jawab Liftor. "Dia siapa?" tanya Zanquen lagi.Mendengar itu, Lifto
"Wah, tenanglah. Aku tidak punya niat jahat kok," ujar Liftor tersenyum."Kau bisa menurunkan senjatamu itu," lanjutnya menunjuk tongkat perak yang diacungkan ke padanya.Sementara Zanquen, dia merasa ucapan pria di hadapannya ini tidak bisa dipercaya, dan juga nampak mencurigakan. Sehingga alih-alih menurunkan senjata, Zanquen malah semakin erat menggenggam senjatanya.'Waspada sekali,' batin Liftor."Kau siapa? Kau yang menyebabkan semua ini?!" tanya Zanquen."Tenanglah, jangan emosi dulu. Bukan aku yang menghancurkan tanah ini, tapi temanmu itu," jawab Liftor.Iris merah Zanquen melirik ke samping kanannya, tempat Viole terbaring. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, mustahil jika dia yang menyebabkan kehancuran luar biasa seperti ini. Kemudian Zanquen kembali melihat ke depan. 'Dia jelas-jelas sedang berbohong!' batinnya.Melihat reaksi pemuda di depannya malah menatap dirinya tajam dan penuh curiga, Liftor pun menghela napas. ‘Sepertinya dia tidak percaya padaku,’ ujarnya dal
Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak. Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster. Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.Meski gadis itu berlari sekuat tenag
Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!" Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.Terlih
Seseorang pria dengan sambut panjang dan berpakaian kimono jaman dahulu berdiri di samping Gorfen. Wajahnya tenang, namun dibalik itu, sorot matanya sangat mengintimidasi. “Jangan galak-galak Silver, nanti kau cepat tua.” ujar pria itu.“Berhenti mengucapkan kata yang menjijikkan! Siapa yang mengundangmu ke sini … Liftor?!” tanya Gorfen menatap tajam.Terlihat jiwa Soul Cleaver itu sangat membenci keberadaan seorang yang dia panggil Liftor tersebut.“Siapa yang mengundangku ke sini?” Liftor balik dengan wajah lugu, memegang dagunya.Kemudian dia menjawab pertanyaannya sendiri sambil tersenyum, “Tidak ada,” “Aku bebas masuk sesuka hatiku bahkan tanpa persetujuanmu sekali pun,” lanjutnya, senyum di wajah itu seketika menghilang.Rahang Gorfen mengeras, tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka jawaban itu, meski memang itulah kebenarannya. “Kenapa malah kau yang marah? Seharusnya aku yang marah, kau tidak sopan padaku Silver,” ujar Liftor kembali."Kenapa kau tidak mau membantu pemilik
Tidak jauh dari tempat Viole berdiri, terlihat bayangan terpantul diatas iris hitam mata almond berhias bulu lentik itu.Mata Viole melebar, melihat keberadaan monster lain berbentuk iguana raksasa tengah memandangi Zanquen yang tidak sadarkan diri.Kepala gadis itu menggeleng pelan sambil bergumam, “Tidak, jangan katakan...."Napas Viole seakan tercekat di tenggorokan ketika monster itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam bayangannya."Zanquen!" teriak keras Viole, melihat sang monster membuka mulutnya lebar-lebar.Namun sekeras apa pun dirinya memanggil Zanquen, pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Dia hanya bergeming di tempat.'Apa dia udah mati?' 'Enggak!' batin Viole menepis pikirannya sendiri. Dia percaya Zanquen masih hidup, pemuda itu hanya pingsan!Viole lantas memungut sebuah batu sebesar telapak tangannya, kemudian melemparkan batu itu ke arah sang monster.Tuk! Lemparan Viole tak ubahnya kerikil pasir, tidak memberikan efek apapun pada kulit sang monster. Mata si
Begitu mendengar jawaban dari Viole, senyum lebar merekah di wajah Gorfen yang rupawan. Anak manusia ini menyetujui kontrak tanpa mengetahui syaratnya, dan itu membuat Gorfen merasa sangat puas.Setelah sekian lama, Soul Cleaver urutan ke tujuh itu, Silver Gorffennaf, akhirnya memiliki seorang tuan.Dia menampakkan diri, seketika Viole kembali ke tempat serba putih seperti sebelumnya. Membuat gadis itu terheran lagi, “Loh pindah ke sini lagi?”Gorfen bertepuk tangan sambil berjalan menghampiri Viole yang masih tergeletak dengan posisi yang sama. Dia kemudian berjongkok dan tersenyum, tangan kanannya menyentuh pundak Viole. Cahaya perak terang muncul sesaat, kemudian menghilang.“Aku sudah menyembuhkanmu. Berdirilah,” ujar Gorfen.Mendengar itu, Viole segera mencoba berdiri, dan berhasil. Dia pun menangis bahagia, akhirnya tubuhnya itu kembali pulih. Saking bahagianya, Viole sampai tidak menyadari jika Gorfen telah berdiri di belakangnya.Pria itu lantas menutup mata Viole, membuat gadi