Begitu mendengar jawaban dari Viole, senyum lebar merekah di wajah Gorfen yang rupawan. Anak manusia ini menyetujui kontrak tanpa mengetahui syaratnya, dan itu membuat Gorfen merasa sangat puas.
Setelah sekian lama, Soul Cleaver urutan ke tujuh itu, Silver Gorffennaf, akhirnya memiliki seorang tuan.Dia menampakkan diri, seketika Viole kembali ke tempat serba putih seperti sebelumnya. Membuat gadis itu terheran lagi, “Loh pindah ke sini lagi?”Gorfen bertepuk tangan sambil berjalan menghampiri Viole yang masih tergeletak dengan posisi yang sama. Dia kemudian berjongkok dan tersenyum, tangan kanannya menyentuh pundak Viole. Cahaya perak terang muncul sesaat, kemudian menghilang.“Aku sudah menyembuhkanmu. Berdirilah,” ujar Gorfen.Mendengar itu, Viole segera mencoba berdiri, dan berhasil. Dia pun menangis bahagia, akhirnya tubuhnya itu kembali pulih. Saking bahagianya, Viole sampai tidak menyadari jika Gorfen telah berdiri di belakangnya.Pria itu lantas menutup mata Viole, membuat gadis itu tersentak kaget. “Apa yang—”“Kontrak,” potong Gorfen.Pria itu mengarahkan bibir tipisnya ke telinga Viole kemudian berbisik, “Kontrak telah dibuat. Jiwamu menjadi milikku,"Viole tertegun. Kontrak itu ternyata berisi bahwa jiwanya menjadi milik Gorfen?Belum dia selesai berpikir, Viole dikejutkan oleh terjangan batang dan ranting pohon yang tiba-tiba muncul. Dia pun sadar tempatnya kembali berubah, dan monster itu ternyata juga memakan pepohonan.Viole yang kecil pun terdorong hingga menabrak dinding mulut monster dengan keras."Aduh, sejak kapan ni monster makan pohon coba?!" gerutu Viole.“Jika bisa makan pohon, ngapain lu makan gua! Dasar monster sialan!” umpatnya kemudian, menyadari jika si monster dapat memakan pepohonan.Tanpa disadari, pandangan Viole tertuju pada gigi geraham monster itu, dan dia melihat sebuah tongkat perak bersinar terselip di antara dua gigi besar. Tanpa ragu, Viole meraih tongkat itu."Ini tongkat apaan?" gumamnya.Tongkat itu memiliki ukiran merah pada ujungnya dan tampak sangat indah. Disaat dia mengagumi keindahan tongkat itu, tiba-tiba Viole dikejutkan lagi oleh terjangan pohon-pohon yang datang dengan cepat.Dia mencoba bertahan dengan berpegangan pada tongkat perak itu, tetapi hantaman pohon sangat keras dan banyak ranting yang menusuk-nusuk wajah serta matanya.‘Aduh! Sakit banget anjir!’ gerutu Viole dalam hati menutup kedua matanya.Banyaknya hantaman pohon yang datang, membuat tongkat itu akhirnya terlepas. Viole pun jatuh ke lubang gelap bersama dengan tongkat peraknya. Namun, tongkat perak itu tiba-tiba berbicara dan memerintah Viole untuk menancapkannya ke dinding.“Tancapkan aku ke dinding sisi kirimu!”Viole menuruti perintah itu. Dia menancapkan tongkat itu ke sisi kiri, menyelamatkannya dari kejatuhan ke dalam lubang seperti jurang. Namun, sang monster yang merasakan tusukan sakit di kerongkongannya, terus bergerak karena kesakitan.Viole melihat dinding di sebelahnya terus bergetar, sehingga tongkat perak yang ia pegang juga ikut bergetar. Karena dinding itu terus bergerak, tongkat perak itu pun perlahan-lahan melonggar."Oh tidak! Jangan!” teriak Viole.Tiba-tiba, dia jatuh bersama dengan tongkat perak itu ke dalam tempat yang sangat gelap. Dia jatuh di atas tumpukan pohon dan mencium bau belerang yang sangat kuat.‘Bahaya!’ pikir Viole sambil menutup hidungnya.Meskipun Viole berhasil menyelamatkan dirinya dari kejatuhan, dia masih terjebak di tempat yang gelap dan sepertinya lebih berbahaya."Tongkat perak? Dimana kamu!" teriak Viole memanggil tongkat perak yang jatuh bersamanya.Seolah-olah mendengar panggilan Viole, cahaya perak yang terang memancar dari sela-sela batang pohon, seiring dengan hilangnya bau belerang yang menyengat.‘Sudah aku katakan! Aku Silver Gorffennaf! Dasar anak manusia!' sahut suara Gorfen menjawab teriakan gadis itu.‘Oh ya aku lupa. Gorfen ya, namamu sulit sekali sih.’ sahut Viole dalam hati.Meski jarak mereka cukup jauh, Gorfen adalah Soul Cleaver yang dapat berbicara, bahkan lewat batin, sehingga suaranya terdengar sangat dekat, seolah-olah dia berbicara langsung di depan Viole.Viole mulai berjalan ke arah cahaya perak itu berasal, menghampiri senjata sucinya. Namun guncangan hebat kembali, membuatnya jatuh diatas cairan lengket yang lebih tebal dari air liur sebelumnya."Ew!" gumamnya meringis jijik, melihat pakaian bawahnya basah oleh air liur lendir."Cepatlah! Kalau tidak, cairam asam di lambungnya akan keluar dan menghancurkanmu!” teriak Gorfen.Mendengar itu, Viole tidak peduli dengan cairan lengket yang menempel pada celana dan sepatunya. Dia berdiri dan berjalan melewati berbagai pohon hingga sampai di tempat dimana tongkat perak itu bersinar.Viole kemudian mencoba menarik tongkat perak itu. Setelah berjuang sekuat tenaga, tongkat itu akhirnya terlepas dari jepitan beberapa batang pohon."Lalu Gorfen, aku harus melakukan apa?" tanya Viole pada tongkat perak di tangannya."Arahkan aku untuk mengoyak dinding lambung, aku akan membantumu merobeknya dari dalam," jawab senjata suci itu.Alis Viole berkerut, "Tapi, kau tongkat bukan pedang," ujarnya sambil mengetuk-ngetukan tongkat perak itu ke dinding lambung."Berhenti mengetuk-ngetukkanku! Kibaskan saja seperti pedang!" titah Gorfen marah karena Viole memperlakukan dirinya seperti tongkat biasa, padahal dia adalah Soul Cleaver yang banyak dicari oleh orang-orang.Tidak ada pilihan lain, Viole mengikuti perintah tongkat perak itu. Dia memegang Silver Gorffennaf dengan erat dan mengayunkannya ke depan beberapa kali. Namun, tidak terjadi apa-apa."Bukan seperti itu, dasar payah." ejek senjata suci itu.Lalu, jiwa Silver Gorffennaf muncul. Seketika, Viole kembali melihat dimensi putih seperti sebelumnya."Loh, kita kembali lagi ke surga?" tanya Viole."Bukan surga, ini adalah dimensiku.” jawab Gorfen.“Kita masih berada di dalam mulut monster ini. Jangan banyak bertanya, kamu harus melakukannya seperti ini,” lanjutnya sambil berjalan mendekati Viole.Pria itu kemudian menggerakkan tangan Viole dari belakang, mengajarinya cara mengibaskan tongkat seperti pedang. Viole sendiri diam dan memperhatikan dengan seksama arahan jiwa Silver Gorffennaf itu."Oke, aku paham," kata Viole ketika pria itu selesai mengajari, kemudian melepaskan tangannya.Mendengar itu membuat jiwa Silver Gorffennaf tersenyum tipis. Meskipun banyak bertanya dan terkesan bodoh, gadis itu mampu memahami ajaran dalam satu kali pencontohan."Baguslah," ujarnya, kemudian ia menghilang, dan sekitaran Viole kembali seperti sebelumnya.Gadis itu kemudian mengibaskan tongkat perak di tangannya, sesuai dengan yang diajarkan oleh jiwa senjata suci itu sendiri. Kali ini, tongkat itu mampu menggores dinding lambung di depannya.Dengan hati yang dipenuhi perasaan gembira, Viole terus mengibaskan tongkat perak itu. Meskipun beberapa kali ia terjatuh karena tempat yang ia pijak terus berguncang, Viole tidak berhenti untuk terus mengibaskan tongkat perak itu.Pada akhirnya, guncangan pun berhenti dan secercah cahaya muncul melalui celah robekan di depannya. Hati Viole berdebar kencang, seperti seorang pengembara yang menemukan oasis di tengah padang pasir.Dengan senyuman lebar, ia berlari menuju ujung bercahaya itu. Ketika Viole akhirnya dapat menghirup udara segar dan melihat kembali dunia luar, kedua mata hitamnya terbelalak seketika melihat pemandangan yang tersaji di depannya."Zanquen!" teriaknya panik.Tidak jauh dari tempat Viole berdiri, terlihat bayangan terpantul diatas iris hitam mata almond berhias bulu lentik itu.Mata Viole melebar, melihat keberadaan monster lain berbentuk iguana raksasa tengah memandangi Zanquen yang tidak sadarkan diri.Kepala gadis itu menggeleng pelan sambil bergumam, “Tidak, jangan katakan...."Napas Viole seakan tercekat di tenggorokan ketika monster itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam bayangannya."Zanquen!" teriak keras Viole, melihat sang monster membuka mulutnya lebar-lebar.Namun sekeras apa pun dirinya memanggil Zanquen, pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Dia hanya bergeming di tempat.'Apa dia udah mati?' 'Enggak!' batin Viole menepis pikirannya sendiri. Dia percaya Zanquen masih hidup, pemuda itu hanya pingsan!Viole lantas memungut sebuah batu sebesar telapak tangannya, kemudian melemparkan batu itu ke arah sang monster.Tuk! Lemparan Viole tak ubahnya kerikil pasir, tidak memberikan efek apapun pada kulit sang monster. Mata si
Seseorang pria dengan sambut panjang dan berpakaian kimono jaman dahulu berdiri di samping Gorfen. Wajahnya tenang, namun dibalik itu, sorot matanya sangat mengintimidasi. “Jangan galak-galak Silver, nanti kau cepat tua.” ujar pria itu.“Berhenti mengucapkan kata yang menjijikkan! Siapa yang mengundangmu ke sini … Liftor?!” tanya Gorfen menatap tajam.Terlihat jiwa Soul Cleaver itu sangat membenci keberadaan seorang yang dia panggil Liftor tersebut.“Siapa yang mengundangku ke sini?” Liftor balik dengan wajah lugu, memegang dagunya.Kemudian dia menjawab pertanyaannya sendiri sambil tersenyum, “Tidak ada,” “Aku bebas masuk sesuka hatiku bahkan tanpa persetujuanmu sekali pun,” lanjutnya, senyum di wajah itu seketika menghilang.Rahang Gorfen mengeras, tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka jawaban itu, meski memang itulah kebenarannya. “Kenapa malah kau yang marah? Seharusnya aku yang marah, kau tidak sopan padaku Silver,” ujar Liftor kembali."Kenapa kau tidak mau membantu pemilik
Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!" Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.Terlih
Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak. Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster. Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.Meski gadis itu berlari sekuat tenag
"Wah, tenanglah. Aku tidak punya niat jahat kok," ujar Liftor tersenyum."Kau bisa menurunkan senjatamu itu," lanjutnya menunjuk tongkat perak yang diacungkan ke padanya.Sementara Zanquen, dia merasa ucapan pria di hadapannya ini tidak bisa dipercaya, dan juga nampak mencurigakan. Sehingga alih-alih menurunkan senjata, Zanquen malah semakin erat menggenggam senjatanya.'Waspada sekali,' batin Liftor."Kau siapa? Kau yang menyebabkan semua ini?!" tanya Zanquen."Tenanglah, jangan emosi dulu. Bukan aku yang menghancurkan tanah ini, tapi temanmu itu," jawab Liftor.Iris merah Zanquen melirik ke samping kanannya, tempat Viole terbaring. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, mustahil jika dia yang menyebabkan kehancuran luar biasa seperti ini. Kemudian Zanquen kembali melihat ke depan. 'Dia jelas-jelas sedang berbohong!' batinnya.Melihat reaksi pemuda di depannya malah menatap dirinya tajam dan penuh curiga, Liftor pun menghela napas. ‘Sepertinya dia tidak percaya padaku,’ ujarnya dal
“Maksudku? Kau lulus, itu saja,” jawab Liftor enteng. Dahi Zanquen berkerut. Dia tidak mengerti akan maksud pria di depannya ini. Meski begitu, dirinya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.Liftor cukup heran, melihat respon Zanquen.Biasanya makhluk yang dia loloskan akan langsung senang, sampai melompat-lompat kegirangan.“Kau tidak senang?” tanyanya.Belum juga Zanquen menjawab, terdengar sebuah suara. Suara itu sangat familier di telinga Liftor.“Lepaskan aku dari tangan baumu! Liftor sialan!"Zanquen terhenyak mendengarnya. "Siapa ... itu?"Liftor langsung menyodorkan tongkat perak yang dia pegang ke hadapan Zanquen. Pemuda bermanik merah itu pun secara spontan langsung menarik kepalanya ke belakang."Wah, reflek yang bagus," puji Liftor."Apa yang kau lakukan?" tanya Zanquen melirik curiga Liftor."Tenang saja. Aku sudah meluluskanmu, jadi tak usah curiga seperti itu. Kau tadi bertanya siapa? Dia yang bicara," jawab Liftor. "Dia siapa?" tanya Zanquen lagi.Mendengar itu, Lifto
Sementara itu di tempat lain, Liftor tengah memunguti beberapa ranting kering dan membawanya. Setelah jumlah ranting dirasa sudah cukup, dia memutuskan untuk kembali. Begitu berbalik badan dan akan melangkah, tangannya yang terdapat urat hitam terasa sakit dan berdenyut. Hingga ranting pohon yang dia pegang pun terjatuh. Liftor memegang lengannya. "Anak manusia itu ...."Dia pun duduk, bersandar pada batang pohon. Ia mendongak, melihat sekat antar lantai yang banyak disebut sebagai langit.Dia teringat mengenai amukan gadis yang menjadi tuan Silver Gorffennaf beberapa waktu lalu. Senyum miring tersungging di bibir Liftor. Dia baru kali ini melihat seseorang yang mampu membuat senjata suci sampai seperti itu.‘Bukan Silver yang memakan jiwa tuannya, tapi gadis itu yang memakan kesadaran Silver. Menarik sekali,’ batinnya. Dia juga teringat akan Zanquen, ketika pemuda itu menuduhnya berbohong setelah mendongak ke atas.Reaksi pemuda itu secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia ti
“Kau … ingat bukan pesanku tadi?” tanya Liftor. Zanquen tertegun. Hanya pertanyaan sederhana itu yang keluar dari mulut Liftor? Bukankah beberapa detik lalu, pria di depannya ini dengan jelas ingin membuat nyawanya melayang? ‘Apa aku terlalu curiga padanya?’ batin Zanquen. Ekspresi curiga kembali muncul di wajah pemuda itu. ‘Tapi … dia sering berubah-ubah, tidak bisa dipercaya,’ pikirnya. Melihat itu, Liftor terkekeh. “Kau masih saja curiga padaku ya …” “Bersiap-siaplah,” katanya. Angin di sekitar mereka kian berhembus kencang. Perlahan kaki Zanquen terangkat. Tubuhnya terasa sangat ringan seperti kapas yang disedot ke atas. Di saat itu juga, dirinya melihat Liftor menorehkan sebaris senyuman. “Sampaikan salamku … pada Luca,” kata Liftor. Mendengarnya, mata Zanquen seketika melebar. Kenapa Liftor tahu nama itu? Apa dia mengenalnya? Belum sempat ia bertanya, Liftor tiba-tiba melepaskan tangannya. Zanquen pun terhempas ke atas. Setelah itu angin mereda, kemudian menghilan
“Kau … ingat bukan pesanku tadi?” tanya Liftor. Zanquen tertegun. Hanya pertanyaan sederhana itu yang keluar dari mulut Liftor? Bukankah beberapa detik lalu, pria di depannya ini dengan jelas ingin membuat nyawanya melayang? ‘Apa aku terlalu curiga padanya?’ batin Zanquen. Ekspresi curiga kembali muncul di wajah pemuda itu. ‘Tapi … dia sering berubah-ubah, tidak bisa dipercaya,’ pikirnya. Melihat itu, Liftor terkekeh. “Kau masih saja curiga padaku ya …” “Bersiap-siaplah,” katanya. Angin di sekitar mereka kian berhembus kencang. Perlahan kaki Zanquen terangkat. Tubuhnya terasa sangat ringan seperti kapas yang disedot ke atas. Di saat itu juga, dirinya melihat Liftor menorehkan sebaris senyuman. “Sampaikan salamku … pada Luca,” kata Liftor. Mendengarnya, mata Zanquen seketika melebar. Kenapa Liftor tahu nama itu? Apa dia mengenalnya? Belum sempat ia bertanya, Liftor tiba-tiba melepaskan tangannya. Zanquen pun terhempas ke atas. Setelah itu angin mereda, kemudian menghilan
Sementara itu di tempat lain, Liftor tengah memunguti beberapa ranting kering dan membawanya. Setelah jumlah ranting dirasa sudah cukup, dia memutuskan untuk kembali. Begitu berbalik badan dan akan melangkah, tangannya yang terdapat urat hitam terasa sakit dan berdenyut. Hingga ranting pohon yang dia pegang pun terjatuh. Liftor memegang lengannya. "Anak manusia itu ...."Dia pun duduk, bersandar pada batang pohon. Ia mendongak, melihat sekat antar lantai yang banyak disebut sebagai langit.Dia teringat mengenai amukan gadis yang menjadi tuan Silver Gorffennaf beberapa waktu lalu. Senyum miring tersungging di bibir Liftor. Dia baru kali ini melihat seseorang yang mampu membuat senjata suci sampai seperti itu.‘Bukan Silver yang memakan jiwa tuannya, tapi gadis itu yang memakan kesadaran Silver. Menarik sekali,’ batinnya. Dia juga teringat akan Zanquen, ketika pemuda itu menuduhnya berbohong setelah mendongak ke atas.Reaksi pemuda itu secara tidak langsung memberi tahu bahwa dia ti
“Maksudku? Kau lulus, itu saja,” jawab Liftor enteng. Dahi Zanquen berkerut. Dia tidak mengerti akan maksud pria di depannya ini. Meski begitu, dirinya tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.Liftor cukup heran, melihat respon Zanquen.Biasanya makhluk yang dia loloskan akan langsung senang, sampai melompat-lompat kegirangan.“Kau tidak senang?” tanyanya.Belum juga Zanquen menjawab, terdengar sebuah suara. Suara itu sangat familier di telinga Liftor.“Lepaskan aku dari tangan baumu! Liftor sialan!"Zanquen terhenyak mendengarnya. "Siapa ... itu?"Liftor langsung menyodorkan tongkat perak yang dia pegang ke hadapan Zanquen. Pemuda bermanik merah itu pun secara spontan langsung menarik kepalanya ke belakang."Wah, reflek yang bagus," puji Liftor."Apa yang kau lakukan?" tanya Zanquen melirik curiga Liftor."Tenang saja. Aku sudah meluluskanmu, jadi tak usah curiga seperti itu. Kau tadi bertanya siapa? Dia yang bicara," jawab Liftor. "Dia siapa?" tanya Zanquen lagi.Mendengar itu, Lifto
"Wah, tenanglah. Aku tidak punya niat jahat kok," ujar Liftor tersenyum."Kau bisa menurunkan senjatamu itu," lanjutnya menunjuk tongkat perak yang diacungkan ke padanya.Sementara Zanquen, dia merasa ucapan pria di hadapannya ini tidak bisa dipercaya, dan juga nampak mencurigakan. Sehingga alih-alih menurunkan senjata, Zanquen malah semakin erat menggenggam senjatanya.'Waspada sekali,' batin Liftor."Kau siapa? Kau yang menyebabkan semua ini?!" tanya Zanquen."Tenanglah, jangan emosi dulu. Bukan aku yang menghancurkan tanah ini, tapi temanmu itu," jawab Liftor.Iris merah Zanquen melirik ke samping kanannya, tempat Viole terbaring. Melihat gadis itu tidak sadarkan diri, mustahil jika dia yang menyebabkan kehancuran luar biasa seperti ini. Kemudian Zanquen kembali melihat ke depan. 'Dia jelas-jelas sedang berbohong!' batinnya.Melihat reaksi pemuda di depannya malah menatap dirinya tajam dan penuh curiga, Liftor pun menghela napas. ‘Sepertinya dia tidak percaya padaku,’ ujarnya dal
Viole pun menoleh ke arah depan. Matanya seketika membulat. Monster yang sudah dia tebas ternyata masih bisa bergerak bahkan berusaha membawa pergi Zanquen.Monster itu rupanya hanya berpura-pura kalah dan menipu Viole. Itu membuat emosi gadis itu memuncak. Dia berlari seraya menggenggam erat Silver Gorffennaf. "Sialan! Lu nipu gua!"Dia lantas mengibaskan tongkat perak itu ke kanan dan kiri. Angin yang tercipta mengoyak pepohonan raksasa di sekitar si monster. Namun, karena Viole mengibaskan tak beraturan, serangannya malah tidak mengenai monster itu sama sekali.Ditambah, keberadaan pohon-pohon raksasa di sekitar seakan menjadi tameng bagi si monster. Perasaan Viole bercampur aduk. Kesal, marah, dan juga ada rasa penyesalan karena tidak mendengarkan ucapan Silver Gorffennaf sebelumnya.Dia terus berlari mengejar monster itu hingga masuk lebih dalam ke arah hutan. Matanya yang berapi-api tidak melepas pandangannya sedikitnya pun dari si monster.Meski gadis itu berlari sekuat tenag
Mata almond Viole dengan iris hitamnya berubah tajam, seperti seekor serigala yang tengah mengintai mangsa. Viole mengeratkan genggamannya pada Silver Gorffennaf.Kaki belakangnya memulai aba-aba dan dengan mata berapi-api, dia berlari cepat ke arah monster itu.Begitu pula dengan sang monster, dia tidak tinggal diam. Mengetahui gerakannya tidak bisa cepat, dia pun menggunakan cara lain untuk menghentikan Viole, si makhluk kecil.Dia menggunakan kaki bawahnya yang panjang dan bercabang seperti akar pohon sebagai senjata. Dia menjulurkannya ke arah Viole.Melihat akar melesat ke arahnya dengan cepat, Viole bersiap mengayunkan tongkat perak di tangannya ke arah kiri, berniat menebas akar itu.Namun, sebelum dia melakukannya, Silver Gorffennaf yang menyadari jika serangan dari si monster hanyalah bayangan pun berseru, "Ke kanan anak manusia!" Viole segera mengubah arah tebasannya ke kanan. Ayunan dari senjata suci itu menimbulkan sebuah angin yang dapat dilihat dengan mata fisik.Terlih
Seseorang pria dengan sambut panjang dan berpakaian kimono jaman dahulu berdiri di samping Gorfen. Wajahnya tenang, namun dibalik itu, sorot matanya sangat mengintimidasi. “Jangan galak-galak Silver, nanti kau cepat tua.” ujar pria itu.“Berhenti mengucapkan kata yang menjijikkan! Siapa yang mengundangmu ke sini … Liftor?!” tanya Gorfen menatap tajam.Terlihat jiwa Soul Cleaver itu sangat membenci keberadaan seorang yang dia panggil Liftor tersebut.“Siapa yang mengundangku ke sini?” Liftor balik dengan wajah lugu, memegang dagunya.Kemudian dia menjawab pertanyaannya sendiri sambil tersenyum, “Tidak ada,” “Aku bebas masuk sesuka hatiku bahkan tanpa persetujuanmu sekali pun,” lanjutnya, senyum di wajah itu seketika menghilang.Rahang Gorfen mengeras, tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka jawaban itu, meski memang itulah kebenarannya. “Kenapa malah kau yang marah? Seharusnya aku yang marah, kau tidak sopan padaku Silver,” ujar Liftor kembali."Kenapa kau tidak mau membantu pemilik
Tidak jauh dari tempat Viole berdiri, terlihat bayangan terpantul diatas iris hitam mata almond berhias bulu lentik itu.Mata Viole melebar, melihat keberadaan monster lain berbentuk iguana raksasa tengah memandangi Zanquen yang tidak sadarkan diri.Kepala gadis itu menggeleng pelan sambil bergumam, “Tidak, jangan katakan...."Napas Viole seakan tercekat di tenggorokan ketika monster itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam bayangannya."Zanquen!" teriak keras Viole, melihat sang monster membuka mulutnya lebar-lebar.Namun sekeras apa pun dirinya memanggil Zanquen, pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Dia hanya bergeming di tempat.'Apa dia udah mati?' 'Enggak!' batin Viole menepis pikirannya sendiri. Dia percaya Zanquen masih hidup, pemuda itu hanya pingsan!Viole lantas memungut sebuah batu sebesar telapak tangannya, kemudian melemparkan batu itu ke arah sang monster.Tuk! Lemparan Viole tak ubahnya kerikil pasir, tidak memberikan efek apapun pada kulit sang monster. Mata si
Begitu mendengar jawaban dari Viole, senyum lebar merekah di wajah Gorfen yang rupawan. Anak manusia ini menyetujui kontrak tanpa mengetahui syaratnya, dan itu membuat Gorfen merasa sangat puas.Setelah sekian lama, Soul Cleaver urutan ke tujuh itu, Silver Gorffennaf, akhirnya memiliki seorang tuan.Dia menampakkan diri, seketika Viole kembali ke tempat serba putih seperti sebelumnya. Membuat gadis itu terheran lagi, “Loh pindah ke sini lagi?”Gorfen bertepuk tangan sambil berjalan menghampiri Viole yang masih tergeletak dengan posisi yang sama. Dia kemudian berjongkok dan tersenyum, tangan kanannya menyentuh pundak Viole. Cahaya perak terang muncul sesaat, kemudian menghilang.“Aku sudah menyembuhkanmu. Berdirilah,” ujar Gorfen.Mendengar itu, Viole segera mencoba berdiri, dan berhasil. Dia pun menangis bahagia, akhirnya tubuhnya itu kembali pulih. Saking bahagianya, Viole sampai tidak menyadari jika Gorfen telah berdiri di belakangnya.Pria itu lantas menutup mata Viole, membuat gadi