Pada keesokan harinya.
Tampak di teras rumah, seorang cowok yang sedang duduk menyender pada sofa, kedua kakinya ia angkat dan tompangkan pada atas meja kecil yang ada di depannya.
Di kelilingi oleh 8 cowok sebaya. Tentu saja, cowok itu adalah Haikal dan teman-temannya.Sedang duduk di atas sofa bersama Haikal, ada juga yang duduk di teras sembari menelpon ada juga yang sedang tiduran sembari kupingnya ia tutup dengan Handset."Jadi ... gimana kalau dia nggak dateng nanti?" tanya salah satu teman Haikal yang duduk di seberangnya.
"Kalau sampai dia nggak dateng, kita harus cari cara supaya dia dateng" jawab Haikal dengan tangan kanannya yang menyangga kepala.
"Tapi gimana caranya?" sahut salah satu teman Haikal yang lain.
Haikal hanya diam, dia juga bingung. Bagaimana jika nanti Raizel tidak datang, dan bagaimama membuatnya agar tetap mau Raizel datang.
Sedangkan di dalam kamar.
Tampak Raizel yanSetelah puas Haikal melihat dan menyelidik semua isi handphone milik Winda, ia merasa senang sekali.Haikal sangat percaya.Rencananya kali ini membuat Raizel datang menemuinya malam nanti, pasti akan berjalan lancar.Setelah para teman-temannya pergi, Haikal berjalan masuk ke dalam rumah bersama senyum yang mengembang di bibirnya."Hahaha ... tunggu balas dendamku, akan kuperlakukan kamu dengan halus" gumamnya.Haikal membuka pintu kamar berniat untuk mandi dan bersiap menjalankan rencana yang sudah ia susun bersama teman-temannya.Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, ia meletakan ponsel milik Winda di atas kasur tempat tidurnya dan meninggalkannya begitu saja.Hingga sampai pada akhirnya, seorang perempuan seumuran dengan Winda membuka pintu, dan masuk ke dalam kamar itu."Kakak? Temenin aku, yuk ...," ujarnya, ia melihat sekeliling kamar dan tidak ada Haikal di sana. Hanya ada suara seseorang mandi di kamar mandi,
Tidak ada ampun untuknya yang telah membuat Ajeng Sari sangat menderita kesakitan.Tidak ada ampun untuk mereka yang sudah menghancurkan kehidupannya.Bahkan setelah dia mati, efek dari perbuatan mereka masih membuat penderitaan ini terus melekat padanya.Manusia serakah dan laknat seperti mereka harusnya tidak ada di dunia ini."Diaam!" pekik Daweh mengibaskan tangannya, ia tidak kuat terus mendengar jeritan dari sosok Ajeng Sari yang marah.Kibasanya tangan Daweh memberikan cahaya ungu, seperti angin kuat menghantam sosok Ajeng Sari yang berdiri beberapa meter dari tempat dia berdiri.Memang itu membuat sosok hantu perempuan marah itu diam, setelah menerima serangan Daweh.Daweh menatapnya sengit, ia mengira bahwa serangannya berhasil melumpuhkan sosok ajeng Sari.Namun, salah. Ajeng Sari membalas mengibaskan tangannya seketika cahaya hitam yang keluar darinya mengenai Daweh dan Hendrik telak.Merek
"Hallo Reza" jawab Haikal tersenyum di ujung jaringan telfon itu.["Kak Haikal?"] Reza terkejut, karena yang berbicara dari balik telfon Winda adalah Haikal.["Kak Haikal? Kok Hp Kak Winda ada di kakak?"] tanya Reza penasaran."Yah ... iya, tadi Kakak nggak sengaja nemu Hp di pasar ... dan ternyata ini hp Winda" jawab Haikal tersenyum sinis tanpa Reza bisa melihatnya."Kamu ke sini dong, ke tempat yang biasa dipake nongkrong" cicit Haikal.["Tapi, kenapa Kakak pengen aku ke situ?"]"Ya ... mau nitipin Hp Winda ke kamu" alasannya.["Ok kalau gitu, aku ke sana kak"]Karena Reza percaya, bahwa ia disuruh menemui Haikal hanya untuk dititipkan handphone milik Winda.Jadi dia mau menemuinya."Kita tunggu dia ke sini" ucap Haikal pada teman-temannya, lalu memasukan handpone Winda ke dalam saku celananya.Setelah 4 menit kemudian, terlihat Reza datang berjalan kaki menemui Haikal dan teman-temannya.
Setelah Haikal dan teman-temannya menunggu cukup lama, akhirnya siapa yang ditunggu telah datang."Mana Hpku!"ujar Winda menyodorkan satu tangannya, meminta Haikal untuk menyerahkan ponselnya."Tunggu, aku udah lihat semua isi hpmu, hlo" ujar Haikal tersenyum menjengkelkan pada Winda.Membuat Winda menjadi emosi, karena telah lancang melihat privasinya."Lancang sekali kamu!" bentak Winda."Ya salah siapa, punya privasi kok hpnya nggak dikunci" jawab Haikal terkekeh."Siniin hpku!" pinta Winda tegas."Oke aku kasih, tapi ... Reza, inget perjanjian kita, kan?" Haikal memiringkan kepalanya, lagi dan lagi ia tersenyum gila pada Reza dan Winda.Reza tidak menjawab, seperti tadi Ia merangkul satu tangannya dengan tangan yang satunya.Dia menunduk, ragu untuk menjawab."Jangan bawa-bawa Reza, dia masih kecil!!" peringat Winda dengan nada tinggi.Winda tau, jika berurusan dengan Haikal, sud
Beberapa remaja laki-laki berjalan di belakang satu remaja perempuan yang sebaya dengan mereka semua.Ditambah satu anak cowok yang usianya 4 tahun lebih muda dari mereka.Mereka yang tidak lain adalah Andri dan teman-teman Haikal.Sedangkan Winda dan Reza berjalan di depan mereka.Mengikuti Haikal yang menjadi pemimpin jalan, menuju pada suatu tempat.Tempat yang di mana pepohonan tumbuh menjulang.Rumput tumbuh subur dan panjang.Banyak akar-akar tajam di sana.Tidak ada rumah tidak ada orang.Gelap, saaangaat gelap.Tidak ada penerangan selain senter dari ponsel.Beruntungnya, bulan pada saat itu membantu mereka memberikan tambahan cahaya.Sehingga berkatnya, tempat itu menjadi sedikit bisa terlihat oleh mata.Ya, tempat itu adalah Hutan.Lumayan cukup lama Winda dan Reza mengikuti Haikal.Dan hingga pada akhirnya, Haikal berhenti di depan salah satu pohon yang tinggi.Haik
Menyadari bahwa Raizel sudah pergi, Diva membuka matanya.Dan bergegas cepat keluar rumah untuk menyusul Raizel.Raizel sendiri juga berjalan cepat seraya tangannya mengotak atik ponselnya dan menelpon nomor Winda.Untuk menanyakan lokasi hutan mana tempat mereka di sandra oleh Haikal."Ternyata dia kepancing juga" celetuk Haikal, memandangi layar ponsel Winda yang berdering di tangannya, karena menerima panggilan telepon dari nomor Raizel.Tanpa perlu berlama-lama.Haikal menekan tombol terima dan menempelkan benda pipih itu pada telingannya."Hallo" jawab Haikal santai.["Haikal! Lo di mana! Hutan mana!"] pekik Raizel dari dalam telpon, terdengar sangat emosi.Karena kesal, Raizel tidak memakai kata Aku dan kamu pada Haikal, ia justru menggunakan kata sapaannya setiap hari bersama teman-temannya."Hahaha ... kamu keluar desa aja dulu, nanti temen aku jemput kamu" ucap Haikal, tertawa konyol.Lalu,
"Haikal ... lo pengecut banget, ya.Ngancem gue buat dateng ke sini, dengan cara murahan kaya gini!" Hina Raizel sersenyum sinis. "Yayaya ... bukannya kamu yang pengecut, kalo nggak aku ancem pake cara ini, bukannya kamu nggak akan dateng, hah?" balas Haikal. "Apa lagi dateng ke sini ditemenin cewek ... ya ampun, b4nci banget!" lanjutnya membuat Raizel sangat ingin menghajarnya. Haikal bagi Raizel itu seperti perempuan, dia tidak langsung menyerang malah mengoceh tak karuan seperti hanya ingin adu mulut. "Udah ah! Gue mau pulang, ribet juga ngurusin orang yang bisanya cuma banyak omong" celetuk Raizel berbalik menghadap Reza, Diva dan Winda.Alias membelakangi Haikal. Raizel melakukan itu karena ingin memancing Haikal supaya marah, dan menyudahi ocehannya yang sama sekali tidak penting. Dan benar saja, Haikal terpancing oleh Raizel.Dia merasa Raizel telah sangat merendahkannya. "Jang
Diva, Winda, dan Reza berlari tanpa melihat ke mana arah yang mereka tuju. Karena bulan pada saat itu bercahaya terang, membuat kemanapun mereka berlari dapat dilihat oleh teman-teman Haikal. "Wooi! Berhenti!" Teriakan dari teman-teman Haikal tak mengurungkan niat meraka untuk terus melarikan diri. Mereka tidak ingin, usaha Raizel menyelamatkan mereka menjadi sia-sia. 'Rai ... lo harus janji sama gue, lo juga harus selamat' gumam Diva di dalam hatinya. Dia tidak menyerah untuk bisa kabur dan bisa selamat demi usaha Raizel. Hingga pada saat mereka bertiga menemui jalan buntu. Mereka kini berdiri di ujung jurang yang di bawah jurang itu adalah sebuah rawa yang dalamnya sekitar 6 meter. "Hahahaha ... mau lari ke mana kalian?" Haikal dan teman-temannya berhasil menyudutkan Diva, Reza dan Winda. Sedangkam Raizel masih berusaha membuat matanya bisa melihat kembali, saat dia mengucek matanya samar-samar
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah