Mereka tau etika bertamu di rumah orang tidak, sih? ~~~ Dasar Wanita, racun dunia.. Cassian menggeram sambil menenggelamkan wajahnya di Pundak Aveline. Dia tidak boleh terpengaruh. Pekerjaan ini penting bagi Rinaldi Corp. dan bolos hari ini bisa berdampak buruk bagi perusahaan papa mertuanya itu. “Kamu gak bisa pengaruhin aku, Ave. Ini masalah profesionalitas dan tanggung jawab. Gak bisa dihubungkan dengan kehidupan pribadi.” Ucap Cassian dengan suara teredam karena masih belum mengangkat kepalanya. Dia berusaha mempertahankan dirinya untuk tidak terpengaruh dengan godaan istrinya ini. Meskipun itu sulit. Aveline lagi-lagi berdecak. Suaminya ini benar-benar gila kerja. Tapi Aveline juga tidak akan menyerah secepat itu. “Yaudah..” Ujar Aveline yang membuat Cassian mengangkat kepalanya. Aveline tersenyum manis. “Tapi minum obat dulu, yah!” Cassian menggeleng. “Nanti ngantuk. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesain hari ini.” Aveline diam-diam mendengus. “Oke kalau gitu, aku bu
Apa Aveline sudah keterlaluan? Padahal dia kan hanya mengkhawatirkan Cassian.. ~~~ “Kamu udah dateng, Ran?” Randy, sekertaris CEO Rinaldi Corp., sontak berdiri saat mendengar suara lembut dan tegas milik putri sulung Vincent Rinaldi. Memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Vincent dan Aveline sama-sama mampu membuat Randy merinding hanya dengan mendengar suaranya. Randy sendiri merupakan putra dari Asisten Vincent Rinaldi. Jadi dia memang sudah lama mengenal Aveline dan keluarganya. “Selamat siang, bu.” Ujarnya dengan gugup. Aveline mengangguk ramah dan tersenyum tipis. “Kamu kerja sendiri, yah. Suami saya lagi istirahat.” Kening Randy mengerut. Dia menggaruk pipinya yang tidak gatal. Sepertinya dia salah dengar. “Maksudnya, bu?” “Iya. Kamu kerja sendiri aja. Suami saya tadi malam sakit. jadi dia harus istirahat.” Jelas Aveline. Randy meringis mendengar itu. Dia tentu saja sudah mendengar kabar kalau Cassian sedang sakit. Makanya, schedule hari ini kebanyakan dialihkan ke dar
Aveline dengan wajah sendu dan bibir melengkung ke bawah, "Maaf!!" ~~~ Aveline menopang dagunya dengan tangan yang satunya terlipat di atas meja. Matanya sejak tadi memperhatikan karyawan yang keluar masuk dari Gedung kantor Rinaldi Corp. Sudah beberapa hari ini dia terus mengunjungi sebuah coffee shop yang letaknya persis di hadapan Gedung Rinaldi Corp., juga di meja yang sama yang dia duduki saat ini. Di sisi kanan terdapat kaca tebal transparan yang membantunya melihat pemandangan di luar. “Masih ngitungin karyawan Rinaldi Corp.?” Aveline mendongak dan mendapati seorang Wanita yang membawa minuman pesanannya. Aveline mengedikkan bahunya dan mengabaikan Wanita yang sekarang duduk berhadapan dengannya. Matanya kembali dialihkan pada penampakan Gedung kantor Rinaldi Corp. “Ternyata mereka banyak, Lau. Ribuan deh kayaknya.” Ujar Aveline sambil menghela napas. Wanita yang dipanggil Lau itu mengetukkan jarinya di meja. “Lah kan emang perusahaan keluarga lo itu perusahaan besar. Ja
Aveline terlalu berekspektasi tinggi, makanya dia merajuk.. ~~~ “Jadi kamu maafin aku?” Tanya Aveline penuh harap, ditambah mata dan hidung yang memerah. “Hemm..” Cassian mengangguk. Aveline merasa lega. “Makasih..” Ujarnya seraya tersenyum manis. “Yaudah ke kamar, yuk!” Cassian memicingkan matanya sambil menatap Aveline. “Apa?” Tanya Aveline yang merasa bingung dengan tatapan itu. “Aku ngerasa ada niat terselubung dari ajakan kamu itu.” “Hah?” Ucap Aveline tidak paham. “Kan kamu tadi bilangnya capek, makanya aku ngajakin istirahat di kamar.” Ujar Aveline dengan heran. Cassian tersenyum misterius. “Ngaku aja deh.” Aveline yang mulai paham maksud Cassian, ikut memicingkan matanya. “Gak ada yah. Itu mah alesan kamu aja. Dasar maniak!” Cibirnya. “Eh.. udah mulai berani ngatain suami kamu, yah..” Cassian berkacak pinggang. Aveline memasang wajah menantang dan menjulurkan lidahnya. “Awas kamu, yah..” “Hahaha..” Dan terjadilah kejar-kejaran antara pasutri itu hingga di kamar m
Sebuah peristiwa dua tahun yang lalu... ~~~ “Isteriku lagi ngambek tadi. Dia gak ada ingetin makan.” Ucap Cassian dengan polosnya. Blushh Aveline tidak bisa menahan senyumnya mendengar Cassian yang baru pertama kalinya mengakuinya sebagai ‘Istri’, pun dengan kepemilikan yang terdengar jelas. Kekesalan dan niatnya untuk tidak mempedulikan Cassian karena kecewa akan kencan yang tidak diharapkannya, meluap bebas. “Ekhem..” Aveline berdehem pelan untuk menetralkan reaksi tubuhnya yang ingin meloncat kegirangan. “Jangan tidur dulu. Aku.. aku mau ambil makanan.” Setelah mengatakan itu, Aveline berjalan dengan cepat dari hadapan Cassian, membuat pria itu menutup matanya dengan lengan kanannya. “Lucunya..” Gumamnya yang dilengkapi senyum tipis menawannya. ~~~ Aveline meraih piring dan gelas kosong bekas makan malam yang terlambat mereka, lalu kemudian berdiri. Kenapa mereka, karena Aveline juga melewatkan makan malamnya. Jadinya, mereka makan sepiring berdua. Tentunya dengan Aveline y
Nicholas benar-benar gila.. ~~~ Kak Ian.. temenku yang koma sejak setahun lalu katanya udah sadar. Jadi aku buru-buru ke rumah sakit. Maaf aku ijinnya lewat sini. Pesan itu dikirim Aveline saat bokongnya menyentuh sofa yang ada di ruang rawat Rama. Dia teringat tidak meminta izin saat kemari, Cassian pasti bingung saat saat terbangun dan tidak mendapatinya. Meskipun tidak ada jaminan kalau Cassian akan khawatir dan mencarinya, tapi sebagai istri, Aveline memiliki kewajiban untuk memberi tahu posisinya sekarang. Aveline meletakkan ponselnya kembali ke dalam tasnya dan mulai ikut dalam pembahasan tentang kecelakaan itu. “Om Edgar bilang, mobil yang dipake kalian waktu itu ada yang udah otak-atik.” Ucap Laura membuka pembicaraan dengan informasi dari hasil penyelidikan Papanya Rama. “Udah tau siapa pelakunya?” Tanya Sofia yang duduk di samping Aveline. Sofia ini meski tidak satu kampus dengan Aveline dan yang lainnya termasuk Laura, Wanita ini juga bisa dibilang dekat dengan mereka
Cerita dari sisi Cassian tentang Aveline...~~~Aveline Seraphina Rinaldi, wanita yang sudah hampir setahun ini dinikahi Cassian. Wanita yang sedang mengandung anaknya. Di awal, Cassian sudah bilang kalau dia tidak membenci Aveline. Cassian hanya menyayangkan takdir yang menyatukan mereka dalam pernikahan. Cassian mengenal Aveline saat mereka satu sekolah di tingkat Sekolah Dasar. Waktu itu, mereka dipasangkan untuk mewakili sekolah dalam perlombaan model cilik. Saat itu, Aveline yang dikenal Cassian adalah sosok anak perempuan yang cantik dan menggemaskan. Namun.. pandangan Cassian terhadap Aveline berubah sejak kejadian itu. Kejadian dimana Aveline dan teman-temannya, mem-bully Adelia di sekolah. Cassian yang sudah lulus dari sekolah dasar itu, tiba-tiba saja dihampiri oleh anak laki-laki yang sering bermain bola di lapangan perumahannya. Anak laki-laki itu bilang kalau Adelia menangis karena diejek oleh beberapa anak perempuan. Cassian sebagai kakak, tentu langsung berlari dan
Cassian itu ibarat Charger yang akan mengisi kembali energi milik Aveline..~~~“Terimakasih..” Aveline mengucapkan itu dengan pelan dan sopan pada seorang pria di sampingnya yang mengantarnya dengan selamat sampai ke rumah. Bukan.. bukannya Aveline menjilat ludahnya sendiri karena tadi menolak tawaran Rafael dan memilih pulang bersama orang asing. Tapi pria ini sudah menolongnya dari Nicholas yang dengan gilanya membawa Aveline ke kantor pengacara.“Ngapain lo bawa gue kesini?” “Ngapain nanya lagi? yah gue pengen buatin lo surat cerai dan ngirim langsung ke suami lo.”“Dasar gila… gak, gue gak mau.. lepasin..”“Aveline sayang.. Cuma gue yang cinta ke lo. Lo gak harus hidup sama orang yang bahkan nganggep lo aja nggak. Lo itu istimewa sayang. Cuma gue yang bisa bahagiain lo.”“Lo psiko. Gue gak mau..”“Stt.. lo gak mau, kan, kalau suami lo bernasib sama dengan mantan lo itu?”Aveline merinding mengingat kejadian tadi. Nicholas benar-benar menggila. Obsesinya pada Aveline sudah berada
Musik mengalun lembut di aula besar Rinaldi Corp, tempat pesta perkenalan Aveline sebagai pewaris resmi keluarga berlangsung. Lampu kristal menggantung megah di langit-langit, memancarkan kilauan yang memukau setiap tamu yang hadir.Para tamu berpakaian anggun dan bercakap-cakap dengan elegan, menikmati suasana malam yang mewah dan eksklusif. Sedang sang pemilik acara dan keluarga dekatnya berkumpul di satu meja yang sama, kecuali Aveline dan Cassian yang sudah berada di atas panggung. Ah dan juga Aurora. Entah berada dimana istri Nicholas itu.Aveline terlihat anggun dan menggemaskan secara bersamaan dengan perut buncitnya, berdiri di samping Cassian dengan senyum tipis di wajahnya. Tangannya yang halus berusaha tetap tenang, tetapi jari-jarinya sesekali meremas gaun biru elegannya. Matanya sesekali melirik ke arah kerumunan, mencari titik fokus untuk mengurangi rasa tak nyaman berada di lautan manusia di ruangan tertutup ini. Setiap senyum yang ia berikan terasa dipa
“Adelia.. dari tadi saya coba calling kenapa gak diangkat, hem?” suara Ryan terdengar dari belakang.Adelia dan ketiga teman perempuannya—minus Letta, sedang duduk bersantai di gazebo belakang fakultas sembari menunggu Staff TU menyelesaikan SK penetapan pembimbingnya. Tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan kedatangan Ryan Davis menghampiri mereka.“Eh, handphone saya lagi silent mode, pak.” Adelia meringis pelan. Matanya melirik teman-temannya yang mulai saling berbisik. Jujur, dia tidak nyaman dengan keadaan saat ini.Ryan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Saya udah nge-chat kamu dari tadi. Kalau kamu udah selesai, kabari saya.”Adelia mengangguk cepat, merasa wajahnya memanas. "Baik, Pak. Saya akan cek dan langsung kabari."Teman-temannya mulai berbisik-bisik lebih heboh, membuat Adelia semakin tidak nyaman. Ryan tampak menyadari kegelisahan Adelia dan berkata, “Oke, ka
Tangan Aurora yang memang sudah terangkat itu mengepal, merasa gemas sekali dengan kalimat pedas sang suami. Ingin rasanya meremukkan mulut yang sedari tadi membalasnya dengan sinis.“Isshhh.. gemes aku sama kamu.”Nicholas menipiskan bibirnya, mencoba menahan tawa yang hampir saja lolos. Aurora terlihat seperti kucing galak yang sedang mengais dengan kaki depannya.“Yaudah, sini. Gue ada handuk kecil buat bersihin tangan lo.”Aurora menatap Nicholas dengan senyum kecil. "Kamu bawa handuk? Kok perhatian banget sih?" godanya.Nicholas mendengus, menyerahkan handuk kecil yang diambilnya dari tas. “Udah jangan GR. Gue bawa ini buat bersihin muka sendiri, bukan buat lo.”Aurora menerima handuk itu dengan mata berbinar. "Makasih, Hubby." Dia membersihkan tangannya dengan hati-hati, merasakan kehangatan dari handuk yang diberikan oleh suaminya.Yang orang lain tau, Nicholas adalah pria gila dengan obsesi
"Lo lagi ngelindur, ya?" decih Nicholas sambil menatap Aurora dengan mata menyipit.Aurora duduk di tepi tempat tidur dengan posisi menghadap ke arah Nicholas yang duduk bersandar di headboard. Mata wanita yang mengenakan gaun tidur berwarna biru muda itu menatap Nicholas dengan penuh harap. Matanya berkilauan dengan semangat, dan senyum manis terukir di wajahnya.Aurora mendekatkan wajahnya sedikit ke Nicholas, membuat jarak di antara mereka semakin kecil. “Ayo dong, Hubby. Kita cuma duduk-duduk di pantai. Aku yang bakal nyiapin perlengkapannya, kamu nggak perlu khawatir hal lain,” bujuknya dengan suara lembut.“Fix lo emang masih ngantuk.” Nicholas melengos, memutus pandangan matanya pada Aurora. “Mikir gak sih, gue kesananya gimana? Tau sendiri pasir pantai gak cocok buat pengguna crutches kek gue, kursi roda apalagi,” jawabnya sambil menatap ke arah tirai tipis berwarna krem yang sedikit bergoyang tertiup angin dari jendela yang terbuka.Tak habis pikir dengan Aurora. Hari masih p
“Laporan macam apa ini, Ran?”Seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja besar di ruang kantor mewah mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas yang hampir menutupi seluruh permukaan meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan bercampur frustrasi. Di hadapannya, duduk seorang pria yang tengah sibuk mengetik di MacBook-nya.Randy—sekretaris Cassian yang sekarang tengah sibuknya membantu Aveline mempelajari segala hal tentang Rinaldi Corp, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap Aveline dengan ringisan. “Itu laporan terbaru tentang Rinaldi Corp, Bu. Semua detail keuangan, proyek, dan investasi terbaru ada di dalamnya.”Aveline menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya ke kursi, mencoba meredakan ketegangan yang menjalar di tubuhnya. "Kenapa saya juga harus tau ini? Kan udah ada jajaran Manajer yang bakal handle ini.”“Memang benar, ada tim manajer yang kompeten. Tapi sebagai pewaris utama, anda perlu memahami semua aspek bisnis, termasuk detail laporan ini. Ini penting un
“Dari mana lo?”Aurora melirik orang yang tengah bersantai di ruang TV itu dengan sinis ketika dirinya hendak ke kamarnya untuk beristirahat. Tanpa menghentikan langkahnya, wanita yang memiliki nama lengkap Aurora Sophia Rinaldi mengacuhkan suaminya itu."Lo denger gak gue nanya tadi?" suara Nicholas terdengar lebih tegas dan sedikit marah.Aurora berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Nicholas. "Aku capek. Aku mau istirahat."Tatapan Nicholas tajam, mencoba menahan amarahnya. "Gue cuma nanya, Aurora. Lo abis dari mana?"Aurora mengangkat alisnya, merasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan. "Kenapa? Apa kamu se-khawatir itu aku baru pulang?" tanyanya dengan ketus.“Cih.. gue cuma nanya.” Gantian Nicholas yang menatap dengan sinis ke arah Aurora.“Kepo banget.” Cibir Aurora, lalu melanjutkan langkahnya.Nicholas mendelik mendengar cibiran dari Aurora. Matanya men
“Bisa jelaskan apa maksudnya ini, Hans?”Aurora memperlihatkan sebuah pesan yang masuk ke ponsel Nicholas kemarin yang sempat dipotretnya kepada Hans. Wanita yang mirip dengan istri Cassian itu berdiri di samping sebuah layar besar di ruangan kakak iparnya. Sedang sang empunya tengah duduk di kursi kebesarannya.Hans menelan ludah, jelas merasa tertekan oleh situasi ini. Semua pandangan mata tajam dan menuntut tertuju padanya, termasuk Samuel dan Max yang duduk dihadapannya.“S..saya udah bilang semuanya, Nya. Termasuk orang yang kerja sama Boss Nicho, kan?” suara Hans bergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia telah jujur.“Iya kita tau..” Ujar Aurora. “Tapi ‘dia’ yang disebut dalam pesan ini ditujukan ke siapa sebenarnya?” tanyanya dengan nada menuntut.Hans menelan ludah sekali lagi, matanya berkedip cepat saat dia berusaha menemukan kata-kata yang tepat. Terlihat jelas kala
“Maksudnya, dek?” Kening Aveline berkerut saat mendengar ucapan Aurora yang penuh dengan penekanan.“Iya.. Gue mau buat perhitungan ama bang Ian karena udah bikin suami gue menderita.” Mata Aurora mulai berkaca-kaca. Itu adalah cerminan dari hatinya yang ikut tersiksa melihat Nicholas yang sedang berjuang sembuh. Dan semua itu karena Cassian. “Suami gue berjuang banget buat sembuh. Dia kadang kesakitan pas beraktivitas.” Aurora mulai terisak.Aveline memilih duduk di sebelah Aurora. Tangannya terangkat untuk menenangkan sang adik.Dia paham perasaan Aurora karena dia sendiri pun sudah merasakannya. Melihat orang yang dicintai menderita, juga membuat kita merasa sakit.Aurora menundukkan kepalanya, air mata mulai mengalir di pipinya. Aveline merangkulnya erat, mencoba memberikan dukungan sebisanya.“Abang turut prihatin dengan kamu, Ra. Tapi abang gak bakal minta maaf buat apa yang udah abang lakuin.”
“Arghhh…”Nicholas berusaha menggerakkan kakinya ke depan dan ke belakang, meskipun setiap gerakan memicu rasa sakit yang tajam. Bahkan teriakan tadi itu tak sengaja lepas dari tenggorokannya.“Heh.. lo santai aja kali.. Suami gue kesakitan bego!!”Seorang pria yang merupakan seorang therapist, mendelik kesal pada seorang Wanita yang mengatainya ‘bego’ hanya karena sedang membantu Nicholas untuk melatih kembali kakinya agar bisa berjalan kembali.“Maaf, yah, mbak. Saya tau kalau mbaknya cemas. Tapi saya harap mbak bisa paham kalau saya melakukan yang terbaik untuk membantu suami mbak pulih," ucapnya dengan suara tenang meskipun di dalam hatinya merasa tersinggung oleh kata-kata wanita tersebut. Dia berdiri di samping Nicholas yang sedang berjuang untuk berdiri, peluh mengucur di dahinya.Nicholas yang masih meringis kesakitan, memberi kode dengan tatapan mata kepada Hans, yang langsung dipah