~Dia adalah target pertamaku untuk mendapatkan barokahnya~
♤♤♤
Embun menyambut kedatangan pagi dengan semerbak semangat senyum para santri. Seleksi santri baru kelas khodam alfiyah dilaksanakan di halaman masjid atau lebih tepatnya di depan rumah Romo Kiyai. Romo Kiyao beserta dzurriyah-nya duduk berjajar di teras rumah. Menyaksikan para santrinya yang ingin mendapatkan ilmu barokah dari beliau.
Dzurriyah Romo Kiyai terdiri dari sembilan. Urutan putri beliau sesuai kelahiran. Sembilan putri Romo Kiyai bisa dijuluki Waliyyah Songo diantaranya; Ning Dijah, Ning Imah, Ning Ais, Ning Maryam, Ning Royya, Ning Minah, Ning Ika, Ning Bilqis, Ning Shita, dan Ning Fiyyah.
Keseluruhan telah melepas lajangnya kecuali Ning Fiyyah. Bu Nyai wafat ketika Ning Fiyyah masih duduk dikelas 5 MI. Mereka belum memikirkan pengganti sang Ibu. Mungkin saja tidak ada pemikiran seperti itu.
Penyeleksian santri baru tidak seruang dengan santri putra sebab penyeleksian mereka berbeda. Santri Putra yang ingin manjadin khodam dzurriyah harus bisa beladiri. Pelaksanaan mereka bertepatan disamping masjid. Sekitar 70% mereka bertanding dengan Robet, Rasya dan Saga.
Siapapun yang jatuh lengah akan perlawanan mereka, sudah dipastikan tidak masuk khodam.dzurriyah. Begitu juga sebaliknya. Jikalau mereka kuat akan perlawanan tiga utama prajurit pesantren tadi, pasti masuk khodam dzurriyah.
Pak Lubis selaku ketua pesantren putra membunyikan peluit. Pertandingan dimulai. Robet, Rasya dan Saga memainkan kuda-kuda untuk mempersiapkan mental melawan mereka. Fokus pandangan mereka adalah lurus kedepan. Saatnya siap menghadapi lawan.
Dari arah kiri melayangkan pukulan lurus ke depan. Robet menangkis menaruh tangan tepat diatas kepala. Lalu ia tendang perutnya dan terjatuh. Dari arah belakang, melayangkan tendangan ke punggung kaki. Rasya terjatuh telungkup. Ia segera menduduki punggungnya. Rasya menarik tangan kirinya ke belakang yang hendak menghentakkan dahinya ke permukaan tanah. Ia jatuh tergulung dari punggungnya. Rasya mengayunkan kepalan tangannya ke hidung. Ia mengangkat badan.
Dari arah kanan melayangkan pukulan ke arah pinggang. Saga menangkis ke arah lehernya dan mendorongnya jatuh ke permukaan tanah. Tubuhnya terlentang. Saga segera menduduki perutnya. Ia melayangkan pukulan ke arah lehernya namun ditangkis dengan tangannya. Lalu ia putar tangannya. Si peserta menjerit kesakitan. Sesuai perjanjian seleksi bela diri tiak boleh ada luka saat penyerangan. Saga yang mulai emosi, dihentikan oleh Robet. Ia mengayunkan tangan menenangkan.
Penyerangan berujung klimaks. Namun disertai taat peraturan. Pukulan lawan kebanyakan bisa ditangkis.
Kelebihannya tendangan lawan yang datang mengagetkan petarung. Ini nilai plus mereka yang membuat petarung belum siap melawan.
Sudah dilihat santri putra bertarung, santri putri bertarung memasak kali ini di depan dzurriyah ndalem. Deg-degan sudah wajar bagi peserta. Ning Fiyyah yang melihat Imaz ikut seleksi santri baru kelas khodam dengan kode memasak, mengepalkan tangan ke udara dengan senyuman merekah. Balasan senyuman tersemat dibibir. Jempol lurus ke depan ia tunjukkan.
"Menjadi khodam putri, "Salwa sebagai pembawa acara, "selain bisa mencuci pakaian, menyeterika, yang paling terpenting harus bisa memasak. Di pagi hari pukul tujuh dengan durasi dua jam, waktu harus cepat dan rasa yang tepat. Dan juri yang akan menilai seberapa kuat rasa masakan kalian adalah staff pondok putri."
Staff pondok putri sebagai juri duduk di sisi kanan peserta. Salwa berdiri di tengah acara.
"Setelah nanti kalian terpilih, kalian boleh memilih salah satu dzurriyah Romo Kiyai."
Imaz dan Ning Fiyyah saling menatap. Raut muka Imaz terbaca oleh Ning Fiyyah bahwa pertemuan pertama kali mereka di laut, membawa kedekatan diantara mereka. Ya. Imaz berharap menjadi khodamnya.
"Baik, kita mulai. Satu...dua...tiga..." Salwa memberi aba-aba. Bunyi gong dinyaringkan.
Peserta berlarian mengambil bahan masakan digaleri belakang mereka. Imaz mengambil empat bawang merah, dua bawang putih, lima buah cabai keriting, kunyit, lengkuas, jahe, ketumbar, madu, kecap manis, air jeruk nipis, air asam jawa, merica, kaldu jamur secukupnya. Selesai mengambil bahan mereka mulai fokus cara pembuatan.
"Hai kau anak baru ya?" suara gadis disebelah Imaz. Ia hanya menjawab deheman. Lantaran tangan menumis bumbu hingga harum.
"Aku Irma. Namamu Imazkan?" Irma yang barusan mengenalkan dirinya rupanya sudah tau namanya. Imaz hanya berdehem.
"senang berkenalan denganmu. Semangat..." Irma tampak begitu santai. Tak ada beban pula kelelahan. Ia mahir memotong bawang merah secepat itu. Meskipun kemampuan Imaz tak sebanding dengannya, cara manual perlahan-lahan jadi spesial. Ia cicipi rasanya. Manis asinnya sudah pas. Bumbu disisihkan. Api dimatikan. Jika bumbu sudah dingin bisa digunakan untuk merendam, Imaz mengambil delapan bawang merah, empat bawang putih, sepuluh buah cabai keriting, dan cabai rawit, tomat besar, terasi bakar, gula jawa, kaldu jamur, petai, jeruk limau secukupnya.
Api dinyalakan ke kompor sebelahnya. Bawang merah, bawang putih, cabai keriting, cabai rawit, tomat direbus hingga agak layu lalu diangkat. Tambah dengan terasi, gula jawa, kaldu jamur, dan uleg kasar. Tak perlu halus-halus langsung tumis sambal dengan sedikit minyak, petai dimasukkan. Masak hingga petai matang dan sambal meresap. Untuk mempermanis harum, diberi perasan jeruk limau.
Waktu 60 menit berjalan. Kurang satu jam lagi waktu memasak usai. Harum semerbak masakan para peserta menggoda iman dan merusak konsenterasi peserta putra yang dituntaskan lawan. Dia adalah Saga. Sedikit memar dibagian pipi dan tangan. Emosi yang menggerogoti akal dan fisik mudah dijatuhkan lawan. Rasya sudah hampir terkuras tenaganya. Hanya Robet yang bertahan untuk mengetahui seberapa besar ambisi mereka mengejar cita-cita. Perlawanan keras bertubi-tubi terhadap Robet.
Waktu kurang 15 menit. Para peserta lebih tangkas memainkan trik memasak sampai-sampai ada satu peserta yang berani menggoreng tanpa spatula tapi digoyangkan diatas kompor api. Juga ada yang lebih cerdas menghias plating sampai-sampai satu tulang ikan dibuat perhiasan untuk mempermanis hidangan.
"sepuluh...sembilan...delapan...tujuh...enam...lima...empat....tiga...dua....satu....STOOOPPP !!!"
Para peserta mengangkat kedua tangan. Dua jam yang lalu telah usai. Pahit manis setiap langkah yang mereka jalani berbuah hasil hidangan dengan hiasan karya masing-masing. Tak ada pernyataan komentar dih adapan peserta. Penilaian dilakukan secara tertutup dan hasil mufakat staff pondok putri.
Hari itu, Imaz menghidangkan hasil masakan dengan menu cumi dan udang bakar madu. Masakan yang pernah diajarkan Ibunya sewaktu masih di Desa.
***
~Ketika rasa itu hadir, aku bermain mata, bergejolak hati yang menemukan sebuah rasa cinta~ ♤♤♤Majalah dinding mengibarkan berita. Segerombolan santri putri berdesakan. Imaz berjinjit berusaha ingin tau berita baru.Meskipun mata kelihatan setengah tentang informasinya setidaknya membuat hatinya lega. Ya. Ia terpilih menjadi khodam Ning Fiyyah. Sesuai ekspektasi. Jadwal setoran Alfiyah dilaksanakan sehabis isya' dengan guru Robithus Sabilillah atau yang dikenal dengan Robet. Mereka bertemu kembali."Masakan cumi dan udang bakar madumu sungguh enak. Kapan-kapan buatkan lagi ya?" Kata Ning Fiyyah memuji dan bersandar di tembok.Setelah sekian segerombolan santri putri makin mengecil di majalah dinding. Imaz memutuskan berkunjung ke kamar Ning Fiyyah untuk mengucapkan terima kasih atas kerelaan dia menerima sebagai khodamnya."I
~Tanpa perlu meminta doa, tanpa izin aku telah menyematkan namamu disetiap salat lima waktu dan di sepertiga malamku~ ♤♤♤Udara malam terasa hangat. Musim kemarau enggan beranjak. Jam dinding berwarna coklat muda dengan jarum pendek putih bergerak ke arah angka delapan. Imaz masuk ke kamar Ning Fiyyah. Ia duduk bersantai bermain ponsel. Imaz duduk di sampingnya."Ning, maaf aku terlambat memberikan kado ulang tahun." Imaz menyodorkan kado kecil."Tidak masalah."Ning Fiyyah menerimanya. Tangan sudah gatal ingin membuka kado. Perlahan ia menyobek bungkus kado. Sebuah bros kecil berbentuk kupu-kupu. Tersemat nama pada punggung kupu-kupu dengan tulisan 'Fiyyah'."Maaf hanya itu yang bisa saya berikan Ning." Imaz merendah."Ini kado yang paling indah yang pernah aku miliki dari seorang sahabat sepertimu." Kalimat Ning Fiyy
~Tanpamu, apalah arti hidupku? Tak bersemangat setoran. Hanya sibuk memikirkan. Ya. Dirimu yang selalu ku rindukan~ ♤♤♤Malam jum'at hari libur setoran. Digantikan kegiatan khitobah perkamar. Acara bertempat di musholla pondok putri. Peserta pertama perwakilan dari kamar Ar-rahim. Dia adalah Cika. Pendukung dari kamar Ar-rahim tepuk tangan bergemuruh."Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarakatuh..." ucap salam Cika dengan semangat."Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh..." jawab santri putri serempak.Durasi hanya diberikan tujuh menit. Cika harus menyampaikan singkat, padat dan jelas."Apa perbedaan cantik luar dan cantik dalam menurut kalian?" Cika bertanya pada audiens."Cantik luarnya karena make up, cantik dalamnya karena cuma pura-pura."Sahut dari ujung kanan berteriak. Para santri sontak tertawa.
~Tasbih senantiasa ku ucap. Menyebut nama dalam ruahan rasa. Berharap qobiltu menjalin sakinah. Apakah engkau jodohku?~ ♤♤♤No signal.Sistem mesin suara bermonitor lebar eror."Tuan, ada apa dengan sistemnya?"Teriak anggota Tuan Darwin yang bertugas memantau sistem mesin suara."Ada apa?"Alih-alih bisa tidur nyenyak, Tuan Darwin dikagetkan dengan teriakannya. Terpaksa datang karena menuruti teriakan."Sistem tiba-tiba eror Tuan. Biasanya tidak seperti ini." Katanya panik."Eror? Kok bisa?" Tak percaya dengan perkataannya, Tuan Darwin mendekat dan mengecek sistem mesin suara. Ia tekan tombol enter percuma monitor menghadirkan kata eror."Gawat." Gumam Tuan Darwin."Kenapa Tuan?""Imaz tidak sadarkan diri. Coba cek rekaman histori, mungkin sebelum eror dia terjadi sesuatu." Per
~Berdetak hati mengucap kalam penghulu. Tanpa sandaran kepercayaan masih tetap utuh meski tidak tahu siapa kekasih halalmu~ ♤♤♤Not found.Kata itu jelas terpampang di monitor sistem mesin suara. Kecemasan menjalar di wajah Tuan Darwin."Ini pasti ada yang mengagalkan rencanaku." Tuan Darwin menggebrak meja kesal."Marvel, kerahkan semua bodyguard untuk menyerang pesantren dan cari dimana mereka menyembunyikan Imaz." Perintah Tuan Darwin tanpa bertele-tele."Baik Tuan." ***Di ruang tamu, perbincangan terjadi lagi."Bagaimana perkembangan pencarian Imaz apakah sudah menunjukkan tanda-tanda keberadaannya?" Romo Kiyai nampak panik.Wajah dipenuhi warna pucat. Sejak k
~Cinta hadir tanpa saling bertatap muka. Telah qobiltu tanpa tahu kau merasa kehilangan~ ♤♤♤Acara akad nikah yang disaksikan banyak mata ketulusan berakhir sempurna. Siapapun wanita pilihan Romo Kiyai dia yakin bakal mencintai sepenuhnya."Selamat ya Robet." Ucap Tuan Darwin berjabat tangan padanya. Robet membalas senyuman.Di ruang kantor madrasah, Robet, Rasya, dan Saga berbincang-bincang lebih lama pada Tuan Darwin. Mereka berencana bekerja sama dengannya untuk mencari keberadaan Imaz. Namun, mata Rasya menerangkan keengganan."Katanya lebih baik ditugaskan pada polisi tapi kenapa Pak Darwin juga diikutkan?" Demikian perkataan Rasya dengan suara dingin meskipun ia tau ini akan terjadi."Sya, Pak Darwin ini sebagai saksi kuat supaya kita tahu jejak keberadaan Imaz." Robet mencoba mengklarifikasi.Tuan Darwin mendesa
~Sepaket Alfatihah untuk beliau dalam tangis menyebut nama. Mengharap ridho dan Barakahnya dalam doa~ ♤♤♤Embun di pagi buta.Azan subuh berkumandang mengajak umat islam salat berjamaah. Para santri bersiap-siap merapikan pakaian beranjak ke masjid. Meluangkan waktu mengaji sambil menunggu Imam.Robet merapikan peci, mempersiapkan diri menjemput Romo Kiyai. Berbesar hati memperlakukan beliau sebagai rasa terima kasih telah menemukan pasangan hidupnya. Rasa itu hanyut tenggelam menyelami pemandangan yang terjadi saat knop pintu terbuka lebar. Romo Kiyai bersimbah darah. Perlahan ia amati, darah menyebar ke kasur. Berceceran ke lantai. Pisau belati berwarna darah sebagai bukti apalagi yang mencengangkan sebuah kertas masih dipegang dengan berupa tulisan Imaz bercorak darah. Dan itu pula sebagai bukti kedua.Jikalau rasa terima kasih berupa
~Dia yang tak pernah aku sebut dalam doaku, ternyata jodohku. Tapi yang bukan jodohku justru selalu aku rindu. Inikah cinta yang bukan muhrim?~ ♤♤♤Penyelidikan kematian Romo Kiyai berlangsung dilakukan pihak kepolisian. Bukti pisau belati dan kertas diserahkan. Kejadian ini menjadi momok bagi para santri. Wartel laris antrian mereka untuk minta doa agar kasus ini segera terkuak.Wartawan datang mencari liputan namun para prajurit menghalangi dengan mengunci gerbang.Mereka keluar dari ruangan. Pihak kepolisian meminta kedatangan Robet, Rasya, Saga dan Tuan Darwin ke kantor polisi untuk diinterogasi. Menaiki mobil, sirine dibunyikan. Gerbang dibukakan. Wartawan mengeroyok ingin mendapatkan informasi.Robet, bagaimana perasaanmu melihat Kiyai Abdul wafat?Kira-kira siapa yang membunuh Kiyai Abdul?Kalau sudah tau p
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak