~Berdetak hati mengucap kalam penghulu. Tanpa sandaran kepercayaan masih tetap utuh meski tidak tahu siapa kekasih halalmu~
♤♤♤
Not found.
Kata itu jelas terpampang di monitor sistem mesin suara. Kecemasan menjalar di wajah Tuan Darwin."Ini pasti ada yang mengagalkan rencanaku." Tuan Darwin menggebrak meja kesal.
"Marvel, kerahkan semua bodyguard untuk menyerang pesantren dan cari dimana mereka menyembunyikan Imaz." Perintah Tuan Darwin tanpa bertele-tele.
"Baik Tuan."
***
Di ruang tamu, perbincangan terjadi lagi."Bagaimana perkembangan pencarian Imaz apakah sudah menunjukkan tanda-tanda keberadaannya?" Romo Kiyai nampak panik.
Wajah dipenuhi warna pucat. Sejak kejadian hilangnya Imaz, beliau tak bisa tidur. Pikiran beliau tak menghapuskan segalanya apalagi mengenai pernikahan mereka dan sudah saatnya Ning Fiyyah mengetahui rahasia perjodohan mereka.
"Belum ada tanda-tanda Romo. Entah dimana mereka menyembunyikan Imaz."
"Robet, kalau Imaz sampai belum bisa ditemukan, pernikahanmu tetap dilaksanakan. Aku sudah menemukan tanggal yang pas. Aku mohon ya Robet. Aku sudah tidak kuat lagi."
"Romo jangan berkata seperti itu. Memangnya tanggal berapa? Dan nama calon istri saya siapa?"
"Tanggal 12 robiul awal. Namanya I'timadus Salik." Romo Kiyai memang sudah tau nama lengkap Imaz.
Sejak kedekatan mereka mulai terjalin karena seringnya bertemu. Sengaja menyembunyikan nama lengkap karena perintah Mamad. Nama I'timadus Salik bukanlah sembarang nama. Ia memiliki arti orang yang berpegang teguh di jalan Allah. Siapapun yang akan tau nama itu niscaya ingin menjatuhkan hidupnya termasuk Tuan Darwin. Mamad tak ingin kehidupan Imaz semakin runyam demi orang lain.
"Subhanallah....nama yang indah." Robet memuji. Secara mengejutkan, Romo Kiyai tak sadarkan diri. Robet berteriak panik.
Kesembilan putrinya menangis histeris. Menghampiri beliau. Rasya dan Saga turun tangan menangani beliau. Digotong bersama dan dibawa kekamar beliau.
Ketidakadaannya Imaz menambah suasana menjadi kalut.
DOOORRR !!!
Suara tembakan bersahutan. Pasukan bertopeng entah darimana menyerang. Robet dan Rasya segera keluar melihat situasi dari luar. Prajurit dan pasukan saling bertarung. Saatnya mereka ikut memperjuangkan pesantren. Robet diserang dua orang dengan pukulan menuju wajah. Tangkisan kedua tangan menjambak rambut mereka. Dengan teriakan kesal, ia lemparkan mereka dan jatuh lemas terkapar di tanah.
Dua orang juga menyerang Rasya. Ia meluncur dari kedua kaki lawan dan menembak mereka bersamaan. Peluru masuk ke punggung mereka. Terkulai jatuh ke tanah. Penyerangan terus berlangsung tanpa tujuan. Senjata pistol menjadi alat bantuan. Saling menembak tiada henti. Insting seseorang dari belakang menodong pistol, menekannya dan beruntung peluru meluncur mengenai pasukan sendiri. Keputusan Robet merunduk adalah hal yang tepat. Instingnya tak diragukan lagi.
Semua pasukan tuntas dilawan. Hanya satu yang dipertahankan.
"Katakan siapa yang menyuruh kalian datang kesini?" Robet meremas kerah bajunya.
Bara api kemarahan membakar wajahnya. Percikan darah dari lawan menempel di wajahnya.
Jawabannya hanya diam.
"Sekali lagi, katakan! Atau peluru masuk ke dahimu." Pistol langsung ditempelkan ke dahinya.
Jawabannya tetap sama ; diam.
Kesal hati percuma meladeni.Teriakan Robet menjadi-jadi. Tembakan keras ditekan ke dahi tanpa ampun. Darah mengucur ke tanah dan pistol di lemparkan sampai pecah. Tiada lagi kata aman di pesantren. Sudah saatnya pesantren butuh perlindungan. Termasuk pesantren benang biru.
Keadaan pesantren tenang beberapa saat. Pasukan lawan sudah ditangani pihak berwajib. Robet beserta prajurit tetap dalam tahap pencarian. Sekarang tidak sendirian, kepolisian siap bertanggung jawab. Mereka melakukan pencarian dari arah hutan belakang taman santri. Tempat kejadian awal mula Imaz datang ke pesantren.
Di kamar Romo Kiyai...
"Ayah, jangan terlalu banyak berpikir. Kita yakin, Imaz pasti bisa ditemukan." Ning Fiyyah menenangkan.
Terbaring lemah di atas ranjang, wajah pucat pasi. Kesembilan putri beliau setia mendampingi.
"Sebegitu pentingkah Imaz di mata ayah sehingga jatuh pingsan seperti ini?" Kata Ning Shita menyinggung perasaan Romo Kiyai.
Ning Fiyyah memberi peringatan dengan melototkan matanya. Dari kesembilan putri beliau, yang paling tidak bisa mengontrol perkataannya adalah Ning Shita.
"Sangat penting." Suara Romo Kiyai merendah, "kalian tidak tau, suatu saat nanti, dia yang akan menjadi perempuan sejati. Perempuan yang disebutkan dalam Alquran. Sebagai penghargaan, ayah ingin menjodohkannya."
"Ayah menjodohkan Imaz?" Ning Fiyyah terkejut.
"Iya tolong rahasiakan pernikahan Imaz. Dia pasti aman menjadi istri Robet."
Kesembilan putri beliau seketika itu diam membisu. Tak ada ungkapan kata apapun mendengar ucapan Romo Kiyai.
"Ayah mohon jangan sampai Robet tahu. Kalau sampai tahu, Imaz bisa celaka."
"Tapi kenapa ayah pernikahan mereka harus disembunyikan?" Ning Dija bersuara karena heran.
"Ayah ingin sebelum umur ayah habis, ayah bisa melihat mereka menikah walau tanpa kehadiran mempelai putri. Nanti, saat Imaz sudah ditemukan, biarkan mereka menikah resmi di rumah Robet. Kalian harus tau, kunci utama kejadian semua ini adalah Imaz."
"Mereka menginginkan Imaz." Romo Kiyai terlalu menekan suaranya, akibatnya beliau terbatuk. Ning Dija mengambilkan air minum dari meja. Air tersedot sedikit. Tenggorokan terhanyut tenang.
Pencarian belum berakhir. Mobil tetap melaju mengikuti lokasi kejadian Imaz tersesat. Robet tak lupa petunjuk denah yang Imaz pegang masih disimpan.
"Robet, sebenarnya kita mau kemana?" Rasya yang duduk disampingnya penasaran karena tanpa berkata apapun ia memutuskan pendapat sendiri.
"Nanti kau akan tau sendiri." Robet menjawab dengan angkuh.
Mereka hanya bisa patuh pada sang polisi. Kenangan melihat senja di tepi laut bak kekasih sungguhan menjadi bukti utama.
Pertemuan pertama membawa senjata kebenaran. Turun mobil Robet membisu, berjalan naik ke kapal veri sebab saat itu Imaz datang menyeberang laut. Rasya beserta para prajurit saling memandang tak mengerti. Mereka hanya bisa mematuhi sang polisi.
Kapal layar siap dijalankan. Hembusan angin menyibak wajah, mengajak rambut menari-nari. Kapal merambah ke tengah lautan.
Sampai di penghujung, mereka menemukan sebuah desa yang memiliki tumbuhan asri. Tanahnya tandus. Udaranya sejuk walaupun terik matahari menyengat. Para nelayan juga giat mengais banyak ikan.
"Pak, numpang tanya." Robet menghampiri para nelayan untuk tanda bukti.
"Iya dek?" Salah satu nelayan menghentikan pekerjaannya. Kapal diparkirkan ke tepi laut.
"Bapak kenal gadis yang bernama Imaz?"
Bapak nelayan itu diam sejenak. Wajahnya nampak menyembunyikan sesuatu. "Eh, iya dek. Kenal." Gaya bicaranya agak ketakutan. Robet bisa menangkap semua ekspresinya.
"Dia sudah lama menghilang. Padahal kasihan, dia wanita satu-satunya di desa ini."
"Wanita satu-satunya?" Robet mengedikkan alis heran.
"Iya dek. Dia wanita yang tangguh. Banyak yang ingin mendapatkannya."
"Wanita yang tangguh? Ingin mendapatkannya?" Robet terus menggali informasi tentang Imaz dengan memberikan beberapa pertanyaan.
"Iya dek. Dia titisan raden patah. Pak kepala desa juga ingin mencarinya."
"Siapa nama kepala desanya?" Robet tersenyum puas. Akhirnya bisa mendapatkan bukti kuat seorang Imaz.
"Darwin Van Houten."
"Kalau begitu, sekalian saja besok Pak Darwin aku undang di acara pernikahanku. Tolong beritau dia ya? Aku juga ingin mengobrol banyak."
"Dimana acaranya?"
"Di pesantren Benang Biru."
Puas hati Robet menginterogasi. Ia kembali ke tepi laut. Para prajurit mengikut di belakangnya.
"Oh ya, dimana Rasya?" Robet mengedarkan ke selasar latar laut baru sadar Rasya menghilang begitu saja.
"Katanya dia ke toilet sebentar." Wafi menjawab.
"Oh ya sudah kita tunggu di kapal."
***
Pernikahan digelar sederhana. Tanpa ada dekorasi pelaminan. Cukup ijab kabul mereka resmi menjadi suami istri. Masjid tempat paling sakral atas keabsahan mereka dengan direstui sang pencipta ilahi. Yang hadir hanyalah keluarga dan kerabat sementara para santri hanya bisa menyaksikan lewat layar lebar.Romo Kiyai sebagai saksi duduk di samping mempelai putri. Orang tua Robet duduk di samping mempelai putra. Kesembilan putri Romo Kiyai mendampingi beliau. Dan yang duduk di belakang Robet adalah Tuan Darwin.
Dia tersenyum puas bisa hadir mengamati pesantren Benag Biru. Tak ada Imaz membawa keberuntungan bisa datang langsung kesini.
"Sudah siap? Dimana mempelai putri?" Penghulu siap memberi ijab kabul.
"Dia tidak hadir. Ketidakhadiran mempelai putri tidak menjadi masalah gagalnya akad nikah." Romo Kiyai terpaksa berbohong.
"Tidak hadir kenapa Romo?" Sahut Robet.
"Dia ingin mengkhatamkan hafalan alfiyah terlebih dahulu sebelum menampakkan diri di hadapan calon suami."
"Baiklah kalau begitu. Langsung saja." Kata penghulu, mengulurkan tangan kanannya.
Mereka berjabat tangan. Pengucapan ijab kabul berlangsung menebarkan hati apalagi dikalangan santri yang berteriak histeris menyaksikannya. Seisi ruangan masjid makin berdebar bisa secara langsung hadir menyaksikan acara yang sakral ini.
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur...." Robet mengontrol debaran hatinya, "haalan." Robet menghentakkan tangan penghulu.
"Alhamdulillah..." penghulu mengucapkan doa. Seisi ruangan dan para santri mengamini, "barokallahu lakuma wa baroka alaikuma wa jama alaina kuma fi khoir..."
Tepat tanggal 12 Rabiul Awal tahun 1440 H, Briptu. H. Robithus Sabilillah dengan I'timadus Salik resmi menjadi suami istri.
Cinta bukanlah soal hadir ataupun tidak adanya wujud mereka melainkan hati yang bisa mengubah rasa cinta itu menjadi ada.
Keluarga besar Romo Kiyai sangat yakin mereka pasti dipertemukan ketika rasa itu saling bertatap muka. Menjalin keharmonisan yang datang melalui bahtera rumah tangga.
Bismillah, semoga mereka berjodoh.
***
~Cinta hadir tanpa saling bertatap muka. Telah qobiltu tanpa tahu kau merasa kehilangan~ ♤♤♤Acara akad nikah yang disaksikan banyak mata ketulusan berakhir sempurna. Siapapun wanita pilihan Romo Kiyai dia yakin bakal mencintai sepenuhnya."Selamat ya Robet." Ucap Tuan Darwin berjabat tangan padanya. Robet membalas senyuman.Di ruang kantor madrasah, Robet, Rasya, dan Saga berbincang-bincang lebih lama pada Tuan Darwin. Mereka berencana bekerja sama dengannya untuk mencari keberadaan Imaz. Namun, mata Rasya menerangkan keengganan."Katanya lebih baik ditugaskan pada polisi tapi kenapa Pak Darwin juga diikutkan?" Demikian perkataan Rasya dengan suara dingin meskipun ia tau ini akan terjadi."Sya, Pak Darwin ini sebagai saksi kuat supaya kita tahu jejak keberadaan Imaz." Robet mencoba mengklarifikasi.Tuan Darwin mendesa
~Sepaket Alfatihah untuk beliau dalam tangis menyebut nama. Mengharap ridho dan Barakahnya dalam doa~ ♤♤♤Embun di pagi buta.Azan subuh berkumandang mengajak umat islam salat berjamaah. Para santri bersiap-siap merapikan pakaian beranjak ke masjid. Meluangkan waktu mengaji sambil menunggu Imam.Robet merapikan peci, mempersiapkan diri menjemput Romo Kiyai. Berbesar hati memperlakukan beliau sebagai rasa terima kasih telah menemukan pasangan hidupnya. Rasa itu hanyut tenggelam menyelami pemandangan yang terjadi saat knop pintu terbuka lebar. Romo Kiyai bersimbah darah. Perlahan ia amati, darah menyebar ke kasur. Berceceran ke lantai. Pisau belati berwarna darah sebagai bukti apalagi yang mencengangkan sebuah kertas masih dipegang dengan berupa tulisan Imaz bercorak darah. Dan itu pula sebagai bukti kedua.Jikalau rasa terima kasih berupa
~Dia yang tak pernah aku sebut dalam doaku, ternyata jodohku. Tapi yang bukan jodohku justru selalu aku rindu. Inikah cinta yang bukan muhrim?~ ♤♤♤Penyelidikan kematian Romo Kiyai berlangsung dilakukan pihak kepolisian. Bukti pisau belati dan kertas diserahkan. Kejadian ini menjadi momok bagi para santri. Wartel laris antrian mereka untuk minta doa agar kasus ini segera terkuak.Wartawan datang mencari liputan namun para prajurit menghalangi dengan mengunci gerbang.Mereka keluar dari ruangan. Pihak kepolisian meminta kedatangan Robet, Rasya, Saga dan Tuan Darwin ke kantor polisi untuk diinterogasi. Menaiki mobil, sirine dibunyikan. Gerbang dibukakan. Wartawan mengeroyok ingin mendapatkan informasi.Robet, bagaimana perasaanmu melihat Kiyai Abdul wafat?Kira-kira siapa yang membunuh Kiyai Abdul?Kalau sudah tau p
~Seseorang yang selama ini tak pernah ku sebut dalam doa, tak pernah ku rasakan cintanya tapi yang aku cari tanpa misi ternyata dialah bukti cinta yang aku sebutkan namanya dalam kalam Qobiltu~ ♤♤♤Tuan Darwin duduk termenung di pojok dinding. Sendiri menatap kesunyian. Bayangan wajah Imaz terekam dalam memorinya. Menyesali rencana yang susah payah dibuat harus gagal total. Seandainya berhasil, ia bisa merasakan memimpin pesantren saat ini."Bapak, ditunggu tamunya di ruang kunjung." Seorang polisi membukakan sel tahanan. Robet, Ningrum, dan Yati sudah duduk di sana.Terpaku pada kedatangan Ningrum. Setelah Tuan Darwin di penjara, Robet memutuskan Ningrum tinggal di pesantren bermaksud untuk mengumpulkan informasi tentang Imaz.Tuan Darwin duduk di depan mereka. Nampak raut muka enggan untuk bertemu."Darwin, bagaimana kabarmu?" Tanya Y
~Allah bersaksi atas keabsahan cinta kami meski di naungan tersembunyi~ ♤♤♤Hotel milik perusahaan Sultan telah dipesan Ning Fiyyah. Sengaja memesan untuk Robet dan Irma agar Robet bisa bertemu dengan Imaz."Gus, haruskah sekarang kita berbulan madu? Menurutku, ini terlalu cepat." Irma berusaha menolak ajakan Robet namun ia bersikeras tetap berangkat."Memangnya kenapa? Kita sah-sah saja karena suami istri. Lagipula kau juga sudah khatam belajar kitab fathul izarnya." Robet mengemasi pakaian ke dalam koper, "kita cuma tiga hari menginap. Ini perintah suami." Kata Robet dengan tegas.Mereka berdua berjalan keluar sambil mendorong koper. Disambut oleh keluarga besar Romo kiyai diruang tamu."Hati-hati Robet dan Irma. Semoga bulan madunya lancar." Ucap Ning Dija sambil menggendong anaknya yang baru berusia satu tahun. Dengan ram
~Kekuatan cinta bukan diambil dari romantisnya hubungan. Romantis hanyalah sebagai pemanis. Kepercayaanlah landasan penting untuk merekatkan suatu hubungan. Maka hubungan kaya akan komunikasi dan rasa kasih sayang~ ***Di meja makan, Robet sekalian keluarga besar Romo Kiyai sarapan. Menu kali ini Robet agak cerewet. Betah memikirkan sang pujaan hati, ia menginginkan cumi bakar yang pernah Imaz masak saat ulang tahun Ning Fiyyah."Kapan ada menu cumi bakarnya?" Robet merengek."Memangnya kenapa Gus? Kok tiba-tiba?" Rasya curiga."Lagi pengen aja.""Lagi pengen makanannya atau yang meracik makanannya?" Ning Fiyyah menggoda. Robet mencoba memberi kedipan mata untuk merahasiakan. Ning Fiyyah justru merespon dengan
~Ketika semua telah terbukti, cinta bersemi, mengapa Allah menguji dengan menghakimi cinta kami?~ ♤♤♤"Apa yang membuatmu datang kesini?" Tanya Kapten Richard penasaran dengan kedatangan Robet membawa gelas yang dibungkus rapi.Di sebuah ruang kerja Kapten Richard, Robet mengutarakan maksud kedatangannya."Kapten, aku mau kau periksa sidik jari gelas ini apakah sama dengan pemilik pisau orang yang membunuh Romo Kiyai."Tanpa berbasa-basi, Robet meletakkan bukti berupa gelas di atas meja hasil rencana tadi malam."Baiklah akan saya periksa. Tunggu sebentar."Kapten Richard menguji sidik jari antara pisau dan gelas apakah memiliki kesamaan. Monitor terkoneksi. Dan jawabannya mengagetkan Robet. Bagai disengat listrik dan dihujam bebatuan. Hasilnya menunjukkan adanya kesamaan. Sidik jari itu milik Imaz sepenuhnya.&nbs
~ Cinta yang selama ini ku dambakan perlu waktu untuk memberinya kepercayaan~ ♤♤♤Aparat kepolisian mempersilahkan Imaz masuk ke sel tahanan nomor 17. Tak ayal, ia berada di sebelah sel tahanan yang dihuni Tuan Darwin. Ia duduk memojok terpekur. Sementara Tuan Darwin menatapnya prihatin. Deretan memori kelam berputar dalam bayangannya ketika ia tega merenggut pita suaranya. Ketika ia bahagia menewaskan sahabatnya. Ketika ia marah dihianati keponakannya yang secara sengaja ia bunuh tanpa rasa belas kasihan. Lebih naasnya, ia membunuh Bapaknya yang tak salah apa-apa. Justru berkat dia usaha ikannya berjalan lancar. Hanya karena ia tumbuh rasa cinta kepada istrinya.Perut Imaz memberontak kelaparan. Belum sempat makan siang. Makan siang yang dihidangkan tak lagi bisa dirasakan. Bahkan Robet tak kunjung memberi kabar. Berkali-kali ia mengelus perutnya. Tuan
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak