~Tasbih senantiasa ku ucap. Menyebut nama dalam ruahan rasa. Berharap qobiltu menjalin sakinah. Apakah engkau jodohku?~
♤♤♤
No signal.
Sistem mesin suara bermonitor lebar eror.
"Tuan, ada apa dengan sistemnya?"
Teriak anggota Tuan Darwin yang bertugas memantau sistem mesin suara.
"Ada apa?"
Alih-alih bisa tidur nyenyak, Tuan Darwin dikagetkan dengan teriakannya. Terpaksa datang karena menuruti teriakan.
"Sistem tiba-tiba eror Tuan. Biasanya tidak seperti ini." Katanya panik.
"Eror? Kok bisa?" Tak percaya dengan perkataannya, Tuan Darwin mendekat dan mengecek sistem mesin suara. Ia tekan tombol enter percuma monitor menghadirkan kata eror.
"Gawat." Gumam Tuan Darwin.
"Kenapa Tuan?"
"Imaz tidak sadarkan diri. Coba cek rekaman histori, mungkin sebelum eror dia terjadi sesuatu." Perintah Tuan Darwin.
Anggotanya yang bernama Marvel mengecek rekaman histori. Namun jawabannya sama. Tidak ada data.
"Lalu, bagaimana Tuan?"
"Lihat saja besok. Jika sudah sadar, nanti akan aku tanyakan."
"Baik Tuan."
***
"Apa yang terjadi semalam sehingga Imaz babak belur seperti itu?" Wafi menginterogasi Irma di kantor madrasah."Aku tidak tau pasti Wafi. Aku hanya tau dia keluar dari asrama, tiba-tiba babak belur. Waktu itu aku juga panik." Jawab Irma memelas.
Ia bisa bernapas lega karena setelah menganiaya Imaz, Arman berlari terbirit-birit dan dengan kelihaian aktingnya ia berpura-pura terkejut menangis minta tolong.
"Baiklah, kau hanya sebagai saksi."
Irma tersenyum tipis. Menyimpan hati murka karena Imazlah, ia tak bisa kabur dari pesantren.Di rumah sakit pesantren Benang Biru.
Keluarga Romo Kiyai, keluarga kamar Ar-rahim dan bebarapa pengurus pesantren datang menjenguk Imaz sambil menenteng makanan bergizi.Gadis yang ditemukan di Taman Santri terbaring lemah di atas ranjang. Infus tergantung untuk memperkaya cairan. Detak jantung sedikit normal. Ia belum siuman."Imaz, apa yang terjadi denganmu akhir-akhir ini? Setiap malam kau selalu keluar dari kamar." Ucapan Ning Fiyyah menggenggam tangannya. Air mata tiada henti mengalir di pipi.
"Sadarlah Imaz, lihat bros kupu-kupu aku pakai. Cocok sekali dengan wajahmu yang kalem."
Berusaha menyadarkan dengan menunjukkan bros kupu-kupu yang terikat dalam jilbabnya tetap saja tidak ada respon. Miris hati Ning Fiyyah melihatnya.
"Pesantren Benang Biru dalam bahaya. Aku mencium bau penghianatan dan penyerangan." Kata-kata Romo Kiyai menohok hati mereka.
"Mulai hari ini, perketat penjagaan dengan CCTV." Ungkapan Romo Kiyai dalam telepon yang terhubung dengan Wafi.
Seisi ruangan menatap beliau terhenyak.
Keputusan Romo Kiyai tak dapat diganggu gugat.
Wafi mengerahkan semua prajurit memasang CCTV dibagian titik sering terjadinya penyerangan. Yang paling utama adalah di Taman Santri titik letak dekat dengan hutan. Titik lainnya dipasang di gerbang, rumah Romo Kiyai, asrama putra maupun putri. Dalam hal pemantauan CCTV akan ditugaskan pada Robet, Rasya, dan Saga. Meskipun CCTV membantu, prajurit tetap ditegakkan sebagai pejuang utama.
Di balik jendela asrama, Irma cemas dengan keputusan Romo Kiyai secara tiba-tiba. Ia tak dapat menduga akan begini jalan ceritanya.
Awan sudah menunjukkan sore. Orang-orang yang menjenguk Imaz sudah kembali ke pesantren. Kegiatan pesantren tetap dilaksanakan. Seperti biasa setelah salat isya' madin pesantren menjalani setoran di hadapan guru masing-masing. Sudah empat puluh hari, kelas alfiyah khodam sepi. Tak ada kebisingan mereka melancarkan hafalannya. Ketiduran. Gelak tawa menyelimuti kelas alfiyah khodam. Itu semua terasa membosankan tanpa kehadiran Robet.
Malam makin gelap.
Jemari Imaz bergerak. Mata terbuka perlahan. Semua masih temaram. Ia paksakan untuk melihat sekitar secara jelas tapi itu semua sakit. Ia mengerang kesakitan. Mata, telinga, suara, terasa perih. Butuh proses untuk terkoneksi pada otaknya. Paling utama, pikiran harus rileks.
Connected....
Mesin telah terhubung. Marvel yang setiap saat memantau kinerja Imaz, langsung menekan tombol enter. Mata terpancar melihat dekorasi kamar rumah sakit. Telinga menyaring suara hembusan angin.
"Imaz, kau sudah sadar?" Kata Tuan Darwin mendengung ke telinganya.
"Aku dimana?"
"Di rumah sakit Imaz. Katakan apa yang terjadi padamu? Kenapa sampai tidak sadarkan diri?" Tuan Darwin menyerocos tidak sabaran.
"Aku diserang." Kata-kata Imaz terpatah-patah. Baru bangun dari pingsan ia berusaha mengingat kejadian sebelumnya, "mereka telah menghina Romo Kiyai."
"Siapa mereka?" Tuan Darwin penasaran.
"Irma dan Arman."
"Arman?" Suara kaget Tuan Darwin.
"Memangnya kenapa?" Suara Imaz melemah antara terdengar dan tidak.
"Mulai hari ini, kau harus jaga kesehatan. Banyak makan sayur, buah-buahan. Jangan makan yang berminyak, terlalu pedas, asin, dan manis. Yang sedang-sedang saja. Tidur yang cukup. Jangan kebanyakan atau kekurangan tidur."
Tuan Darwin mengabaikan pertanyaan Imaz dan terus nerocos menasehatinya seperti emak-emak.
***
Labbaikallahumma labbaik...Suara talbiyah bergema.Ribuan santri berkumpul di halaman pesantren menyambut kedatangan Robet. Lekas sudah ia beribadah di Mekkah. Kini menambah title menjadi Briptu H. Robhitus sholihin. Turun dari mobil hanya menyapanya berupa lambaian tangan serta senyuman. Bodyguardnya keluar langsung membagikan oleh-oleh. Dibagikan secara merata tanpa rebutan apalagi sampai berdesakan.
Hal pertama yang dilakukan Robet saat dipesantren mengobrol bersama Romo Kiyai. Sungkem mencium tangan beliau adalah obat rindu. Mereka duduk, Bayu sudah menyuguhkan teh panas dan diletakkan di atas meja. Tundukkan kepala melangkah keluar, mereka bersamaan menyeruput teh panas.
"Bagaimana disana, banyak wanita cantik-cantik ya?" Romo Kiyai membuka perbincangan dengan bercanda.
Robet langsung tertawa, "semua wanita itu cantik. Semua pria itu tampan dengan syarat kebaikan selalu menghiasinya." Kata-kata Robet membuat sebuah tepukan dari Romo Kiyai.
"Sederhana tapi bermakna."
Robet hanya mengulas senyuman."Pertanyaan keduaku masih dalam masalah wanita cantik. Bagaimana hasil istikharahmu? Apakah sesuai harapanmu?" Topik pembicaraan berganti. Membuatnya terpekur sebentar lalu meletakkan gelasnya di atas meja.
"Hasilnya baik." Katanya kemudian, "karena hasilnya baik, saya dan keluarga menyetujui perjodohan ini."
"Alhamdulillah...oh ya, keluargamu tidak diajak kesini?"
"Tadi kami sudah disambut tetangga juga bagi-bagi oleh-oleh dari mekkah. Karena saya rindu Romo, saya langsung datang kesini."
"Alhamdulillah..."
Terik matahari sudah mulai menyengat. Perbincangan diiringi gelak tawa menambah kedekatan mereka terasa hangat. Namun tawa terhenti kala Robet melihat CCTV dipojok jendela atas. Ini hal baru baginya.
"Romo, sejak kapan ada CCTV?" Robet langsung bertanya. Gelak tawa terhenti tiba-tiba.
"Sejak kemarin. Karena ada masalah. Imaz diserang oleh teroris yang membuatnya babak belur." Romo Kiyai langsung menjelaskan.
"Ya Allah..." Robet ikut prihatin, "aku merasa semenjak Imaz datang kesini..."
"Membawa bencana?" Romo Kiyai memotong pembicaraan Robet, "dia bukan pembawa sial. Dia pembawa anugerah. Ya, kita memang tidak tau siapa dia? Latar belakang keluarganya bagaimana? Dan alamatnya dimana?"
"Iya, saya tau Romo. Sampai saat ini, saya tidak pernah menyinggung kehadirannya."
"Maka dari itu, karena dia hadir, singgunglah tentang identitasnya. Lakukan tugasmu dengan baik."
Suara decit sepatu bersahutan.
Wafi, rasya dan Saga masuk tidak membawa salam tapi membawa kecemasan."Romo Imaz hilang." Katanya spontan.
"Astaghfirullah..."Romo Kiyai menyebut lalu terkesiap berdiri, "kalian ini bagaimana? Kenapa Imaz sampai hilang? Cepat, kerahkan semua prajurit untuk mencarinya."
"Baik."
"Saya ikut." Unjuk Robet ikut berdiri.
"Baiklah, hati-hati."
Rasya menekan tombol kunci mobil. Sekitar lima prajurit ikut pencarian.
Mobil dilajukan.
Hilangnya Imaz sudah tersebar diberbagai kamar. Mereka pada cemas juga heran kenapa targetnya Imaz. Prasangka mereka jadi berbeda-beda. Dari kamar Ar-rahim, menduga Imaz sebelumnya pernah mencuri uang lantas kabur dan terjatuh di Taman Santri. Maka dari itu, pemilik uang membalaskan dendamnya.
Dari kamar Al-malik, menduga Imaz dipaksa mondok, tersesat di jalan akhirnya jatuh ke jurang Taman Santri dan ia kabur dari pesantren. Selain tidak betah juga ia kebetulan diserang karena ketakutan. Kabar juga terdengar jelas dari Irma. Ia mengendap-endap mencari kesempatan untuk menelpon Arman. Sepi karena gosip hilangnya Imaz, ia bisa leluasa berada di wartel pesantren. Segera ia menekan nomor dan telepon diangkat.
"Halo..." sapanya berbisik agar tak terdengar jika tiba-tiba ada yang lewat.
"Halo sayang." Telepon terhubung, "ada apa? Tumben siang-siang nelpon. Kangen ya?"
"Bukan saatnya bercinta." Kata Irma langsung ke topik pembicaraan, "man, kau sembunyikan dimana Imaz?"
"Haa? Sayang, untuk apa aku menculik Imaz. Dia tidak ada dalam daftar rencanaku. Lagipula kejadian kemarin, aku juga baru tau siapa dia."
"Benar, bukan kau pelakunya?" Irma meyakinkan.
"Iya sayang. Sudahlah. Biarkan Imaz hilang. Itu rezeki buat kita karena sudah tidak ada yang orang ketiga di antara kita."
"Tidak Man. Ini malah kerugian buat kita."
"Haa?"
"Kalau kau punya rencana aku juga."
Telepon sudah ditutup. Wajah Irma sekarang diwarnai senyum licik.
Akan ada permainan yang menarik.Dari sudut pandang sang sahabat, Ning Fiyyah juga ikut panik. Ia hanya bisa duduk lemah di kamar tidak bisa berusaha mencari keberadaannya.
Sahabat macam apa aku ini.
Kemana saja sudah dicari-cari. Bertanya ke semua orang yang berlalu lalang ke pinggir jalan raya, pedagang asongan, pemilik toko sama saja tidak tahu meskipun sudah disebutkan ciri-ciri sekaligus fotonya.
"Bagaimana? Sudah ada perkembangan?" Robet bertanya setelah usai mencari mereka berkumpul.
Mereka menggelengkan kepala bersamaan.
"Kalau begitu, besok aku akan mencari bersama kepolisian di luar pesantren. Kalian tetap mencari disekitar sini." Usulan Robet.
"Apa tidak sebaiknya jangan dulu lapor kepolisian karena menurutku kita saja yang mencari." Pendapat Rasya.
"Kalau kita yang mencari sampai kapan? Kita juga butuh polisi agar pencarian lebih luas dan segera tuntas
Siapa yang telah menculik Imaz." Robet menyangkal."Karena sudah tidak ada hasil, lebih baik kita teruskan besok saja." Saga menyudahi.
"Baiklah."
Mereka naik mobil. Mobil melaju kencang. Mungkin, pencarian hari ini gagal. Tidak untuk hari esok.
***
Waktu menyapa malam. Dingin sudah tak diragukan lagi. Setoran tak menghalau peristiwa. Kelas alfiyah khodam tetap semangat menghafalkan. Saling berkejaran namun tak bisa menandingi Imaz. Hilangnya Imaz mengikis pikiran Robet. Berkali-kali ia tak fokus menyimak setoran murid-muridnya. Sangat disayangkan hafalan Imaz terhenti padahal jamak taksir akan menghampiri. Beda jauh dengan anak lain yang masih ta'ajjub.Sampai sepertiga malam, Robet mengurung diri di balkon. Menatap bintang yang enggan menunjukkan sinarnya.Apa yang terjadi selama dirinya di mekkah?
Kenapa yang menjadi target adalah Imaz bukan dirinya?
Tapi bukan dengan cara ini, ia harus berjuang. Bukankah berjuang harus disertai doa?
Ia keluar sebentar mengambil air wudhu lalu melampirkan sajadah di balkon menghadap kiblat. Meniatkan hati dalam kekhusyuan. Mengucapkan takbir dalam keharibaan.
Dua rakaat telah terlaksana sampai dua salam namun ia baru sadar niat yang diucapkan dalam hati bukan salat tahajud malah salat istikharah. Ia ulangi kembali hingga salat tahajud terpenuhi.
Salat tahajud telah memuaskan.Tadahan tangan terangkat mengukir doa. Tersemat nama dalam persaksian cinta. Dalam aluran tasbihnya menerka hati yang tak disangka. Dengan berteman dimalam sunyi terukir merdu menyebut nama lalu tertulis dalam sajadah cinta. Menetapkan pilihan sebagai teman. Hanya satu nama teman setia naluri berkata; Imaz.
Dipenantian ruahan rasa teguh satu pilihan dalam pikiran. Memenuh separuh nafas dalam mahabah kerinduan. Tak pernah mematuhi nafsu hanya menanamkan iman yang kokoh dalam kalbu.
Allah bersaksi bahwa;
Ia sudah menemukan cinta dalam istikharah. Ya. Tanpa kehadirannya, keputusan menikah melalui perantara perjodohan tetap dilaksanakan. Atas petunjuk Allah, ia siap meminang wanita pilihan Romo dengan bismillah.
No signal.
Sistem mesin suara menunjukkan kata eror lagi.
"Tuan, kenapa sistemnya eror lagi?"
Marvel penuh tanya pada Tuan Darwin.
"Coba cari keberadaan Imaz." Perintah Tuan Darwin yang duduk disebelah Marvel ikut panik.
Marvel mengecek lokasi persembunyian Imaz.
Namun, apa yang terjadi setelah itu?
Not found.
***
~Berdetak hati mengucap kalam penghulu. Tanpa sandaran kepercayaan masih tetap utuh meski tidak tahu siapa kekasih halalmu~ ♤♤♤Not found.Kata itu jelas terpampang di monitor sistem mesin suara. Kecemasan menjalar di wajah Tuan Darwin."Ini pasti ada yang mengagalkan rencanaku." Tuan Darwin menggebrak meja kesal."Marvel, kerahkan semua bodyguard untuk menyerang pesantren dan cari dimana mereka menyembunyikan Imaz." Perintah Tuan Darwin tanpa bertele-tele."Baik Tuan." ***Di ruang tamu, perbincangan terjadi lagi."Bagaimana perkembangan pencarian Imaz apakah sudah menunjukkan tanda-tanda keberadaannya?" Romo Kiyai nampak panik.Wajah dipenuhi warna pucat. Sejak k
~Cinta hadir tanpa saling bertatap muka. Telah qobiltu tanpa tahu kau merasa kehilangan~ ♤♤♤Acara akad nikah yang disaksikan banyak mata ketulusan berakhir sempurna. Siapapun wanita pilihan Romo Kiyai dia yakin bakal mencintai sepenuhnya."Selamat ya Robet." Ucap Tuan Darwin berjabat tangan padanya. Robet membalas senyuman.Di ruang kantor madrasah, Robet, Rasya, dan Saga berbincang-bincang lebih lama pada Tuan Darwin. Mereka berencana bekerja sama dengannya untuk mencari keberadaan Imaz. Namun, mata Rasya menerangkan keengganan."Katanya lebih baik ditugaskan pada polisi tapi kenapa Pak Darwin juga diikutkan?" Demikian perkataan Rasya dengan suara dingin meskipun ia tau ini akan terjadi."Sya, Pak Darwin ini sebagai saksi kuat supaya kita tahu jejak keberadaan Imaz." Robet mencoba mengklarifikasi.Tuan Darwin mendesa
~Sepaket Alfatihah untuk beliau dalam tangis menyebut nama. Mengharap ridho dan Barakahnya dalam doa~ ♤♤♤Embun di pagi buta.Azan subuh berkumandang mengajak umat islam salat berjamaah. Para santri bersiap-siap merapikan pakaian beranjak ke masjid. Meluangkan waktu mengaji sambil menunggu Imam.Robet merapikan peci, mempersiapkan diri menjemput Romo Kiyai. Berbesar hati memperlakukan beliau sebagai rasa terima kasih telah menemukan pasangan hidupnya. Rasa itu hanyut tenggelam menyelami pemandangan yang terjadi saat knop pintu terbuka lebar. Romo Kiyai bersimbah darah. Perlahan ia amati, darah menyebar ke kasur. Berceceran ke lantai. Pisau belati berwarna darah sebagai bukti apalagi yang mencengangkan sebuah kertas masih dipegang dengan berupa tulisan Imaz bercorak darah. Dan itu pula sebagai bukti kedua.Jikalau rasa terima kasih berupa
~Dia yang tak pernah aku sebut dalam doaku, ternyata jodohku. Tapi yang bukan jodohku justru selalu aku rindu. Inikah cinta yang bukan muhrim?~ ♤♤♤Penyelidikan kematian Romo Kiyai berlangsung dilakukan pihak kepolisian. Bukti pisau belati dan kertas diserahkan. Kejadian ini menjadi momok bagi para santri. Wartel laris antrian mereka untuk minta doa agar kasus ini segera terkuak.Wartawan datang mencari liputan namun para prajurit menghalangi dengan mengunci gerbang.Mereka keluar dari ruangan. Pihak kepolisian meminta kedatangan Robet, Rasya, Saga dan Tuan Darwin ke kantor polisi untuk diinterogasi. Menaiki mobil, sirine dibunyikan. Gerbang dibukakan. Wartawan mengeroyok ingin mendapatkan informasi.Robet, bagaimana perasaanmu melihat Kiyai Abdul wafat?Kira-kira siapa yang membunuh Kiyai Abdul?Kalau sudah tau p
~Seseorang yang selama ini tak pernah ku sebut dalam doa, tak pernah ku rasakan cintanya tapi yang aku cari tanpa misi ternyata dialah bukti cinta yang aku sebutkan namanya dalam kalam Qobiltu~ ♤♤♤Tuan Darwin duduk termenung di pojok dinding. Sendiri menatap kesunyian. Bayangan wajah Imaz terekam dalam memorinya. Menyesali rencana yang susah payah dibuat harus gagal total. Seandainya berhasil, ia bisa merasakan memimpin pesantren saat ini."Bapak, ditunggu tamunya di ruang kunjung." Seorang polisi membukakan sel tahanan. Robet, Ningrum, dan Yati sudah duduk di sana.Terpaku pada kedatangan Ningrum. Setelah Tuan Darwin di penjara, Robet memutuskan Ningrum tinggal di pesantren bermaksud untuk mengumpulkan informasi tentang Imaz.Tuan Darwin duduk di depan mereka. Nampak raut muka enggan untuk bertemu."Darwin, bagaimana kabarmu?" Tanya Y
~Allah bersaksi atas keabsahan cinta kami meski di naungan tersembunyi~ ♤♤♤Hotel milik perusahaan Sultan telah dipesan Ning Fiyyah. Sengaja memesan untuk Robet dan Irma agar Robet bisa bertemu dengan Imaz."Gus, haruskah sekarang kita berbulan madu? Menurutku, ini terlalu cepat." Irma berusaha menolak ajakan Robet namun ia bersikeras tetap berangkat."Memangnya kenapa? Kita sah-sah saja karena suami istri. Lagipula kau juga sudah khatam belajar kitab fathul izarnya." Robet mengemasi pakaian ke dalam koper, "kita cuma tiga hari menginap. Ini perintah suami." Kata Robet dengan tegas.Mereka berdua berjalan keluar sambil mendorong koper. Disambut oleh keluarga besar Romo kiyai diruang tamu."Hati-hati Robet dan Irma. Semoga bulan madunya lancar." Ucap Ning Dija sambil menggendong anaknya yang baru berusia satu tahun. Dengan ram
~Kekuatan cinta bukan diambil dari romantisnya hubungan. Romantis hanyalah sebagai pemanis. Kepercayaanlah landasan penting untuk merekatkan suatu hubungan. Maka hubungan kaya akan komunikasi dan rasa kasih sayang~ ***Di meja makan, Robet sekalian keluarga besar Romo Kiyai sarapan. Menu kali ini Robet agak cerewet. Betah memikirkan sang pujaan hati, ia menginginkan cumi bakar yang pernah Imaz masak saat ulang tahun Ning Fiyyah."Kapan ada menu cumi bakarnya?" Robet merengek."Memangnya kenapa Gus? Kok tiba-tiba?" Rasya curiga."Lagi pengen aja.""Lagi pengen makanannya atau yang meracik makanannya?" Ning Fiyyah menggoda. Robet mencoba memberi kedipan mata untuk merahasiakan. Ning Fiyyah justru merespon dengan
~Ketika semua telah terbukti, cinta bersemi, mengapa Allah menguji dengan menghakimi cinta kami?~ ♤♤♤"Apa yang membuatmu datang kesini?" Tanya Kapten Richard penasaran dengan kedatangan Robet membawa gelas yang dibungkus rapi.Di sebuah ruang kerja Kapten Richard, Robet mengutarakan maksud kedatangannya."Kapten, aku mau kau periksa sidik jari gelas ini apakah sama dengan pemilik pisau orang yang membunuh Romo Kiyai."Tanpa berbasa-basi, Robet meletakkan bukti berupa gelas di atas meja hasil rencana tadi malam."Baiklah akan saya periksa. Tunggu sebentar."Kapten Richard menguji sidik jari antara pisau dan gelas apakah memiliki kesamaan. Monitor terkoneksi. Dan jawabannya mengagetkan Robet. Bagai disengat listrik dan dihujam bebatuan. Hasilnya menunjukkan adanya kesamaan. Sidik jari itu milik Imaz sepenuhnya.&nbs
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak