Lilian bersandar di kepala ranjang di dalam kamar Jaden. Ia telah kembali dari rumah sakit atas permintaannya. Ia ingin berada di tempat yang dapat membuatnya lebih tenang.
Selama di rumah sakit, Lilian selalu mengalami mimpi-mimpi buruk yang begitu menghantuinya. Ia bahkan masuk ke dalam mimpi buruk Kurt. Tubuhnya yang lemah bahkan tak sanggup menerima itu hingga fisiknya bereaksi menolak semuanya.
"Makanlah sesuatu, Sayang," ucap Jaden. Ia begitu terpukul melihat keadaan Lilian. Lilian-nya yang sebelumnya telah ceria, kini terpuruk lagi.
Lilian belum dapat melupakan bayang-bayang menyeramkan wajah Kurt yang selalu berkelebatan di benaknya. Ia selalu mengalami gangguan kecemasan saat itu terjadi.
"Aku mohon ... jangan siksa dirimu karena monster itu. Maafkan aku karena telah meninggalkanmu," ucap Jaden sambil menggenggam kedua tangan Lilian.
"Aku akan selalu di sampingmu untuk menghadapi semua yang kau rasakan. Tapi, aku mohon ... jangan siks
Positano, Italia. Setahun kemudian .... Seorang wanita ramping dan berlekuk sedang terengah-engah bermandikan keringat di bawah sinar matahari sore yang begitu hangat. Ia beberapa kali berhasil berlari bolak-balik hingga mencapai ujung garis yang menjadi titik pemberhentiannya. "Bagus, Sayang!" Seorang pria tampan yang tak kalah menawan dengan otot berisi dan kokoh menghampiri wanitanya dengan raut puas dan memuja. Ia mencium lembut bibir istri cantiknya yang begitu seksi dengan kulit yang menjadi kecoklatan karena tertempa sinar matahari setahun belakangan ini. "Sekali lagi, aku ingin lawan tanding denganmu lagi sebelum kita kembali. Dan kali ini, aku akan menjatuhkanmu hanya dalam beberapa kali serangan, Sayang," ucapnya dengan senyum menantang. "Oh ya, cobalah kalau bisa, Sayang." Binar riang terpercik dari matanya. Karena tantangan terbukanya telah diterima dengan baik, ia segera menghambur ke hadapan pria berotot
Sepasang suami istri eksotis itu langsung dikerumuni oleh rombongan awak media ketika mereka turun dari sebuah mobil mewah yang baru saja menjemput mereka dari bandara.Lilian dan Jaden turun di depan pintu masuk Starry dan langsung dihadang rombongan wartawan saat mereka melangkahkan kakinya di depan lobi luas kantor perusahaan itu. Baik Lilian maupun Jaden, saat itu sudah memakai setelan formal kantor untuk mendatangi Greg."Benarkah hari ini adalah keputusan resmi untuk pengangkatan Nyonya Lilian selaku putri angkat Tuan Greg untuk penyerahan dan pengambilalihan kepemimpinan perusahaan Starry? Bisakah Anda memberi komentar untuk itu, Nyonya?" tanya salah satu pewawancara berita.Lilian yang tengah berdiri berdampingan dengan Jaden, tersenyum simpul sembari melepaskan kacamata hitamnya. Tak ada lagi kecanggungan maupun ketakutan dalam dirinya untuk menghadapi sorotan lampu dan kerumunan wartawan yang begitu mendesaknya."Seperti yang telah kalian ketahu
"Bagus ... kau langsung begitu sibuk setelah kita kembali. Oh, harusnya aku tak mengabulkan keinginan Greg dan juga dirimu dengan semudah itu," keluh Jaden karena mendapati Lilian tengah berkutat dengan laptopnya."Tidakkah kau merasa lelah? Bisakah kau letakkan benda konyol itu sekarang juga, Sayang?" ucap Jaden lagi. Ia begitu frustasi karena ia telah menunggu Lilian di atas ranjangnya dengan pose yang menggoda yang memperlihatkan separuh dada bidangnya di balik jubah tidurnya.Lilian hanya tersenyum simpul. Ia kemudian menutup laptopnya yang sebelumnya telah ia matikan."Jangan merengek lagi, Sayang, aku hanya memeriksa beberapa email saja." Lilian naik ke atas ranjang dengan perlahan-lahan. Rambut lembutnya yang semakin panjang, tergerai tak beraturan dengan gelombang halus yang begitu menawan."Naik kemari," perintah Jaden sambil menunjuk perut ratanya yang terbuka. Dengan patuh, Lilian kemudian beringsut membuka kedua kakinya agar dapat duduk
"Selamat pagi, Lilian, maksudku ... Bos," sapa Silvia saat masuk ke dalam ruangan Lilian. Ruangan milik Greg yang sekarang telah menjadi ruangannya."Masuklah, Silvia," ucap Lilian sambil tersenyum.Silvia bergegas masuk dan berjalan menuju meja Lilian. Ia membawa setumpuk berkas di kedua tangannya dan meletakkannya di atas mejanya."Ini adalah berkas-berkas yang harus kau tanda tangani," ucapnya."Baiklah, apakah Kevin sudah kembali?" tanya Lilian."Belum. Ia tadi menemui klien dengan Sarah. Ia masih harus memastikan bahwa Sarah sudah siap untuk menemui klien sendiri kedepannya."Lilian mengangguk. Sarah adalah sekretaris baru Starry. Selama ia pergi, Kevin-lah yang mengambil alih semua pekerjaannya. Greg sendiri yang meminta Kevin untuk melakukan itu."Hari ini ada beberapa perubahan jadwal yang harus mundur karena permintaan dari beberapa klien. Mereka adalah anggota grup idol terbaru yang ingin bekerja sama dengan kita dan beberap
"Kau sungguh hebat, Sayang," gumam Jaden saat mereka telah berbaring bersama di atas ranjang. Ia kembali mengingat lagi bagaimana ekspresi ayahnya saat Lilian dan dirinya berkunjung tadi."Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri dan ayahmu, aku rasa kau mungkin harus mulai membuka diri padanya," ucap Lilian. "Aku rasa, ia mungkin merasakan kesepian sama sepertimu."Jaden menghembuskan napasnya perlahan-lahan. "Apa aku terlalu keras padanya?" tanya Jaden. "Tapi aku tak mungkin memaafkannya begitu saja setelah apa yang ia perbuat pada kami." Ada sedikit perang batin dalam dirinya.Lilian meraih wajah Jaden dan meerengkuhnya dengan lembut. "Lakukan saja apa yang hatimu ingin lakukan, Sayang," balasnya. "Bebaskanlah dirimu, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri juga ayahmu. Aku yakin, perasaanmu akan sedikit menjadi lebih ringan jika melakukan itu,"Jaden mencium bibir Lilian dengan penuh perasaan. Ia sungguh ingin mendengarkan dan melakukan semua u
"Apa kau yakin?" tanya Lilian pada Kevin yang sedang berdiri di hadapannya. Saat itu mereka sedang berada di lantai basement. Lilian yang baru saja keluar dari mobilnya, dihampiri oleh Kevin yang juga baru datang. Ia kemudian menyapa dan berbicara dengannya. "Ya, itu benar. Ia sedang melakukan sesi pemotretan untuk acara terbarunya, bukan?" "Ya, memang, dan itu berlokasi di sebuah gudang bekas penyimpanan anggur tua," jawab Lilian. "Serius, memangnya tak ada tempat lain yang bisa digunakan selain gudang seperti itu?" tanya Kevin. Lilian tersenyum. "Jaden menerima acara terbaru yang memiliki konsep yang cukup unik. Ia akan melakukan syuting di tempat-tempat terbengkalai seperti gudang-gudang tua penyimpan bahan makanan tertentu, lalu ia mengolah dan memasak di sana dengan bahan yang ada tersebut," jelas Lilian. "Hm ... semacam 'haunted food'?" tanya Kevin. Lilian tergelak mendengar istilah yang digunakan Kevin. "Makanan yang ber
Lilian melangkah mantap dengan pakaian dan sepatu serba hitamnya. Ia memperhatikan raut wajah Kurt yang begitu terkejut saat ia masuk ke dalam gudang tadi. Raut terkejut Kurt berubah perlahan-lahan hingga akhirnya ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. Ia menatap Lilian dengan binar baru yang semakin bersemangat. "Kau ingin bermain denganku? Kau? Hahaha ...!!" Kurt tertawa terbahak-bahak hingga tubuhnya bergetar. "Kemarilah kelinci kecil ... aku akan mencabik-cabikmu agar kedua penontonmu itu dapat menyaksikanmu terkoyak-koyak dengan kedua tanganku." Kevin yang geram, hendak maju selangkah ketika kemudian Jaden menahannya dan mencengkeram lengannya. "Tenang, Kevin ... jangan biarkan provokasinya mempengaruhimu," cegah Jaden. Kevin hanya menggeram kesal. "Apa kau sekarang takut ... kelinci kecil ... hahaha!!" Kurt dengan nada mengejeknya kembali tergelak. Lilian yang tak terpengaruh sama sekali dengan ocehannya, masih men
Sudah lima hari ini sejak pertarungannya dengan Kurt berakhir, Lilian baru dapat bangun dari ranjang. Ia yang kemudian ambruk karena kelelahan secara fisik dan mental selama beberapa hari itu, hanya dapat berbaring disertai demam tinggi akibat pertarungannya itu. Greg, Devon dan Myan bahkan terkejut melihat kondisi Lilian saat mereka menjenguknya. Tubuh Lilian yang penuh dengan luka lebam itu membuat mereka shock. Mereka yang awalnya tak mengerti, akhirnya paham setelah Jaden perlahan-lahan menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya. "Hai ... Sayang, kau sudah kuat bangun?" ucap Jaden yang terkejut saat melihat Lilian berjalan ke arah dapur. Ia meletakkan pekerjaannya dan berhambur ke arah Lilian. "Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil membimbingnya. "Aku sudah tak apa-apa. Masih terasa lemah, tapi selebihnya aku baik-baik saja," balasnya. "Duduk saja di sofa agar lebih nyaman. Aku akan membawa sarapan kita ke sana." Jaden membopong Lilian