Share

Bab 148

Penulis: BELLA
Seminggu kemudian.

Aku mengalihkan pandanganku yang lelah dari layar saat ponselku terus bergetar. Aku tahu itu bukan Lucas karena aku menggunakan nada dering khusus untuk panggilannya. Pasti juga bukan Grace. Dia pasti sudah datang ke sini jika aku tidak menjawab panggilannya lebih dari dua kali.

Ini sudah panggilan kelima dari nomor ini. Aku harus memberi pujian kepada penelepon ini. Dia sudah menelepon lima kali berturut-turut. Kegigihannya patut diacungi jempol.

Aku menguap sambil menggosok mataku yang lelah, lalu aku bersandar di kursi dan mengambil ponselku dari meja. Nomor yang menelepon itu tidak terdaftar di ponselku dan bahkan tidak familier.

"Halo…." aku menjawab panggilan itu dengan suara yang berat.

"Selamat sore, Bu. Apakah ini Bu Sydney? Anda yang membawa Tuan Mark Torres setelah dia terlibat kecelakaan kemarin."

Aku mengernyit dan duduk dengan tegak. "Selamat sore. Ya, aku Sydney."

"Aku adalah pengasuh yang ditugaskan untuk merawat Tuan Mark Torres."

Aku mengangkat alis
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 149

    Aku menghela napas sambil berkata, "Aku sangat meminta maaf atas hal ini. Keluarga Torres nggak seperti itu. Aku yakin ada sesuatu yang menghalangi mereka. Aku akan coba ....""Bagaimana dengan gajiku? Aku khawatir aku mungkin harus berhenti bekerja kalau aku nggak ....""Aku akan mengurusnya, Bu. Kirimkan nomor rekening dan tarifmu ke nomor ini. Aku akan membayarmu segera. Jadi tolong, teruslah merawatnya.""Baiklah. Terima kasih.""Aku juga akan coba ...."Aku terkejut mendengar suara yang menandakan telepon sudah diputus. Aku mengangkat alis dan bahuku sambil meletakkan ponselku. Aku tidak menyalahkannya, aku pasti akan lebih marah kalau berada di posisinya. Dia sangat lembut dalam berbicara sehingga aku tidak mengira dia akan menutup telepon begitu saja.Aku menggelengkan kepala dan bersandar di kursiku. Mark benar-benar sangat kasihan. Dia koma dan sampai sekarang masih belum sadar semenjak operasinya selesai. Aku tidak bisa terus tinggal, jadi aku harus pergi. Aku rasa tindakanku

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 150

    "Pertama-tama, kenapa kamu coba menghubungi dia?" Itu adalah pertanyaan pertama yang langsung terlontar dari mulut Grace.Aku memberi tahu Grace mengapa aku perlu menghubungi Rose atau Sandra. Mulutnya membentuk huruf "O", lalu dia cemberut sambil berucap, "Aku benar-benar kasihan padanya.""Aku juga," gumamku kembali. Mataku mengikuti Grace yang kembali bekerja. Dia tampak sedang menjahit beberapa kain dengan jarum kecil."Karena Rose tidak mengangkat telepon, sepertinya aku harus menelepon Sandra." Aku mengangkat bahu dan menggigit bibirku. Aku menghubungi nomor Sandra. Aku bertanya-tanya bagaimana bisa aku punya nomor ini. Dia menjawab telepon dengan cepat, seolah-olah sudah menunggu panggilanku."Halo?""Sandra. Ini Sydney."Ada jeda singkat. "Sydney?" Dia terdengar terkejut. "Ada apa?"Aku menyilangkan kakiku, lalu berkata, "Aku baru saja mendapat telepon dari pengasuh Mark." Aku mendengar dia mengeluh pelan, tetapi aku mengabaikannya dan terus berbicara. "Aku baru tahu dari dia k

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 151

    Sudut pandang Bella:Aku mengernyit, merasa jijik saat melihat nama penelepon. Apa yang dia inginkan? Kenapa dia meneleponku? Pikirku dengan kesal. Mengapa aku masih menyimpan kontaknya di ponselku?Aku menatap lurus ke depan, tatapanku terpaku pada wajah-wajah tersenyum orang-orang yang baru saja keluar dari gerbang. Karena dia terus meneleponku tanpa henti, aku memutuskan untuk mengangkat panggilan sialan itu."Apa yang kamu inginkan?" jawabku dengan dingin."Halo, bestie. Lama nggak bertemu ya?"Aku mendengus, si idiot ini berbicara seolah-olah kami masih berteman. Bahkan, apa dia benar-benar pernah menjadi temanku? Dia selalu mengaku bahwa dia membenci Sydney demi aku, tetapi sepanjang waktu dia hanya mengincar pria yang aku inginkan."Apa yang kamu inginkan, Sandra?" ucapku dengan geram sambil menggenggam benda yang ada di kantong jumpsuit jeans longgarku. Betapa kesalnya aku hanya dengan mendengar suaranya, jika dia berdiri di depanku, aku tidak akan ragu untuk menggunakan benda

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 152

    Hari ini adalah hari yang dijadwalkan untukku bertemu dengannya. Aku memeriksa diriku di cermin, tersenyum lebar pada pantulanku sambil memastikan pakaian dan segala hal lainnya tidak melanggar kebijakan penjara.Aku memanggil taksi dan memberi tahu sopir tujuanku. Sopir itu memandangku, namun tidak mengatakan apa-apa.Setibanya di sana, aku diarahkan ke ruang tunggu dan diminta untuk menunggu di sana. Ada beberapa orang lain yang juga datang untuk menemui salah satu narapidana. Selama sekitar dua puluh menit, aku memperhatikan sekitar, perlahan merasa lelah sampai seorang polisi datang dan memanggil nama terakhir dari orang yang akan dipertemukan.Aku sontak berdiri saat mendengar polisi yang sama memanggil nama belakang Isaac. Aku memaksakan senyuman di wajahku saat aku mendekati ruang kunjungan. Ada meja kecil di tengah ruangan dengan dua kursi di setiap sisi."Dua puluh menit," ucap polisi itu sambil berjalan menjauh beberapa langkah.Pada menit-menit awal, Isaac dan aku hanya sali

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 153

    Dia tertawa pelan. Kenangan tentang saat kami baru mulai berkencan terlintas di pikiranku. Dulu, dia selalu tertawa dengan setiap lelucon yang aku buat. Mungkin, mendapatkannya kembali bukanlah ide yang buruk atau ... mungkin saja."Aku sudah berpikir," kataku setelah dia agak tenang. Sambil menggenggam tangannya, aku berkata, "Aku akan menarik gugatan yang aku ajukan terhadapmu."Isaac terdiam dan menatapku dengan mulut terbuka. "Apa kamu serius?" Hatiku dipenuhi kegembiraan saat aku melihat harapan yang bersinar terang di matanya.Aku mengangguk."Kamu benar-benar mau memberiku kesempatan lagi?"Aku tertawa, "Ya, Isaac. Kamu mencintaiku, 'kan?""Ya. Aku mencintaimu, dengan seluruh hatiku.""Kamu siap untuk berubah menjadi pria yang aku cintai?"Dia mengangguk."Kita bisa mulai dari awal lagi."Mata Isaac membelalak dan senyumannya semakin lebar. "Bella, aku bersumpah akan selalu mencintaimu. Aku mengakui bahwa aku telah memperlakukanmu dengan buruk dan aku salah, aku siap untuk berub

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 154

    Sudut pandang Sydney:"Wow!" Akhirnya aku mengalihkan pandanganku dari ponselku.Aku baru saja menerima telepon dari departemen kepolisian. Mereka menangkap Bella karena membunuh Isaac. Beberapa minggu terakhir, banyak hal yang terjadi. Dari Doris, Mark, hingga hal-hal sepele yang harus aku hadapi, baik di tempat kerja maupun di rumah sakit tempat Mark dirawat. Banyak sekali yang terjadi dan aku menghadapinya seolah-olah aku sudah diprogram untuk melakukannya.Aku hanya terdiam kaku ketika mendengar berita itu, tidak bisa memproses apa yang dikatakan oleh petugas polisi. Setelah kupikir-pikir, kata-kata petugas itu terulang kembali di kepalaku. Aku bertanya-tanya, mengapa mereka meneleponku. Bagaimana dengan orang tua kami? Hebatnya, berita itu tidak mengejutkanku seperti yang seharusnya. Mungkin itu sebabnya butuh waktu lama bagiku untuk bereaksi. Aku rasa tidak ada yang bisa mengejutkanku lagi. Jujur, aku salut pada Bella. Pasti memerlukan banyak keberanian dan tekad untuk mela

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 155

    "Halo, Bu Sydney," sapa dokter dengan senyuman saat melihatku masuk ke ruangannya. "Apakah kamu datang untuk menanyakan tentang pa ....""Nggak, nggak." aku menggeleng. Sudah menjadi kebiasaanku untuk mengunjungi dokter setiap kali aku datang untuk melihat Mark. Aku akan bertanya gimana kondisinya dan kapan dia akan bangun, tetapi nada bicara dokter selalu terdengar sedih saat menjawabku.Aku duduk di hadapannya. "Aku datang untuk menanyakan tentang pasien lain." Dokter itu terhenti sejenak, lalu mengangguk. "Apa itu?" "Selain Mark dan dua orang lainnya yang ada di mobilnya, apakah ada pasien lain yang dibawa ke sini malam itu?" Dokter itu mengernyit dan menggeleng. "Apakah seharusnya ada orang lain?" "Aku nggak tahu. Itulah alasan kenapa aku ada di sini. Sebuah mobil menabrak mobil Mark dan kemudian menabrak tiang setelah kehilangan kendali. Aku ingin melihat pengemudi yang mengendarai mobil itu." "Oh. Tenaga medis yang tiba di lokasi hari itu melaporkan bahwa nggak ada o

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 156

    Mark mengernyit semakin kuat. Matanya melihat ke seluruh tubuhku dari atas ke bawah selama hampir satu menit sebelum dia berkata, "Aku mungkin amnesia, tapi aku nggak bodoh. Gimana mungkin aku bisa punya ibu yang masih muda seperti kamu? Memangnya umurku berapa?"Aku tidak bisa menahan tawaku. Aku sedih karena dia kehilangan ingatannya, tapi rasanya sangat menyenangkan, akhirnya dia kembali. Mendengarnya melontarkan pernyataan tajam yang blak-blakan.Ternyata, yang hilang hanya ingatannya. Syukurlah. Aku rasa aku tidak akan bisa menghadapinya jika dia kehilangan ingatannya dan menjadi bodoh juga. Setidaknya dia masih punya kecerdasan.Aku duduk di samping tempat tidurnya, lalu dia bergeser dan duduk. "Tentu saja, aku nggak mungkin melahirkan anak sebesar kamu. Aku ibu tiri kamu." Aku tidak tahu kenapa aku terus melakukannya, tetapi rasanya menyenangkan. Sepertinya aku ingin memanfaatkan kesempatan ini. Sekarang, aku hanya seorang wanita biasa dan dia hanya pria biasa ... mungkin seor

Bab terbaru

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 210

    Aku mencengkeram rokku dengan erat sambil mencoba menenangkan ketakutanku serta menstabilkan detak jantungku yang kacau. Hal seperti ini benar-benar asing bagiku dan juga sangat menakutkan."Berlutut." Aku tersentak mendengar suaranya dari belakangku. Dengan patuh, aku berlutut, meringis saat lantai keras menggores lututku.Tavon mengangguk puas, matanya bersinar dengan tatapan aneh. "Kamu penurut, bagus."Dia berjalan ke salah satu sisi ruangan dan mengambil sebuah cambuk. Bulu kudukku meremang ketika dia mendekatiku. Tangan tuanya mencengkeram cambuk itu dengan erat. Sebelum aku bisa memproses apa yang akan terjadi atau mencoba memprotes, dia tiba-tiba mengangkat tangannya dan langsung mencambukku kulitkuPunggungku melengkung saat aku mencoba menghindari rasa sakit yang menyengat itu. Jeritanku menggema di seluruh ruangan, rasa sakit itu menyebar ke seluruh tubuhku, air mata menggenang di mataku."Kamu suka ini?" Suaranya kasar, matanya dipenuhi gairah yang mengerikan.Sial, bagaima

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 209

    Aku memaksa diriku untuk tetap tenang. Aku melepaskan genggaman tanganku yang erat, berhenti menggertakkan gigi, dan memberikan senyuman terbaikku padanya, meskipun aku merasa mual karena jijik. Menjaga kepura-puraan ini sangat melelahkan, tetapi aku tahu aku harus tetap bersandiwara jika ingin rencana ini berhasil.Peringatan Dylan terngiang di pikiranku. Satu kesalahan saja bisa berarti kematianku. Jadi, aku memasang ekspresi manis dan lembut, tidak peduli seberapa besar rasa mual yang kurasakan.Bibir Tavon membentuk senyuman jahat. Tangannya yang berkeliaran berhenti di lekuk pantatku dan menekannya secara halus sambil menoleh ke arah Dylan. "Nak, kamu selalu tahu apa yang aku suka."Dylan mengangguk dengan senyum puas, matanya berbinar-binar. "Paman, kepuasanmu selalu menjadi kebahagiaan terbesarku."Bulu kudukku meremang mendengar kata-kata Dylan. Pengabdiannya dengan menjilat kepada pria bejat ini benar-benar menjijikkan. Bagaimana mungkin dia begitu antusias, begitu bangga, mel

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 208

    Sudut pandang Sydney:Sekitar satu jam setelah Dylan mendandaniku, dia diberi tahu bahwa mobil sudah siap. Dia berganti ke setelan jas yang, menyebalkannya, membuatnya terlihat semakin mirip Lucas.Aku tidak melewatkan rasa iri yang sekilas muncul di mata para wanita lain saat Dylan dengan kasar menyuruh mereka bersikap baik dan tetap di kamar mereka, lalu pergi bersamaku. Aku rasa mereka pasti ingin menjadi paket yang akan dikirimkan. Aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apakah dia pernah menawarkan salah satu dari mereka kepada pamannya juga.Kami masuk ke dalam mobil, dan sopir membawa kami ke tempat di mana aku akan bertemu dengan Paman Tavon.....Setelah beberapa menit perjalanan yang menyesakkan bersama Dylan, akhirnya kami sampai di tujuan, dan aku bisa bernapas lega lagi.Mobil berhenti di depan mansion besar, tetapi yang satu ini jelas lebih mewah dan megah dibandingkan dengan tempat tinggal para wanita Dylan. Aku perlahan mengangguk pada diri sendiri. Aku bisa me

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 207

    "Aku nggak butuh bantuanmu!" Aku ingin meludah ke wajahnya dan menunjukkan semua kebencian yang kurasakan padanya, tetapi itu pasti akan merusak segalanya, bukan? Itu bahkan bisa membuatku kehilangan nyawa.Jadi, sebagai gantinya, aku memasang senyuman tipis di bibirku dan berbalik menghadapnya. Aku mengejapkan bulu mataku padanya, "Aww." Aku mendesah manja. "Terima kasih."Sambil tersenyum sinis, dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekatiku. Tiba-tiba, lingerie yang kupakai dirobek olehnya dari tubuhku dan dilemparkannya begitu saja, lalu dia merebut gaun itu dari tanganku.Aku terperanjat dan menatapnya dengan mata terbelalak, tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia bahkan tidak melihatku dan senyum itu telah lenyap dari wajahnya. Alisnya berkerut dalam konsentrasi saat dia memakaikan gaun itu kepadaku dan mulai mendandaniku.Tangannya bergerak begitu terampil seolah-olah dia sudah terbiasa melakukan hal ini.Saat dia selesai, dia melangkah mundur dan menatap tubuhku

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 206

    Dengan hati-hati, aku mengambil gaun itu darinya dan dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan benar-benar menyerahkannya padaku. Dengan kedua tanganku menggenggam sisi gaun, aku mengangkatnya di depan tubuhku dan membentangkannya sepenuhnya agar bisa melihat desainnya dengan jelas.Itu adalah gaun merah panjang yang langsung membuatku tercengang. Saat aku melihatnya lebih dekat, aku menyadari bahwa bahan gaun ini adalah sutra halus dan mewah dengan tekstur yang begitu lembut sehingga aku bisa langsung tahu bahwa aku akan menyukai sensasinya saat kain itu mengenai kulitku.Panjangnya saja sudah memberikan kesan elegan dan berkelas, tetapi desainnya yang berani, menjadikannya jauh dari kesan sederhana. Kamu hanya perlu melihatnya untuk mengetahuinya.Sebagai pemilik bersama lini pakaian dengan sahabatku, Grace. Aku telah terbiasa dengan banyak desain mode yang menakjubkan dan indah selama bertahun-tahun. Namun, aku tidak bisa menyangkal bahwa gaun yang dipilih Dylan ini memiliki keunikan d

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 205

    Sudut pandang Sydney:Aku langsung menarik diri dari pelukan Dylan begitu mendengar suara tepukan tangan.Sambil menatap Dylan yang hanya berjarak beberapa sentimeter dariku, aku tetap membiarkan lenganku melingkar di lehernya. "Kenapa kamu tepuk tangan?" tanyaku dengan senyum kecil, mataku mencari-cari petunjuk di wajahnya. Ada kilatan nakal di matanya yang membuatku bertanya-tanya apa yang sedang dia rencanakan.Dylan hanya balas tersenyum, tidak repot-repot menjawab. Dan dia memang tidak perlu menjelaskan apa pun karena, tepat saat itu, salah satu anak buahnya membuka pintu kamar dan melangkah masuk.Pria itu membawa sebuah kantong belanja di tangannya. "Selamat malam, Pak," sapanya sopan sambil menunduk sedikit, lalu mengangguk padaku. "Nona." Wajahnya tetap datar, tidak memberi petunjuk apa pun tentang isi kantong yang dibawanya.Aku melirik pria itu lalu kembali menatap Dylan, masih dengan tangan yang melingkari lehernya."Apa itu?" tanyaku sambil mengangkat alis, penuh selidik.

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 204

    Tanpa memberinya kesempatan untuk mengajukan keberatan lebih jauh, aku langsung membungkamnya dengan ciuman yang intens.Sekejap saja, bibirnya sudah bergerak membalas ciumanku, tangannya mencengkeram erat pinggangku dan menarikku lebih dekat ke dadanya. Lalu, satu tangannya meluncur turun, meremas bokongku seolah-olah tubuhku adalah miliknya.Aku menggeliat di atas pangkuannya, merasakan tonjolan keras di balik celananya. "Sial, Sydney," desahnya kasar sebelum menggigit bibir bawahku dengan keras, lalu mengisapnya seakan-akan hendak menghapus bekas yang baru saja dia tinggalkan.Dalam permainan balas dendam yang berkedok cinta ini, kami terus menguji dan menebak satu sama lain. Aku bertanya-tanya, apakah dia bisa melihat senyum palsuku, atau kasih sayang yang hanya merupakan ilusi belaka? Hatiku bergidik saat memikirkan kemungkinan itu.Dylan meremas bokongku lebih kuat, membuatku kembali menggeliat di atasnya. Aku mengerang pelan yang terdengar begitu meyakinkan walaupun semuanya han

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 203

    "Tentu saja aku keberatan karena kamu ngebunuh sahabatku," kataku pelan, berusaha menjaga agar suaraku tetap terdengar lembut tanpa memperlihatkan kemarahan atau kebencian yang tersembunyi di baliknya. Aku menampilkan gambaran sempurna seorang wanita yang jatuh cinta terlalu dalam, yang sedang mengungkapkan kenyataan pahit pada pria yang dicintainya."Tapi Lucas memang sudah sakit parah sejak lama. Bahkan kalau kamu nggak melakukan apa-apa, dia nggak akan bertahan lebih lama lagi. Mungkin, dengan cara ini, kamu justru membebaskan dia dari penderitaan lebih cepat. Selama ini, dia terus dihantui rasa sakit dan siksaan dari segala penyakit yang bikin tubuhnya melemah …."Aku mengangkat bahu seolah-olah kematian Lucas tidak lagi membebani pikiranku."Lagi pula, aku nggak bisa membenci laki-laki yang sekarang jadi alasan jantungku berdetak. Aku cuma ingin bisa bersama orang yang aku cintai, hanya itu yang aku mau. Aku yakin Lucas nggak akan nyalahin aku … atau bahkan nyalahin kamu, karena k

  • Milyader, Mari Bercerai   Bab 202

    Sudut pandang Sydney:Tawaku meledak karena ucapan Dylan yang menggelikan. Bagaimana mungkin dia bisa cemburu pada orang yang sudah mati?Dylan berdiri di sana, berusaha terlihat mengintimidasi dengan tatapan marahnya, tapi malah terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk. Di saat itu, rasanya hampir seperti saat aku sedang bercanda dengan Lucas, dan bukan dengan Dylan.Konfrontasi ini sebenarnya pertanda baik walaupun tingkah Dylan ini agak terlalu dramatis. Ini artinya sandiwara yang selama ini kurancang dengan hati-hati masih berjalan sesuai rencana.Mungkin aku belum sepenuhnya memasuki hatinya yang gila itu, tapi setidaknya aku sudah berhasil masuk cukup jauh ke dalam pikirannya yang rapuh."Maaf," kataku terkikik sambil menutup mulut dengan tanganku untuk menahan tawa. Aku pun turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapannya. Aku tidak bisa menahan rasa geli melihat kecemburuan Dylan terpicu oleh sesuatu yang begitu sepele. Dia benar-benar konyol.Selagi aku masih tertawa p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status