Share

Sahabatan Yuk!

Author: Ri III
last update Last Updated: 2021-12-16 13:13:44

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa kini Adyatma Mahavir Alanka Bagaskara q sudah duduk di bangku kelas enam SD. Ia tumbuh menjadi pria cerdas yang pendiam, sangat mewarisi wajah Bagaskara yang tampan dan rupawan. Hanya saja sifatnya malah bertolak belakang. Pendiam dan sangat hemat kata, tak suka keramaian, apa lagi menjalin pertemanan. Hidupnya kaku dan berjalan monoton tanpa warna.

Sepasang langkahnya berjalan perlahan keluar gerbang. Ia tak sabar menunjukan nilai hasil ulangannya kepada  Marisa. Dengan sedikit berlari kecil, ia menuju pak Harry  yang tengah menunggu di depan sekolah, namun terdengar seorang perempuan memanggilnya dari belakang.

“Dy, tunggu!” teriak Audrey.

Ady menoleh perlahan. Sebenarnya ia malas meladeni gadis ini, dari suara cemprengnya saja ia sudah mengenalinya. Seorang anak perempuan seangkatannya. Anak perempuan yang hingga saat ini selalu berusaha mencari perhatian Adyatma. Dari dulu hingga sekarang, sifat Audrey tak pernah berubah. Ia cengeng, tukang mengadu, cerewet, tetapi ada satu yang Adyatma suka darinya, ia periang.

“Kenapa?” tanya Ady ketus.

 “Ya, udah, kalau enggak ngomong, gue tinggal.”

“Buru-buru amat, sih, Dy?” sambung Audrey yang tampak sedang mengatur nafas.

“Dy tega!”

“Apaan, sih? Enggak jelas.”

“Tungguin, Dy!”

“Adyatma, bukan Dy!”

“Terserah deh.”

“Sebenarnya, ada apa, sih?”

“Nilai ulanganmu berapa?” tanya Riri membuat Ady merasa dongkol.

“Ya, ampun! Ngejar-ngejar dari tadi cuma mau tanya nilai ulangan? Enggak penting , deh!

“Duh, pelit!”

“Bodo amat!”

“Pokoknya Dy sombong,” ketus Riri seraya melipat kedua tangannya di dada.

 “Adyatma, bukan Dy. Ngaco, deh!” tegas Ady sedikit sebal karena sapaan Riri. Bahkan panggilan aneh itu sudah ia dengar sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah dasar favorit ini. Kupingnya panas, bahkan ia jengah

“Itu kan panggilan kesayangan,” kilah Riri.

Ady tampak makin kesal dan mengabaikan Riri yang masih terengah-engah. Tiba-tiba gadis itu mencoba memegang pergelangan tangannya, membuat Ady refleks menepisnya tak suka. Apa-apaan gadis ini. Seenaknya saja menyentuh tanpa persetujuan.

“Ehh ….”

“Iya, maaf.”

“Kenapa, sih?” tanyanya mulai jengah. Jika hanya bertanya tentang nilai, untuk apa repot-repot mengejar. Ia pikir gadis ini terlalu agresif dan aneh. Lihat saja bagaimana tingkahnya setiap melihat Ady. Hanya membuat risih, ia akui paras Riri memang cantik, tapi jika terlalu agresif juga ia tak minat untuk mendekati.

Audrey menyodorkan jari kelingkingnya pada Ady. Membuat keterkejutannya bertambah. Tingkah Riri seolah semakin membuatnya pusing.

“Iya, aku tahu itu jari,” ujarnya dingin. Riri berdecak kesal tapi tak juga melepaskan kelingkingnya.

“Maksudnya bukan itu, Dy.”

“Terus, apa?”

“Mau jadi sahabatku?”

Mendengar perkataan terakhir Riri  membuatnya tampak berpikir sejenak. Bagaimana mungkin orang sedingin dia mempunyai sahabat perempuan? Tetapi, sebenarnya hanya Riri satu-satunya perempuan yang masih bersedia mendekati Ady di sekolah meskipun baginya, gadis ini adalah orang sangat mengganggu karena selalu membuat  keributan di kelas.

“Dy, kok bengong?” tegur Riri yang melihat Adyatma melamun.

“Ah, iya, aku duluan, ya!” pamitnya sambil berlari meninggalkan Riri. Seolah menghindari pertanyaan konyol yang mustahil untuk dilakukan.

“Loh, pertanyaanku belum dijawab?” lontar Riri kecewa.

“Maaf,  aku enggak bisa!”

Ady berlalu meninggalkan Riri yang masih berdiri dengan raut wajah bingung. Padahal ia sudah berharap banyak agar Adyatma mau menerimanya menjadi sahabat, meski kenyataannya ia melakukan ini atas dasar suka dan rasa yang tak dapa diterka.

“Harus berapa tahun lagi aku nungguin kamu, Dy,” gumam Riri tak sadar jika air matanya sudah menggenangi pelupuk mata. Dengan gontai ia berjalan menuju mobil sang sopir, dan terus menatap Ady lewat kaca.

***

Sejak melihat ekspresi Riri yang menggemaskan tadi, seakan membuat sisi dingin Ady mencair. Ia sama sekali tak menyadari bahwa telah ada benih cinta yang perlahan tumbuh di hatinya untuk seorang gadis periang seperti Riri.  Detik berganti detik, menit berganti menit, tak disangka ternyata Adyatma telah mematung melamun tentang Riri hingga sebuah tepukan di pundak mengejutkannya.

“Hayo, melamun siapa?” tanya Marisa menggoda. Ia ikut duduk di samping cucunya sambil meletakkan nampan dengan dua gelas jus jeruk  segar serta sepiring camilan. Siang terik membuat tenggorokan mereka mudah merasa kering.

“Ehh, Oma. Duduk sini!” sahut Ady penuh malu. Marisa tersenyum hangat dan mulai menyeruput jus jeruk itu. Namun pandangannya masih tertuju pada Ady  dengan tatapan tajam, kemudian mengangguk perlahan seperti tengah mengetahui sesuatu.

“Ohh, oma tahu sekarang.”

“Hah? Apa yang oma tahu?” balas remaja tampan itu setengah  panik. Ia takut jika Marisa mengetahui tentang alasan mengapa ia tersenyum sendirian dari tadi.

“Oma tahu kenapa cucu oma yang tampan ini tersenyum!”

Raut wajah Ady berubah menegang. Ia heran, dari mana neneknya bisa tahu apa yang ia pikirkan. Apa jangan-jangan Marisa memang ahli dalam membaca pikiran orang. Dalam hati ia berdoa memohon dan menjerit, semoga rahasia hatinya tertutup dengan rapat kali ini. Hilang sudah kewibawaan yang selama ini dipertahankan.

“Pasti nilai ulanganmu bagus lagi, kan!”

Ady bernapas lega. Diberikannya hasil ulangan tadi kepada Marisa. Wanita tua yangasih cantik di usia nya tersebut, tersenyum bahagia melihat nilai hasil ujian Adyatma yang bagus. Ia mengecup keningnya sembari memberikan ucapan selamat. Namun tiba-tiba Marisa batuk-batuk dan memegangi dadanya. Ady panik karena melihat neneknya tampak sesak napas, kemudian ia segera memanggil  Harry untuk mengantarkan Marisa ke rumah sakit.

Di sepanjang jalan, tak henti-hentinya Ady berdoa untuk neneknya itu. Marisa mencoba meyakinkan Ady bahwa ia baik-baik saja. Tetapi lama kelamaan batuk Marisa bercampur darah. Ady berteriak pada  Harry untuk melajukan mobil dengan sedikit cepat. Suasana panik tampak sangat terlihat jelas. Ia tak ingin kesehatan Marisa terganggu.

Saat  tiba di rumah sakit. Ady berusaha memapah tubuh Marisa. Namun, tiba-tiba Marisa ambruk. Beberapa perawat mulai mendekati dan memberikan pertolongan pertama mereka. Marisa segera di bawah ke ruangan ICU untuk ditangani lebih lanjut.

Pak Harry mencoba menenangkan cucu majikannya, namun tak dihiraukan. Janji Ady untuk tidak menangis lagi kini ia ingkari. Ia tak bisa menahan air matanya. Waktu sudah berjalan sekitar tiga jam, namun belum ada satu perawat yang keluar memberitahu kondisi Marisa padanya hingga terdengar azan asar. Dengan penuh harapan, Ady melangkahkan kakinya beranjak menuju Musala rumah sakit untuk salat dan mendoakan kondisi neneknya.

Bahkan ini harapan terakhirnya sekarang. Ia tak dapat membayangkan jika orang terdekatnya malah dipanggil untuk yang ke sekian kali. Dengan tangis serta kedua tangan yang menengadah. Ia berharap akan dikabulkan setiap permintaannya.

“Ya Allah, sembuhkanlah oma. Ady tidak mau oma kenapa-kenapa. Ady mohon. Lagi pula hamba belum sempat membahagiakannya. Hamba mohon sekali ini saja!”

Belum usai ia dengan doanya, terdengar suara  Harry memanggil dari luar Musala. Ady menyudahi doanya dan buru-buru menemui  Harry. Raut gembira terpancar, membuat Ady yakin bahwa doanya sudah terijabah.

“Den, nyonya besar memanggil,” ujar pak Harry.

Harry membuntuti Ady yang tiba-tiba berlari menuju ruang ICU. Marisa yang terbaring lemah memberikan isyarat kepada cucunya untuk mendekat dan memberi pesan kepadanya.

“Belajar yang rajin ya, biar jadi pengusaha sukses seperti papamu. Ada perusahaan yang harus kau kelola di Bandung, Nak. Oma sudah memberitahukan kepada tangan kanannya untuk menyerahkan perusahaan itu padamu ketika kau telah lulus SMA.

Perusahaan yang berada di sini juga sudah ada orang kepercayaan yang menangani. Kau boleh mengambil dan mengurusnya kapan pun kau mau. Oma tidak kuat lagi. Kelak, jika kau memilih istri, pilih wanita yang setulus dan sesederhana ibumu, Clarissa,” paparnya dengan suara parau seolah tengah menahan kesakitan. Ady menggeleng cepat, ia tak mau ini menjadi kali terakhirnya bersama Marisa.

“Oma, Ady mohon jangan berkata seperti itu lagi!” pecah sudah tangisnya sekarang.

“Satu lagi, anggap pak Harry seperti kakekmu sendiri ya, Nak. Dia yang akan menjagamu setelah ini. Oma juga sudah menelepon bibi Inah untuk datang besok agar ia bisa mengurusi keperluanmu.”

“Oma, ku mohon hentikan! Apa maksud, oma? Oma tidak akan meninggalkanku, bukan?” pekiknya membuat Harry tak bisa menahan tangis.

“Maafkan, Oma. ”

Marisa menyerahkan sebuah liontin  bermata putih kepada Ady. Meletakkan itu di telapak tangannya dengan tangan yang sedikit gemetar.

“Ini kalung warisan turun-temurun. Serahkanlah pada istrimu kelak. Sampaikan salam oma padanya.”

“Oma, jangan seperti ini. Ady tak mau kehilangan lagi.”

Tak lama kemudian Marisa mengalami sesak napas kembali.  Tiga orang suster dan seorang dokter memasuki ruangan. Memeriksa keadaan Marisa yang terlihat mulai kritis. Ady dan Harry diinstruksikan untuk keluar ruangan. Waktu terasa berjalan begitu cepat, dan keadaan Marisa kian memburuk hingga tidak sadarkan diri.

Tidak berlangsung lama, hal yang ditakutkannya pun terulang. Ditinggal pergi orang yang ia sayangi. Ady menjerit seakan tidak terima ketika dokter keluar dari ruang ICU, dan hanya meninggalkan salah satu perawat yang menutupi tubuh Marisa dengan kain. Ady memberontak dan menangis sejadi-jadinya. Pak Harry berusaha menenangkan Ady, dan syukurlah, perlahan ia  mulai bisa mengendalikan diri.

Setelah mengurus biaya dan dokumen rumah sakit, Harry mengajak Ady pulang, karena jenazah neneknya akan diantarkan dengan ambulan.

Related chapters

  • Miliarder yang Tersingkir    Di mana Andin

    Hari demi hari, bulan, dan tahun pun cepat berlalu. Bayangan Marisa masih membekas di benak Ady. Sulit sekali untuk dilupakan. Namun, ia juga harus mengingat pesan Marisa untuk menjadi pengusaha sukses seperti ayahnya, Pravath.Usianya kini telah menginjak 17 tahun, dan sebentar lagi ia akan segera lulus SMA. Tinggal menghitung jam, kabar kelulusan akan segera diumumkan lewat radio.Sore itu, Ady duduk di tepi kolam, ditemani sebuah radio dan secangkir teh hangat buatan Bik Inah. Pandangannya menerawang jauh ke depan, kemudian beranjak menuju kolam ikan milik Marisa yang saat ini ia rawat sendiri. Dulu, biasanya Marisa yang menaburkan makanan ikan dan Ady hanya mengangkat daun kering yang masuk ke dalam kolam. Momen itu membuatnya rindu pada Marisa. Suara dan gaya bicara Marisa seperti masih bisa Ady dengar dengan jelas. Ia mengeluarkan kalung pemberian Marisa yang ia kenakan dari balik baju, hingga saat ini, kalung itu selalu ia pakai. “Di mana kau

    Last Updated : 2022-01-07
  • Miliarder yang Tersingkir    Abi, kenapa berubah?

    Empat bulan kemudian…Suara gemerisik yang ditiup angin berhasil membangunkan wanita cantik bermata hazel itu. Ia berusaha meraih sesuatu di atas nak, kemudian dengan telaten menutupinya dengan khimar. Ia bangkit perlahan lalu berjalan menuju arah jendela, membuka gorden, hingga membiarkan sinar matahari masuk dan memberi kehangatan tersendiri. Sepasang mata yang mengungkapkan kosong ke depan, berharap dapat melihat burung-burung yang lebih baik dan berkicau khawatir. Bibirnya melengkung bak bulan sabit, tersenyum, mensyukuri apa yang telah Sang Pencipta berikan Anda.Suasana hati yang semula waspada, kini berubah

    Last Updated : 2022-03-01
  • Miliarder yang Tersingkir    Di Bawah Hamparan Bintang

    Berada di antara keramaian, tetapi tetap merasa kesepian. Kau tahu? Aku selalu ke tempat ini. Tempat pertama kali aku melihatmu. Melihat senyum, tawa, dan hal konyol yang kini sangat aku rindu. Aku berusaha mencarimu. Ingin sekali menghubungimu, tetapi aku tak tahu nomor ponselmu. Jangankan nomor, bahkan alamat rumahmu saja aku tak tahu. Sembilan tahun lamanya kita bersama, dan aku tak pernah tahu apa pun tentangmu.Di halaman sekolah dasar ini, aku berdiri. Merasakan terpaan angin yang terus menerus membelai pipi. Menghirup udara yang mungkin sedikit berbeda. Berharap aku dapat merasakan wangi bedakmu seperti dahulu.Maaf, bukannya aku tak peduli. Bukannya aku sengaja tak menghiraukanmu. Tetapi, aku hanya ingin meyakinkan hatiku. Apa benar telah ada cinta untukmu? Apa benar hatiku bisa luluh dengan semudah itu? Ke mana pun langkah kaki ini menuntunku, seramai apa pun suasana di sekelilingku, siapa pun yang berusaha mendekatiku, semuanya tak bisa membuat ingatan

    Last Updated : 2022-03-05
  • Miliarder yang Tersingkir    Kembali

    "Tuan, semua sudah menunggu."Ezra terdiam sesaat, pakaian formal yang ia pakai sekarang membuatnya sedikit tak menyangka, jika ia sudah ada di tahap ini, menemukan jati diri yang sejatinya tak mudah untuk dilalui. Ia menatap arloji di pergelangan tangan, kemudian melindungi netra tajamnya dengan kacamata hitam. Tubuh tinggi tegap dan proposional, kulit putih bersih, rahang kokoh, dan hidungnya yang mancung, membuat ketampanannya semakin terpancar kuat. Langkah lebarnya masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi, membiarkan salah satu pengawal pribadinya mengambil alih dengan semangat untuk mengantar Ezra. "Tidak perlu gugup, Tuan! Mereka manusia biasa. Dan saya harap, Tuan tidak terkecoh dengan semua sikap baik orang-orang di sana!"Pengawal pribadi mendiang kakeknya, Andrew kini menjadi pengawal pribadi Ezra. Wajahnya juga tegas. Ia tahu betul, tiga pengawal setia mendiang Nathan tak diragukan lagi kekuatannya, tak mudah ditaklukan dan menjadi benteng paling kokoh sebelum menyentuh

    Last Updated : 2021-12-11
  • Miliarder yang Tersingkir    Penyusup

    "Siapa yang menyuruhmu?"Suara dingin Ezra mendominasi ruangan gelap juga mencekam di markas, pria dengan pakaian lengkap serba hitam, juga penutup wajah yang telah disingkap itu hanya menunduk seperti tak ingin bersitatap dengan Ezra. "Siapa yang mengutusmu untuk mencelakai saya?"Hening! Pria itu memilih bungkam, sekali pun kaki dan tangannya telah diikat pada kursi, juga sudut bibir, hidung yang berdarah, rupanya ia belum mau buka suara selain rintihan kesakitan."Hey, apa kau tak mendengar pertanyaannya?" Kini William angkat suara, ia muak dengan penjahat di hadapannya, matanya sudah menatap tajam pria pecundang yang masih menundukkan kepala di hadapan mereka.Hingga satu tendangan berhasil membuat penjahat tadi terjengkang. William tak bisa menahan amarahnya, Ezra juga tak mencegah perbuatan Willy, sebenarnya ia pun sama geramnya, tapi masih bisa mengontrol diri untuk tidak mengotori tangannya sendiri. Pria tadi terbatuk darah, tak ada yang peduli. Ezra setengah berjongkok di d

    Last Updated : 2021-12-11
  • Miliarder yang Tersingkir    Suasana Baru

    ~ Luka baru semakin perih, seperti disiram paksa oleh air keras, membuat luka yang telah tersayat semakin melepuh dan menggila. Tak ada pemandangan yang lebih pilu dari ini, ketika harus melihat kebahagiaan mereka di saat aku tak lagi memiliki sesiapa. ~Angin menggoyangkan daun yang seolah tengah melambai, satu-persatu daunnya berguguran, menghiasi jalan dengan warna daunnya yang terlihat lebih mencolok dari biasanya, suara kicauan burung juga mampu didengar meski kini dipadu dengan suara kendaraan yang masih melaju dengan stabil. Anak lelaki itu hanya diam, wajahnya terus terpaku ke luar jendela, seolah menikmati pemandangan meski kenyataannya hampa.Bahkan ia tak tahu seperti apa rasanya sekolah, ia berharap semoga saja teman sekolahnya tak terlalu berisik hingga membuat gendang telinganya pecah nanti. Tak membutuhkan waktu lama, mobil yang mereka tumpangi telah berhenti di depan gerbang yang tak terlalu menjulang, beberapa ruang kelas bertingkat terpa

    Last Updated : 2021-12-11

Latest chapter

  • Miliarder yang Tersingkir    Di Bawah Hamparan Bintang

    Berada di antara keramaian, tetapi tetap merasa kesepian. Kau tahu? Aku selalu ke tempat ini. Tempat pertama kali aku melihatmu. Melihat senyum, tawa, dan hal konyol yang kini sangat aku rindu. Aku berusaha mencarimu. Ingin sekali menghubungimu, tetapi aku tak tahu nomor ponselmu. Jangankan nomor, bahkan alamat rumahmu saja aku tak tahu. Sembilan tahun lamanya kita bersama, dan aku tak pernah tahu apa pun tentangmu.Di halaman sekolah dasar ini, aku berdiri. Merasakan terpaan angin yang terus menerus membelai pipi. Menghirup udara yang mungkin sedikit berbeda. Berharap aku dapat merasakan wangi bedakmu seperti dahulu.Maaf, bukannya aku tak peduli. Bukannya aku sengaja tak menghiraukanmu. Tetapi, aku hanya ingin meyakinkan hatiku. Apa benar telah ada cinta untukmu? Apa benar hatiku bisa luluh dengan semudah itu? Ke mana pun langkah kaki ini menuntunku, seramai apa pun suasana di sekelilingku, siapa pun yang berusaha mendekatiku, semuanya tak bisa membuat ingatan

  • Miliarder yang Tersingkir    Abi, kenapa berubah?

    Empat bulan kemudian…Suara gemerisik yang ditiup angin berhasil membangunkan wanita cantik bermata hazel itu. Ia berusaha meraih sesuatu di atas nak, kemudian dengan telaten menutupinya dengan khimar. Ia bangkit perlahan lalu berjalan menuju arah jendela, membuka gorden, hingga membiarkan sinar matahari masuk dan memberi kehangatan tersendiri. Sepasang mata yang mengungkapkan kosong ke depan, berharap dapat melihat burung-burung yang lebih baik dan berkicau khawatir. Bibirnya melengkung bak bulan sabit, tersenyum, mensyukuri apa yang telah Sang Pencipta berikan Anda.Suasana hati yang semula waspada, kini berubah

  • Miliarder yang Tersingkir    Di mana Andin

    Hari demi hari, bulan, dan tahun pun cepat berlalu. Bayangan Marisa masih membekas di benak Ady. Sulit sekali untuk dilupakan. Namun, ia juga harus mengingat pesan Marisa untuk menjadi pengusaha sukses seperti ayahnya, Pravath.Usianya kini telah menginjak 17 tahun, dan sebentar lagi ia akan segera lulus SMA. Tinggal menghitung jam, kabar kelulusan akan segera diumumkan lewat radio.Sore itu, Ady duduk di tepi kolam, ditemani sebuah radio dan secangkir teh hangat buatan Bik Inah. Pandangannya menerawang jauh ke depan, kemudian beranjak menuju kolam ikan milik Marisa yang saat ini ia rawat sendiri. Dulu, biasanya Marisa yang menaburkan makanan ikan dan Ady hanya mengangkat daun kering yang masuk ke dalam kolam. Momen itu membuatnya rindu pada Marisa. Suara dan gaya bicara Marisa seperti masih bisa Ady dengar dengan jelas. Ia mengeluarkan kalung pemberian Marisa yang ia kenakan dari balik baju, hingga saat ini, kalung itu selalu ia pakai. “Di mana kau

  • Miliarder yang Tersingkir    Sahabatan Yuk!

    Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa kini Adyatma Mahavir Alanka Bagaskara q sudah duduk di bangku kelas enam SD. Ia tumbuh menjadi pria cerdas yang pendiam, sangat mewarisi wajah Bagaskara yang tampan dan rupawan. Hanya saja sifatnya malah bertolak belakang. Pendiam dan sangat hemat kata, tak suka keramaian, apa lagi menjalin pertemanan. Hidupnya kaku dan berjalan monoton tanpa warna.Sepasang langkahnya berjalan perlahan keluar gerbang. Ia tak sabar menunjukan nilai hasil ulangannya kepada Marisa. Dengan sedikit berlari kecil, ia menuju pak Harry yang tengah menunggu di depan sekolah, namun terdengar seorang perempuan memanggilnya dari belakang.“Dy, tunggu!” teriak Audrey.Ady menoleh perlahan. Sebenarnya ia malas meladeni gadis ini, dari suara cemprengnya saja ia sudah mengenalinya. Seorang anak perempuan seangkatannya. Anak perempuan yang hingga saat ini selalu berusaha mencari perhatian Adyatma. Dari dulu hingga sekarang, sifat A

  • Miliarder yang Tersingkir    Suasana Baru

    ~ Luka baru semakin perih, seperti disiram paksa oleh air keras, membuat luka yang telah tersayat semakin melepuh dan menggila. Tak ada pemandangan yang lebih pilu dari ini, ketika harus melihat kebahagiaan mereka di saat aku tak lagi memiliki sesiapa. ~Angin menggoyangkan daun yang seolah tengah melambai, satu-persatu daunnya berguguran, menghiasi jalan dengan warna daunnya yang terlihat lebih mencolok dari biasanya, suara kicauan burung juga mampu didengar meski kini dipadu dengan suara kendaraan yang masih melaju dengan stabil. Anak lelaki itu hanya diam, wajahnya terus terpaku ke luar jendela, seolah menikmati pemandangan meski kenyataannya hampa.Bahkan ia tak tahu seperti apa rasanya sekolah, ia berharap semoga saja teman sekolahnya tak terlalu berisik hingga membuat gendang telinganya pecah nanti. Tak membutuhkan waktu lama, mobil yang mereka tumpangi telah berhenti di depan gerbang yang tak terlalu menjulang, beberapa ruang kelas bertingkat terpa

  • Miliarder yang Tersingkir    Penyusup

    "Siapa yang menyuruhmu?"Suara dingin Ezra mendominasi ruangan gelap juga mencekam di markas, pria dengan pakaian lengkap serba hitam, juga penutup wajah yang telah disingkap itu hanya menunduk seperti tak ingin bersitatap dengan Ezra. "Siapa yang mengutusmu untuk mencelakai saya?"Hening! Pria itu memilih bungkam, sekali pun kaki dan tangannya telah diikat pada kursi, juga sudut bibir, hidung yang berdarah, rupanya ia belum mau buka suara selain rintihan kesakitan."Hey, apa kau tak mendengar pertanyaannya?" Kini William angkat suara, ia muak dengan penjahat di hadapannya, matanya sudah menatap tajam pria pecundang yang masih menundukkan kepala di hadapan mereka.Hingga satu tendangan berhasil membuat penjahat tadi terjengkang. William tak bisa menahan amarahnya, Ezra juga tak mencegah perbuatan Willy, sebenarnya ia pun sama geramnya, tapi masih bisa mengontrol diri untuk tidak mengotori tangannya sendiri. Pria tadi terbatuk darah, tak ada yang peduli. Ezra setengah berjongkok di d

  • Miliarder yang Tersingkir    Kembali

    "Tuan, semua sudah menunggu."Ezra terdiam sesaat, pakaian formal yang ia pakai sekarang membuatnya sedikit tak menyangka, jika ia sudah ada di tahap ini, menemukan jati diri yang sejatinya tak mudah untuk dilalui. Ia menatap arloji di pergelangan tangan, kemudian melindungi netra tajamnya dengan kacamata hitam. Tubuh tinggi tegap dan proposional, kulit putih bersih, rahang kokoh, dan hidungnya yang mancung, membuat ketampanannya semakin terpancar kuat. Langkah lebarnya masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi, membiarkan salah satu pengawal pribadinya mengambil alih dengan semangat untuk mengantar Ezra. "Tidak perlu gugup, Tuan! Mereka manusia biasa. Dan saya harap, Tuan tidak terkecoh dengan semua sikap baik orang-orang di sana!"Pengawal pribadi mendiang kakeknya, Andrew kini menjadi pengawal pribadi Ezra. Wajahnya juga tegas. Ia tahu betul, tiga pengawal setia mendiang Nathan tak diragukan lagi kekuatannya, tak mudah ditaklukan dan menjadi benteng paling kokoh sebelum menyentuh

DMCA.com Protection Status