Casandra duduk di lantai seraya meneteskan air mata. Hatinya merasa sesak luar biasa. Ya, wanita itu berada di kamar sangat kecil di rumah kayu. Entah Casandra tak tahu ada di mana. Baik Trice ataupun Gio sama sekali tidak memberi tahunya.Casandra berusaha keras untuk tidak menangis, namun sayangnya dia tidak bisa untuk tak menangis. Berkali-kali Casandra berusaha menepis rasa takutnya, namun kenyataannya malah dia tidak sama sekali bisa untuk menepis perasaan takutnya.Hormon kehamilan memang membuat Casandra menjadi lemah. Untungnya, sejak berada di pesawat sampai detik ini, dia belum merasakan mual. Padahal biasanya dia selalu mengalami mual hebat.Casandra menyeka air mata, melihat ke sekeliling kamar, tidak ada sama sekali jendela. Wanita itu berusaha mencari keberadaan jendela, karena otaknya berpikir bagaimana cara untuk melarikan diri. Namun, sayangnya Casandra harus menelan kekecewaan karena tak ada jendela sama sekali di sana. Sepertinya memang Trice dan Gio telah merencana
Pesawat yang membawa Michael mendarat di sebuah pulau kecil yang ada di Paraguay. Pulau yang entah memiliki penduduk atau tidak. Salah satu orang kepercayaannya mengatakan bahwa pulau yang Michael datangi ini, merupakan pulau yang belum pernah dia datangi sebelumnya.Michael segera turun dari pesawat bersamaan dengan asistennya, dan juga para pengawalnya. Gerak Michael sangat cepat. Pria itu segera menyingkir menuju ke semak-semak pepohonan. Ya, Michael bergerak pindah agar tak terlihat.“Tuan, rencana apa yang harus kita lakukan? Signal ponsel di sini tidak bagus. Saya sudah melacak keberadaan titik GPS ponsel Nona Trice Abel, tapi saya tidak berhasil menemukannya,” seru Erlan dengan nda serius.Michael mengembuskan napas kasar dan memejamkan mata singkat. Pria itu mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Kondisi sudah malam hari. Langit gelap mempersulit langkahnya. Pria itu sengaja mendatangi pulau ini di malam hari, karena jika siang besar kemungkinan Trice mengetahui kedatangann
Michael melangkahkan kaki pelan memasuki sebuah rumah yang ada di hadapannya. Beberapa cahaya lampu penerang sebagai pencahayaan di rumah tersebut. Namun sayangnya sepertinya rumah itu kosong tak ada siapa pun.“Tuan, lebih baik Anda di sini. Biar saya yang periksa ke dalam.” Erlan berkata dengan nada serius. Pria itu berinisiatif untuk lebih dulu masuk ke dalam rumah kosong yang ada di hadapannya.“Aku akan masuk. Tetaplah kau di belakangku,” titah Michael tegas yang tak bisa dibantah sama sekali. Dia ingin memastikan sendiri rumah tersebut.Erlan mengangguk patuh. “Baik, Tuan.”Michael mulai melangkah masuk ke dalam rumah tersebut, dan Erlan mengikutinya dari belakang. Tampak tatapan Michael mengendar ke sekitar, memastikan keadaan. Begitu pun dengan Erlan yang juga berjaga-jaga guna memastikan bahwa di sekeliling mereka tidak ada bahaya.Tatapan Michael mulai teralih pada beberapa botol wine yang ada di atas meja. “Erlan, rumah ini berpenghuni,” serunya dengan nada serius.Erlan mu
BrakkkTubuh Gio terpental cukup jauh dibanting kuat oleh anak buah Trice. Ya, jumlah anak buah Trice Abel terlalu banyak, hingga membuat Gio kesulitan melawan. Meski demikian, sudah ada sebagian anak buah Trice Abel yang mampu Gio lumpuhkan.Akan tetapi, serangan dari belakang dan mereka membawa senjata, membuat Gio cukup kewalahan. Toland—asisten pribadi Gio—baru saja tiba, dan ikut membantu. Namun, tetap saja mereka tak mudah melumpuhkan anak budah Trice jika hanya berdua. Terlebih mereka hanya tangan kosong.Gio menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Pria itu berusaha keras untuk bangkit berdiri. Jika dirinya kalah, maka pasti sebagian anak buah Trice Abel yang gagal dia lumpuhkan akan mengejar Casandra. Sekalipun, Gio berada di ambang kematian tetap saja yang dia pikirkan adalah Casandra. Pria itu tak pernah peduli meski harus mati. Yang dia pikirkan Casandra tetaplah harus hidup.Setelah berhasil bangkit berdiri, Gio kembali melawan tiga orang anak buah Trice Abel yang
Tubuh Michael bergeming tak berkutik sedikit pun di kala mendengar apa yang dikatakan sang dokter. Sepasang iris mata birunya nampak melemah, bukan karena mengasihani keadaan Casandra, tapi menyesali betapa bodoh dirinya yang tak bisa cepat menyelamatkan istrinya. Gio yang ada di samping Casandra pun ikut merasakan bersalah. Bagaimana pun, dia merasa menyesal karena ikut bekerja sama dengan Trice Abel. Harusnya, dirinya bisa membedakan mana jebakan dan tidak. Sungguh, Gio menyesali semua yang terjadi.“Casandra,” gumam Gio lirih. Hatinya hancur mendengar keadaan Casandra yang seperti sekarang ini. Rasa bersalah semakin menyelimuti dirinya.Michael memejamkan mata sebentar, menatap sang dokter putus asa. “Tapi istriku tetap bernapas, kan?” tanyanya lirih.Sang dokter mengangguk. “Tuan. Jantung istri Anda masih berdetak. Nadinya masih berdenyut, dan paru-parunya masih berfungsi dengan sangat baik. Istri Anda masih hidup. Hanya saja luka di tangannya yang cukup parah.”“Bagiku istriku
Raut wajah Michael berubah mendengar apa yang Casandra katakan. Pancaran di manik mata biru memancarkan rasa cemas, dan khawatir. Bahkan benaknya penuh dengan terkaan-terkaan yang mungkin saja terjadi.“M-Michael, k-kenapa tanganku tidak bisa digerakan?” tanya Casandra lagi, di kala dia sudah mencoba menggerakan kedua tangannya, namun ternyata tak berhasil.“Kau masih belum benar-benar pulih, Casandra. Tunggulah. Aku akan memanggilkan dokter.” Akhirnya Michael memilih untuk menjawab ini pada Casandra. Pria itu menekan tombol darurat, memanggil putugas medis untuk datang.Tak selang lama, dokter dan satu orang perawat masuk ke dalam ruang rawat Casandra. Sang dokter segera memeriksa keadaan Casandra, dan Michael sedikit menjauh guna tak mengganggu dokter yang memeriksa keadaan Casandra.Michael mengatur napasnya, pria itu senang karena Casandra sudah siuman, namun di sisi lainnya pria itu memiliki ketakutannya sendiri. Dia takut kalau Casandra tak menerima kondisinya. Michael menepis p
“Casandra.” Emma berlari dan memeluk erat tubuh Casandra. Tampak jelas kepanikan di wajah wanita paruh baya itu. Matanya sudah sembab, akibat tangis yang tak kunjung reda. Pun Devan ikut memeluk erat Casandra. Kedua orang tua Casandra itu langsung mendatangi tempat di mana Casandra dirawat, ketika mendengar apa yang menimpa putri mereka. “Mom, Dad, kalian di sini?” Casandra tersenyum hangat melihat kedatangan kedua orang tuanya, yang sekarang ada di hadapannya. Michael sejak tadi ada di samping Casandra. Namun, ketika Devan dan Emma memeluk Casandra—pria itu sedikit menjauh—guna memberikan ruang pada Casandra dan kedua orang tuanya.“Mommy dan Daddy tidak tenang mendengar apa yang terjadi padamu, Nak.” Emma mengurai pelukannya, menatap Casandra dengan tatapan cemas dan penuh kekhawatiran.“Mom, Dad. Aku baik-baik saja. Kalian tidak usah mencemaskan aku.” Casandra memberikan senyuman tulus dan lembut.“Mommy.” Jessica berlari masuk ke dalam ruang rawat Casandra, dan memberikan peluk
Michael berdiri di halaman depan rumah sakit setelah dirinya berbicara dengan Devan. Pria itu memutuskan untuk mencari udara segar, demi agar membuat hatinya merasa tenang.“Kau di sini rupanya.” Darius melangkah mendekat ke arah Michael. Pria paruh baya itu sengaja menghampiri Michael, karena dia tahu putranya itu membutuhkan sosok untuk diajak bicara.Michael mengalihkan pandangannya, menatap Darius yang mendekat ke arahnya. “Di mana Mom dan Jessica?” tanyanya dingin dan datar.“Mereka ada di ruang rawat Casandra,” jawab Darius memberi tahu. “Baru saja kedua mertuamu kembali ke hotel untuk beristirahat. Tadinya ibu mertuamu ingin terus ada di sisi Casandra, tapi Casandra meminta pada kedua orang tuanya untuk pulang ke hotel untuk beristirahat.” Darius melanjutkan.Michael menganggukkan kepalanya, merespon ucapan Darius. “Apa kata dokter tentang kondisi Casandra dan kandungannya?” tanya Darius langsung. Pria paruh baya itu tak menghakimi Michael atas apa yang telah terjadi. Dia jauh