Jeremy memegang erat setir kemudi. Tatapan mata dari pria pemilik rahang tegas itu, menyiratkan sebuah amarah yang besar. Sepertinya, siapapun yang akan mencari masalah dengannya, akan ia libas sampai rata. Dengan penuh perhitungan dan pikiran yang fokus, Jeremy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Walaupun ia berkendara dengan kecepatan yang tinggi, ia tetap berhati-hati. Ia tak ingin jika nyawanya menghilang begitu saja karena kecerobohan berkendara. Sebab, ia ingin menghabiskan waktu yang panjang bersama wanita yang ia cintai. Sambil matanya menatap tab yang ia letakan di dashboard mobil, Jeremy menyunggingkan senyuman miring. Ia kemudian mengangkat tangannya, untuk menekan handsfree yang terpasang di telinga. Ia tetap fokus berkendara sambil berkomunikasi dengan seseorang di seberang sana."Sudah sampai mana?" tanya Jeremy.[Dia ada di perempatan.] jawab seseorang dari sambungan headset.Tanpa berbicara lagi, Jeremy kemudian menekan pedal gas, dan menambah l
"Alka! Alka!" Jeremy berlari mengejar sambil memanggil nama sang istri yang menjauh darinya. Pria itu menyusuri setiap gang berharap menemukan keberadaan sang istri. Jeremy sangat terkejut dan tak menyangka bahwa Alka mengikutinya, dan mendengar apa yang terjadi. Dengan nafas yang terengah-engah, Jeremy berusaha mencari wanita yang ia cintai. Ia membungkukkan badannya untuk menetralisir rasa pegal di dada. Satu hal yang ia sesalkan. Mengapa Alka sampai harus tahu? Jika dirinya yang terluka, tak masalah. Tetapi Alka terluka, Jeremy sungguh tak terima. Entah yang dikatakan oleh wanita tadi benar atau tidak, tapi Jeremy benar-benar kecewa. Bagaimana mungkin kedua orang tuanya tega menghilangkan nyawa putra semata wayangnya? Apakah mereka tetap melarang Jeremy bersatu dengan Alka atau tidak, harusnya jangan menggunakan Naufal. Harusnya Naufal tidak terkena sasaran. "Alka! Kamu di mana?" teriak Jeremy. Kelvin berlari dan mendekati Jeremy. Ia ikut membantu sahabatnya untuk mencari ke
"Hermin! Semua itu adalah masa lalu. Kenapa kamu selalu mengungkitnya?" tanya Hasan menahan rasa kesal.Malam ini, Hasan didampingi oleh Wilda, bertemu tidak sengaja dengan Hermin. Hermin mencoba untuk menjatuhkan mental mantan suaminya, bersama dengan istri yang sekarang, dengan mengungkit masa lalu. Hermin mencoba mengungkit jasa yang ia berikan kepada Hasan, dalam mendirikan perusahaan yang kini dipimpin oleh Jeremy."Kenapa aku selalu mengungkitnya? Apa aku tidak boleh mengungkitnya?" Hermin menyunggingkan senyum miring."Faktanya, memang tanpa bantuanku kamu tidak akan bisa maju seperti sekarang. Dan jika bukan karena Jeremy pintar juga, kamu tidak akan mungkin bisa tetap bertahan.""Oh!" Hermin sontak menutup mulut. "bukan hanya pintar. Tetapi juga karena paksaan kalian. Padahal, dia tidak mencintai Diana. Tapi kalian paksa untuk menikahi wanita itu," sindir Hermin.Hermin, Hasan, dan Wilda sama-sama bertemu di Bandung. Mereka menghadiri acara pernikahan putri dari walikota yang
"Apa maksudmu berkata seperti itu di depan anak laki-lakiku?" hardik Wilda. Wilda mengeram marah kepada Hermin yang mencoba untuk menghasut Jeremy. Sekuat hati ia mencoba untuk bersikap tenang didepan Jeremy. Namun Hermin malah memancing emosinya. "Bukankah Jeremy juga tahu kesalahanmu di masa lalu?" Hermin tersenyum miring. Hermin kemudian melipat tangan di dada dengan angkuh. "Sayang sekali ..., suami tersayangmu ini tidak mengetahuinya. Padahal, Jeremy yang paling kau percayai untuk di bodohi saja, tahu." Hasan mendengus kesal. Ia tengah terkejut dengan tuduhan yang dilemparkan kepada Wilda. Namun Hermin malah mengatakan hal tak penting. "Sebenarnya kalian ini membicarakan apa sih?" "Kamu mau tahu penyebab terbunuhnya Hendrik? Bukan karena narkoba. Pada saat itu Hendrik sudah selesai rehabilitasi, dan dia sudah sembuh dari ketergantungan obat-obatan terlarang tersebut. Sehari setelah meninggal, aku menemukan sebuah arang briket batubara berada di dalam mobilnya. Tidak hanya it
"Mas Jeremy?!" Alka berbalik dan melebarkan matanya ketika melihat Jeremy telah memegang senjata api. Ia berpikir sejak kapan Jeremy memegang benda itu. Kini ia merasa ketakutan sekarang. Takut jika Jeremy berbuat nekat melukai dirinya sendiri, dan melukai Alka. 'Sejak kapan dia memegang senjata api? Apa disimpan di balik jasnya? Berarti selama ini dia ke mana-mana membawa benda itu,' batin Alka. "Cepat melangkah sekarang, Alka!" titah Jeremy dengan mata menyorot marah. Alka menggeleng pelan. "Mas! I-ini tidak benar cara seperti ini." "Benar menurutku," desis Jeremy menggertakkan giginya. Alka merasakan bahunya melemas. "Mas! Bukankah Mas harus merelakan semuanya? Bukankah ini jalan yang terbaik untuk kita?" "Apakah kamu memang sudah tidak mencintai aku lagi?" tanya Jeremy menyeringai. Alka terdiam. Ia tak menyangka bahwa Jeremy akan menanyakan hal seperti itu padanya. Harusnya tanpa bertanya, Jeremy pun sudah tahu kalau dirinya masih memiliki perasaan istimewa itu. "Jawab
"Mas ... tolong jangan seperti ini!" Alka ketakutan melihat Jeremy ingin menekan pelatuk pada senjata api yang di pegang nya."Ini lebih baik menurutku." Jeremy tak berani menatap wajah Alka.Alka dengan perasaan takut yang ditekan nya, mencoba untuk mendekati Jeremy. Ia tak ingin Jeremy lepas kontrol."Sebaiknya, kamu jangan pernah pulang sekalian kalau hanya untuk melukai hatiku seperti ini. Mengapa kamu pulang hanya untuk menambah aku terluka? Kenapa? Kenapa semuanya terjadi?" Jeremy menitikkan airmata."Mas ...! Tolong! Mas sedang depresi. Tolong jangan seperti ini." Alka menggenggam senjata api yang di pegang Jeremy.Alka menangis histeris. "Sejak kapan suamiku bisa berubah menjadi seperti ini?"Alka ingat apa yang dikatakan Diana. Dan kini Alka dapat mempercayainya setelah melihat sendiri. Jeremy bukan Jeremy yang dulu. Jeremy kini memiliki satu sisi yang lain.Jeremy menatap Alka. "Aku berubah menjadi seperti ini, karena kamu. Karena kamu yang meninggalkan aku. Sehingga aku beru
"Bagaimana mungkin, kamu bisa berlaku demikian mengecewakan hati anak kita?" Hasan tengah menginterogasi Wilda, setelah pengakuannya didepan Jeremy. Hasan terkejut bahkan tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh istrinya itu. Ada hal yang membuat dirinya merasa janggal ketika mendengar pengakuan ambigu yang diutarakan Wilda. "Aku tidak bermaksud menyakiti anak kita, Pa," jawab Wilda. "Lalu alasan apa yang bisa kamu berikan? Apa alasan masuk kamu membiarkan cucu satu-satu nya kita terbunuh?"Hasan benar-benar bingung mengenai pengakuan Wilda. Ia meminta maaf pada Jeremy atas meninggalnya Naufal. Tapi ia mengatakan hal ambigu bahwa ia tidak terlibat dan hanya mengetahui. "Ada alasan yang membuat aku harus memilih antara kehilangan Jeremy anakku, ataukah aku harus kehilangan cucu kita. Jadi aku memilih, yang menderita bukan aku, tapi Alka, istrinya," sahut Wilda.Hasan diam tanpa menyahut Wilda. Ia membiarkan istrinya melanjutkan ucapannya. Ia perlu mendengarkan alasan yang lebih m
Malam ini, di kediaman Jeremy dan Alka, tengah dilaksanakan acara 'bangun nikah'. Yaitu acara yang biasa dilakukan oleh orang bersuku Jawa, mengulang kembali akad nikah mereka setelah beberapa masalah yang terjadi hingga pasangan berpisah. Setelah masa berkabung yang mereka lalui sedikit berkurang, keduanya melakukan bangun nikah bersama. Ini sudah lewat dari 40 hari kematian Naufal. Dan kebetulan atas permintaan dari Alka, dia meminta kepada suaminya untuk membangun nikah setelah 40 hari. Dan Jeremy menuruti permintaan istrinya.Akad nikah dilaksanakan secara privat dan mengundang beberapa orang terdekat mereka. Kakak sepupu Alka, yaitu Nena, juga turut hadir dalam acara bangun nikah adiknya. Jeremy tersenyum bahagia setelah apa yang ia lewati selama bertahun-tahun. Segala kesakitan, penderitaan, kehampaan jiwa yang dilalui selama 5 tahun lamanya, berbuat manis akhirnya. Saatnya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada segala kepahitan yang dirasakan. Baik itu Alka, maupun Jeremy s
"Jadi, korupsi mu bersama Iqbal soal pembangunan smelter, sudah tercium oleh jaksa yang merupakan teman Jeremy?" tanya Wilda kepada suaminya dengan dada yang bergejolak. Hasan menautkan kedua tangannya dan ia tumpukan pada meja. "Sekarang aku bingung harus melakukan apa."Wilda mendengus samar. "Biasanya, Papa selalu menghadapi masalah dengan santai dan tenang. Kenapa sekarang bingung? Apa karena akan melawan anakmu?" Beberapa hari terakhir ini, Hasan merasakan pikiran yang kalut. Korupsi pembangunan smelter, dan kasus robohnya panti asuhan, telah dilimpahkan semua berkasnya ke pihak kejaksaan. dan Hasan, turut menjadi tersangka dalam kedua kasus itu. Jeremy ikut andil dalam terseret nya nama Hasan Arthur. Padahal, Hasan sudah serapi mungkin menutupi jejak dirinya ikut terlibat. Dengan membayar seseorang untuk mau dijadikan kambing hitam. Hasan tak tahu bagaimana cara Jeremy bisa mengetahui dirinya mengkambing hitamkan seseorang. Entah karena Jeremy marah kepadanya, atau karena pr
Alka membuka matanya secara perlahan. Aroma obat-obatan menusuk indra penciumannya. Ia mengerutkan kening ketika terbangun menatap langit-langit yang bukan kamarnya."Kenapa aku ada di rumah sakit?" gumamnya lirih. Alka mencoba mengingat kejadian apa yang membuat nya berada di sini. Tak lama, ingat bahwa beberapa saat lalu tak sadarkan diri di hadapan Jeremy. Apakah Jeremy yang membawanya kemari? Alka menggigit bibirnya. Ada sebuah keresahan dari dalam hatinya. Sesuatu yang ia rahasiakan dari Jeremy selama ini."Apa jangan-jangan, Mas Jeremy sudah tahu?" jantung Alka berdebar dan merasa takut. Ditengah pikiran yang berkelana, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Jeremy masuk, dan mendekati istrinya dengan wajah yang terlihat sendu. Alka yang merasa gugup melihat ekspresi suaminya. Jeremy sepertinya sudah mengetahui rahasia yang ia simpan."Mas!" Alka bangkit dari tidurnya."Kenapa aku dibawa ke rumah sakit?" lanjutnya bertanya. Jeremy duduk di kursi, dan menjawab, "kamu pingsan tadi."
"Bagus." Suara tepuk tangan dari seorang wanita berambut pendek, duduk di hadapan Alda. Wanita itu adalah seseorang yang telah menyuruh dan membayar Alda untuk mencelakai putra Jeremy dan Alka hingga meninggal."Saya senang dengan konsisten kamu hingga ketuk palu. Kamu tetap merahasiakan nama saya di depan semua orang. Sesuai dengan apa yang saya janjikan kepadamu sebelumnya, saya akan tanggung hidup keluargamu," ucapnya dengan senyuman yang mengembang."Saya berterima kasih karena Anda yang mau menanggung hidup keluarga saya," sahut Alda.Alda kemudian menghela napas. "Yang Anda janjikan kepada saya, akan bebas dari jeratan hukum. Kenapa saya di penjara 7 tahun?""7 tahun bukanlah waktu yang lama," jawabnya dengan cuek."Anda kira 7 tahun itu sama dengan satu minggu?" geram Alda.Alda tak habis pikir dengan pemikiran wanita yang ada di hadapannya. Seperti yang dikatakan barusan oleh wanita itu, 7 tahun bukanlah waktu yang lama. Mudah sekali berujar seperti itu.Wanita itu menatap Al
"Apa?! Hanya dihukum selama 7 tahun penjara?" murka Jeremy dengan wajah yang merah padam.Hari ini, pengadilan menjatuhkan vonis hukuman kepada Alda, suster gadungan yang membunuh Naufal. Hakim menjatuhkan hukuman 7 tahun kepada Alda. Menurut pendapat hakim, Alda dinilai hanya melakukan kejahatan yang ringan. Jeremy dan Alka sebagai orang tua korban, tentunya tidak terima dengan pernyataan hakim tersebut. "Apa yang ada di pikiran kalian?" Jeremy berdiri dan menunjuk ke hakim. "Wanita itu telah merencanakan pembunuhan kepada anak saya.""Ya, Tuhan! kenapa jadi begini?" Alka menggumam pelan."Wanita itu bahkan menuduh Ibu saya bersekongkol dengannya. Padahal dia tidak memiliki bukti tersebut," tambah Jeremy."Apa-apa an ini?" Hasan menatap geram ke arah hakim yang tengah membereskan berkas.Ronie Darmawan yang disewa oleh Jeremy untuk menjadi pengacaranya, bahkan menggelengkan kepala. Jaksa penuntut umum memberikan tuntutan selama 25 tahun penjara atau seumur hidup. Namun, hakim dengan
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut. "Mas! Aku malu," cicit Alka. Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?" "Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk. Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya. Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibi
Alka turun dari mobil, dan dituntun oleh Jeremy. Seperti yang dijanjikan oleh Jeremy kemarin, mereka berdua akan menghadiri peresmian hotel baru. Dibantu oleh Mira, Alka berdandan secantik mungkin agar bisa menyesuaikan sang suami. Bagian basement hotel telah dipenuhi oleh banyak orang dan juga para jurnalis di sana. Langkah Alka terhenti membuat Jeremy yang menggenggam tangan sang istri, merasa tertarik. Jeremy menatap bingung istrinya."Kenapa, Sayang?" tanyanya dengan lembut."Mas! Aku malu," cicit Alka.Jeremy tersenyum. "Tidak perlu malu. Apa yang membuat kamu jadi percaya diri?""Jangan dengarkan bila ada orang yang berbicara negatif denganmu. Ya?" saran Jeremy, dan Alka mengangguk.Alka mencoba menetralkan degup jantungnya, dengan mengambil nafas sedalam-dalamnya. Ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan menampilkan senyum percaya diri, di hadapan banyak orang pasti akan menutupi kagugapannya.Kelvin dari kejauhan, mendatangi keduanya. Senyum manis terbit dari bibir pria
"Dari mana kamu?" tanya Jeremy saat melihat sang istri pulang ke rumah. Alka yang tengah menutup pintu, terlonjak mendengarkan suara suaminya. Ia membalikan badan, dan melihat Jeremy yang menatapnya dengan tajam membuat Alka merinding. Jeremy berdiri sambil meletakkan kedua tangannya di dalam saku celana. Jas pria itu, sudah ditanggalkan, dan diletakkan di kursi ruang tamu."Mas Jeremy sudah pulang? Kok tumben jam segini pulang?" tanya Alka heran. Jeremy biasa pulang sekitar pukul 07.00 malam. Ini masih pukul 04.30 sore. Alka bertanya dalam hati, apakah yang membuat pria itu pulang begitu cepat?"Saya tanya kamu dari mana?" Jeremy mengulang pertanyaannya kepada sang istri. Ia merasa kesal karena Alka tidak menjawab pertanyaannya dan malah membahas soal lain. "Aku habis dari luar. Beli sabun muka," jawab Alka.Alka tidak berbohong kepada Jeremy. Memang tadi, ia keluar ke toko untuk membeli sabun muka. Dan itu ia lakukan sebelum pergi ke rumah sakit."Lalu kamu ketemu sama siapa di
"Jadi, berapa lama saya akan hidup?" tanya Alka kepada dokter Indri yang memegang kertas berisi laporan pemeriksaan kesehatannya.Dokter Indri menghela napas. "Kami tidak bisa menjamin. Karena kami bukan Tuhan.""Menurut prediksi Anda, bagaimana?""Kalau menurut pengamatan dari kami, usia anda tidak sampai 1 tahun lagi," sahutnya."Jika anda tidak menghentikan pengobatannya, dan rutin melakukan kemoterapi, dan tanpa berhenti dalam jeda waktu yang lama, mungkin tidak separah sekarang," lanjut dokter Indri menerangkan.Alka menundukan wajahnya mendengar penjelasan dari dokter. Tanpa memberitahu sang suami, Alka pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter spesialis tumor otak. Akhir-akhir ini Alka merasakan sakit kepala yang menyiksa. Bahkan rasa sakitnya, membuat pandangannya terasa kabur. Karena kesedihan yang ia alami setelah kehilangan putranya, Alka melupakan bahwa ia sedang sakit. Saat sedang di Polandia, ia rutin melakukan pengobatan. Namun setelah ia pulang ke Indonesia, merawat a
Jeremy menatap ayahnya yang sedikit tak suka dengan sikapnya, dengan ekspresi wajah yang datar. Keinginan ayahnya, Jeremy tidak ingin mengabulkan. Apalagi tentang istrinya."Tidak salah sebenarnya. Tapi aku melarang istriku. Meskipun, istriku menginginkannya," tegas Jeremy.Jeremy meraih tangan sang istri, dan menggenggamnya. Alka menggelengkan kepala memberikan isyarat melalui tatapan mata kepada sang suami. Jeremy tahu bahwa sang istri tidak setuju dengan sikapnya menolak secara terang-terangan ajakan Hasan."Kalau Papa mengajak bicara hal penting, bicara saja denganku. Tidak perlu mengajak istriku juga. Kalian membenci istriku, lalu untuk apa mengajaknya untuk makan malam bersama kalian? Apakah kalian berencana untuk menghinanya lagi?" sindir Jeremy."Aku melarang keras kepada kalian berdua untuk berbicara dengan istriku. Bukan istriku yang menginginkan ini. Aku yang melarangnya."Jeremy kemudian berlalu dari hadapan sang ayah, dan tak lupa menarik tangan sang istri. Alka hampir sa