Aku mendekati Bang Jo, walau bagaimanapun perlakuannya kepadaku, dia tetap suamiku. Kupegang tangan Bang Jo, masih hangat. Kuperhatikan dadanya, masih bergerak yang menandakan ia masih bernafas. Aku sedikit lega melihatnya."Jangan khawatir, dia hanya pingsan. Sebentar lagi juga sadar," ucap Pak Haji Sobri, yang sepertinya mengerti akan kekhawatiranku."Apa yang terjadi dengannya?" tanya Aisyah dengan cemas. "Saya berusaha mengeluarkan jin di dalam tubuhnya. Ada beberapa yang sudah keluar, ada juga yang masih betah di dalam tubuh Johan. Kita istirahat dulu, biar Johan sadar, juga mengembalikan tenaga," lanjut Pak Haji Sobri.Aku berjalan menuju warung, meminta Warti untuk membuatkan minuman."Warti, tolong buatkan kopi tiga ya? Minah tolong beli kue di warung Bik Yani dulu. Tuh pakai motor merah!" perintahku pada Warti dan Minah."Baik Bu," ucap Minah sambil berjalan menuju ke motor. Warti segera membuatkan minum untuk tamu-tamuku.Aku segera kembali ke rumah, dengan membawakan kue y
"Yang perlu diruqyah itu Nova. Dialah penyebab semua orang disini bermasalah. Gara-gara dia, Emak jadi sakit. Memang Nova pembawa sial." Emak terus saja nyerocos. Bang Jo hanya terdiam, tatapannya masih kosong. "Aku ingin tidur," ucap Bang Jo."Biarkan Johan tidur di sofa," jawab Pak Haji Sobri. Aku membantu Bang Jo yang akan merebahkan tubuhnya."Johan, kamu nggak apa-apa? Apa yang kamu rasakan?" tanya Emak. Bang Jo hanya menggelengkan kepala kemudian memejamkan mata."Kalian apakan Johan, kok dia tidak menjawab pertanyaanku. Gara-gara kamu." Emak ngomel-ngomel menatapku tajam. Aku hanya diam saja."Sepertinya Emak harus diruqyah ini. Biar hatinya tidak suudzon terus dengan Mbak Nova. Biar Emak tidak terlalu membenci Mbak Nova dan Emak juga tidak mudah dihasut sama Mella," kata Aisyah. Mella tidak terima dengan perkataan Aisyah."Aku nggak pernah menghasut Emak. Mbak itu iri kan melihat Emak dekat sama aku daripada sama Mbak Aisyah.""Kalau kamu tidak menghasut Emak, bagaimana Emak
"Sepertinya Mak Amir minum ramuan yang sengaja ditaruh di minuman itu. Semacam jampi-jampi gitu. Cukup kita saja yang tahu dan tidak perlu dendam. Doakan saja, semoga yang menaruh ramuan itu diberi hidayah." Pak Haji Sobri menjelaskan.Aku kaget sekali. Jadi selama ini Emak dijampi-jampi Mella? Pantas saja Emak sangat nurut dengan Mella. Nggak nyangka kalau Mella nekat berbuat seperti itu. "Aaaa….," teriak Bang Jo kesakitan, mengagetkan kami semua. Dia langsung duduk di sofa dengan wajah yang sangat pucat.Pak Haji Sobri mendekati Bang Jo, duduk disebelah Bang Jo. "Ambilkan air putih untuk minum," perintah Pak Haji Sobri padaku. Aku segera mengambilkan air putih dan menyerahkan pada Pak Haji Sobri. Pak Haji Sobri memberikan air tersebut untuk diminum oleh Bang Jo."Kamu mimpi apa?" tanya Pak Haji Sobri., Setelah Bang Jo selesai minum."Ada yang menarik tanganku," jawab Bang Jo dengan nafas terengah-engah"Terus apa yang kamu lakukan?""Aku berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tan
Aku segera menuju ke rumah Emak, penasaran dengan apa yang terjadi. Di ruang tamu tidak ada orang, aku berjalan menuju ke kamar Emak. Ada Bapak dan Aisyah."Pak, kenapa kok pusing sekali kepala Emak ini. Terasa sangat berat, seperti ada yang memukul kepala Emak," keluh Emak sambil memegang kepala dengan kedua tangannya."Emak istirahat, jangan mikirin yang aneh-aneh." Bapak membalas ucapan Emak."Kamu nggak jadi pulang ngajak Bapak, kan?" tanya Emak kepada Aisyah. Sebenarnya Aisyah mau pulang hari ini. Tapi beberapa hal yang terjadi membuatnya mengurungkan niat untuk pulang."Kalau Emak membutuhkan Bapak, Bapak nggak ikut Aisyah. Tapi kalau menurut Emak, hanya Mella yang bisa memahami Emak, Bapak akan ikut Aisyah. Berarti Bapak tidak dibutuhkan disini," ungkap Bapak."Jangan pergi ya Pak? Temani Emak disini. Emak takut," ucap Emak dengan nada khawatir. "Takut apa, Mak?" tanya Aisyah penasaran."Entahlah, Emak merasa ada yang mengikuti dan mengawasi emak," sahut Emak sambil melihat k
"Kok semua ada disini? Lagi ngapain? Emak sakit ya?" kata Deni yang tiba-tiba muncul di kamar Emak."Masuk rumah itu ucapkan salam, jangan asal nyelonong," tegur Bapak."Pa, baru nyampe ya? Ini lho Pa, semuanya menyuruh Mama ikut Papa ke perkebunan. Mereka semua membenci Mama," adu Mella pada Deni sambil menggelayut manja memegang lengan Deni. Jijik aku melihatnya, dasar perempuan tukang hasut dan suka mengadu."Benar begitu?" tanya Deni. Kami semua diam, ingin tahu apa yang akan diucapkan Mella pada Deni."Kata Mbak Aisyah, kemanapun suami tinggal, istri harus ikut. Nanti takutnya Papa didekati oleh pelakor." Mella menjelaskan pada Deni."Betul Deni, Mella ikut kamu saja," sahut Bapak menimpali perkataan Mella."Tapi Mama nggak mau, disana sepi. Nanti nggak punya teman juga disana," rengek Mella."Begini saja Deni, nanti kalau kamu pulang, Mella ikut kamu disana. Betahnya berapa hari disana," kata Bapak."Siapa nanti yang menjaga Emak?" tanya Mella."Bapak bisa menjaga Emak," ucap Ba
"Siapa yang bilang?" tanyaku."Lasmi bilang sama Bik Tati, Bik Yani sama Uli. Tapi buru-buru mereka menyingkir dan mengalihkan pembicaraan. Mungkin karena saya ada disana ya?" jelas Warti."Kamu percaya ucapan mereka?" "Enggak lah Bu, Pak Haji Sobri kemarin kan mengobati Pak Johan. Bukan jampi-jampi untuk penglaris," sahut Warti."Benar Warti, kemarin kan kita lihat, kalau ada orang yang sengaja membuat masalah disini. Dengan menanam jimat atau apalah itu di bawah pohon mangga. Jadi Pak Haji Sobri kemari untuk itu. Bukan untuk yang lainnya. Kalau Ibu, biarlah semuanya mengalir dengan sendirinya. Rejeki itu tidak akan tertukar. Yang penting kita berusaha, semuanya Allah yang mengaturnya," ucapku memberi penjelasan pada Warti."Betul itu Bu, kata nenek saya juga begitu. Usaha dan jangan lupa berdoa. Usaha tanpa doa itu sombong, Doa tanpa usaha itu malas. Jadi antara doa dan usaha harus seimbang," sambung Minah yang ternyata mendengarkan kami berbicara."Tapi emang iya Bu, saya juga den
"Sudah ya Bu, saya permisi dulu. Kalau sampai ada yang berbicara tentang penglaris lagi, saya panggilkan Pak Haji Sobri. Biar meruqyahnya," pamit Ali."Maafkan kami ya, Bu? Kami hanya mendengar dari Mbak Mella," ucap Lasmi."Iya, Bu. Kami hanya mendengar ucapan Mbak Mella," sahut Bik Yani yang dari tadi hanya diam saja."Saya juga pusing kalau Mbak Mella kesini, kerjaannya ngomongin orang terus. Sudah itu ngambil apa-apa disini, pakai ngebon dulu. Catatan hutangnya masih banyak. Misalnya hutang dua ratus ribu, besok bayarnya seratus ribu. Sudah itu ngambil barang lima puluh ribu. Jadi hutangnya nggak habis-habis," keluh Bik Yani."Ha..ha… gali lubang tutup lubang itu namanya. Untung yang arisan lima ratus ribu kemarin, saya nggak ngajak dia. Bisa macet arisan kalau ngajak dia," lanjut Bik Tati."Yang arisan satu juta itu gimana?" tanya Wak Ijah."Dia sudah diganti sama Erna. Untung Mella belum narik. Jadi tinggal ngembaliin uangnya saja." Bik Tati menjelaskan."Sudah ya ibu-ibu saya m
Aku mengangguk, ajakan Emak merupakan titah bagiku. Kalau tidak dituruti bisa merepet berhari-hari. Aku memboncengkan Emak. Dengan mengendarai motor secara santai. Tidak ada komentar sedikitpun tentang Mella.Sampai di depan rumah Emak, aku berhenti dan Emak pun turun. Tanpa basa-basi langsung ngeloyor masuk ke rumah. Bapak yang duduk di teras tidak disapanya sama sekali. Dasar Emak aneh."Kok cepat pulangnya, Bu?" tanya Warti."Emak mengajak pulang.""Tadi Emak berangkat bareng Mbak Mella kan? Kemana Mbak Mella?" tanya Warti lagi."Lagi asyik nyanyi di panggung," jawab Minah sambil menunjukkan hpnya padaku."Wah ada yang sedang siaran langsung, MasyaAllah, Mbak Mella jogetnya hot sekali. Pakaiannya persis biduan hihi," sahut Warti."Mungkin Emak marah dengan kelakuan Mella, makanya Emak mengajak pulang cepat," ucapku."Mungkin juga Bu," kata Warti."Bakalan terjadi perang Bu, antara Mak Amir dan Mella. Pasti seru!" seloroh Minah."Hus, kamu ini bisa saja," ujarku."Bu, tuh lihat, Mba