Share

Membangkang

Penulis: Tinta Hitam88
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-29 15:07:13

"Rosa. Kamu belum masak jam segini? Saya sudah lapar," teriak Ibu dari lantai satu yang suaranya sampai kedengaran ke kamarku yang berada di lantai dua.

Setelah selesai memakai sepatu aku segera turun untuk berangkat kerja. Hari ini terpaksa aku harus berangkat kerja lagi. Karena Devan akan ke luar kota untuk beberapa hari. Jadi aku belum dibolehkan untuk mengambil cuti sampai dia kembali. Bagiku tidak masalah, biar rumah ini diurus oleh Ibu saja. Siapa suruh dia memecat Bik Minah.

"Kok nanya aku sih, Buk. Kalau lapar ya masak sendiri lah!" balasku sambil turun dari tangga. Terlihat Ibu sedang berkacak pinggang menatapku nyalang.

"Jangan kurang ajar ya kamu. Ngomong sama mertua kok tidak ada sopan santunnya sama sekali," bentak Ibu lagi yang emosi mendengar jawabanku barusan.

"Salah sendiri, siapa suruh Ibuk memecat Bik Minah," jawabku dengan santai agar emosi Ibu semakin menjadi. Setelah kejadian Ibu memfitnahku kemarin, aku benar-benar ingin membuat Ibu tidak betah tinggal di sini.

"Harus berapa kali saya jelasin. Kalau Bik Minah sengaja dipecat biar kamu bisa ngerti kerjaan rumah. Kamu itu istri, ingat kodrat kamu di sini melayani keluarga dengan baik," geram Ibu yang membuatku ikutan emosi.

"Selalu saja mengatasnamakan kodrat, terus kodrat anak Ibu sebagai suami apa?" tanyaku membalas tatapan Ibu. Mendengar pertanyaanku barusan membuat Ibu sedikit pias. Aku tau kali ini Ibu pasti akan membela anaknya lagi. Dasar keluarga egois, benalu.

"Kamu kalau diajarin selalu aja menyanggah. Heran," gerutu Ibu sambil membuang nafas kasar.

"Terserah," jawabku sambil berlalu pergi ke arah dapur. Rencananya aku akan meminum sedikit air untuk mengganjal perut. Biarlah di kantor saja aku sarapan.

"Astaga, apa sih ini ribut pagi-pagi. Rosa, kamu bisa nggak sih kalau ngomong sama Ibuk nggak kasar!" bentak Mas Dito yang tiba-tiba sudah ada di antara kami. Mas Dito masih menggunakan baju tidur dan terlihat belum membasuh wajahnya. 

Di saat istrinya ini mau siap-siap berangkat kerja, dia masih tidur jam segini. Mau jadi apa rumah tangga kami kedepannya.

"Istri kamu ini, Dito. Ibu kan cuma berusaha untuk memberikan saran kalau sebelum berangkat kerja. Seharusnya dia beres-beres rumah dulu. Apalagi dia belum memasak hari ini," terang ibu sambil menunjukkan wajah memelas.

"Ya ampun, Rosa. Apa susahnya sih kamu menuruti permintaan Ibu. Lagian itu semua kan memang tugas kamu. Jangan mangkir dari pekerjaan rumah. Mau makan apa kami kalau kamu tidak masak," bentak Mas Dito sambil berkacak pinggang. Mendengar itu Ibu tersenyum sinis sambil melihat ke arahku.

Semenjak Ibu tinggal di sini, aku merasa Mas Dito tidak pernah lagi berbicara lembut padaku. Seharusnya kan dia bisa jadi penengah di antara aku dan Ibunya. Tapi dia malah membela Ibunya saja.

"Kok aku ngerasa kayak pembantu ya di rumah ini," ucapku sambil menatap Mas Dito tajam. Jujur saja aku sangat kecewa dengan sikapnya beberapa hari ini.

"Apa maksud kamu," tanya Mas Dito dengan suara yang mulai melemah.

"Padahal ini rumahku, Mas. Aku sudah tinggal dari kecil sampai sekarang di sini. Tapi semenjak Ibu kamu datang, aku malah merasa kayak numpang di sini," sindirku sambil tersenyum menyeringai.

"Ini juga rumah kita bersama, Rosa. Buka rumah kamu aja. Aku tahu memang rumah ini pemberian dari orang tua kamu. Tapi semenjak kita menikah, bukankah ini sudah menjadi harta bersama," sahut Mas Dito yang membuatku ingin tertawa.

"Benar yang dikatakan sama Dito barusan. Kalian kan udah nikah, jadi semua harta yang kamu punya. Juga ada hak Dito di sana, jadi jangan sekalipun kamu berniat untuk mengusir saya Ibunya," timpal Ibu lagi. Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena aku merasa tertekan tinggal di rumah sendiri.

"Cuman gara-gara masalah sepele seperti ini. Jangan sampailah kita bertengkar, malu didengar sama tetangga," ucap Mas Dito lagi sambil duduk di sofa.

"Sepela kata kamu Mas?" tanyaku dengan nada kecewa.

"Kamu bilang malu sama tetangga kalau mereka dengar kita bertengkar. Terus sekarang aku tanya, kamu nggak malu sampai saat ini masih dinafkahi sama istri?" sindirku sambil tersenyum mengejek. 

Mendengar pertanyaanku barusan membuat Mas Dito bangkit dan berjalan ke arahku. Dia memegang pergelangan tanganku dengan sangat kuat. Sampai aku merasa sangat nyeri.

"Kamu nyindir aku. Hah!" teriak Mas Dito tepat di depan wajahku.

"Lepas, Mas. Sakit tahu nggak," ucapku sambil berusaha melepaskan cekalan tangan Mas Dito. 

"Makanya kalau suami ngomong itu didengar. Rasakan itu," sahut Ibu yang semakin memanas-manasi keadaan.

"Tapi memang kenyataannya seperti itu. Selama Kania lahir, Mas Dito sudah tidak bekerja sampai sekarang. Bukankah itu sangat zalim?" teriakku membalas ucapan Ibu barusan. 

Aku menendang kaki Mas Dito dengan cukup kuat. Sehingga dia berteriak kesakitan dan cekalan tangannya terlepas. Mas Dito meringis kesakitan sambil terduduk di lantai. Aku yakin rasanya itu pasti sangat sakit sekali. Karena aku memakai sepatu high heels. Ibu dengan tergopoh-gopoh mendatangi Mas Dito dan membantunya berdiri.

"Kurang ajar kamu, Rosa. Berani kamu nyakitin anak saya!" teriak Ibu menatapku nyalang.

"Salah sendiri. Siapa suruh menyakitiku," ucapku membalas tatapan Ibu. Setelah mendengar fitnah Ibu kemarin itu. Aku mulai sadar jika aku tidak boleh diam saja. Mereka sudah sangat keterlaluan memperlakukan Aku di rumah ini.

"Ingat, Mas. Jangan pernah menyentuhku sedikit saja. Karena aku akan membalasnya dengan lebih kejam," ancamku sambil menunjuk-nunjuk ke arah Mas Dito.

"Kamu nggak takut dosa, Rosa!" bentak Ibu bangkit dari duduknya. Mas Dito juga ikut berdiri sambil dibantu oleh Ibu.

"Jangan bicara dosa deh, Bu. Karena aku rasa lebih dosa Mas Dito yang mengabaikan nafkah pada aku dan Kania. Jadi sebaiknya perbaiki diri dulu, baru menceramahi orang tentang dosa," sahutku sambil melenggang pergi dari hadapan mereka.

Rencananya aku akan menitipkan Kania pada Ibu dan ayah saja. Aku tidak mungkin membiarkan Mas Dito dan Ibunya merawat Kania. Bisa-bisa anakku mati kelaparan di tangan mereka.

"Kamu mau ke mana, Rosa. Kami mau makan apa kalau kamu tidak masak," ucap Mas Dito setengah berteriak.

"Kalau lapar itu makan, dan kalau mau makan itu masak. Kalian berdua punya kaki dan tangan," jawabku tanpa melihat ke arah mereka. Aku terus saja berjalan menuju ke kamar Kania. 

"Setidaknya tinggalkan uang sedikit saja untuk kami. Jangan seperti kemarin, kami mau beli apapun tidak bisa," balas Mas Dito lagi tanpa tau malu.

"Kalau mau uang itu kerja!" seruku yang masuk ke dalam kama Kania dan langsung menutup pintu dengan keras.

Dasar keluarga tidak tahu diri, mereka mau memanfaatkan aku. Enak saja, setelah Devan pulang dari luar kota. Aku pastikan akan memberikan mereka pelajaran yang berharga.

Bab terkait

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Muak

    Setelah membangunkan Kania dan mempersiapkan semuanya. Aku menggandeng tangannya dan berjalan keluar. Di tanganku sudah ada tas Kania yang berisi mainan dan bajunya. Aku akan menitipkannya di rumah Ibu dan Ayah. Mereka pasti akan sangat senang jika Kania datang."Kamu mau bawa kemana, Kania?" tanya Mas Dito yang masih duduk di sofa bersama Ibu. Aku sangat heran melihat tingkah Ibu yang sangat malas. Padahal stok makanan di kulkas itu masih sangat banyak. Seharusnya dia bisa berinisiatif sendiri untuk memasak. Apalagi dia melihatku sangat sibuk dan kerepotan dengan kerjaan dan Kania."Aku mau bawa dia ke rumah Ibu dan Ayah. Aku takut kalau dia di sini, dia akan mati kelaparan," jawabku sambil berjalan pelan ke arah pintu luar."Terserah kamu, Rosa. Tapi yang jelas kamu tidak bisa pergi kerja begitu saja. Apalagi kamu tidak meninggalkan uang untuk kami di rumah," sahut Mas Dito lagi lantang. "Dito benar. Kalau kamu mau pergi kerja dan tidak mau memasak. Setidaknya tinggalkan uang biar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-29
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Bertemu Kembali

    "Kita mau kemana, Ma?" tanya Kania saat kami sedang dalam perjalanan. Rencananya aku akan membawa Kania pergi ke rumah Ibu dan Ayah.Biasanya aku akan membawa dia ikut serta ke kantor. Tapi hari ini banyak sekali pekerjaan dan juga ada pertemuan dengan beberapa klien penting. Jadi aku tidak mungkin membawa Kania pergi."Kita mau ke rumah Nenek dan Kakek dong. Kamu senang nggak?" tanyaku balik yang dibalas anggukan kepala oleh Kania. "Senang dong. Nanti aku mau ajak kakek buat mancing ikan," jawab Kania lagi sambil bersorak hore. Di belakang rumah Ibu dan Ayah, memang terdapat kolam ikan kecil. Ayah sengaja membuat kolam itu agar bisa memelihara ikan. Jadi kalau Ayah dan Ibu ingin makan ikan bakar. Mereka bisa langsung mengambilnya di sana. Katanya lebih segar dan enak. Semenjak itulah Kania suka sekali pulang ke sana. Karena dia akan ikut mengambil ikannya."Nanti bilang sama Kakek, sisain ikannya buat mama satu ya," ucapku sambil fokus menyetir. Untung saja ada Nisa yang menangani

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ciut

    Dulu aku menolak untuk dijodohkan dengannya. Untungnya dia tidak marah akan hal itu. Dia malah menghargai keputusanku waktu itu. Aku mengulas senyum saat pandangan kami bertemu."Rupanya saya akan meeting dengan Bu Rosa. Jujur saya sangat terkesan," ucap Al ketika kami berjabat tangan. "Ini karena Pak Devan sedang berada di luar kota. Saya hanya bertugas untuk menggantikan. Mohon kerjasamanya, Pak Al," jawabku sambil membalas senyumnya.**"Aku nggak nyangka bisa ketemu lagi di sini sama kamu," ucap Al ketika kami sedang makan siang di kantin kantor. Setelah rapat selama dua jam tadi, Al tidak langsung pulang. Dia mengajakku untuk makan siang dulu di sini. Dia memintaku untuk menemaninya makan di kantin kantor. Aku mengiyakan, karena aku juga sudah lapar dan ingin makan siang."Iya. Aku juga nggak nyangka bakalan ketemu lagi sama kamu di sini," jawabku sambil merebahkan punggung pada sandaran kursi. Aku sedikit merasa canggung jika hanya makan berdua saja seperti ini. Jika saja dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pura-pura Dipecat

    "Kamu jangan membela mereka lagi kali ini. Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," tanya Ayah ketika aku sudah berada di rumahnya. Tadi ketika aku baru saja sampai, Ibu langsung menyuruhku untuk masuk. Katanya ada hal yang ingin dibicarakan oleh Ayah. Perasaan yang tidak karuan aku masuk dan duduk di sofa."Sebenarnya tidak ada masalah antara Aku dan Mas Dito. Hanya saja masalah itu muncul ketika ibunya Mas Dito datang," jawabku mencoba menjelaskan. Tidak ada yang bisa kusembunyikan lagi. Ayah dan ibu bukan tipikal orang tua yang bisa dibohongi."Lalu kenapa Ibu mertua kamu sampai memecat Bik Minah," tanya Ayah lagi yang membuatku terdiam. Ayah tipe orang yang sabar, tapi jika sudah menyangkut masalah anak. Ayah akan bersikap lebih gila dari Ibu."Dia menginginkan aku untuk mengerjakan semuanya. Ibunya Mas Dito menuntut Rosa agar bisa melayani suami dengan baik. Bukan hanya bekerja mencari uang saja," jawabku sambil menunduk dalam. Ibu merangkul pundakku dan membawaku ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-01
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ngamuk

    "Kamu nggak kerja, Rosa. Kok masih di rumah jam segini?" tanya Mas Dito saat kami sedang sarapan bersama pagi. Ibu masih ikut duduk di meja makan. Dia kembali memotong buah dan menikmatinya."Mulai hari ini aku udah nggak kerja lagi, Mas," ucapku pelan namun mampu membuat Mas Dito dan Ibu mertua melongo. Mas Dito bahkan terbatuk saat mendengar ucapanku barusan. Rasakan, aku akan memberinya pelajaran bagaimana rasanya mencari pekerjaan di luar sana."Apa, Ros? Kamu nggak kerja lagi, maksudnya gimana?" tanya Mas Dito sambil mengelap mulutnya dengan tisu yang tersedia di atas meja. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Mas Dito barusan. Karena aku harus tetap bersikap santai di depan mereka berdua."Kamu berhenti kerja atau dipecat?" tanya Ibu yang menatapku bergantian dengan mas Dito."Aku memang mengundurkan diri, Bu, bukan dipecat. Karena kan aku ingin menjadi istri solehah untuk Mas Dito. Jadi aku harus memilih salah satu dari itu, dan aku lebih memilih Mas Dito s

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ganteng

    "Tapi kenapa, Bu? Nggak ah, aku udah ambil keputusan. Dan itu tidak bisa diganggu gugat," seruku menolak perintah Ibu barusan. Matanya nyalang menatapku karena menolak permintaannya barusan. Masa bodoh, aku tidak peduli lagi dengan mereka. Baru aku tes begini saja mereka sudah kalang kabut. Apalagi kalau aku udah mulai minta uang nafkah sama Mas Dito."Kamu belum ngerti juga maksud Ibu. Kamu kan tau sendiri kalau suami kamu itu sekarang lagi nggak ada pekerjaan. Eh kamu malah keluar dari tempat kerja, kamu bodoh atau gimana sih?" bentak Ibu dengan nafas memburu."Ya Mas Dito tinggal nyari kerja aja, Bu. Lagian kan nggak usah kerja kantoran untuk menghasilkan uang. Aku nggak malu kok Mas Dito mau kerja apa aja. Yang penting halal dan berkah," sanggahku membela diri. Aku tidak ingin lagi kalah dalam hal ini."Kamu memang nggak malu. Wong kamu istri yang zalim. Anakku yang malu, masak ganteng-ganteng gitu kerjanya serabutan," ejek Ibu yang membuat darahku mendidih."Terus kalau cuma dud

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pesan

    "Kalau Ibu mau ya silahkan saja. Aku akan memberikan uang itu sama Mas Dito. Nanti biar Mas Dito saja yang memberikan uang itu pada Ibu," ujarku yang membuat wajah Ibu berbinar. Ada senyum yang terbit di wajahnya yang sudah mulai keriput."Dua juta itu cuma cukup untuk bulan ini aja, Rosa. Nggak sampai aku gajian," ucap Mas Dito tidak terima."Memangnya kamu mau kerja apa, Mas. Kalau kamu kerja serabutan atau kuli di pasar aku rasa kamu dibayar harian," sanggahku yang membuat Mas Dito dan Ibu membulatkan matanya."Kuli pasar kamu bilang? Nggak, enak aja suami setampan ini mau kamu suruh jadi kuli pasar. Dito itu cocoknya kerja kantoran," sahut Ibu menyanggah ucapanku."Iya, aku juga nggak mau lah kerja jadi kuli pasar. Yang benar aja," sahut Mas Dito lagi tidak terima. Aku hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan mereka."Kan aku bilang misalnya. Kalau kamu mau cari kerja kantoran ya silahkan, Mas. Intinya itu aku sama sekali tidak keberatan kamu mau kerja apa aja. Asalkan halal dan be

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05
  • Mertua Benalu Di Rumahku   Rahasia Ibu mertua

    "Rosa ini kok rumah berantakan kayak gini. Ya ampun, pusing Ibu lihatnya." Suara teriakan Ibu yang baru saja pulang menggelegar sampai ke dapur.Aku yang sedang menata makanan di atas meja makan segera menghentikan aktivitas. Dengan cepat aku berlari ke arah depan, agar Ibu berhenti berteriak. Karena saat ini Kania sedang tidur siang. Aku tidak ingin dia terbangun karena suara ribut Ibu."Apa sih, Bu teriak-teriak. Pulang-pulang itu ngucapin salam," ucapku yang dibalas lirikan sinis oleh Ibu. Sedangkan Mas Dito langsung berjalan masuk ke rumah."Kamu aja yang budeg. Orang ngucapin salam kamu nggak dengar," sanggah ibu sambil berlalu pergi. Aku hanya harus bersabar beberapa saat lagi. Setelah kesabaranku habis, maka aku akan menyuruh Ibu untuk pergi dari sini."Rosa, kamu masaknya kok banyak banget sih," seru Mas Dito ketika kami sudah di dapur. Tadi setelah Ibu dan Mas Dito mengganti baju, mereka langsung ke dapur untuk makan."Ya biasanya juga kayak gini kan, Mas?" jawabku sambil men

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-05

Bab terbaru

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Rahasia Ibu mertua

    "Rosa ini kok rumah berantakan kayak gini. Ya ampun, pusing Ibu lihatnya." Suara teriakan Ibu yang baru saja pulang menggelegar sampai ke dapur.Aku yang sedang menata makanan di atas meja makan segera menghentikan aktivitas. Dengan cepat aku berlari ke arah depan, agar Ibu berhenti berteriak. Karena saat ini Kania sedang tidur siang. Aku tidak ingin dia terbangun karena suara ribut Ibu."Apa sih, Bu teriak-teriak. Pulang-pulang itu ngucapin salam," ucapku yang dibalas lirikan sinis oleh Ibu. Sedangkan Mas Dito langsung berjalan masuk ke rumah."Kamu aja yang budeg. Orang ngucapin salam kamu nggak dengar," sanggah ibu sambil berlalu pergi. Aku hanya harus bersabar beberapa saat lagi. Setelah kesabaranku habis, maka aku akan menyuruh Ibu untuk pergi dari sini."Rosa, kamu masaknya kok banyak banget sih," seru Mas Dito ketika kami sudah di dapur. Tadi setelah Ibu dan Mas Dito mengganti baju, mereka langsung ke dapur untuk makan."Ya biasanya juga kayak gini kan, Mas?" jawabku sambil men

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pesan

    "Kalau Ibu mau ya silahkan saja. Aku akan memberikan uang itu sama Mas Dito. Nanti biar Mas Dito saja yang memberikan uang itu pada Ibu," ujarku yang membuat wajah Ibu berbinar. Ada senyum yang terbit di wajahnya yang sudah mulai keriput."Dua juta itu cuma cukup untuk bulan ini aja, Rosa. Nggak sampai aku gajian," ucap Mas Dito tidak terima."Memangnya kamu mau kerja apa, Mas. Kalau kamu kerja serabutan atau kuli di pasar aku rasa kamu dibayar harian," sanggahku yang membuat Mas Dito dan Ibu membulatkan matanya."Kuli pasar kamu bilang? Nggak, enak aja suami setampan ini mau kamu suruh jadi kuli pasar. Dito itu cocoknya kerja kantoran," sahut Ibu menyanggah ucapanku."Iya, aku juga nggak mau lah kerja jadi kuli pasar. Yang benar aja," sahut Mas Dito lagi tidak terima. Aku hanya mengedikkan bahu mendengar ucapan mereka."Kan aku bilang misalnya. Kalau kamu mau cari kerja kantoran ya silahkan, Mas. Intinya itu aku sama sekali tidak keberatan kamu mau kerja apa aja. Asalkan halal dan be

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ganteng

    "Tapi kenapa, Bu? Nggak ah, aku udah ambil keputusan. Dan itu tidak bisa diganggu gugat," seruku menolak perintah Ibu barusan. Matanya nyalang menatapku karena menolak permintaannya barusan. Masa bodoh, aku tidak peduli lagi dengan mereka. Baru aku tes begini saja mereka sudah kalang kabut. Apalagi kalau aku udah mulai minta uang nafkah sama Mas Dito."Kamu belum ngerti juga maksud Ibu. Kamu kan tau sendiri kalau suami kamu itu sekarang lagi nggak ada pekerjaan. Eh kamu malah keluar dari tempat kerja, kamu bodoh atau gimana sih?" bentak Ibu dengan nafas memburu."Ya Mas Dito tinggal nyari kerja aja, Bu. Lagian kan nggak usah kerja kantoran untuk menghasilkan uang. Aku nggak malu kok Mas Dito mau kerja apa aja. Yang penting halal dan berkah," sanggahku membela diri. Aku tidak ingin lagi kalah dalam hal ini."Kamu memang nggak malu. Wong kamu istri yang zalim. Anakku yang malu, masak ganteng-ganteng gitu kerjanya serabutan," ejek Ibu yang membuat darahku mendidih."Terus kalau cuma dud

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ngamuk

    "Kamu nggak kerja, Rosa. Kok masih di rumah jam segini?" tanya Mas Dito saat kami sedang sarapan bersama pagi. Ibu masih ikut duduk di meja makan. Dia kembali memotong buah dan menikmatinya."Mulai hari ini aku udah nggak kerja lagi, Mas," ucapku pelan namun mampu membuat Mas Dito dan Ibu mertua melongo. Mas Dito bahkan terbatuk saat mendengar ucapanku barusan. Rasakan, aku akan memberinya pelajaran bagaimana rasanya mencari pekerjaan di luar sana."Apa, Ros? Kamu nggak kerja lagi, maksudnya gimana?" tanya Mas Dito sambil mengelap mulutnya dengan tisu yang tersedia di atas meja. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Mas Dito barusan. Karena aku harus tetap bersikap santai di depan mereka berdua."Kamu berhenti kerja atau dipecat?" tanya Ibu yang menatapku bergantian dengan mas Dito."Aku memang mengundurkan diri, Bu, bukan dipecat. Karena kan aku ingin menjadi istri solehah untuk Mas Dito. Jadi aku harus memilih salah satu dari itu, dan aku lebih memilih Mas Dito s

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Pura-pura Dipecat

    "Kamu jangan membela mereka lagi kali ini. Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi," tanya Ayah ketika aku sudah berada di rumahnya. Tadi ketika aku baru saja sampai, Ibu langsung menyuruhku untuk masuk. Katanya ada hal yang ingin dibicarakan oleh Ayah. Perasaan yang tidak karuan aku masuk dan duduk di sofa."Sebenarnya tidak ada masalah antara Aku dan Mas Dito. Hanya saja masalah itu muncul ketika ibunya Mas Dito datang," jawabku mencoba menjelaskan. Tidak ada yang bisa kusembunyikan lagi. Ayah dan ibu bukan tipikal orang tua yang bisa dibohongi."Lalu kenapa Ibu mertua kamu sampai memecat Bik Minah," tanya Ayah lagi yang membuatku terdiam. Ayah tipe orang yang sabar, tapi jika sudah menyangkut masalah anak. Ayah akan bersikap lebih gila dari Ibu."Dia menginginkan aku untuk mengerjakan semuanya. Ibunya Mas Dito menuntut Rosa agar bisa melayani suami dengan baik. Bukan hanya bekerja mencari uang saja," jawabku sambil menunduk dalam. Ibu merangkul pundakku dan membawaku ke dalam

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Ciut

    Dulu aku menolak untuk dijodohkan dengannya. Untungnya dia tidak marah akan hal itu. Dia malah menghargai keputusanku waktu itu. Aku mengulas senyum saat pandangan kami bertemu."Rupanya saya akan meeting dengan Bu Rosa. Jujur saya sangat terkesan," ucap Al ketika kami berjabat tangan. "Ini karena Pak Devan sedang berada di luar kota. Saya hanya bertugas untuk menggantikan. Mohon kerjasamanya, Pak Al," jawabku sambil membalas senyumnya.**"Aku nggak nyangka bisa ketemu lagi di sini sama kamu," ucap Al ketika kami sedang makan siang di kantin kantor. Setelah rapat selama dua jam tadi, Al tidak langsung pulang. Dia mengajakku untuk makan siang dulu di sini. Dia memintaku untuk menemaninya makan di kantin kantor. Aku mengiyakan, karena aku juga sudah lapar dan ingin makan siang."Iya. Aku juga nggak nyangka bakalan ketemu lagi sama kamu di sini," jawabku sambil merebahkan punggung pada sandaran kursi. Aku sedikit merasa canggung jika hanya makan berdua saja seperti ini. Jika saja dia

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Bertemu Kembali

    "Kita mau kemana, Ma?" tanya Kania saat kami sedang dalam perjalanan. Rencananya aku akan membawa Kania pergi ke rumah Ibu dan Ayah.Biasanya aku akan membawa dia ikut serta ke kantor. Tapi hari ini banyak sekali pekerjaan dan juga ada pertemuan dengan beberapa klien penting. Jadi aku tidak mungkin membawa Kania pergi."Kita mau ke rumah Nenek dan Kakek dong. Kamu senang nggak?" tanyaku balik yang dibalas anggukan kepala oleh Kania. "Senang dong. Nanti aku mau ajak kakek buat mancing ikan," jawab Kania lagi sambil bersorak hore. Di belakang rumah Ibu dan Ayah, memang terdapat kolam ikan kecil. Ayah sengaja membuat kolam itu agar bisa memelihara ikan. Jadi kalau Ayah dan Ibu ingin makan ikan bakar. Mereka bisa langsung mengambilnya di sana. Katanya lebih segar dan enak. Semenjak itulah Kania suka sekali pulang ke sana. Karena dia akan ikut mengambil ikannya."Nanti bilang sama Kakek, sisain ikannya buat mama satu ya," ucapku sambil fokus menyetir. Untung saja ada Nisa yang menangani

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Muak

    Setelah membangunkan Kania dan mempersiapkan semuanya. Aku menggandeng tangannya dan berjalan keluar. Di tanganku sudah ada tas Kania yang berisi mainan dan bajunya. Aku akan menitipkannya di rumah Ibu dan Ayah. Mereka pasti akan sangat senang jika Kania datang."Kamu mau bawa kemana, Kania?" tanya Mas Dito yang masih duduk di sofa bersama Ibu. Aku sangat heran melihat tingkah Ibu yang sangat malas. Padahal stok makanan di kulkas itu masih sangat banyak. Seharusnya dia bisa berinisiatif sendiri untuk memasak. Apalagi dia melihatku sangat sibuk dan kerepotan dengan kerjaan dan Kania."Aku mau bawa dia ke rumah Ibu dan Ayah. Aku takut kalau dia di sini, dia akan mati kelaparan," jawabku sambil berjalan pelan ke arah pintu luar."Terserah kamu, Rosa. Tapi yang jelas kamu tidak bisa pergi kerja begitu saja. Apalagi kamu tidak meninggalkan uang untuk kami di rumah," sahut Mas Dito lagi lantang. "Dito benar. Kalau kamu mau pergi kerja dan tidak mau memasak. Setidaknya tinggalkan uang biar

  • Mertua Benalu Di Rumahku   Membangkang

    "Rosa. Kamu belum masak jam segini? Saya sudah lapar," teriak Ibu dari lantai satu yang suaranya sampai kedengaran ke kamarku yang berada di lantai dua.Setelah selesai memakai sepatu aku segera turun untuk berangkat kerja. Hari ini terpaksa aku harus berangkat kerja lagi. Karena Devan akan ke luar kota untuk beberapa hari. Jadi aku belum dibolehkan untuk mengambil cuti sampai dia kembali. Bagiku tidak masalah, biar rumah ini diurus oleh Ibu saja. Siapa suruh dia memecat Bik Minah."Kok nanya aku sih, Buk. Kalau lapar ya masak sendiri lah!" balasku sambil turun dari tangga. Terlihat Ibu sedang berkacak pinggang menatapku nyalang."Jangan kurang ajar ya kamu. Ngomong sama mertua kok tidak ada sopan santunnya sama sekali," bentak Ibu lagi yang emosi mendengar jawabanku barusan."Salah sendiri, siapa suruh Ibuk memecat Bik Minah," jawabku dengan santai agar emosi Ibu semakin menjadi. Setelah kejadian Ibu memfitnahku kemarin, aku benar-benar ingin membuat Ibu tidak betah tinggal di sini.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status