Home / Pernikahan / Merindu Suamimu / 32. Harus Pulang

Share

32. Harus Pulang

Author: Rinai Hening
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Anin akhirnya melepas masa lajang. Akad nikahnya berlangsung khidmat, pesta resepsinya juga bisa dibilang meriah dan sangat mewah. Aku dan Nathan pergi ke PIK sejak siang tadi menjelang prosesi ijab, tak hanya berdua, tapi juga mengajak serta Windi. Mantan kekasih Nathan yang sedang memainkan peran jinak-jinak merpati untuk kembali berbaikan dengan sahabatku itu. Awalnya aku enggan ikut dengan pasangan putus nyambung itu, tapi Windi berkeras mengajakku karena khawatir diculik di tengah jalan oleh Nathan. Alasan konyol, tapi ya sudahlah, daripada aku harus melenggang seorang diri kan? kesannya lebih mengenaskan lagi.

"Mbak Anin cantik banget ya," bisik Windi saat duduk di sebelahku usai menyaksikan wajah lega Anin setelah ijab kabul.

"Kalau kata orang jawa, wajahnya tuh manglingi, Win. Cantiknya beda, aura pengantinnya kuat dan terpancar sempurna. Cewek tuh akan terlihat cantik berkali-kali lipat kalau hatinya sedang bahagia," jelasku singkat.

"Nanti kalau kamu sama Nathan menikah, jan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Merindu Suamimu   33. Mereka Kenapa?

    Mataku masih basah ketika aku berjalan cepat menyusuri bandara Juanda. Aku tak peduli tatapan penuh tanya dari orang-orang yang kulewati, pikiranku hanya satu, bertemu mama dan papa secepatnya. Sebenarnya aku sudah merencanakan akan pulang ke Surabaya dua minggu lagi saat ulang tahun Bestari, anak bungsu Mbak Merry. Tapi ternyata Tuhan punya kejutan lain yang mengharuskanku pulang saat ini juga. Bahkan tanpa mengganti pakaian atau pulang dulu ke apartmen, aku memaksa Bang Fino untuk putar haluan dan segera mengantarku ke bandara sore tadi.Mbak Merry sempat menelpon lagi saat aku masih di bandara. Katanya papa baru saja masuk ruang operasi sedangkan mama baru dipindakan ke ruang perawatan dan kesadarannya sudah kembali. Berita yang sedikit melegakan, tapi tetap saja aku belum tenang karena belum melihat secara langsung kondisi kedua bidadariku itu.Aku berlari cepat ketika baru sampai di rumah sakit. Mengamati dengan seksama deretan kamar yang berjajar untuk mencari kamar inap mama ya

  • Merindu Suamimu   34. Petuah Papa

    Mama akhirnya diijinkan pulang ke rumah dan melakukan rawat jalan setelah menginap di rumah sakit selama satu minggu. Berbeda dengan dengan papa yang masih belum diijinkan pulang oleh dokter karena kondisinha memang lebih mengkhawatirkan. Kata dokter, mungkin papa baru bisa pulang minggu depan setelah menjalani operasi pemasangan pen di kakinya.Karena sekarang yang terlihat lebih 'pengangguran' daripada Mbak Merry yang punya segudang aktifitas juga mengurus dua buah hati. Maka akulah yang saat ini lebih sering menjaga papa di rumah sakit bergiliran dengan Mas Eko, dan juga Yusuf, sepupuku dari pihak papa yang kampusnya tak jauh daro sini.Sedangkan Mbak Merry bertugas memantau pemulihan mama di rumah. It's okay, pekerjaanku bisa dikerjakan di mana saja asal ada jaringan internet. Jadi aku sama sekali tak protes dengan jadwal baru sebagai anak berbakti yang mendadak cosplay menjadi perawat."Kata Merry kamu udah nggak di Gayatri lagi ya, Dek?" tanya Papa begitu aku selesai menyuapinya

  • Merindu Suamimu   35. Deja Vu

    "Abang pake pelet ya?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku."Hah? gimana maksudnya?"Bang Fino yang sedang menyesap es jeruk peras langsung meletakkan gelasnya lagi demi menatapku. Kami berdua sedang menikmati rujak cingur tersohor di Surabaya. Bang Fino tadi bilang ingin merasakan kuliner khas daerah sini, jadilah pria itu kuajak ke tempat yang menjadi langgananku sejak lama."Abang nemuin Papa lagi kan dua minggu lalu?" cecarku tak bisa berbasa-basi."Ohh itu," jawab Bang Fino kemudian mengangguk pelan dengan senyum tipis tergantung di sudut bibirnya. Harus kuakui wajahnya memang tampan dan memanjakan mata, apalagi setelah kami tak bertemu selama dua pekan ke belakang. Kadar ketampanannya berlipat ganda."Iya kan?"Bang Fino mengangguk lagi. "Iya, papa kamu pasti sudah cerita semuanya ya?"Gantian aku yang mengangguk mengiyakan. "Ya pastilah! papa sudah cerita a sampai z tentang kedatangan Abang waktu itu."Sepasang netra Bang Fino langsung terbeliak cerah. "Jadi giman

  • Merindu Suamimu   36. Keputusan

    Akhirnya aku memutuskan kembali ke ibukota setelah tinggal di Surabaya lebih dari dua bulan. Kemarin siang aku menerima kabar baik dari Nathan tentang interview langsung dengan petinggi Mediakarya, penerbit besar yang menjadi 'musuh' bebuyutan Gayatri. Bukan berniat membelot dari Gayatri lantas berakhir ke pesaing mereka, bukan. Aku hanya ingin mengasah kemampuanku di tempat yang lebih menantang lagi.Perkembangan kesehatan mama dan papa sudah sangat baik, karena itu pula aku memberanikan diri untuk mengutarakan niatku kembali bekerja pada mereka berdua. Tidak ada drama, karena mama dan papa langsung memberiku ijin kembali ke Jakarta. Bahkan mama yang paling antusias dengan keberangkatanku siang ini ke ibukota. Beliau sampai repot membuatkan sambal cumi beberapa toples untukku dan Bang Fino. Mama dengan mudahnya termakan omongan Bang Fino yang mengaku sangat menyukai sambal cumi buatannya. Padahal aku tahu benar kalau perut pria itu tak terlalu bersahabat dengan rasa pedas yang berleb

  • Merindu Suamimu   37. Get Closer

    "Aku masih nggak habis pikir, kenapa Bang Fino nggak cerita sama sekali kalau tadi itu Papa yang minta Abang dateng," omelku begitu membuka pintu apartment lebih lebar untuk mempersilakannya masuk. Kami sudah sampai di ibukota, karena tinggal di gedung yang sama, Bang Fino hanya ke unitnya untuk meletakkan koper lalu menyusulku ke lantai atas. Ke tempatku."Masih ngambek aja sih?" Bang Fino tergelak kecil saat membawaku dalam rangkulannya. Bahkan dengan jemarinya ia usil sekali mencubiti pipiku yang sedikit tembam karena asupan makanan sehat masakan mama selama berada di rumah Surabaya sebulan ke belakang.Kami berjalan bersisian ke sofa di ruang, persis seperti remaja kasmaran yang sedang hangat-hangatnya mengenal cinta. Sebelumnya, aku selalu geli saat membayangkan bagaimana canggungnya kami saat terlibat sentuhan fisik seperti ini. Seperti dulu. Namun nyatanya, tubuhku menyukainya. Aku suka semua perhatian dan sentuhannya yang sangat terasa tulus dan penuh kasih sayang."Bukannya n

  • Merindu Suamimu   38. Whatta Surprise

    “Saya terima nikah dan kawinnya, Melisa Hanum Sukoco binti Bakri Sukoco. Dengan mas kawin seperangkat perhiasan dan uang tunai 230 juta rupiah, dibayar tunai!"Alhamdulillah...Akhirnya aku menyaksikan sendiri pria yang aku cintai berikrar tegas dihadapan Papa untuk menjadi pendamping hidupku. Hanya dengan satu tarikan napas Bang Fino berhasil mengucapkan ijab kabul yang 'katanya' sudah ia hapal sejak beberapa bulan lalu. Bahkan sebelum kami sepakat kembali merajut asmara.“Bagaimana para saksi?” suara Pak Penghulu terdengar lagi.“Sah!”“Sah!”“Alhamdulillah, saaah....” Dari layar plasma yang ada di kamar, aku melihat wajah Bang Fino yang semula tegang langsung terlihat lega setelahnya.Ya Tuhan, ini bukan mimpi. Apalagi, ilusi.Aku benar-benar menikah hari ini.Setelah ijab kabul selesai aku kembali menatap pantulanku di cermin yang jauh berbeda dari aku yang biasanya. Bukan pertama kali pula aku memakai kebaya pengantin yang sangat cantik dan menjuntai seperti ini. Bukan pertama ka

  • Merindu Suamimu   39. Timeless (END)

    Sebenarnya, kita butuh berapa lama sih untuk benar-benar mengenal sifat asli seseorang? 1 tahun? 2 tahun? 5 tahun? Nggak ada jawaban yang pasti kan? dan bisa saja setiap orang punya jawaban yang berbeda-beda. Seperti aku misalnya. Dulu sekali, kali pertama mengenal Bang Fino, kami dekat dan menjalin kasih hampir satu tahun lamanya. Lalu ketika bertemu lagi setelah terpisah kami hanya dekat hitungan bulan sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Dan sekarang, setelah satu tahun biduk rumah tangga kami berjalan, aku baru mengetahui kalau seorang Arfino Hesta punya sisi kekanakan yang menjengkelkan sekali. Sangat. "Ya pokoknya ke Bromo aja lah kita, Sayang," rengeknya entah untuk ke berapa puluh kalinya pagi ini. Beruntung telingaku ini buatan Tuhan, kalau buatan tangan manusia mungkin sudah berlubang karena tak kuat menerima kerewelan Bang Fino yang semakin menjadi. "Tapi kan kita udah sepakat mau ke Bali, Bang." Aku merengut kali ini sampai berkacak pinggang. "Bali udah sering, S

  • Merindu Suamimu   1. Bukan Jodoh

    Arfino Hesta namanya, aku biasa memanggilnya Bang Pino, alih-alih Fino seperti yang lain memanggilnya. Iya sih aku baru mengenalnya hampir satu tahun belakangan. Belum terbilang lama. Entah kenapa, aku nyaman ketika berdekatan dengan pria jangkung ini. Senyumnya, tatapan hangatnya, suara ramahnya, tutur katanya, sopan santunnya. Semuanya.Kalau kata Kak Rika aku sedang terserang sindrom cinta pertama. Maka dari itu semua hal yang ada pada Bang Pino selalu aku puja tanpa secuil cela. Entahlah, aku memang masih awam soal cinta, jadi aku iyakan saja pendapat dari Kak Rika.Aku dan Bang Pino memang berjanji akan bertemu malam ini. Malam terakhir dimana aku bisa menemui pria itu sebelum esok siang aku harus terbang puluhan kilometer untuk kembali ke kota kelahiranku di Jawa Timur. Malam ini malam terakhir, di mana aku bisa menyimpan semua moment kebersamaan kami selama hampir satu tahun saling mengenal, merasa nyaman dan hampir terlena dengan sejuta angan akan masa depan."Hai, Lisa," sapa

Latest chapter

  • Merindu Suamimu   39. Timeless (END)

    Sebenarnya, kita butuh berapa lama sih untuk benar-benar mengenal sifat asli seseorang? 1 tahun? 2 tahun? 5 tahun? Nggak ada jawaban yang pasti kan? dan bisa saja setiap orang punya jawaban yang berbeda-beda. Seperti aku misalnya. Dulu sekali, kali pertama mengenal Bang Fino, kami dekat dan menjalin kasih hampir satu tahun lamanya. Lalu ketika bertemu lagi setelah terpisah kami hanya dekat hitungan bulan sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Dan sekarang, setelah satu tahun biduk rumah tangga kami berjalan, aku baru mengetahui kalau seorang Arfino Hesta punya sisi kekanakan yang menjengkelkan sekali. Sangat. "Ya pokoknya ke Bromo aja lah kita, Sayang," rengeknya entah untuk ke berapa puluh kalinya pagi ini. Beruntung telingaku ini buatan Tuhan, kalau buatan tangan manusia mungkin sudah berlubang karena tak kuat menerima kerewelan Bang Fino yang semakin menjadi. "Tapi kan kita udah sepakat mau ke Bali, Bang." Aku merengut kali ini sampai berkacak pinggang. "Bali udah sering, S

  • Merindu Suamimu   38. Whatta Surprise

    “Saya terima nikah dan kawinnya, Melisa Hanum Sukoco binti Bakri Sukoco. Dengan mas kawin seperangkat perhiasan dan uang tunai 230 juta rupiah, dibayar tunai!"Alhamdulillah...Akhirnya aku menyaksikan sendiri pria yang aku cintai berikrar tegas dihadapan Papa untuk menjadi pendamping hidupku. Hanya dengan satu tarikan napas Bang Fino berhasil mengucapkan ijab kabul yang 'katanya' sudah ia hapal sejak beberapa bulan lalu. Bahkan sebelum kami sepakat kembali merajut asmara.“Bagaimana para saksi?” suara Pak Penghulu terdengar lagi.“Sah!”“Sah!”“Alhamdulillah, saaah....” Dari layar plasma yang ada di kamar, aku melihat wajah Bang Fino yang semula tegang langsung terlihat lega setelahnya.Ya Tuhan, ini bukan mimpi. Apalagi, ilusi.Aku benar-benar menikah hari ini.Setelah ijab kabul selesai aku kembali menatap pantulanku di cermin yang jauh berbeda dari aku yang biasanya. Bukan pertama kali pula aku memakai kebaya pengantin yang sangat cantik dan menjuntai seperti ini. Bukan pertama ka

  • Merindu Suamimu   37. Get Closer

    "Aku masih nggak habis pikir, kenapa Bang Fino nggak cerita sama sekali kalau tadi itu Papa yang minta Abang dateng," omelku begitu membuka pintu apartment lebih lebar untuk mempersilakannya masuk. Kami sudah sampai di ibukota, karena tinggal di gedung yang sama, Bang Fino hanya ke unitnya untuk meletakkan koper lalu menyusulku ke lantai atas. Ke tempatku."Masih ngambek aja sih?" Bang Fino tergelak kecil saat membawaku dalam rangkulannya. Bahkan dengan jemarinya ia usil sekali mencubiti pipiku yang sedikit tembam karena asupan makanan sehat masakan mama selama berada di rumah Surabaya sebulan ke belakang.Kami berjalan bersisian ke sofa di ruang, persis seperti remaja kasmaran yang sedang hangat-hangatnya mengenal cinta. Sebelumnya, aku selalu geli saat membayangkan bagaimana canggungnya kami saat terlibat sentuhan fisik seperti ini. Seperti dulu. Namun nyatanya, tubuhku menyukainya. Aku suka semua perhatian dan sentuhannya yang sangat terasa tulus dan penuh kasih sayang."Bukannya n

  • Merindu Suamimu   36. Keputusan

    Akhirnya aku memutuskan kembali ke ibukota setelah tinggal di Surabaya lebih dari dua bulan. Kemarin siang aku menerima kabar baik dari Nathan tentang interview langsung dengan petinggi Mediakarya, penerbit besar yang menjadi 'musuh' bebuyutan Gayatri. Bukan berniat membelot dari Gayatri lantas berakhir ke pesaing mereka, bukan. Aku hanya ingin mengasah kemampuanku di tempat yang lebih menantang lagi.Perkembangan kesehatan mama dan papa sudah sangat baik, karena itu pula aku memberanikan diri untuk mengutarakan niatku kembali bekerja pada mereka berdua. Tidak ada drama, karena mama dan papa langsung memberiku ijin kembali ke Jakarta. Bahkan mama yang paling antusias dengan keberangkatanku siang ini ke ibukota. Beliau sampai repot membuatkan sambal cumi beberapa toples untukku dan Bang Fino. Mama dengan mudahnya termakan omongan Bang Fino yang mengaku sangat menyukai sambal cumi buatannya. Padahal aku tahu benar kalau perut pria itu tak terlalu bersahabat dengan rasa pedas yang berleb

  • Merindu Suamimu   35. Deja Vu

    "Abang pake pelet ya?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku."Hah? gimana maksudnya?"Bang Fino yang sedang menyesap es jeruk peras langsung meletakkan gelasnya lagi demi menatapku. Kami berdua sedang menikmati rujak cingur tersohor di Surabaya. Bang Fino tadi bilang ingin merasakan kuliner khas daerah sini, jadilah pria itu kuajak ke tempat yang menjadi langgananku sejak lama."Abang nemuin Papa lagi kan dua minggu lalu?" cecarku tak bisa berbasa-basi."Ohh itu," jawab Bang Fino kemudian mengangguk pelan dengan senyum tipis tergantung di sudut bibirnya. Harus kuakui wajahnya memang tampan dan memanjakan mata, apalagi setelah kami tak bertemu selama dua pekan ke belakang. Kadar ketampanannya berlipat ganda."Iya kan?"Bang Fino mengangguk lagi. "Iya, papa kamu pasti sudah cerita semuanya ya?"Gantian aku yang mengangguk mengiyakan. "Ya pastilah! papa sudah cerita a sampai z tentang kedatangan Abang waktu itu."Sepasang netra Bang Fino langsung terbeliak cerah. "Jadi giman

  • Merindu Suamimu   34. Petuah Papa

    Mama akhirnya diijinkan pulang ke rumah dan melakukan rawat jalan setelah menginap di rumah sakit selama satu minggu. Berbeda dengan dengan papa yang masih belum diijinkan pulang oleh dokter karena kondisinha memang lebih mengkhawatirkan. Kata dokter, mungkin papa baru bisa pulang minggu depan setelah menjalani operasi pemasangan pen di kakinya.Karena sekarang yang terlihat lebih 'pengangguran' daripada Mbak Merry yang punya segudang aktifitas juga mengurus dua buah hati. Maka akulah yang saat ini lebih sering menjaga papa di rumah sakit bergiliran dengan Mas Eko, dan juga Yusuf, sepupuku dari pihak papa yang kampusnya tak jauh daro sini.Sedangkan Mbak Merry bertugas memantau pemulihan mama di rumah. It's okay, pekerjaanku bisa dikerjakan di mana saja asal ada jaringan internet. Jadi aku sama sekali tak protes dengan jadwal baru sebagai anak berbakti yang mendadak cosplay menjadi perawat."Kata Merry kamu udah nggak di Gayatri lagi ya, Dek?" tanya Papa begitu aku selesai menyuapinya

  • Merindu Suamimu   33. Mereka Kenapa?

    Mataku masih basah ketika aku berjalan cepat menyusuri bandara Juanda. Aku tak peduli tatapan penuh tanya dari orang-orang yang kulewati, pikiranku hanya satu, bertemu mama dan papa secepatnya. Sebenarnya aku sudah merencanakan akan pulang ke Surabaya dua minggu lagi saat ulang tahun Bestari, anak bungsu Mbak Merry. Tapi ternyata Tuhan punya kejutan lain yang mengharuskanku pulang saat ini juga. Bahkan tanpa mengganti pakaian atau pulang dulu ke apartmen, aku memaksa Bang Fino untuk putar haluan dan segera mengantarku ke bandara sore tadi.Mbak Merry sempat menelpon lagi saat aku masih di bandara. Katanya papa baru saja masuk ruang operasi sedangkan mama baru dipindakan ke ruang perawatan dan kesadarannya sudah kembali. Berita yang sedikit melegakan, tapi tetap saja aku belum tenang karena belum melihat secara langsung kondisi kedua bidadariku itu.Aku berlari cepat ketika baru sampai di rumah sakit. Mengamati dengan seksama deretan kamar yang berjajar untuk mencari kamar inap mama ya

  • Merindu Suamimu   32. Harus Pulang

    Anin akhirnya melepas masa lajang. Akad nikahnya berlangsung khidmat, pesta resepsinya juga bisa dibilang meriah dan sangat mewah. Aku dan Nathan pergi ke PIK sejak siang tadi menjelang prosesi ijab, tak hanya berdua, tapi juga mengajak serta Windi. Mantan kekasih Nathan yang sedang memainkan peran jinak-jinak merpati untuk kembali berbaikan dengan sahabatku itu. Awalnya aku enggan ikut dengan pasangan putus nyambung itu, tapi Windi berkeras mengajakku karena khawatir diculik di tengah jalan oleh Nathan. Alasan konyol, tapi ya sudahlah, daripada aku harus melenggang seorang diri kan? kesannya lebih mengenaskan lagi."Mbak Anin cantik banget ya," bisik Windi saat duduk di sebelahku usai menyaksikan wajah lega Anin setelah ijab kabul."Kalau kata orang jawa, wajahnya tuh manglingi, Win. Cantiknya beda, aura pengantinnya kuat dan terpancar sempurna. Cewek tuh akan terlihat cantik berkali-kali lipat kalau hatinya sedang bahagia," jelasku singkat."Nanti kalau kamu sama Nathan menikah, jan

  • Merindu Suamimu   31. Terjebak Situasi

    Hujan deras tengah mengguyur ibukota menjelang malam hari. Sejuknya sampai bisa membuaiku yang tengah asik menatap layar laptop dari balik jendela besar di dalam apartmen. Udara dinginnya sedari tadi menemaniku memeriksa naskah terakhir yang rencananya naik cetak bulan depan. Naskah novel yang sarat kisah romansa tersebut bahkan sudah aku kirim ke penulisnya beberapa saat lalu. Namun aku masih betah berlama-lama menatap monitor, sambil melamun kisahku sendiri. Romansa rumit yang mengikatku dengan seseorang dari masa lalu."Seumur hidup, tante baru dengar kali ini Fino membicarakan orang lain dengan begitu antusiasnya, tapi di sisi lain ... tante juga menangkap gurat sedih dan penyesalan di wajah anak tante itu."Pikiranku mendadak tertarik pada percakapan dengan Tante Ririn empat hari yang lalu. Iya, ibu-ibu paruh baya yang sangat ramah menyambutku itu ternyata memang ibu kandung Bang Fino. Pantas saja wajahnya tak begitu asing.Dulu, dulu sekali, Bang Fino pernah menunjukkan protret

DMCA.com Protection Status