Share

13. Dia

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kia apa yang kamu lakukan! Siapa dia!”

Kia menoleh pada mbak Dila yang berdiri dengan napas terangah-engah, mungkin wanita itu berlari mengikutinya juga.

“Mbak ayo kejar mobil itu,” kata Kia yang membuat mbak Dila menotot.

“Kita tidak bawa kendaraan Ki, dengan apa mengejar dan kita juga tidak punya sayap, kalau kamu lupa,” kata mbak Dila lambat-lambat seperti menerangkan pada anak kecil bandel, membuat Kia kesal.

“Taksi pesan taksi... ponselku mati.. ayolah, mbak!” kata Kia mendesak.

“Jika dia memang tidak ingin bicara denganmu percuma saja kamu mengejarnya.”  Kata mbak Dilla yang dengan perlahan membuka tasnya dan mengerluarkan ponselnya dari sana.

Kia diam tidak ingin mengganggu, meski dia sudah tak sabar untuk mendapatkan taksi untuk mengejar mobil Zafran.

“Aku sudah pesan tapi perlu waktu.”

“Apa disekitar sini tidak ada taksi offline, biasanya mereka banyak di-“

“Memang tapi itu di depan sa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   14. Tak Mudah

    "KIa apa yang kamu lakukan, pergilah. Mas mohon," kata Zafran dengan raut wajah khawatir. Tapi Kia sama sekali tidak menggubris hal itu, dia tahu tindakannya ini salah dan sangat ceroboh, tapi rasa sakit dan kecewa dalam hatinya tidak bisa dia tahan lagi. Mbak Nina, kakaknya yang berharga diperlakukan seperti sampah oleh laki-laki yang harusnya melindunginya, apapun alasan pernikahan mereka Kia tidak terima mbak NIna diperlakukan seperti ini. "Kenapa aku harus pergi?" tanya Kia dengan nada menantang. "Ki, mas akan berikan apapun yang kamu inginkan. Mobil, uang yang banyak, rumah barang mewah semuanya, katakan saja, tapi tolong sekarang kamu pergi dulu," kata Zafran penuh permohonan. "Baguslah kalau mas sadar diri dan mau mengabulkan semua keinginanku," kata Kia sambil tersenyum lebar. Zafran menghela napas lega dan menarik tangan KIa ke luar pagar, tapi Kia tetap berdiri di tempatnya. "Tapi sayang bukan itu yang aku inginkan," kata Kia lamat-lamat, memastikan Zafran mendengar u

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   15. Pertemuan

    Kia langsung menendang selimutnya begitu membuka mata dan mendapati jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Tidur lagi setelah subuh membuatnya sulit bangun tepat waktu. Kemarin memang bukan hari yang baik untuknya, tapi dia tidak ingin hari ini juga seburuk hari kemarin. "Ibu kenapa tidak bangunin Kia," protes KIa  sambil menyahut handuk dan berlari ke kamar mandi. Suara heboh guyuran air segera terdengar dan tak lama kemudian Kia sudah keluar dengan tubuh terbungkus handuk karena lupa membawa baju ganti. "Kia menatap ibunya dengan cemberut tapi sang ibu hanya tersenyum kecil. "Itu akibatnya kamu tidak mendengarkan ibu." "Tapi tetap saja, Bu-" "Kamu akan makin telat kalau terus protes." Kalimat itu cukup ampuh untuk membuat Kia berlari kembali ke kamar dan buru-buru mengenakan bajunya, juga buru-buru mengunakan make up ala kadarnya. 

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   16. Sama Saja

    Ini bukan pertemuan yang diharapkan Kia sebenarnya. Dia memang berharap bertemu dengan Zafran setelah kematian mbak Nina untuk mendapatkan penjelasan dari laki-laki itu, tapi Kia sama sekali tidak mengharapkan bertemu di tempat seperti ini dengan suasana seperti ini. “Maaf.” Kia hanya mengangkat alis, menunggu. Tak ingin berkata apapun, karena tidak ingin ledakan amarah dan tangisnya tumpah. “Aku minta maaf untuk semuanya,” kata Zafran lagi pelan, sampai Kia yakin jika telinganya tidak tajam dia tidak akan bisa mendengarnya dengan jelas. Tapi Kia masih mempertahankan aksi diamnya. “Ki, tolong katakan sesuatu,” kata Zafran akhirnya setelah lama mereka hanya berdiam diri saja. Kia menatap Zafran tajam. “Aku mendengarkan,” katanya singkat. Zafran menghela napas panjang. “Pasti sulit bagimu untuk memaafkanku, aku tahu itu jadi hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan.” “Kenapa kamu ingin menemuiku di sini?” tanya Kia akhirnya. Sungguh dia benci permintaan maaf yang diutarakan Zafran

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   17. Tak Terduga

    Ada sesuatu yang aneh di sini. Zafran menutupi sesuatu dan Kia bisa merasakan itu. Meski mulut laki-laki itu hanya bungkam, tapi Kia bisa merasakannya. Ini tidak adil. Dia dan keluarganya adalah korban dari permainan konyol mereka, tapi kenapa dia sama sekali tidak boleh tahu alasannya, dan Kia sangat yakin seberapa keras pun Kia mendesak Zafran tidak akan buka mulut. Dua tahun menjadi adik iparnya Kia sedikit tahu karakter Zafran. Kia menyandarkan tubuhnya pada tiang dan menatap kejauhan dengan pandangan kosong. Pertemuannya dengan Zafran tidak menghasilkan apapun, semuanya tidak menjadi jelas malah lebih suram lagi dan Kia membenci ini semua. Kia memegang perutnya yang berbunyi, tapi dia tidak merasa lapar, perhatiannya sedang tercurah pada hal lain dan makan adalah hal yang terakhir dia inginkan. Hari sudah semakin malam dan Kia harus buru-buru pulang sebelum ibunya menjadi sangat khawatir d

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   18. Perhatian

    “Ibu saya akan baik-baik saja kan?” tanya Kia dengan air mata berlinang. Ibu yang ada dipangkuannya masih diam seperti tadi, makin diam dan bertambah dingin, dengan tangan gemetar Kia meletakkan jarinya di depan hidung sang ibu dan saat dirasa ada aliran udara meski lemah dia menjadi sangat lega. Kia teringat kematian bapaknya yang begitu mendadak, tanpa pesan dan pemberitahuan, hanya meminta Kia mengambilkan air minum dan saat kembali dia mendapati bapaknya tak bernapas lagi. “Ibumu akan baik-baik saja, Nak. Yang bisa kamu lakukan sekarang hanya berdoa.” Kia hanya mengangguk, tak tahu harus bereksi seperti apa, sejak keluar rumah tadi dia tak henti-hentinya berdo’a dan merintih dalam hati supaya ibunya selamat. Ini memang kejadian yang tidak terduga, Kia pikir setelah kehilangan dua orang yang dia cintai, dia akhirnya bisa hidup tenang dengan sang ibu tanpa bayang-bayang kata karma yang sama sekali tidak bisa dia terima. Kia ingin menjerit dan menangis sekeras mungkin, kenapa h

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   19. Dua Orang Lelaki

    Kia berjalan cepat di lorong rumah sakit dengan banyak barang bawaan di tangannya. Dia sudah menghubungi bi Asih dan memintanya untuk membantu menjaga ibunya selama Kia pergi bekerja, dia baru saja masuk kerja dan tidak mungkin bisa libur lama meski dengan alasan ibunya sakit. Akan tetapi bibinya itu tidak bisa segera datang karena anaknya juga sedang sakit. Kia yang menolak dengan tegas saat ibunya ingin pulang ke kontrakan saja meski kondisinya belum membaik, bagi Kia tidak masalah mengeluarkan uang lebih asal ibunya ada yang merawat di sini. Kia baru saja membuka ruang rawat ibunya dan akan mengumpat saat melihat tamu yang tak diundang ini. “Kenapa kamu di sini?” Biru hanya mengangkat alisnya sekilas, lalu memutuskan kembali bicara dengan ibu Kia, dan menganggap Kia hanya meja pajangan yang tidak berarti, dan sialnya sang  ibu juga mengabaikan kehadiaran Kia. Apa sih yang sebenarnya membuat ibu suka sekali bica

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   20. Tamu Tak Diundang

    Kadang kita setengah mati menghindari masalah tapi masalah itu malah datang sendiri tanpa diundang. Keheningan langsung melingkupi ruangan itu, dingin dan mencekam, seolah berton-ton salju dijejalkan ke dalamnya dan Kia memecahkan semuanya. “Kau! Untuk apa ada di sini!” katanya dengan kasar. Rasa kecewa itu selalu datang saat Kia mengingat kakaknya dan Zafran, beberapa hari yang lalu dia memang sangat ingin bertemu dengan Zafran d an mengorek keterangan darinya tentang ini semua, akan tetapi Kia sadar seseorang yang telah membuang kakaknya begitu saja di hari kematiannya tidak akan mau mengatakan kalau dia juga turut bersalah dalam pernikahan itu, apalagi alasan yang dapat menyudutkannya sekecil apapun itu. Dan Kia memutuskan tidak akan bertanya pada Zafran lagi, kecuali dia punya bukti nyata yang tak terbantahkan. “Kia.” Kia menoleh saat mendengar teguran ibunya. Dia langsung cemberut, tentu saja ibunya yang baik hati itu tidak akan setuju dengan tindakan kasarnya, meski Zafran

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   21. Ada Apa?

    Ini lima belas menit yang menegangkan dan terasa sangat lama bagi Kia. “Mereka sudah terlalu lama di dalam,” kata Kia sambil menatap arlojinya dengan tidak sabar. “Mereka baru lima belas menit lebih, kalau kamu lupa,” jawab Biru sinis. “Itu lama, waktu yang cukup untuk Zafran menyakiti ibuku,” Ketus Kia. Biru langsung menatap Kia tajam, tapi mana mau gadis itu peduli, Biru bukan siapa-siapanya, hanya orang usil yang kebetulan adalah atasannya. Kia membuka ruang rawat ibunya tanpa mengetuk lagi dan dua orang yang ada di dalam sana menatap dengan kaget kehadiran Kia. “Waktu kalian sudah habis,” katanya tenang sambil menunjuka arlojinya. Baik sang ibu maupun Zafran hanya diam tak bergerak. “Di sini pintu keluarnya,” kata Kia lagi menekankan maksudnya, dan matanya menatap tajam pada Zafran. Laki-laki itu mengangguk dan berpamitan pada sang ibu, tapi saat Zafran mengambil tangan sang ibu untuk dicium, Kia bur

Bab terbaru

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   68. Hidup Baru

    Kia sama sekali tidak pernah mendengar kabar Renata lagi sejak Zafran mengatakan akan menceraikan wanita itu. Bahkan Biru yang biasanya akan sibuk membela kakak sepupunya itu terlihat juga enggan untuk membicarakan wanita itu, dan Kia juga berusaha keras menjaga mulutnya meski rasa penasaran menderanya Tapi hari ini tiba-tiba saja Biru menghampirinya dengan wajah panik. "Ki, aku ingin menjenguk mbak Rena apa kamu mau ikut?" tanyanya. Kia mengangkat alis. "Apa harus?" tanyanya. "Bagaimanapun mereka yang sudah membesarkanku dan mbak Rena pernah memperlakukan aku dengan baik, aku hanya-" "Bukan itu maksudku tapi apa aku harus ikut kamu ke sana? kamu tahu sendiri bagaimana mereka?" Biru menghela napas, dan mengangguk dengan mantap. "Kamu calon istriku, aku hanya ingin terbiasa terbuka padamu, lagi pula aku tahu mbak Rena dan bibiku, mereka pasti akan membuat dr

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   67. Barter

    Kia terus saja menarik tangan Biru keluar dari rumah, mengabaikan panggilan ibunya dan juga protes Biru yang kepalanya langsung  pusing. "Kia kamu mengajakku kemana, kalau masalah mahar dan kapan kita menikah kenapa tidak dibicarakan dengan mereka juga," gerutu Biru, tapi Kia sama sekali tak peduli dia terus menarik tangan Biru dan baru berhenti saat mereka sudah ada di samping rumah Kia barus melepaskannya. "Bapak seharusnya balik lagi ke rumah sakit, benar kata dokter bapak belum sembuh benar." Bukannya menjawab Biru malah menatap Kia dengan wajah kesal. "Siapa yang kamu panggil bapak," katanya. Kia menghela napas panjang menatap Biru dengan kesal. "Apa sebenarnya maksudmu mengatakan itu pada ibuku?" tanya Kia judes, bukan apa-apa, setelah kematian mbak Nina dan mereka pindah ke sini ibunya sudah terjangkit virus, ibu minta mantu. Dan tiba-tiba saja ada laki-laki yang melamar putrinya,Kia yakin sang ibu tak akan pikir pan

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   66. Tak Romantis

    "Sudah aku duga," kata Kia terkesan tak peduli.Sekarang dua laki-laki di depannya itu yang terkejut. "Kenapa kamu berpikir begitu?" tanya Biru. Kia menatap Biru seolah laki-laki itu datang dari dunia lain. "Wanita itu, Felly masih muda dan sangat cantik, juga kaya. Sayang sekali, padahal aku ingin melihat drama istri pertama dan istri ketiga, kalau mbak Nina aku tak yakin dia bisa menentang Renata yang berkuasa dan dicintai suaminya." Sunyi yang menegangkan langsung tercipta setelah Kia mengatakan kalimat panjangnya. Dia sadar kedua laki-laki di depannya ini pasti tidak akan suka dengan kelimatnya, tapi Kia tidak mau peduli. "Makanlah buburmu keburu dingin," kata Kia mengambil sendoknya lagi dan menyuapkan makanan dengan nikmat seolah tak terjadi apapun." "Kamu masih menyalahkan, Mas atas kematian mbakmu, KI?" tanya Zafran pelan. "Tidak penting bukan bagaimana perasaanku, karena kamu salah atau tidak kam

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   65. Perawat

    Pantas saja Biru meminta Kia untuk merawatnya tanpa khawatir dijulitin tetangga, ternyata laki-laki itu tinggal di salah satu apartemen yang biasanya hanya Kia lihat iklannya di televisi. "Kamu tinggal di sini?" pertanyaan konyol sebenarnya, karena jelas-jelas Biru mengajaknya ke mari setelah pulang dari rumah sakit, dan perlu digaris bawahi 'pulang paksa' yang kecil kemungkinan membuatnya harus mampir main ke rumah teman dulu. "Ada yang aneh?" tanya Biru. Kia tak menjawab dia lalu menatap ke luar. Jarak kantor dengan apartemen ini mungkin kira-kira hanya sepuluh menit perjalanan dengan menggunakan mobil atau Kira-kira lima belas menit dengan rumah kontrakan KIa dan juga rumah milik Biru. "Aku kira kamu tinggal di dekat rumah kontrakanmu," kata Kia, tapi mungkin dia langsung sadar orang seperti Biru tidak mungkin selevel tinggal di kampung seperti dirinya. "Aku hanya tidak ingin ribet urusan kecil masalah kebersihan dan keamanan misalnya, di sini semuanya sudah ditangani menagem

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   64. Salah Sangka

    "Kulihat lukamu tidak terlalu parah." Ini kejutan, bahkan Biru sepertinya tidak menyangka kalau sang bibi akan datang menjenguknya, tanpa Zafran, Renata atau suaminya. "Bibi datang," kata Biru setelaj berhasil mengatasi keterkejutannya, Kia sendiri langsung melompat dari duduknya saat tahu siapa yang datang, dan dia yang tahu diri segera menyingkir karena wanita itu menatap Kia seolah dia adalah hama penggangu. Tidak heran sih, apalagi setelah kejutan yang Kia tampilkan dalam pesta waktu itu. "Ckk kamu memang benar-benar merepotkan, untuk apa kamu mengumpankan diri hingga terluka." Biru terlihat tak setuju dengan kata-kata sang bibi, dan ingin membantah. Dia menatap Kia sejenak dan melihat Kia yang menggeleng tak kentara. Bukan Kia sok baik atau apa sih, tapi dia hanya tidak ingin Biru merasa sendiri, dia tahu meski sang bibi tak terlalu memperhatikannya, Biru sangat menyayangi bibinya. "Aku datang bersama Kia," kata Biru singkat. "Aku tidak tahu dari sekian banyak wanita ya

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   63. Terbiasa Sendiri

    "Apa aku perlu menghubungi keluargamu yang lain?" tanya Kia. Biru menggeleng. "Kamu bisa pulang, maaf tidak bisa mengantarmu," katanya datar. Kia menatap laki-laki itu tak enak hati. Miris memang setahunya di saat Renata sakit waktu itu, Biru bilang ikut menjaganya di rumah sakit, tapi sekarang saat laki-laki itu sakit dan itu karena uah Renata, tidak ada satupun dari mereka yang bahkan datang menyusul. Kia menggeleng bukankah dia tidak boleh berburuk sangka, mungkin saja mereka masih capek atau sibuk dengan pesta itu. "Aku sudah menghubungi temanku, untuk mengatakan pada ibu, aku akan menemanimu di sini." Biru menatap Kia dengan pandangan antara ingin tersenyum juga tak percaya. "Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Biru. Kia meluruskan duduknya dan membenarkan rambutnya. "Melakukan apa?" tanyanya tak mengerti. "Membawaku ke rumah sakit dan mengurus semuanya, padahal kamu bilang tidak mau jadi pacarku apa

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   Tragedi

    Tidak ada senyum di wajah Renata sepanjag acara itu berlangsung. Bagi Kia hal itu cukup wajar, Jika dia yang mendapati suaminnya menikah lagi, mungkin bukan hanya wajahnya yang masam, tapi dia akan langsung balik badan dan tak akan mau melihat wajah mereka lagi. Kia akan sangat mengagumi ketegaran Renata, andai saja.... "Kenapa tidak langsung menikah?" bisik Kia pada Biru yang pandangannya masih terpaku pada prosesi tukar cincin pada pasangan calon pengantin. "Wanita itu anak orang kaya bukan, dia pasti ingin pesta yang selayaknya." "Meski dia istri kedua," kata KIa sinis. "Yah mau bagaimana lagi, dia cintanya sama mas Zafran.""Kamu yakin itu cinta, bukan karena tujuan lain?" Sepertinya Kia sudah ketularan penyakit julid LIta. Biru kembali mengangkat bahunya. "Kamu bilang ingin melihat mereka menikah, tapi kamu kenapa pertanyaanmu seolah kamu tidak suka dengan calon istri mas Zafran." "Bukan tidak suka sih, hanya kok tidak masuk akal saja." "Bukankah cinta katanya mem

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   61. Cinta Gila

    "Kamu yakin ini rumah calon istri ketiga Zafran?" tanya Kia sekali lagi. Dia sampai melangkah ke depan Biru dan menatap laki-laki itu tajam, seolah mencari kebohongan di wajahnya. "Tentu saja mbak Rena minggu lalu mengajakku kemari, dan maaf kali ini tidak seperti pernikahan mas Zafran dan kakakmu yang hanya diketahui mereka saja, sekarang semua keluarga besar tahu." "Mereka juga mendukung, termasuk om dan tantemu?" tanya Kia dan anggukan yang diberikan Biru membuat Kia menggelenng tak percaya. "Dan kamu juga mendukungnya?" "Kalau bisa aku ingin menghentikannya, untuk itulah aku mengajakmu ke sini." "Aku tidak punya hak." "Aku tahu, tapi kamu akan mengingatkan mereka pada kasus kakakmu, lagi pula ini acara keluarga dan sudah sepantasnya aku mengajak teman dekatku," jawab Biru mantap. Kia tak menjawab dia kembali berbalik dan menatap bangunan di depannya, bukan bangunan modern yang megah memang, bahkan bagian depan di dominasi oleh kayu berukir rumit khas jawa. "Sepertinya me

  • Mereka Bilang Kakakku Pelakor   60. Tak Sama

    "Aku tidak ada bersamanya waktu itu, kamu pasti sudah tahu aku dengar kamu bertanya pada beberapa orang." "Dan mereka pasti mengatakan seperti yang kamu mau." Zafran menatap Kia terkejut tapi tidak menjawab, dan itu menguatkan dugaan Kia. "Aku tidak tahu kalau dia hamil sebenarnya, tapi aku punya dugaan dari perubahan sikap dan bentuk tubuhnya, juga siklus bulanannya, kamu tahu bukan." Kia buru-buru mengangguk. "Aku meminta Biru untuk membelikan obat penggugur kandungan, aku tidak langsung menyuruhnya hanya mengatakan sambil lalu obat apa itu dan mungkin saja dia membutuhkan, NIna waktu itu hanya tersenyum, tapi dia pasti tahu kalau aku tidak menginginkan anak yang dikandungnya, tepatnya aku khawatir dengan masa depan anak itu." "Karena kamu tidak mencintai ibunya." "Aku menyayangi Nina... tapi aku terlalu lemah," jawab Zafran sambil menunduk. Kia menatap Zafran dengan jijik. "Andai aku tahu itu lebih cepat, aku akan menyeret mbak NIna meninggalkanmu, dan kamu pantas untuk itu.

DMCA.com Protection Status