"Anda datang sebagai perwakilan Pak Aaraf?" tanya pria itu lagi yang langsung diangguki oleh Arsen. "Oh, sama kalau begitu. Saya datang untuk mewakili Papa. Mari masuk bersama, Pak," imbuhnya."Iya, Pak Reagen. Anda duluan saja, saya masih menunggu seseorang," sahut Arsen sembari menatap awas ke sekitarnya."Oh, baiklah kalau begitu. Saya masuk duluan, ya, Pak." Arsen mengangguk, menatap punggung Reagen yang sudah hilang dari kerumunan manusia. Pria itu menghela napas lega, bersyukur saat Reagen tidak lagi merecoki urusannya. Kakinya melangkah masuk, menuliskan nama palsu di daftar hadir, kemudian mengikuti gerombolan orang menuju aula utama. Netra elangnya mengedar ke sekeliling, memperhatikan desain interior yang sangat bagus. Ia yakin perusahaan ini lebih kaya dibandingkan perusahaan mertuanya, sehingga ia harus berhati-hati saat menginjakkan kaki di sini.Aula luas yang disulap dengan banyak kursi dan meja yang di tata memanjang membuar Arsen berdecak kesal. Ia takut ada yang me
Mobil itu sampai di rumah sakit dan Arsen langsung membopong Aaraf untuk masuk, pria itu berteriak meminta tolong dan tidak seberapa lama kemudian perawat keluar dengan membawa brankar. Tubuh lemah Aaraf di bawa menuju ruang UGD, dibaringkan di ranjang pesakitan itu dan perawat langsung memasangkan infus. Arsen duduk lemas di kursi tunggu melihat Abi nya tergelatak tak berdaya, tangannya bergetar menghubungi nomor sang istri guna mengabarkan kejadian ini. "Pak Arsen—" Ryon datang tergopoh-gopoh, sementara Arsen langsung memasukkan lagi ponselnya setelah selesai berbincang dengan Shaynala."Kamu sudah tahu kejadiannya seperti apa?" tanya Arsen dengan suara lirih.Ryon mengangguk. "Iya, Pak. Pak Aaraf syok karena kedatangan orang suruhan Pak Jamal, mereka membawa surat jual-beli itu 'kan, Pak?""Bukan hanya itu saja," sahut Arsen yang sontak membuat Ryon mengernyit."A-Apa maksudnya, Pak?" Arsen tidak menjawab pertanyaan Ryon. Tangannya langsung merogoh saku jas dan mengambil ponsel
Ryon pamit keluar untuk mengejar Kaindra, beruntung Kaindra belum sempat melajukan mobilnya meninggalkan parkiran rumah sakit. Tangannya menggedor-gedor kaca, berharap agar Kaindra mau membukanya."Buka pintunya, Ndra. Ada sesuatu yang mau aku bicarakan," ucapnya setelah kaca mobil itu terbuka.Tanpa menjawab sepatah katapun, Kaindra langsung membuka kunci pintu. Ia membiarkan Ryon masuk dan duduk di sebelahnya. Kemudian ia mulai melajukan mobil keluar area rumah sakit.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Ryon mulai menjelaskan permasalahan yang terjadi tadi pagi sampai membuat Aaraf harus dilarikan ke rumah sakit. Jelas saja hal itu membuat Kaindra terkejut, ia tidak merasa membuat surat kuasa itu."Aku masih berharap ini bukan kamu yang melakukannya, Ndra. Tapi ... semua bukti mengarah padamu," ujar Ryon.Kaindra mengepalkan tangannya, rahang kokohnya tampak menegas menahan emosi yang siap untuk diledakkan."Aku bersumpah, Ryon. Bukan aku yang membuat surat kuasa itu, aku tidak ta
Mobil yang dikendarai Kaindra sampai di depan gedung Bratayeksa Company. Ia dan Ryon lantas turun, melangkah bersama memasuki gedung itu dan langsung naik lift untuk menuju ruangan Jamal.Beruntung pria senja itu belum pulang, ia sedang bersantai di ruangannya saat Kaindra dan Ryon baru saja masuk."Loh, kamu sudah pulang, Ndra? Cepat sekali? Biasanya sore baru balik kantor," ucap Jamal seraya bangkit dari duduknya.Kaindra tidak langsung menjawab, ia membawa langkah ke dekat Jamal dan berhenti tepat di depan pria tua itu."Apa maksud surat ini, Tuan?" tanyanya sembari mengangkat map berwarna hitam itu tepat di depan wajah Jamal.Hening! Jamal tidak bergeming."Kita tidak pernah membuat perjanjian seperti ini. Lalu, apa maksud Anda memanipulasi saya seperti ini?! Anda membuat saya seolah-olah menjual perusahaan, padahal itu jelas-jelas Anda yang melakukannya!""Duduk dulu, Ndra. Kakek akan menjelaskannya," sahut Jamal yang langsung disahut gelengan kepala oleh Kaindra."Saya tidak mau
Arsen sampai di ruang rawat dan langsung diajak keluar lagi oleh Shaynala. Wanita itu mengajak suaminya berbicara di luar karena Umi nya baru saja tidur, takut akan tergganggu kalau mendengar suara perdebatan mereka nantinya."Ada apa, Dek?" tanya Arsen saat mereka sudah tiba di taman rumah sakit.Shaynala mendudukkan dirinya di bangku panjang, Arsen mengikut sembari terus menatap bingung ke arah istirnya."Umi khawatir sama Kak Kaindra, Mas. Mau bagaimanapun Kak Kaindra adalah anak Umi, ikatan batin mereka berdua sudah terjalin lama."Arsen masih diam, tidak menyahut dan memilih menunggu sampai Shaynala menyelesaikan semua ucapannya."Umi tadi diam saja karena terlalu syok. Tubuhnya lemas dan nggak tahu harus berbuat apa. Setelah kamu pergi tadi, Umi baru bilang semua yang beliau rasakan. Katanya ... kasihan sama Kaindra," ujar Shaynala."Kaindra sudah berkhianat, Dek. Kita tidak perlu kasihan padanya, malah kita yang keadaannya harus dikasihani," timpal Arsen dengan nada tidak terim
[Datanglah ke rumah Kakek nanti malam. Kakek akan mengenalkanmu dengan seorang wanita cantik, Nak.]Pesan yang dikirim oleh Jamal sore tadi berhasil membuat Kaindra naik pitam. Bahkan sampai malam hari pun kekesalannya belum sirna.Jika bukan karena uang yang telah diberikan Jamal, mungkin Kaindra akan langsung menolak mentah-mentah. Namun, yang bisa dilakukannya saat ini hanya bisa pasrah, pria itu datang ke kediaman Jamal dengan membawa perasaan dongkol.Ternyata, di sana sudah ada banyak orang yang menunggunya. Kaindra semakin malas untuk masuk, tetapi ia tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah."Akhirnya kamu datang juga, Nak," ujar Jamal sembari memeluk tubuh cucunya.Ia menggandeng Kaindra untuk masuk dan bergabung dengan keluarga lain di ruang makan. Anggota keluarga lain menyapa Kaindra dengan ramah, tetapi pria itu hanya diam saja dan hanya sesekali menampilkan senyumnya. Jamal menyuruhnya duduk di sampingnya, kemudian acara makan malam ini dimulai.Para staf yang bekerja
"Apa maksud kalian?!" Kaindra menatap bergantian Jamal dan Melati.Entah kenapa ia berpikir Melati adalah orang suruhan Jamal yang ditugaskan untuk mengambil brangkas di ruangannya. Namun, satu sisi pikirannya masih menolak.Ia tidak percaya gadis selembut Melati bisa melakukan hal sekeji itu."Jawab!" sentak Kaindra."Itu ... eum, Kakek janji memberikan kado kalau aku berhasil mandiri dan tidak bergantung kepada Ibu. Kakak 'kan tahu sendiri kalau Ibu sedang sakit, sementara Ayahku sudah meninggal. Ibu dulu menghidupiku dengan menjual sambal cumi, malam hari ibu memasak sambal cumi dan pagi sampai siang menjualnya dengan menitipkan ke rumah-rumah makan. Lalu ... karena kecapekan Ibu jatuh sakit. Awalnya sakit lambung karena telat makan, tapi ternyata setelah di rontgen ada penyakit dalam lainnya. Sampai akhirnya Ibu terbaring lemah di ranjang rumah sakit selama beberapa minggu, Kak." Melati menjeda ucapannya, melirik ke arah Jamal yang tengah mangut-mangut karena puas dengan cerita bo
"Larissa?! Bagaimana bisa?" "Titik merahnya mengikuti garis yang menunjukkan rute ke lokasi Larissa, Sen. Kita harus ke sana untuk mendapatkan jawabannya," sahut Victor."Argh ...!" Arsen memukul setir guna meluapkan rasa frustasinya.Pria itu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Meskipun awalnya ia sudah menebak kalau sang Mama ada hubungannya dengan Larissa, tetapi sungguh! Sebenarnya ia tidak ingin hal itu terjadi.'Semoga kamu hanya ada urusan dengan Benny, Ma. Tidak dengan Larissa. Sehingga aku bisa mudah memaafkan mu,' batin Arsen.Mobilnya melaju lebih cepat. Perjalanan kali ini benar-benar menempuh waktu lama. Beruntung keduanya sudah siap dengan perbekalan dan semua resiko sehingga tidak menyulitkan."Perjalanan kali ini akan memakan waktu lama. Aku bisa menggantikan mu dulu, Sen.""Tidak apa-apa, Vic. Aku belum lelah. Nanti saja tidak masalah."Victor mengangguk. Ia kembali fokus pada tablet yang menunjukkan sebuah rute dan titik merah, sementara Arsen tetap fokus dengan
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"