Halo, Dear... Saya ada buku baru, loh. Judulnya : Sekretaris Kumal Idaman Presdir. Teman-teman bisa klik di profil saya untuk mengunjungi cerita itu. Semoga berkenan, ya. Terima kasih banyak. Happy reading. Salam sayang.
"Kay ...."Wanita paruh baya itu berbalik badan, menatap sendu ke arah suaminya. Mereka baru saja tiba di pesantren, pulang lebih dulu meninggalkan Arsen dan Shaynala."Kamu marah?"Kayshilla menggeleng. "Mana mungkin aku marah dengan suamiku, Mas," sahutnya lirih."Lalu?" Aaraf menatap intens wajah teduh itu, masih terlihat cantik dan segar di usia kepala empat."Tidak ada apa-apa, Mas. Mungkin ... aku hanya ibu yang sedang mengkhawatirkan putranya. Makanya aku berlebihan. Tapi aku sama sekali tidak menyimpan kemarahan untukmu." Wanita itu tersenyum simpul sambil membawa tangannya untuk menggenggam tangan sang suami. "Aku hanya memikirkan putraku, Mas. Itu saja ...."Hening! Aaraf tidak mampu menyahut."Aku minta maaf kalau kelewatan.""Tidak perlu minta maaf," sahut Kayshilla dengan cepat. "Semua orang punya sakit hatinya masing-masing. Dan setiap orang juga berhak meluapkan rasa sakit itu."Kayshilla membalik badan mendudukkan dirinya di ruang tamu, menatap ke depan dengan pandanga
Pria itu terduduk di depan ruang UGD, tangannya sibuk mengutak-atik ponsel untuk menghubungi Ilham. Berharap Ilham dan yang lainnnya segera datang ke sini.Dokter keluar dari ruang UGD dan ia langsung bangkit untuk menghampiri wanita paruh baya dalam balutan jas putih itu."Bagaimana keadaan, eum ... teman saya, Dok?" "Masih belum sadar, Pak. Teman Anda hipotermia dan kami menemukan lambungnya dalam keadaan kosong. Tapi Anda tenang saja, kami sudah mengganti baju pasien dan memasang infus beserta alat-alat medis lainnya. Nanti kalau pasien sadar, segera panggil kami, ya," jelas Dokter tersebut."Baik, Dok. Lalu, apa sekarang bisa ditemui?""Lebih baik tunggu pasien sampai sadar dulu, Pak. Kemungkinan tidak akan lama lagi pasien sudah membuka mata."Pria itu mengangguk patuh. "Baiklah kalau begitu, saya akan menunggu di sini.""Iya, Pak. Saya dan tim medis permisi dulu."Pria itu membalas anggukan Dokter tersebut, setelahnya ia kembali duduk di kursi tunggu untuk menunggu kedatangan K
Berbeda dengan Kaindra yang langsung merebahkan tubuh sesaat setelah sampai di rumah Ryon, Aaraf dan Arsen berangkat ke rumah sakit malam itu juga. Mereka sengaja tidak mengajak Kayshilla dan Shaynala karena dua wanita akan menemani Naya."Loh, Mas Arsen nggak bawa ponsel?" gumam Shaynala saat hendak mengambil kunci mobil dan mendapati benda pipih itu tergeletak di atas nakas."Ya sudahlah aku bawa sekalian saja. Takutnya nanti ada telepon penting dari klien." Tangannya menyambar ponsel itu, kemudian lekas turun dan segera melajukan mobil ke rumah Ilham.Mereka sampai di sana dan langsung menenangkan Naya yang masih menangis sesenggukan. Naya menangis dalam pelukan Kayshilla, sementara Shaynala mengusap-usap punggung tangan wanita paruh baya itu.DRRTT! Shyanala merasakan ponsel suaminya bergetar, ia lekas merogoh saku celana dan mendapati sebuah pesan dari nomor asing.[Larissa harus menjalani operasi karena tulang lehernya bengkok sampai menyebabkan tekanan serius pada saraf dan sum
Rumah Sakit.Berapa saat lalu Rashita sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa, dokter sudah memastikan keadaannya membaik. Hal itu jelas saja membuat semua orang mengucap syukur.Farraz masuk ditemani oleh Ilham, pria itu menundukkan diri di kursi samping ranjang. Ia membuat jarak aman agar tidak terlalu dekat dengan Rashita."Terima kasih sudah menyelamatkanku, Kang," ucap gadis itu, lirih."Sama-sama, Mbak. Bagaimana keadaanmu sekarang?""Sudah lebih baik.""Aku bersyukur kamu tidak apa-apa, Mbak.""Alhamdulillah, Kang." Rashita mengulas senyum tipis di bibir pucatnya.Pria itu mengangguk, ia membuka obrolan ringan agar tidak terlalu canggung. Hingga beberapa menit kemudian ia menyudahi obrolannya dan memilih keluar. Aaraf dan Arsen Baru saja sampai, mereka langsung mengobrol dengan yang lainnya. Orang-orang itu juga bergantian tidur, hingga setelah pagi menjelang beberapa orang berpamitan pulang. Hanya menyisakan Ilham dan Ilyas, sementara Aaraf dan Arsen juga baru saja pulang kar
Pagi ini Kaindra tidak datang ke Bratayeksa Company, hal itu membuat pikiran Jamal was-was. Ia takut Kaindra menjauh seperti dugaannya tadi bersama Melati.Ponselnya berdering dan langsung menyentak lamunannya, ia mengambil benda pipih itu dan mendapati Melati meneleponnya."Ada apa, Mel?" tanya Jamal."Kakek, aku dipecat dari Perusahaan Starlight oleh Pak Aaraf!" pekik gadis itu di seberang telepon."Bagaimana bisa?! Bukannya kinerjamu bagus?" Jamal meremas dadanya yang mendadak sakit, seperti ada yang menusuk-nusuk di sana.Sesak, tetapi saat mencoba menarik napas dadanya menjadi semakin terasa nyeri.'Argh ... sialan! Gara-gara memikirkan Kaindra dadaku sampai sakit!' "Nggak tahu, Kek. Pagi ini aku dipanggil ke ruangannya Pak Aaraf, lalu beliau mengatakan ada pengurangan staf. Aku sebenarnya juga diberi uang pesangon, tapi aku merasa ada yang janggal. Pasalnya, hanya aku yang dipecat. Kalau pengurangan staf 'kan seharusnya ada temannya, dong."Kening keriput itu semakin mengernyit
'Nama itu? Jadi ... dari tadi Mas Arsen memikirkan wanita itu?!' Arsen tidak kalah gelagapan saat mendapati istrinya tengah melotot ke arahnya. Pria itu langsung menggenggam tangan Shaynala, tetapi gadis itu dengan cepat menghempaskan tangannya."Jangan sentuh aku, Mas!" teriaknya dan lekas berdiri. "Kamu ... kamu memikirkan wanita lain?!"Tubuh mungil itu bergetar tidak karuan, napasnya tersengal-sengal. Ternyata sesakit ini melihat pria yang ia cintai menyebut nama wanita lain.Yeah, Shaynala terlanjur mencintai Arsen. Dan ia benci kenapa perasaan cinta itu harus tumbuh saat masalah ini baru terbongkar. Seharusnya ... ia tidak perlu melibatkan perasaannya."Dek, aku bisa jelaskan." Arsen turut bangun, tangannya terulur berusaha menjangkau sang istri yang terus melangkah mundur. "Aku ... a-aku tidak tahu kenapa bisa menyebut namanya.""Itu berarti otakmu tengah memikirkannya, Mas! Mustahil kamu menyebut namanya dalam tidur, kalau alam bawah sadarmu tidak mengingatnya!" Shaynala mera
Arsen mengganti sprei bekas pergulatan panas sore itu, bibirnya mengulas senyum saat melihat bercak darah berwarna merah di sprei putih tersebut.'Aku bahagia menjadi yang pertama untukmu, Shaynala.'Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka.Shaynala keluar dengan mengenakan handuk kimono, langkahnya tertatih dengan kedua kaki yang agak dibuka. Wajah cantik itu seperti tengah menahan kesakitan, juga terdengar ringisan lirih dari bibir tipisnya.Arsen menghampiri Shaynala dan lekas membopong tubuh mungil itu menuju ranjang, ia mendudukkan istrinya di sana dan tidak lupa kembali melabuhkan kecupan hangat pada kening."Perih?" tanya Arsen seraya menangkup sebelah pipi Shaynala.Wanita itu mengangguk, membuat Arsen gemas melihat wajah imut itu."Nanti kita obati pakai salep, ya. Sekarang Mas mau mandi dulu.""Iya, Mas."Shaynala melihat punggung Arsen hingga bayangan suaminya menghilang dari balik pintu kamar mandi. Menghela napas lirih, sembari tangannya mengelus-elus perutnya."Aku sudah meny
Setelah kepulangan Ryon, Kaindra langsung bergegas menyelesaikan beberapa berkas yang harus ia tandatangani. Namun, di tengah-tengah kegiatannya tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Aku belum mencari tahu tentang brankas yang hilang itu," gumamnya.Padahal hal itu adalah tujuan utamanya setelah masuk ke Bratayeksa Company. Namun, karena banyak sekali kesibukannya akhir-akhir ini, tujuan itu terlupa.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat pria itu tersentak dari lamunannya."Masuk!" teriaknya.Kaindra mengerutkan kening saat melihat Melati masuk ke ruangan ini, gadis dalam balutan pakaian formal itu menenteng goodie bag mini di tangan kanannya.'Dia nggak kerja hari ini?' batin Kaindra."Selamat pagi, Kak. Aku bawakan sambal cumi kesukaan kakak," ucap gadis itu dengan riang. Senyum manisnya merekah, tetapi sama sekali tidak membuat Kaindra turut mengulas senyum.Semenjak Jamal memintanya menikah dengan Melati, ia bertekad untuk menjauhi gadis itu. Selain agar tidak me