Setelah kepulangan Ryon, Kaindra langsung bergegas menyelesaikan beberapa berkas yang harus ia tandatangani. Namun, di tengah-tengah kegiatannya tiba-tiba ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Aku belum mencari tahu tentang brankas yang hilang itu," gumamnya.Padahal hal itu adalah tujuan utamanya setelah masuk ke Bratayeksa Company. Namun, karena banyak sekali kesibukannya akhir-akhir ini, tujuan itu terlupa.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuat pria itu tersentak dari lamunannya."Masuk!" teriaknya.Kaindra mengerutkan kening saat melihat Melati masuk ke ruangan ini, gadis dalam balutan pakaian formal itu menenteng goodie bag mini di tangan kanannya.'Dia nggak kerja hari ini?' batin Kaindra."Selamat pagi, Kak. Aku bawakan sambal cumi kesukaan kakak," ucap gadis itu dengan riang. Senyum manisnya merekah, tetapi sama sekali tidak membuat Kaindra turut mengulas senyum.Semenjak Jamal memintanya menikah dengan Melati, ia bertekad untuk menjauhi gadis itu. Selain agar tidak me
Hari-hari berlalu begitu cepat, tanpa terasa sudah satu minggu Arsen dan Shaynala membimbing tim khusus yang akan membantu Aaraf dan Ryon mengurus perusahaan.Hari ini mereka memutuskan pulang ke Jember, mobil mewah itu berhenti di pelataran luas kediaman Arsen tepat pada pukul lima sore."Langsung istirahat saja, Mas. Aku mau siapkan makan malam dulu," ucap Shaynala setelah menaruh tasnya di atas meja ruang tamu."Tidak usah masak, Dek. Kita pesan saja. Kamu pasti lelah habis perjalanan jauh," sahut Arsen seraya mengambil ponsel.Wanita itu mengangguk, kaki jenjangnya melangkah menuju kamar dan segera menyiapkan air hangat untuk mandi. Sekalian ia membersikan tubuh sembari menunggu pesanan makanan mereka sampai."Sepertinya besok aku harus bertemu dengan Karin dan Kak Elok untuk membatalkan gugatan itu," gumamnya setelah keluar dari kamar mandi.Shaynala mengenakan kaos kaki karena hawa dingin setelah tubuhnya terkena air, ia membawa langkah ke ruang tamu untuk meminta Arsen mandi.N
Diego baru saja menghentikan mobilnya di halaman luas Kediaman Arsen, pria itu datang atas panggilan bosnya yang akan membahas mengenai tes DNA antara Arsen dan janin yang dikandung oleh Larissa."Kau sudah mencari informasi tentang rumah sakit itu, Die?" tanya Arsen saat asisten pribadinya itu baru saja mendudukkan diri di sofa."Sudah, Pak. Saya juga memastikan kalau dokter yang akan menangani kasus ini benar-benar berkompeten, dan tidak akan ada yang bisa menyuap. Jadi, hasilnya nanti pasti akan akurat."Arsen manggut-manggut mendengar penjelasan Diego. "Kapan kita akan ke sana?" tanyanya."Terserah Bapak mau kapan, tapi lebih cepat lebih baik. Karena masa pemulihan operasi itu tidak terlalu lama, mengingat Larissa hanya menjalani operasi kecil. Jadi kalau kita segera ke sana, Larissa pasti juga masih ada di rumah sakit itu dan kita bisa langsung melakukan tes DNA," terang Diego."Yeah, aku setuju. Nanti aku pikirkan caranya untuk meminta izin kepada Shaynala."Diego mengangguk sin
Arsen dan Diego langsung menuju rumah sakit, mereka tidak menemui Larissa melainkan menemui Dokter yang akan mengurus serangkaian tes DNA."Mari saya antar ke ruangannya, Pak. Ibu Larissa sudah menunggu di sana bersama asisten saya," ucap Dokter wanita itu.Arsen mengangguk, ia bangkit dan mengikuti langkah sang Dokter. Pria itu sontak membuang pandangan matanya ke sembarang arah saat baru saja masuk ke ruangan khusus itu mendapati Larissa berbaring di ranjang."Silakan duduk, Pak," ucap Dokter.Arsen menurut, ia mau semua ini segera selesai, sehingga ia lebih memilih diam dan lagi pula malas sekali harus mengeluarkan suaranya.Menit berlalu ....Tanpa terasa serangkaian proses itu sudah selesai, Dokter mengatakan akan mengabari kalau hasilnya sudah keluar.Arsen berniat keluar dari ruangan itu setelah mengucapkan terima kasih, sayup-sayup ia mendengar Larissa memanggil suaranya. Suara wanita itu sangat lirih."Tidak apa-apa, Pak. Mungkin ada sesuatu yang penting," bisik Diego."Tidak
Kediaman Jamal | Siang Hari.Kaindra datang di saat jam makan siang karena hari ini Jamal ada agenda makan siang bersama kolega bisnis. Pria itu mengajak Ryon untuk menggeledah kediaman megah ini."Semua pengawal dan asisten rumah tangga sudah aku minta kembali ke paviliun. CCTV juga sudah aku matikan. Sekarang kita mulai dari mana?" tanya Kaindra."Bagaimana kalau ruang kerja?" Kaindra mengangguk. "Ayo kita ke sana," ucapnya sambil melangkah lebih dulu ke ruang kerja Jamal.Pintunya tidak di kunci, membuat Kaindra bisa masuk dengan mudah. Tanpa berlama-lama kedua pria itu langsung menggeledah semua laci, tetapi hingga hampir tiga puluh menit lamanya mereka tidak menemukan apa-apa."Sepertinya bukan di sini, Ndra," ucap Ryon."Yeah, mungkin di tempat lain. Kalau begitu kita akan ke kamarnya Jamal."Ryon mengangguk, pria itu segera mengikuti langkah sahabatnya masuk ke dalam lift. Pintu kamar berukuran paling besar di lantai dua kediaman ini juga tidak terkunci. "Syukurlah," gumam Ka
Pagi ini, Ryon memecat Bruno dengan alasan pengurangan karyawan. Ryon juga memberikan pesangon agar Bruno tidak curiga."Sepertinya ada satu lagi yang bergabung bersama Bruno, jika tidak salah dia adalah seorang pengawas di Bali. Ah, saya harus memeriksa semuanya, termasuk karyawan yang bertugas menjaga akomodasi barang," gumam Ryon.Dia mulai memeriksa data masuk barang, sesuatu yang tidak pernah dia periksa sebelumnya karena bukan tugasnya. Namun, demi memastikan tidak ada anak buah Jamal di perusahaan ini, dia harus melakukannya.Sementara itu, di tempat parkir, Bruno sedang berbicara dengan Jamal melalui telepon, menceritakan tentang pemecatannya hari ini yang jelas membuat Jamal marah."Mungkin kekhawatiran Melati benar, mereka sudah mengetahui rahasia kita!" pekik Jamal di seberang telepon."Saya rasa tidak, Pak. Beberapa karyawan juga telah dipecat seperti saya, dan desas-desus tentang PHK massal sudah menyebar di seluruh kantor," jelas Bruno.Tanpa sadar bahwa staf yang dipeca
Setelah Karin pulang, Shaynala masih duduk sendirian di kamarnya, merenung. Dia mengelus perutnya yang masih buncit dengan lembut, sambil memandang ke depan dengan tatapan kosong."Aku hamil?" gumamnya dengan suara pelan.Pikirannya masih kacau dan dia terkejut. Dia telah menghitung jadwal haidnya sejak tadi."Wah, ini terjadi begitu cepat," gumamnya lagi. "Haruskah aku memberitahu Mas Arsen? Atau sebaiknya aku diam saja?"Dia menghela napas dengan keras, lalu menggelengkan kepala."Ah, tidak usah. Aku tidak akan memberitahunya dulu, biar nanti menjadi kejutan. Lagipula, sebentar lagi adalah ulang tahun Mas Arsen," ucapnya sambil tertawa kecil.Shaynala menerima berita ini dengan bahagia, sambil terus memperhatikan perutnya yang masih rata dan mengelusnya dengan lembut."Terima kasih telah datang, Nak. Allah mengirimkanmu ke dalam rahim Mama sebagai penguat hubungan antara Papa dan Mama yang hampir hancur. Semoga, setelah kehadiranmu ... semuanya akan menjadi lebih baik, Nak," bisiknya
Kertas itu menunjukkan kecocokan antara DNA Arsen dengan janin yang dikandung Larissa. Tubuhnya yang kekar langsung lemas, dan ia merasakan getaran yang hebat karena menolak fakta ini."Kau sudah memastikan kalau tidak ada yang menyabotase hasilnya, Die? Tidak ada kebocoran di sini, kan?" tanya Arsen dengan suara lemah.Anggukan dari Diego membuatnya semakin memejamkan mata. Oh Tuhan... apa yang harus ia jelaskan kepada Shaynala nanti?"Saya sudah mengecek CCTV rumah sakit itu beberapa kali, Pak. Dan hasilnya tetap sama, tidak ada yang mencurigakan. Bahkan dokter turut mengklarifikasi kalau tes DNA ini dikawal ketat oleh orang-orang kita," jelas Diego dengan napas berat.Arsen tidak mampu menyahut, ia hanya bisa menggelengkan kepala seakan menolak fakta ini."Kata dokter, Larissa dan Bu Kinara sudah pulang sepuluh hari lalu, Pak. Keadaan Larissa baik dan janinnya selamat, tapi saya tidak mengecek ke rumah mereka." Diego melanjutkan ucapannya.Sesekali, Diego akan mendongakkan kepala da