Aaraf sampai dan menghentikan mobilnya di halaman rumah Danang, beberapa saat lalu pria itu menelepon dan menyuruh Aaraf untuk ke rumah saja karena kantor sudah tutup.Aaraf langsung membuka pintu mobil dan melangkah cepat memasuki rumah sederhana dua lantai tersebut. Danang sudah menunggu di ruang tamu, pria itu langsung mempersilakan Aaraf duduk di sofa."Ada apa, Nang?""Coba lihat poin ini, Gus." Danang menunjuk pada berkas kontrak kerjasama di atas meja. "Pasalnya menyebutkan perusahaan kita dan Adiyaksa Company akan menjalin kerjasama, tidak ada yang aneh di sini. Namun, pada pembagian keuntungan ditulis 80 banding 20. 80 untuk Adiyaksa, dan 20 untuk perusahaan kita, Gus. Apa ini tidak merugikan?" jelas Danang.Aaraf mengerutkan kening ketika melihatnya. Pasal itu ditulis di bagian lembar paling belakang, sehingga saat pengecekan kemarin Aaraf tidak sempat melihatnya karena terlalu percaya kepada Adiyaksa Company."Pasal berikutnya, kalau kita membatalkan kerja sama sebelum satu
Pagi-pagi sekali Aaraf sudah memarkirkan mobilnya di depan gedung pencakar langit bertuliskan Adiyaksa Company. Setelah semalaman begadang memikirkan hal ini, akhirnya pria itu nekat datang sendirian. Aaraf sudah siap dengan semua resikonya, ia tidak akan mengorbankan Danang karena sahabatnya itu sudah terlalu baik mau membantunya selama ini."Bismillah," gumamnya seraya membuka pintu dan langsung keluar dari mobil.Aaraf membawa langkah menuju resepsionis, ia mengatakan hendak menemui pimpinan utama dan salah satu staff mengantarkannya ke lantai paling atas.Pria itu diantarkan sampai ke depan pintu. Setelah staff tersebut pergi, Aaraf menemui sekretaris untuk melaporkan kedatangannya. Baru kemudian ia diantar masuk ke dalam ruangan pimpinan utama.Seorang pria mengenakan setelan formal tengah duduk di kursi kebesaran dengan posisi membelakangi Aaraf. Sejenak kemudian Aaraf mengerutkan kening, bukankah Pak Adiyaksa sudah beruban? Kenapa ini masih terlihat muda? Pikirnya."Selamat pagi
Beberapa saat lalu...Pagi ini Danang merasa tidak tenang, ia khawatir dan pikirannya penuh dengan Aaraf. Beberapa kali pria itu mondar-mandir di dalam ruangannya. "Nomornya masih tidak aktif," gumamnya saat entah yang ke berapa kalinya ia menghubungi ponsel Aaraf, tetapi hanya jawaban dari operator yang terdengar.Kedua tangannya menjambak rambut dengan frustasi, ia tidak akan bisa tenang kalau belum melihat Aaraf. Apalagi saat teringat kemarin ia sempat menyalahkan sahabatnya itu."Tolong lacak keberadaan mobil ini, aku akan kirimkan plat nomornya," ucap Danang pada seseorang di seberang telepon.Hacker terkenal yang juga bekerja freelance di perusahaan ini sebagai pimpinan IT. Menit berlalu...Sebuah deringan telepon menandakan panggilkan masuk, Danang langsung meraih benda pipih yang tergeletak di meja kerjanya dan lantas menekan ikon hijau."Halo. Bagiamana? Kau sudah menemukan titik lokasinya?" tanya Danang, langsung."Sudah, mobilnya berada di gedung Adiyaksa Company."Deg! D
Umik Salma mendudukkan dirinya di samping Danang, ia menatap lembut ke arah pria yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri itu."Tolong katakan, Nak. Kami merasa gagal sebagai orang tua karena tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi dengan anak kami. Tolong jangan buat kami semakin merasa bersalah, tolong ceritakan kronologi kejadiannya, Nak," ucap Umik dengan suara lirih.Danang tidak kuasa menolak kalau Umik sudah meminta, apalagi sampai memohon seperti ini. Pria itu menarik napas dalam, mengisi rongga dadanya yang mulai sesak dengan udara.Ia mulai menceritakan awal permasalahan, juga tentang perdebatan Aaraf dan Kayshilla di ruang kerja, sampai pada insiden hari ini yang membuat Umik hampir pingsan."Kenapa tidak bilang kepada kami? Aaraf bilang kalau dia dan Kayshilla liburan?! Tapi apa ini?!" tanya Abah dengan suara tertahan."Abah, sudah. Nanti kesehatan Abah menurun. Sudah, tenang," ujar Umik dengan suara lembutnya."Aaraf sudah menyembunyikan masalah besar ini, Mik. Baga
Devano dan Rayhan pulang dengan membawa rasa kecewa, raut wajah dua pria itu tertekuk karena tidak berhasil mendapatkan Kayshilla."Sekarang bagaimana?""Ya, pergi! Mau bagaimana lagi, Ray?""Jadi kau tidak mau mencari Kayshilla, Dev?! Mumpung suaminya sedang tidak berdaya sekarang, tidak akan ada yang bisa menyelamatkan Kayshilla saat ini. Kau tidak mau mencoba lagi?" tanya Rayhan."Lalu kita akan mencari ke mana? Dia saja tidak meninggalkan jejak di rumah itu. Lagi pula baju-bajunya juga masih di sana, kalaupun Kayshilla benar-benar pergi pasti lemarinya kosong."Rayhan mengerutkan keningnya, bingung. "Maksudmu?" tanyanya."Siapa tahu Kayshilla hanya pergi sebentar, dia akan kembali ke sini lagi untuk mengambil barang-barangnya," sahut Devano."Lalu?" tanya Rayhan yang membuat Devano sontak mendengus, ia kesal dengan rekannya yang tidak kunjung paham."Kita akan mengawasi rumah ini dulu sementara waktu. Nanti kalau memang Kayshilla tidak kembali, baru kita mencarinya. Entah kenapa a
Dua jam lebih Rafael mengendarai mobil, akhirnya ia sudah membelokkan mobilnya memasuki gerbang rumah sakit. Mereka semua turun dan lantas masuk menuju meja resepsionis, menanyakan ruangan Aaraf dan lantas menuju lift dengan seorang perawat yang mengantarkan.Sepanjang langkahnya Kayshilla terus merasakan jantungnya berdebar kencang, membayangkan apakah suaminya nanti akan marah karena kemarin dirinya sempat kabur."Kamu baik-baik saja, Kay?" tanya Adele yang melihat tubuh sahabatnya menggigil."A-Aku grogi, Del. Nanti Mas Aaraf marah nggak, ya? Aku kemarin 'kan sempat kabur dan pasti bikin semua orang panik," sahut Kayshilla.Adele tidak langsung menyahut, ia menarik pandangannya ke sembarang arah dengan helaan napas yang terdengar lirih.'Maaf, Kay. Aku nggak berani bilang kalau Kak Aaraf koma, takutnya kamu semakin khawatir,' batin Adele.Sementara Kayshilla semakin menunduk saat melihat respon Adele, ia mengira Adele juga berpikiran sama sepertinya. Namun, apapun yang terjadi pada
Kayshilla keluar dari ruangan Aaraf dengan langkah lunglai, wanita itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu, mengambil Shaynala dari gendongan Adele dan mendekapnya erat. Ia melabuhkan banyak kecupan sayang pada pipi gembul putrinya, seakan menjadikan Shaynala sebagai penguatnya saat ini."Kamu baik-baik saja, Kay?" Adele menepuk lembut bahu Kayshilla yang langsung membuat wanita itu menoleh.Kayshilla menggelengkan kepala, menatap Adele dengan pandangan sayu. "Tidak, Del. Aku tidak baik-baik saja," sahutnya.Adele memeluk tubuh Kayshilla dari samping. "Sabar. Tuhan memberikan ujian ini karena kamu kuat, Kay. Kamu harus yakin kalau kamu bisa melewati ini.'"Ini ujian atau karma, Del? Aku takut ini karma karena pertengkaran kemarin, dan sikap kita tidak ada yang dewasa.""Hust!" Adele menarik kepala sahabatnya untuk bersandar di bahunya. "Kalian orang baik, tidak ada karma kecuali itu juga karma baik," ucapnya lagi.Kayshilla tidak menyahut, ia masih larut dalam tangisnya. Hanya ada dir
Keesokan paginya.Di sisi lain, Rayhan baru saja tertangkap tepat pada pukul delapan pagi. Dua peluru bersarang di betisnya karena ia sempat berusaha kabur, sehingga menyebabkan langkahnya pincang."Argh! Pelan-pelan!" teriak Rayhan saat beberapa polisi dengan kasar menarik tubuhnya.Ia dibawa ke klinik di seberang kantor polisi untuk mengeluarkan peluru, sementara Danang yang sedari tadi mengekor di belakang membelokkan mobilnya menuju kantor polisi.Keluar dari mobil dan lantas masuk, ia disambut oleh beberapa petugas yang berjaga di sana. Kakinya melangkah semakin masuk hingga tiba di depan sel tahanan Devano, tampak pria itu masih memejamkan matanya meringkuk di pojok sel.Ada meja dan kursi panjang di depan sel tahanan, di sana ia melihat Bu Ratna menelungkupkan kepala di atas meja. Danang berjalan mendekat, ia mendapati Bu Ratna memejamkan mata dengan dengkuran halus yang terdengar teratur. 'Sepertinya beliau kelelahan mengurus kasus Devano sendirian semalaman,' batin Danang da