Share

Cemburu?

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-31 10:52:46

Malam-malam kami masih sama, Gus Aaraf fokus pada ponselnya, dan aku fokus menderas mushaf. Sesekali Gus Aaraf akan membenarkan bacaanku yang salah, tetapi pandangannya tetap tidak terlepas dari ponsel.

"Besok kamu sudah masuk kuliah, aku sudah mengurus pendaftarannya."

"Iya, Gus." Aku meletakkan mushaf tanpa bertanya lebih jauh lagi.

"Setiap hari akan ada supir yang akan mengantarkan kamu, karena aku nggak mengizinkan kamu pergi sendirian. Aku besok juga sudah mulai masuk kantor."

"Saya siapkan pakaiannya dulu kalau begitu, Gus. Besok kamu mau bawa bekal?"

Gus Aaraf menggeleng, "nggak usah."

"Lalu makan siangnya gimana?"

"Di sana ada kantin, banyak juga yang jualan makanan."

Aku mengangguk, "baiklah kalau begitu, Gus. Saya cuma khawatir kalau kamu telat makan siang."

Pria tampan dengan balutan kaos oblong dan sarung itu meletakkan ponselnya, netranya menatap fokus ke arahku dengan rahang menegas.

"Kenapa? Aku bukan anak kecil, Kay. Kamu nggak perlu berlebihan seperti ini!"

Tenggorokanku menelan saliva dengan susah saat mendengar ucapan sarkasnya. Yeah! Lagi-lagi aku harus bersabar karena dia tidak nyaman dengan sikapku.

"Maaf, Gus."

Gus Aaraf menggelengkan kepala, "ada-ada saja!" ketusnya seraya kembali mengembalikan fokus ke araf ponsel.

Aku langsung melepas mukena dan beranjak menuju lemari. Ada banyak setelan kemeja formal dan jas di dalamnya. Tanganku meraih satu stel pakaian dan membawanya untuk disetrika.

Sesekali aku melirik ke arah Gus Aaraf yang tidak juga bergeming. Ada sakit saat diabaikan olehnya, tetapi juga ada rasa bersyukur saat dia membiarkanku memegang barangnya.

***

Pagi ini aku sudah siap dengan semua perlengkapan kuliah, juga Gus Aaraf yang sudah rapi dengan baju yang ku siapkan semalam. Pria tampan itu semakin berwibawa saat mengenakan setelan formal dengan balutan jas, tetapi sayangnya Abah mertua tidak setuju dengan perusahaannya.

"Nanti biar Pak Ilham nungguin kamu, ya, Nduk. Jadi kalau mau pulang nggak ribet."

"Iya, Umik. Mungkin hari pertama nggak akan terlalu siang."

"Seharusnya Aaraf yang nganterin kamu, Kay. Tapi sayangnya dia malah terlalu sibuk sama perusahaan yang nggak ada gunanya itu!" sahut Abah.

"Abah ... sudahlah. Biarkan putra kita membuktikannya."

"Tiga tahun, Mik. Dan belum ada hasil apa-apa? Kalau saja Aaraf nurut menjalankan pabrik, pasti Abah nggak akan capek, dan bisa menemani Umik menjaga Santri." Abah menghela napas panjang.

"Nanti Kay akan temani Umik mengaji sama Santri, ya, Bah. Jangan pikirkan macam-macam, karena Abah dan Umik harus selalu sehat," sahutku yang merasa tidak tega melihat pria paruh baya itu.

Putranya memang mempunyai pemikiran yang bertolak belakang, sehingga hal itu membuat Abah meradang.

"Makasih, Kay. Beruntung kami punya menantu yang mengerti seperti kamu. Jadi selama Abah mengurus pabrik, tolong kamu temani Umik. Abah juga kasihan kalau Umik mengurus Santri sendirian, soalnya Aaraf juga cuek sama Pesantren."

Aku mengangguk patuh, "doakan saja, Abah."

Pria paruh baya itu mengelus kepalaku sembari bibirnya menggumamkan doa. Sesekali ujung netraku melirik kepada Gus Aaraf, nampak ia memalingkan pandangan.

"Kalau Begitu Kay berangkat dulu, Abah, Umik."

"Iya, Nduk. Hati-hati, ya."

Aku menyalami tangan kedua mertuaku dan mengecup pipi mereka dengan hangat, kemudian tanganku mengulur menyalami Gus Aaraf. Namun, pria tampan itu malah menggandeng tanganku keluar.

"Apa maksudnya, Kay?"

"Apa, Gus?" tanyaku balik.

"Kamu sengaja berbicara seperti tadi? Kamu sengaja berlagak seolah menenangkan Abah yang tengah memarahiku untuk merebut perhatiannya?! Iya?!"

Aku menggeleng dengan netra yang mulai memanas, "nggak ada pikiran seperti itu, Gus. Saya cuma menyampaikan apa yang telah saya sepakati kemarin sama Umik. Saya memang berniat menemani Umik mengurus Santri."

"Kamu mau cari perhatian sama orang tuaku? Setelah kamu nggak mendapatkannya dari aku, kamu mengambil perhatian Abah dan Umik. Lalu nanti kamu minta Abah dan Umik untuk memaksaku menerima kamu?!"

Aku menggeleng. Suara pelan Gus Aaraf begitu menusuk gendang telingaku, bahkan lelaki itu memelototi ku seolah istrinya ini adalah seorang penjahat.

"Katakan, Kay! Apa yang sudah kamu bicarakan sama Abah dan Umik?! Kamu bilang kalau rumah tangga kita lagi nggak baik? Kamu ngadu dan akhirnya Umik kemarin jatuh sakit?!" tuduhnya lagi.

"Astaghfirullah, Gus! Demi Allah saya nggak melakukan seperti itu! Saya nggak bilang apa-apa."

Gus Aaraf menggeram lirih, "kamu masuk ke pernikahan ini karena permintaan Abah 'kan? Pantas saja sikap kamu sama seperti Abah yang nggak pernah cocok sama aku!"

Pria tampan itu pergi begitu saja dari hadapanku. Dia tidak peduli dengan lelehan air mata yang merembes turun membasahi pipi. Dia langsung masuk ke mobilnya dan melaju pergi meninggalkan halaman luas ini.

Aku tidak menyangka suamiku akan semarah ini, padahal niatku adalah menyenangkan hati mertua seperti perintah orang tuaku. Namun Gus Aaraf salah paham, dia telah memandangku keliru hari ini, dan aku tidak dapat memberinya penjelasan.

Aku sangat takut hubungan kami kian berjarak.

***

Islamic University.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang, itu artinya sudah waktunya untuk pulang.

"Hai, kamu mahasiswi baru, ya? Kok saya baru lihat?" tanya Pak Devano, Dosen muda yang mengisi kelasku pagi ini.

"Iya, Pak. Saya pindahan dari jember."

"Oh, gitu. Kamu juga nggak ikut masa pengenalan 'kan?" tanyanya lagi dan aku hanya menimpali dengan gelengan singkat.

Pria berusia matang dengan perawakan tinggi tegap itu masih duduk di kursinya, sehingga aku juga memilih kembali duduk ke kursiku. Masih ada beberapa teman di kelas ini, jadi tidak masalah aku rasa kalau menjawab beberapa pertanyaan dari Pak Devano.

"Nama kamu siapa?"

"Kayshilla Chandra, Pak."

"Oh, Kayshilla. Semoga kamu betah, ya, mengikuti kelas saya. Ada teman-teman yang akan membantu kalau kamu bingung dengan beberapa materi, soalnya kelas ini sudah berjalan beberapa kali pertemuan."

"Iya, Pak. Terima kasih."

"Sama-sama. Ya sudah kalau begitu, saya keluar dulu. Oh, iya ... kamu juga boleh kalau mau tanya-tanya langsung sama saya, asal masih di jam kerja."

"Baik, Pak."

Aku menundukkan wajah selama berinteraksi dengannya, kecuali saat beliau tadi menerangkan materi. Aku rasa ini adalah pembicaraan pribadi, bukan pelajaran. Jadi tidak etis rasanya memandang lawan jenis terlalu lama.

Setelah Pak Devano keluar kelas, aku juga memutuskan keluar setelahnya. Bibirku selalu mengulas senyum saat berpapasan dengan mahasiswi lain. Hingga tidak terasa langkahku sudah sampai di parkiran.

"Loh, mobilnya Pak Ilham ke mana? Kok nggak ada?"

Aku celingak-celinguk melihat ke arah depan, tetapi nihil. Bahkan saat aku menghubungi Pak Ilham, beliau juga tidak mengangkat ponsel.

TIN!

Aku sontak terlonjak kala mendengar bel dari arah belakang. Ternyata sebuah mobil dan aku baru sadar posisiku sedang berdiri di tengah gerbang.

"Lagi ngapain, Kay?"

"Pak Devano?" gumamku saat kaca mobil itu diturunkan.

"Kamu lagi ngapain berdiri celingak-celinguk di situ?" tanyanya lagi.

"Oh, lagi nungguin jemputan, Pak."

"Mau bareng saya saja?"

Aku menggelengkan kepala dengan kedua tangan mengatup di depan dada, "tidak, Pak. Makasih sebelumnya, tapi sebentar lagi jemputan saya juga datang, kok."

"Ini sudah siang dan panas, jam makan siang juga. Memangnya kamu nggak lapar? Ayo ... nggak papa kalau mau bareng."

"Nggak usah, Pak. Maaf!" tolakku tegas.

Namun Pak Devano terus memaksa bahkan hampir keluar dari mobilnya, tetapi tiba-tiba sebuah tangan menggenggam pergelangan tanganku hingga membuatku tersentak.

"Wanita ini sudah menolak, kenapa Anda masih memaksa?! Apa Anda tidak jelas juga?"

Gus Aaraf. Yeah, suamiku datang dengan gagahnya sebagai penolong. Ia tidak membiarkan Pak Devano menjawab dan langsung menggandeng tanganku menuju mobilnya.

Brakkk! Suamiku menutup pintu mobil dengan kencang.

"Dia siapa?" Gus Aaraf bertanya tanpa memandang ke arahku. Tangannya sibuk memasang seat belt, sepersekian detik kemudian ia mulai melajukan mobil.

"Dia siapa, Kayshilla?!"

"Dia Dosen di kelas saya, Gus."

"Kalian tampak akrab. Kamu ini istri orang, tidak seharusnya kamu dekat-dekat dengan laki-laki yang bukan mahram."

Aku sontak memandangnya, wajah tampan itu masih datar dengan rahang mengeras. Apa dia mimpi berbicara seperti barusan?

"Aku nggak mau lihat kamu dekat dengan laki-laki lain! Jangan lupakan satu hal, Kay! Kamu bukan lagi wanita bebas, kamu adalah istriku!"

Aku hanya mengangguk dengan kening mengerut.

"Kenapa? Kamu cemburu?"

Pria di sebelahku ini langsung gelagapan, "ng-nggak! Aku hanya menjaga kamu! Kamu 'kan tanggung jawabku, kalau kamu dekat-dekat sama laki-laki lain dan akhirnya dosa, aku juga yang kena! Ini bukan cemburu. Nggak mungkin aku cemburu!"

"Iya deh ...," sahutku.

'Dia nggak kepentok meja 'kan bicara kayak gini? Ih, tapi kenapa aku gemes, ya, sama gengsinya,' batinku menahan gelak tawa.

Bab terkait

  • Merebut Hati Suamiku   Pendekatan Palsu

    Gus Aaraf langsung keluar dari mobil tanpa berbicara apapun, dia meninggalkanku sendirian di sini yang masih bingung menatapnya. Kalau dia tidak mencintaiku, kenapa harus bersikap seperti ini? Apa jangan-jangan sedikit demi sedikit aku sudah berhasil nengusik pikirannya?"Kamu sangat misterius, Gus," gumamku.Kakiku melangkah bergantian memasuki rumah dan langsung menunju kamar. Pemandangan yang pertama kali aku lihat adalah Gus Aaraf yang tengah menggelar sajadah."Cepat wudhu. Kita sholat bareng.""Iya, Gus."Kalau dia seperti ini, jujur saja perasaanku menghangat. Aku adalah wanita normal yang mendambakan sikap manis suaminya, bukankah wajar kalau aku ingin Gus Aaraf bersikap lembut?Usai sholat Gus Aaraf mengulurkan tangan sehingga aku langsung menyambutnya. Ini adalah pertama kali aku mencium tangan suamiku setelah sholat selama satu bulan pernikahan.'Ya Allah, apakah hatinya sudah melunak? Atau ini karena perasaan bersalahnya pagi tadi? Apapun itu, aku sangat bahagia dengan pe

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Merebut Hati Suamiku   Pertunangan Ayrani

    "Malam ini kita pakai baju couple, ya, Gus.""Buat apa?"Gerakanku memilah baju di lemari sontak terhenti mendapati jawaban dinginnya."Biar kita serasi, Gus." Aku menoleh ke arah suamiku yang masih asyik dengan ponselnya. Pria tampan itu hanya mengangguk tanpa menjawab kata-kataku barusan, ia sama sekali tidak mengangkat pandangannya.Dengan cepat tanganku mengambil gamis berwarna coklat, tidak lupa kemeja, dan sarung untuk Gus Aaraf dengan warna senada. Setelah semuanya tertata rapi di ranjang, langkahku lantas menuju kamar mandi guna menyiapkan air hangat. "Silakan mandi dulu, Gus. Airnya sudah siap." Aku mengganti keset dan menaruh handuk untuknya, tetapi suamiku sama sekali tidak bergeming.'Kuatkan aku, Ya Allah. Setelah ini Ayrani akan menikah, jadi Gus Aaraf tidak ada pilihan lain selain merelakannya. Semoga ini menjadi jalan untuk kami bisa semakin dekat,' batinku.Aku kembali ke ranjang untuk menyiapkan beberapa kado. Umik bilang kami harus memberikan bingkisan sebagai ucap

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-02
  • Merebut Hati Suamiku   Gus Aaraf Sakit

    Pagi ini suasana mendung dengan rintik halus air hujan yang semakin membuat suasana dingin. Aku malangkah ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat, kemudian baru memanggil suamiku. Namun, keningku mengerut saat mendapati pria tampan itu masih membungkus tubuhnya dengan selimut, padahal beberapa saat lalu ia sudah duduk."Gus, air hangatnya sudah siap."Gus Aaraf hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun."Mau mandi sekarang atau nanti, Gus? Kalau nanti biar saya duluan yang mandi, takutnya airnya jadi dingin.""A-Aku dingin, Kay ...."Keningku semakin mengerut mendengar suaranya menggigil, dengan perlahan punggung tanganku menyentuh keningnya. "Ya Allah! Kamu panas banget, Gus." Aku langsung keluar dari kamar dan berlari menuju kamar Umik, tetapi sayangnya beliau masih menyimak ngaji.Untungnya ada Kang Ilham sedang membersihkan halaman, segera aku memanggilnya untuk membantu membawa Gus Aaraf ke rumah sakit, khawatir kalau sakitnya akan bertambah parah."Mbak, nanti tolong b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-03
  • Merebut Hati Suamiku   Sisi Lain Gus Aaraf — Memperingati Ayrani

    Hari ini Gus Aaraf sudah diperbolehkan pulang, syukurlah kalau begitu. Seharian kemarin aku sangat khawatir dengan kondisinya, beruntung Tuhan memberikan kesembuhan dengan cepat kepada suamiku.Kami tiba di rumah dan langsung disambut oleh Abah dan Umik. Mertuaku meminta maaf lantaran kemarin tidak bisa meninggalkan santri, sehingga mereka tidak bisa ke rumah sakit.Aku hanya mengangguk, berbeda dengan suamiku yang hanya diam bahkan tidak ada ekspresi berarti di wajahnya. Aku langsung mengantarkan Gus Aaraf beristirahat di kamar."Hari ini kamu di ranjang saja, Gus, 'kan masih sakit. Saya bisa kok tidur di sofa.""Makasih, Kay.""Saya ambilkan makanan dulu, Gus. Kebetulan tadi saya pesan bubur ayam. Kayaknya sudah datang."Pria tampan dengan balutan kemeja oblong itu hanya mengangguk, kemudian dengan cepat aku mengambil makanan, setelahnya langsung kembali ke kamar. Gus Aaraf masih dalam posisinya bersandar di ranjang, pandangannya lurus ke depan, entah apa yang ia pikirkan."Gus? Mau

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-04
  • Merebut Hati Suamiku   Kekhawatiran Kayshilla

    Malam ini kondisi Gus Aaraf lebih stabil, jadi kami bisa menghadiri acara pelantikan di aula pondok. Kami mengenakan pakaian dengan warna senada, sepanjang jalan tanganku juga terus menggamit mesra lengan kekar Gus Aaraf. Kami selayaknya pasangan bahagia, tanpa ada yang tahu kalau badai di dalam dadaku hampir memporak-porandakan kewarasanku.Aula besar ini sudah tertata banyak kursi dan meja, Gus Aaraf lantas menuju tempat Abah dan para ustadz. Sedangkan aku menuju tempat Umik yang tengah sibuk berkoordinasi dengan santri senior."Bagaimana, Umik?" tanyaku yang lantas membuat Umik berpaling."Semuanya sudah selesai, Nduk. Kita tinggal menunggu beberapa menit lagi, ayo kita duduk di sana."Aku mengangguk dan lantas mengikuti Umik yang menggandeng tubuhku menuju meja deretan depan. Umik terus menggenggam tanganku. Ah, beliau memang sangat menyayangiku.Sesekali ujung netraku melirik ke tempat Gus Aaraf duduk. Pria tampan itu tampak asyik berbincang dengan para ustadz, semoga saja Gus Aa

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-05
  • Merebut Hati Suamiku   Hanya Sandiwara

    Mobil mewah yang kami tumpangi ini memasuki halaman saung sederhana bergaya jawa yang terletak di tengah sawah, pandanganku mengedar ke sekeliling, ada beberapa mobil yang terparkir di sini. Gus Aaraf mengajakku keluar dan kami melangkah bersama memasuki saung."Aku dulu waktu masih kuliah sering makan di sini, Kay. Semoga kamu juga cocok sama makanannya," ucap Gus Aaraf seraya keluar dari mobil.Pria tampan itu menggandeng tanganku saat kami membelah kerumunan orang-orang yang tengah mengantre memesan makanan, sontak saja jantungku berlompatan, aku bahkan bisa merasakan detak jantungku sendiri."Tumben banget pagi-pagi sudah rame." Suamiku itu masih celingak-celinguk mencari tempat duduk yang kosong. Hingga akhirnya dia kembali menggandeng tanganku menuju saung yang terletak di pinggir sungai kecil."Kita duduk di sini saja, ya," ucapnya yang lantas aku angguki.Kami duduk berhadapan dipisahkan dengan meja kecil, dengan posisi ini aku bisa memperhatikan wajah tampan Gus Aaraf. Walaup

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • Merebut Hati Suamiku   Bertemu Adele

    Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka, saat itu juga aku langsung memejamkan mata. Bukannya tidak ingin mengantarkan suamiku ke depan, tetapi aku takut tidak kuasa saat sadar suamiku hendak bertemu wanita lain.Beberapa menit kemudian terdengar deru mobil meninggalkan halaman, saat itu juga air mataku langsung luruh. Aku benci pada diriku sendiri yang tidak berdaya dan hanya bisa menangis. Aku iri pada Ayrani yang dicintai sebegitu dalamnya oleh suamiku.Saking lelahnya menangis, tanpa terasa kelopak mataku semakin berat. Aku tertidur entah jam berapa, yang pasti saat ini kepalaku rasanya juga sangat pusing. ***Pagi hari."Loh, kok kamu di sini ...?!" Aku langsung menghambur pada pelukan Adele saat mendapati sahabatku itu baru saja turun dari mobilnya.Niatku pagi ini ingin menemani Umik menyimak ngaji harus terhenti saat melihat mobil yang bagiku tidak asing itu baru saja berhenti di halaman luas kediaman Abah, sepersekian detik kemudian Adele keluar dengan senyum merekah."Kayshilla .

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Merebut Hati Suamiku   Saran dari Adele

    "Gus Aaraf nggak mencintai aku, Del."Sahabatku itu tertegun, ia langsung menatap tajam ke arahku, sedangkan aku memilih terus menunduk. Rasanya sangat sesak sekali, aku membutuhkan teman bicara yang mana dia tidak akan tersakiti dengan sikap Gus Aaraf.Aku tidak pernah jujur kepada Abah dan Umik karena takut Mertuaku akan sakit hati memikirkan putranya. Akhirnya aku memilih Adele."Dia tidak mencintaimu?"Aku mengangguk. "Gus Aaraf bilang sendiri. Dan hari ini dia pergi janjian sama wanita lain, kekasihnya sendiri, Del. Bukan aku yang Gus Aaraf inginkan, tapi wanita lain!" pekikku tertahan.Adele langsung menggandeng tanganku untuk pergi dari kedai ini, ia membawaku ke mobil, dan berhenti di alun-alun kota. Adele turun terlebih dahulu kemudian aku mengikutinya yang berhenti di depan penjual es krim."Kamu beli es krim sejauh ini?" tanyaku tidak percaya.Adele hanya terdiam, tetapi senyum manisnya sudah menjawab semua pertanyaanku. Ia membeli dua buah eskrim, dan berpindah ke penjual

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08

Bab terbaru

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Ending

    Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D

  • Merebut Hati Suamiku   BAB 199

    Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Mendapatkan Donor Jantung

    Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Wasiat Terakhir Kaindra

    Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p

  • Merebut Hati Suamiku   BAB 196

    PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Tertembak

    Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Kekecewaan Shaynala

    David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se

  • Merebut Hati Suamiku   SEASON 2 || Kecelakaan

    Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang

  • Merebut Hati Suamiku   BAB 192

    "Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"

DMCA.com Protection Status