Aku masih mengingat dengan baik rasa sakit itu. Aku tidak percaya bahwa hubungan yang sudah satu tahun ini aku rajut dengan ketulusan dan kesabaran yang tak ada habis nya tiba-tiba diputuskan sepihak oleh Alka. Alka adalah sosok yang awalnya begitu berarti untukku, namun sekarang dia tak lebih dari sekedar masa lalu.
***
Aku turun dan berlari kearah pantai, aku tidak dapat memikirkan kemana aku harus pergi dan meluapkan semua emosi ku saat ini. Aku menjatuhkan tubuh ku pada sebuah batu karang. Memandang nanar pada buih-buih ombak sambil terus terisak. Aku tak dapat merasakan apapun selain sesak didalam dada ku. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa Alka, cinta pertama yang selalu aku banggakan di depan semua orang tega menyakiti hatiku seperti ini.
Beberapa jam yang lalu semuanya baik-baik saja sampai ketika aku mendapati Alka meminta ku untuk datang ke Cafe tempat kami biasa bertemu. Tidak ada yang janggal, semua tampak biasa saja, dan sepertinya aku sedang beruntung karena siang ini jalanan tak begitu padat. Aku melajukan mobil ku dengan cepat menuju ke Cafe dimana Alka sudah menunggu ku. Sesekali bibir ku tersenyum simpul. Ah, aku memang sedang merindukan Alka. Satu tahun panjang yang kami lalui bersama seolah tak mengurangi sedikitpun cinta dan kekaguman ku pada Alka.
Tak butuh waktu lama, aku sudah berada di depan Cafe dan masuk dengan perasaan yang sangat senang. Seperti biasa aku langsung mencium aroma coklat yang begitu lekat yang selalu aku sukai ketika berada di Cafe ini. Aku selalu mengatakan kepada Alka bahwa tempat ini cukup hangat untuk sekedar menghabiskan waktu bersama nya dan membicarakan hal konyol apapun. Sesaat pandangan ku menyapu keseluruh ruangan mencari sosok Alka. Senyum ku merekah ketika aku mendapat lelaki yang aku cintai sedang duduk disudut ruangan meski aku yakin Alka tidak menyadari kedatangan ku saat itu. Aku pun berlari kecil dan memeluk Alka dari belakang.
"Hai sayang, maaf ya lama" Ucap ku sambil menaruh tas hitam kecil yang Alka berikan untukku di hari ulang tahun ku tahun lalu di bangku yang lain.
"Mau pesen apa?" Tanya nya dengan nada yang dingin.
"Hm gausah deh, kamu mau ngapain nyuruh aku kesini?"
"Aku mau ngomong sama kamu"
Aku seperti menyadari bahwa mungkin Alka akan mengatakan hal yang serius, dengan cepat aku membenarkan posisi duduk dan menatap lurus ke arah Alka.
"Ngomong apasih sayang? Serius banget kayaknya, ada apa?" Tanya ku sambil terus tersenyum ke arah Alka.
Alka memejamkan matanya sejenak dan mengambil nafas dalam. "Aku mau kita putus."
Aku mengangkat sebelah alis mata ku sebagai tanda kebingungan dengan perkataan yang baru saja Alka katakan, aku seolah tidak memahami apa yang baru saja keluar dari mulut Alka. Aku tak mengerti lelucon macam apa ini. Dengan sedikit keraguan aku pun tertawa berusaha mencairkan suasana, "Hahaha kamu lucu deh, hmm sekarang hari apa ya? Anniversary kita? Bukan. Ulang tahun aku ya? Bukan juga, ulang tahun kamu juga bukan, jangan ngerjain aku gitu ah" Aku masih saja berusaha menebak apa yang sedang coba disampaikan oleh Alka dengan candaan.
"Cit aku rasa ucapan aku tadi cukup jelas. Aku nggak bisa lagi sama kamu. Dan makasih buat semua yang udah kamu kasih selama ini." Alka mengucapkannya dengan cukup jelas meskipun suaranya terdengar sedikit bergetar.
Dan tak butuh waktu lama ia begitu saja meninggalkan ku yang hanya diam terpaku ditempat duduk ku. Suara ku tercekat bahkan hanya untuk menahan Alka yang mulai menghilang dari pandangan ku. Aku terdiam dan berusaha menguasai diri semampuku, tapi aku merasakan mata ku yang semakin berat dan perih, aku tau benar kini air mata ku mulai berlinangan, dada ku sakit seolah sedang dihantam batu besar, sesak.
Aku bangkit dan berusaha mengejar kepergian Alka, namun nihil, Alka memang sudah meninggalkan ku. Dengan air mata yang terus mengalir aku pun berjalan ke parkiran, sesekali aku melihat pandangan beberapa orang yang melihat ku keheranan, aku tetap berjalan ke parkiran dan mengemudikan mobil ku dengan kecepatan tinggi. Kepala ku mulai sakit, memang sepertinya ini adalah hal paling tidak masuk akal yang harus aku terima.
Aku tidak dapat memikirkan apapun. aku meraih Handphone ku dan mencoba menghubungi Alka beberapa kali. Namun nampaknya usaha ini juga sia-sia, Alka sama sekali tidak mengangkat telfon ku seperti sengaja menghindari ku. Aku tidak tau kemana aku harus pergi dan meluapkan sakit hatinya, sesaat yang terpikirkan oleh ku adalah Pantai. Aku ingin menangis dan teriak sekeras yang aku mampu, aku ingin semesta tau bahwa saat ini aku sedang kecewa, aku melajukan mobil ku dengan kecepatan tinggi menuju Pantai terdekat dari tempat ku saat ini.
Butuh waktu sedikit lama untuk aku sampai di Pantai ini, aku memakirkan mobil ku dan berjalan gontai lurus ke arah pantai, hembusan angin pantai, suara ombak yang bertabrakan dengan batu karang mulai membuat diriku sedikit tenang, aku melihat batu karang yang lumayan besar dan aku putuskan untuk naik ke atas nya, aku berdiri di atas bebatuan besar, menatap kosong ke arah laut.
Aku berusaha memutar otak mencoba menemukan apa yang salah dari diriku sampai hal ini bisa terjadi. Apa yang telah aku lakukan sampai-sampai orang yang aku tahu begitu mencintaiku memilih mengakhiri hubungan ini. Cinta pertama ku, memutuskan hubungan ini tanpa menjelaskan apapun yang membuat ku mengerti. Disaat seperti ini siapa lagi yang dapat aku hubungi selain Sarah, dengan cepat aku mencari handphone ku, merogoh ke dalam tas dan mulai menghubungi Sarah.
"Halo? Citra?"
"Ha--halo Sar--Sarah" Aku berusaha mengumpulkan tenaga untuk setidaknya membalas sapaan Sarah. Namun suara ku benar-benar tercekat.
Sarah terkejut mendengar suara ku yang demikian, Sarah menduga sesuatu buruk tengah menimpa aku saat itu, "Citra? Lo kenapa? Nangis?"
"E--Engga, Sar gue mau minta to--"
"Lo dimana Cit?" Sarah menyela ucapan ku begitu saja.
"Pantai A"
"Gue kesana sekarang, jangan kemana-mana dan jangan coba-coba ngelakuin hal bodoh"
"Sar---"
"Tutt...tutt"
Tanpa sepatah kata pun Sarah langsung memutuskan telfon dan dengan cepat bergegas menyusul keberadaan ku saat ini. aku tahu mungkin Sarah khawatir aku akan melakukan hal bodoh yang bisa saja membahayakan diriku.
***
Dari kejauhan aku melihat Sarah yang mengedarkan pandangan nya untuk mencari ku. Sesaat setelah ia mendapatkan aku yang terduduk di atas baru karang ia langsung berlari menuju tempat dimana aku berada.
"Citra, yaampun lo kenapa sih?" ucapnya setelah berhasil menemukan ku, aku membantu nya untuk naik ke atas batu karang dan memeluknya dengan erat, aku berusaha menenangkan diri ku yang tampak benar-benar kacau.
Aku tak dapat mengucapkan apapun. Pikiran ku berkecamuk, namun lidah ku terasa kelu. aku ingin mengatakan banyak hal. Tapi yang keluar dari mulut ku hanya bisikan menyuarakan nama Alka.
"Iya Alka kenapa Cit? Lo kenapa?" Sarah berusaha sabar menunggu penjelasan ku.
Setelah cukup lama terisak dalam pelukan Sarah, akhirnya aku berusaha mengatakan sesuatu, aku mengangkat kepala ku dari bahu Sarah dan tertunduk menyeka air mata.
"Alka...Alka mutusin gue Sar." Ucap ku dengan terbata-bata.
Mendengar hal itu Sarah berusaha tidak menampakan gurat keterkejutannya tapi aku tahu saat ini ia sama kecewa nya dengan ku. Ia berdiri, menarik tangan ku dan mengajak ku duduk ke sebuah saung yang tak jauh dari bibir pantai. Aku pun mengikuti Sarah dengan tenaga yang hampir habis, kaki yang seakan sudah tak mampu lagi melangkah.
"Kenapa? kalian berantem?" Tangan Sarah menyeka air mata yang mengalir di pipi ku, Sarah berusaha menggali apa yang memang terjadi.
Aku menggeleng sambil terus terisak "Dia tiba-tiba mutusin gue Sar."
Sarah tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Alka, ia tak habis pikir bagaimana mungkin Alka tega memutuskan hubungan ini tanpa memberikan alasan yang jelas kepada ku, bagaimana mungkin Alka tega menyakiti ku sampai seperti ini. Namun sarah cukup tenang untuk tidak menunjukan kesedihannya di hadapan Citra hanya sesekali ia menunjukkan rasa kecewa nya pada Alka.
Aku paham Sarah tidak ingin aku semakin larut dalam kesedihan. Meskipun beberapa kali ia menunjukkan rasa kebencian yang kian muncul pada Alka. Sebenarnya sudah sejak awal ia tidak menyukai Alka. Namun ia selalu diam dan tidak pernah menunjukkan hal itu pada ku secara terang-terangan. Sarah sama sekali tidak ingin merusak kebahagiaan yang aku miliki saat itu bersama Alka.
"Gue harus gimana Sar, tolong cari Alka Sar." Aku mengusap perlahan air mata yang tak henti mengalir di pipi ku.
"Gak, Cit. Lo nggak perlu lagi nyari Alka. Gue nggak bisa liat lo diperlakuin kayak gini sama cowo brengsek kayak dia, lo tenang aja gue yang bakal bales semuanya" Ucap Sarah sambil memeluk ku dengan erat.
Aku masih lebih dari sekedar mampu untuk menangkap nada marah dalam suara Sarah. Aku memahami bagaimana Sarah menilai Alka. Namun di sisi lain aku tidak ingin Sarah melakukan hal bodoh yang dapat menyakiti Alka.
"Cit, pokoknya lo gaboleh ya hanyut dalam keadaan kayak gini terus, gue yang bakal bantu lo move on, gue yang bakal nemenin setiap hari lo untuk bangkit lagi, dan gue mohon lupain Alka ya Cit, gue sayang sama lo Cit, gue gamau lo kayak gini lagi setelah kejadian ini" Sarah mengatakannya seolah mengerti bahwa dalam hati ku terselip keraguan untuk melepaskan Alka.
Aku memahaminya. aku tak memberikan penolakan apapun dan semakin erat memeluk Sarah. Bukankah seharusnya aku memang bersyukur bahwa Tuhan mengirimkan Sarah sebagai sahabat ku selama ini?
Aku dan Sarah menghabiskan waktu cukup lama di Pantai ini, menikmati hembusan angin yang sedikit membuat ku lega dan tenang. Berkali - kali Sarah terus mengatakan bahwa Alka bukan lah satu-satu nya, aku hanya tersenyum miris mendengar setiap ucapan Sarah, karna pada kenyataannya hanya Alka satu-satu nya lelaki yang aku harapkan untuk waktu yang lama, bahkan untuk waktu yang aku tak tau kapan akan berakhir meskipun aku sadar bahwa saat ini hingga kedepannya Alka sudah bukan milikku lagi.
Setelah kejadian kemarin, hari ini aku sudah mulai merasa lebih baik meski sesekali jika teringat Alka, air mata ku masih mengalir dengan deras. Hari ini Sarah mengajak aku pergi, aku tau Sarah hanya ingin aku melupakan Alka sejenak. S
Rintik hujan terus membasahi tanah dan dedaunan yang ada di sekitar, aku dan Sarah pun terpaksa hanya berdiam diri di Villa karna takut hujan akan semakin deras bila kami memaksakan untuk pergi keluar. Ini adalah hari kedua aku dan Sar
Aku terbangun oleh suara handphone ku yang berbunyi nyaring, aku melihat sekeliling kamar yang berantakan seperti habis terjadi gempa besar, aku pun bangun dan berusaha untuk duduk menyandarkan badan ke tembok dan berusaha untuk memulihkan diri ku.Perlahan aku bangun dan berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, rasa nyeri mulai terasa dibagian tangan yang sudah dibalut oleh kassa, aku hanya meringis kesakitan. Dengan langkah yang pelan aku pun berjalan gontai menggapai handphone ku yang tergeletak di sudut kamar.Hancur.Hanya suara nya saja yang berfungsi, sisa nya hancur, bahkan aku pun tak bisa mengangkat telfon itu karna layar handphone ku yang retak, aku tak tahu siapa yang menelfon saat itu. Aku menghembuskan nafas kasar frustasi, sekarang aku menyesali emosi ku yang tak terkendali beberapa jam lalu."Harusnya tadi jangan di lempar, ancur, nanti kalo Alka nyariin gimana" - batin ku.Kembali aku melihat tangan ku yang sudah dibalut oleh kassa, air m
Pagi ini langit sedang bersahabat, cahaya hangat yang menyinari pepohonan, kicauan burung yang terdengar saling bersautan, aku menikmati setiap hembusan angin di teras depan villa, duduk di sebuah kursi rotan ditemani dengan secangkit teh hangat dan beberapa potong biskuit keju kesukaanku yang sudah Sarah beli sebelum kami datang ke Villa ni.Aku memang berencana bangun lebih pagi, aku ingin menikmati suasana damai yang menenangkan jiwa sebelum aku kembali ke Jakarta."Aku kangen kamu" Ucap ku dengan lirih sambil menatap lurus kedepan.Sejak kemarin, aku berusaha membujuk Sarah untuk meminjamkan handphone nya, aku berharap bisa mendengar suara Alka hari ini, aku khawatir Alka akan mencari ku karena sudah beberapa hari ini handphone ku rusak. Namun nihil, Sarah tetap pada pendirian nya dan semakin berusaha menjauhkan aku dari Alka.Bagi ku, melupakan Alka sama hal nya dengan menyelam ke dasar laut tanpa peralatan menyelam, bahkan sebelum mencapai dasar,
Terkadang kita harus mengingat masa lalu sepahit apapun itu, karna dibalik kejadian tragis di setiap berakhir nya suatu hubungan, kita akan selalu dibawa untuk mengingat momen-momen indah bersama seseorang yang pernah kita cintai.*****Aku menutup pintu rumah, duduk di bangku yang ada di teras rumah ku untuk menunggu Alka menjemput ku. Senyum ku mengembang ketika membayangi lelaki itu sebentar lagi akan datang dan menyambutku dengan senyuman hangat dan sebuah pelukan yang terasa sangat nyaman.Berulang kali aku berdiri dan melihat refleksi diri ku di kaca jendela, mencoba merapihkan diri ku untuk Alka. Hingga tak lama suara motor yang sangat aku kenal berhenti tepat di depan pagar rumah ku, jantung ku berdegup kencang, dengan susah payah aku mengatur nafas ku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu, namun bagi ku setiap pertemuan dengan Alka terasa sama seperti pertama kali kamu bertemu, sangat mendebarkan.Aku berjalan ke depan pagar, membuka nya dan l
Aku tersadar setelah mendengar suara yang sangat aku kenali. Perlahan aku membuka mata, sesaat mata ku menangkap sosok seorang laki-laki yang sedang menangis sambil menggenggam tangan ku."Papa" Ucap ku dengan nada lirih.Begitu mendengar suara ku, Hendra--Papa ku segera mengangkat wajah nya dan dengan cepat mengelap air mata dengan tangan nya. "iya nak, Citra udah bangun ya? apa yang kamu rasain? Papa panggilin dokter ya" Papa ku mengelus-elus tangan dan kening ku pelan."keluar" Aku menarik tangan nya dari genggaman Papa ku."Citra...""Aku bilang keluar, keluar sekarang juga" Aku memalingkan wajah ku, sejujurnya diri ku enggan untuk melihat sosok Papa.Sekuat tenaga aku menahan tangis ku. Papa berusaha untuk menggenggam tangan ku."Gara-gara Papa" Ucap ku lirih, kali ini aku tak kuasa menahan air mata yang perlahan mengalir.Mendengar hal itu Papa ku terdiam, kali ini ia melepaskan genggamannya. "Maksud kamu apa nak?"Se
Selesai mengerjakan Sholat, Sarah dengan cepat merapihkan mukena nya dan menelfon ibu nya untuk mengemasi pakaiannya dan mengabarkan akan menginap di rumah sakit serta memberi tahu kondisi ku saat ini. Setelah itu ia memesan gosund untuk mengirimkan pakaian nya ke rumah sakit. Sesekali Sarah menatap aku dengan tatapan iba. Jauh di dalam lubuk hati nya mungkin sebenarnya Sarah merasa kecewa dengan perbuatan ku sekarang, namun aku rasa Sarah akan sangat mengerti dorongan kuat yang membuat ku melakukan perbuatan ini.Tak lama aku merasakan kantuk yang hebat, mungkin ini efek obat yang baru saja disuntikkan oleh Perawat, aku pun menutup mataku perlahan dan mencoba untuk tertidur lelap, namun samar-samar aku mendengar suara Sarah, tangannya mengelus rambut ku."Apa sih Cit yang buat lo se-cinta ini sama si kampret" Ucap nya dengan pelan, lebih terdengar seperti berbisik.Aku masih berpura-pura tertidur, ah tidak lebih tepatnya mencoba untuk tertidur, S
Sarah masih berusaha menghentikan tangis nya, banyak orang yang melewati nya langsung memperhatikan namun enggan untuk bertanya. Dengan sekuat tenaga Sarah menghentikan tangisan nya, mengelap air mata nya dan beranjak masuk ke dalam ruangan.Ia berjalan pelan kearah ku, sebelum Sarah masuk aku sudah terlebih dahulu menyeka air mata ku dan kembali berpura-pura tidur di atas kasur ku. Sarah mendekati dan menggenggam tangan ku, aku bisa merasakan betapa menyiksa nya kejadian ini untuk nya. Sarah mengahapus air mata dan berusaha menangkan diri kemudian mengambil handphone yang sebelum nya ia letakkan di atas sofa dan berjalan keluar.Gua butuh ngopi nih, pening banget kepala - Batin nya.Sarah menghampiri salah satu Perawat yang sedang berjaga dan meminta Perawat tersebut untuk mengecek ke dalam ruangan ku setiap 5 menit sekali, ia beralasan bahwa aku sendirian di dalam kamar dan ia khawatir sesuatu terjadi jika ia tak ada disini.kemudian ia pun d
Aku terbangun dengan suara ketukan di pintu kamar ku, aku menatap dinding, jam menunjukkan pukul 8 malam. Pintu terbuka, seorang laki-laki masuk ke dalam kamar ku."Maaf aku bangunin kamu ya?"Aku menggeleng sambil memegang dahi ku, "Engga, kenapa?"Alka mengelus rambut ku dan tersenyum hangat, "Gapapa, aku mau pamit pulang sama kamu""Pulang tinggal pulang gak perlu pamit""Tetep harus pamit, yaudah aku pulang dulu ya? kamu sehat-sehat" Ucap nya kemudian berdiri dari sisi kasur ku.Aku terdiam menatap punggung nya yang kian menjauh dari pandangan ku. Namun, belum sempat ia keluar kamar aku kembali memanggilnya, "Tunggu, ada yang harus kita omongin" Ucap ku sambil berusaha bangun dan menyenderkan tubuh ku ke dinding.Ia menghampiriku dan duduk di sisi kasur ku, "Apa?""Sampe kapan kita bohongin mama dan semua orang?""Bohongin apa?" Tanya Alka.Diluar kamar, ternyata Mama sudah berada di depan pintu, keadaan pintu yan
Pagi ini aku dibantu Mama dan Sarah membereskan perlengkapan ku, Dokter berkata bahwa hari ini aku sudah diizinkan untuk pulang. Sebelum pulang Mama membantu ku mandi sementara Alya hanya tiduran di atas kasur ku sambil memainkan Ipad nya. Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, Mama dan Sarah izin kebawah untuk menyelesaikan urusan administrasi ku sementara aku dan Alya saling berdiam diri, anak itu benar-benar asyik dengan game yang ia mainkan di Ipad. Aku duduk di sofa sembari mencari channel televisi kartun yang biasa tayang di pagi hari, aku meminta Alya untuk mengambilkan biskuit yang ada di dalam nakas. Sekali, dua kali, hingga tiga kali aku memanggil nama nya namun ia tidak menghiraukan aku, bahkan ia tidak menoleh sedetik pun ke arah ku.Gemas. Aku beranjak berjalan menghampiri Alya dan mulai mengelurkan jurus kelitikan yang spontan membuat Alya terperanjat kaget
Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka, ternyata Sarah sudah datang. Langit sore terlihat semakin gelap, jam menunjukkan pukul 18:49. Sarah menaruh tas nya diatas sofa dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu. Baru saja ia ingin memulai berwudhu aku langsung memanggil nama nya. Dengan cepat Sarah menghampiri ku."Kenapa?" Tanya Sarah dari depan pintu kamar mandi."mau ngapain?""Shalat""Oh yaudah shalat dulu aja deh tapi lampu diatas kasur gua tolong matiin dong pusing nih kepala""Iya nanti abis wudhu ya"Aku hanya menganggukkan kepala ku. Sarah kembali melanjutkan wudhu dan shalat nya dengan cepat. Setelah berdoa ia langsung membereskan mukena dan sajadah lalu mematikan lampu sesuai permintaan ku.Selang beberapa menit pintu kembali terbuka, kali ini seorang Dokter perempuan beserta 3 Perawat masuk ke dalam ruangan."Permisi, udah waktu nya di periksa ya" Ucap Dokter itu sambil berusaha memba
Sarah masih berusaha menghentikan tangis nya, banyak orang yang melewati nya langsung memperhatikan namun enggan untuk bertanya. Dengan sekuat tenaga Sarah menghentikan tangisan nya, mengelap air mata nya dan beranjak masuk ke dalam ruangan.Ia berjalan pelan kearah ku, sebelum Sarah masuk aku sudah terlebih dahulu menyeka air mata ku dan kembali berpura-pura tidur di atas kasur ku. Sarah mendekati dan menggenggam tangan ku, aku bisa merasakan betapa menyiksa nya kejadian ini untuk nya. Sarah mengahapus air mata dan berusaha menangkan diri kemudian mengambil handphone yang sebelum nya ia letakkan di atas sofa dan berjalan keluar.Gua butuh ngopi nih, pening banget kepala - Batin nya.Sarah menghampiri salah satu Perawat yang sedang berjaga dan meminta Perawat tersebut untuk mengecek ke dalam ruangan ku setiap 5 menit sekali, ia beralasan bahwa aku sendirian di dalam kamar dan ia khawatir sesuatu terjadi jika ia tak ada disini.kemudian ia pun d
Selesai mengerjakan Sholat, Sarah dengan cepat merapihkan mukena nya dan menelfon ibu nya untuk mengemasi pakaiannya dan mengabarkan akan menginap di rumah sakit serta memberi tahu kondisi ku saat ini. Setelah itu ia memesan gosund untuk mengirimkan pakaian nya ke rumah sakit. Sesekali Sarah menatap aku dengan tatapan iba. Jauh di dalam lubuk hati nya mungkin sebenarnya Sarah merasa kecewa dengan perbuatan ku sekarang, namun aku rasa Sarah akan sangat mengerti dorongan kuat yang membuat ku melakukan perbuatan ini.Tak lama aku merasakan kantuk yang hebat, mungkin ini efek obat yang baru saja disuntikkan oleh Perawat, aku pun menutup mataku perlahan dan mencoba untuk tertidur lelap, namun samar-samar aku mendengar suara Sarah, tangannya mengelus rambut ku."Apa sih Cit yang buat lo se-cinta ini sama si kampret" Ucap nya dengan pelan, lebih terdengar seperti berbisik.Aku masih berpura-pura tertidur, ah tidak lebih tepatnya mencoba untuk tertidur, S
Aku tersadar setelah mendengar suara yang sangat aku kenali. Perlahan aku membuka mata, sesaat mata ku menangkap sosok seorang laki-laki yang sedang menangis sambil menggenggam tangan ku."Papa" Ucap ku dengan nada lirih.Begitu mendengar suara ku, Hendra--Papa ku segera mengangkat wajah nya dan dengan cepat mengelap air mata dengan tangan nya. "iya nak, Citra udah bangun ya? apa yang kamu rasain? Papa panggilin dokter ya" Papa ku mengelus-elus tangan dan kening ku pelan."keluar" Aku menarik tangan nya dari genggaman Papa ku."Citra...""Aku bilang keluar, keluar sekarang juga" Aku memalingkan wajah ku, sejujurnya diri ku enggan untuk melihat sosok Papa.Sekuat tenaga aku menahan tangis ku. Papa berusaha untuk menggenggam tangan ku."Gara-gara Papa" Ucap ku lirih, kali ini aku tak kuasa menahan air mata yang perlahan mengalir.Mendengar hal itu Papa ku terdiam, kali ini ia melepaskan genggamannya. "Maksud kamu apa nak?"Se
Terkadang kita harus mengingat masa lalu sepahit apapun itu, karna dibalik kejadian tragis di setiap berakhir nya suatu hubungan, kita akan selalu dibawa untuk mengingat momen-momen indah bersama seseorang yang pernah kita cintai.*****Aku menutup pintu rumah, duduk di bangku yang ada di teras rumah ku untuk menunggu Alka menjemput ku. Senyum ku mengembang ketika membayangi lelaki itu sebentar lagi akan datang dan menyambutku dengan senyuman hangat dan sebuah pelukan yang terasa sangat nyaman.Berulang kali aku berdiri dan melihat refleksi diri ku di kaca jendela, mencoba merapihkan diri ku untuk Alka. Hingga tak lama suara motor yang sangat aku kenal berhenti tepat di depan pagar rumah ku, jantung ku berdegup kencang, dengan susah payah aku mengatur nafas ku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu, namun bagi ku setiap pertemuan dengan Alka terasa sama seperti pertama kali kamu bertemu, sangat mendebarkan.Aku berjalan ke depan pagar, membuka nya dan l
Pagi ini langit sedang bersahabat, cahaya hangat yang menyinari pepohonan, kicauan burung yang terdengar saling bersautan, aku menikmati setiap hembusan angin di teras depan villa, duduk di sebuah kursi rotan ditemani dengan secangkit teh hangat dan beberapa potong biskuit keju kesukaanku yang sudah Sarah beli sebelum kami datang ke Villa ni.Aku memang berencana bangun lebih pagi, aku ingin menikmati suasana damai yang menenangkan jiwa sebelum aku kembali ke Jakarta."Aku kangen kamu" Ucap ku dengan lirih sambil menatap lurus kedepan.Sejak kemarin, aku berusaha membujuk Sarah untuk meminjamkan handphone nya, aku berharap bisa mendengar suara Alka hari ini, aku khawatir Alka akan mencari ku karena sudah beberapa hari ini handphone ku rusak. Namun nihil, Sarah tetap pada pendirian nya dan semakin berusaha menjauhkan aku dari Alka.Bagi ku, melupakan Alka sama hal nya dengan menyelam ke dasar laut tanpa peralatan menyelam, bahkan sebelum mencapai dasar,
Aku terbangun oleh suara handphone ku yang berbunyi nyaring, aku melihat sekeliling kamar yang berantakan seperti habis terjadi gempa besar, aku pun bangun dan berusaha untuk duduk menyandarkan badan ke tembok dan berusaha untuk memulihkan diri ku.Perlahan aku bangun dan berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, rasa nyeri mulai terasa dibagian tangan yang sudah dibalut oleh kassa, aku hanya meringis kesakitan. Dengan langkah yang pelan aku pun berjalan gontai menggapai handphone ku yang tergeletak di sudut kamar.Hancur.Hanya suara nya saja yang berfungsi, sisa nya hancur, bahkan aku pun tak bisa mengangkat telfon itu karna layar handphone ku yang retak, aku tak tahu siapa yang menelfon saat itu. Aku menghembuskan nafas kasar frustasi, sekarang aku menyesali emosi ku yang tak terkendali beberapa jam lalu."Harusnya tadi jangan di lempar, ancur, nanti kalo Alka nyariin gimana" - batin ku.Kembali aku melihat tangan ku yang sudah dibalut oleh kassa, air m