Rintik hujan terus membasahi tanah dan dedaunan yang ada di sekitar, aku dan Sarah pun terpaksa hanya berdiam diri di Villa karna takut hujan akan semakin deras bila kami memaksakan untuk pergi keluar.
Ini adalah hari kedua aku dan Sarah berada di Villa ini. Sore ini kami hanya menghabiskan waktu dengan menonton televisi namun tiba-tiba aku teringat akan mimpi ku kemarin, jujur aku sangat merindukan Alka yang selama ini aku fikir Alka lah orang pertama dan terakhir untuk ku, namun ternyata semesta berkata lain.
Aku pun izin masuk ke kamar dengan alasan ingin merebahkan badan ku di kasur, aku menaiki anak tangga dengan pikiran yang bercabang, dan mata yang mulai terasa basah, setelah berada di kamar aku pun langsung mengunci pintu, aku hanya tak ingin Sarah mengetahui apa yang sebenarnya aku lakukan di dalam kamar. Ya, bukan untuk merebahkan badan ku tapi untuk menangis mengingat kembali kenangan ku dengan Alka.
Hujan yang semakin deras pun makin membuat suasana sore ini menjadi lebih terasa, disudut kamar ini aku terus saja memandangi foto-foto ku bersama Alka yang masih aku simpan di dalam handphone. Sejujurnya sering terlintas dibenak ku untuk mengakhiri hidup ku, rasa sakit yang Alka berikan terasa sangat nyata, namun disisi lain aku pun memikirkan perasaan orang-orang terdekat yang menyayangi ku jika aku sampai mengakhiri hidup ku hanya karna Alka.
Air mata yang awal nya hanya setetes itu pun mulai membanjiri kedua pipi ku, rasa sakit yang aku rasakan sekarang benar-benar membuat hidup ku terasa gelap.
Aku benar-benar tak kuasa menahan semua rasa sakit yang aku rasakan saat ini, cengeng? Aku rasa tidak, aku hanya tak tahu harus menunjukkan rasa sakit ku seperti apa selain menangis. Menangis untuk terus berharap Alka akan kembali ke kepada ku.
Aku pun mengingat setiap kenangan bersama Alka, kenangan saat pertama kali Alka meminta ku untuk menjadi pacar nya, kenangan saat Alka rela menunggui ku yang sedang sakit dirumah sakit tanpa mengenal rasa lelah, dan semua kenangan yang semakin membuat air mata membanjiri pipi ku, bahkan bantal yang sedari tadi aku peluk pun sudah sangat basah.
Di depan Sarah mungkin aku akan menjadi sosok yang 'Pasti kuat pasti bisa' namun kesendirian tak mampu membohongi siapapun lagi, di dalam kesendirian ini aku hanya bisa menangis menumpah kan semua rasa sakit yang Alka tinggalkan untukku.
Benci? Tidak, aku sama sekali tak benci. Marah? Tidak juga. Kecewa? Ya, mungkin itu yang sekarang aku rasakan. Rasa kecewa lah yang membuat rasa sakit ini semakin terasa. Suara air hujan yang deras dan langit yang gelap pun seakan-akan menggambarkan keadaan ku yang sekarang.
Pada titik ini aku terus memikirkan apa yang salah dengan diriku, dengan hubungan kami, apa yang telah aku perbuat sehingga Alka dengan mudah melepas kan aku.
Aku segera mengambil handphone dan mencari nomor Alka, aku pun berusaha menguatkan hati untuk tetap mencari tahu alasan dibalik Alka memutuskan hubungan kami, dengan tangan yang gemetar aku pun mencoba menelfon Alka dan seketika telfon itu pun langsung dimatikan oleh Alka, perasaan amarah mulai muncul menyesakkan dada.
Namun aku kembali menguatkan diri dan mengubungi Alka lagi untuk bertanya perihal alasan berakhirnya hubungan ku dengan Alka, aku pun menelfon nya sekali lagi dengan harap cemas. Tanpa aku duga kali ini Alka mengangkat telfon.
"Halo" Suara itu membuat ku seketika diam membeku, aku tahu betul suara ini pernah menjadi penguat nya dalam keadaan apapun, suara yang hampir setiap malam aku dengar dengan penuh rasa bahagia dan rasa tenang.
"Ka, ini Citra"
"Aku tau, nomor kamu masih aku simpen Cit"
Sekuat tenaga aku menahan tangis yang sudah tak terbendung, aku tak mau Alka tahu bahwa aku masih menangisi nya, aku tak ingin membuat Alka khawatir, atau begitu yang ada di benak ku sampai saat ini meskipun aku tahu bahwa itu tidak sepenuh nya benar.
"Kamu apa kabar? udah 2 hari kita ga ngobrol semenjak hari itu"
Lagi, aku mengingat hari itu dengan jelas, hari dimana kebahagian berubah menjadi sebuah kepiluan tanpa persiapan apapun.
Hembusan nafas terdengar dari sebrang sana, aku tahu Alka sangat tidak ingin berbasa - basi dengan ku, "Langsung to the point aja Cit, kenapa?" Ucap nya.
Kembali aku terdiam, diam menahan tangis yang sudah tak sanggup lagi aku tahan.
"Halo, Cit aku matiin ya kalo diem aja"
"Tunggu, aku cuma mau tanya sebenernya aku salah apa sama kamu? apa yang salah sama hubungan kita?"
Alka terdiam, hanya terdengar hembusan nafas dari sebrang sana "Cit, kamu gak salah, ini salah aku, aku yang udah gak bisa cinta lagi sama kamu, perasaan aku udah nge-freeze buat kamu Cit, aku gatau apa yang aku rasain, aku gak bisa maksain hubungan kalo aku aja gak ngerasain apapun, aku harap kamu ngerti"
Deg!
Kali ini air mata tumpah dengan deras nya membasahi pipi. Tak perduli apakah Alka akan mendengar nya, rasa nya seperti dihujam oleh bebatuan api tanpa henti. Sakit. Hanya itu yang bisa aku rasakan, aku tak menyangka akan mendengar alasan itu dari seseorang yang sangat aku cintai dan aku pikir dia juga sangat mencintai ku, perkataan itu keluar dari mulut seseorang yang dahulu selalu takut jika sewaktu-waktu aku pergi dari nya, seseorang yang selalu meminta aku untuk tetap tinggal bagaimana pun keadaannya, dan seseorang yang selalu menjadikan aku sebagai penguatnya.
Dengan spontan aku langsung melempar handphone ku ke tembok dengan keras, menghancurkan segala sesuatu yang ada di depan mata ku, Sarah yang mendengar suara benda yang terjatuh serta tangis kencang dari kamar ku pun bergegas berlari ke arah kamar. Aku mendengar ketukan dan suara Sarah di balik pintu tapi pintu sengaja aku kunci.
Sarah yang semakin panik berusaha mendobrak pintu kamar ku, namun tenaga nya tak cukup kuat untuk mendobrak pintu, Sarah terus berteriak memanggil nama ku, aku paham Sarah mungkin sedang ketakutan setengah mati karna tahu betul jika aku sudah seperti ini, hal buruk akan aku lakukan. Aku mendengar Sarah menangis berteriak memohon kepada ku agar aku mau membuka pintu kamar, tak ada balasan dari dalam kamar, hanya suara tangis ku yang semakin kencang dan begitu getir terdengar.
Dari balik pintu aku mendengar Sarah yang hanya bisa memohon dan memohon agar aku tak melakukan hal bodoh, lagi.
Namun, semuanya terlambat, aku sudah lebih dulu menyayat pergelangan tangan ku dengan membabi buta. Tak terhitung banyak nya sayatan dan darah yang terus mengalir dari pergelangan tangan ku.
Sarah berteriak berkata bahwa ia tak ingin kejadian beberapa tahun lalu terulang. Malam itu, aku menelfon Sarah dengan menangis getir memohon pertolongan, tanpa bertanya apapun Sarah langsung pergi ke rumah ku dan shock ketika menemukan aku sudah tergulai lemas di lantai dengan berlumuran darah, aku mengiris pergelangan tangan ku karna mengingat kejadian saat Ayah mengkhianati aku dan Ibu nya.
Saat itu aku melihat Sarah benar-benar hancur, Sarah langsung menbantuku duduk dan membalut pergelangan tangan ku dengan sebuah kain, tak henti doa terucap dari mulutnya memohon agar aku nya tak meninggalkan nya malam itu.
"Cit, gue mohon buka pintu nya Cit, Alka mungkin bakal baik-baik aja kehilangan lo dan dengan gampang cari pengganti lo, tapi gue engga, gue bukan cuma kehilangan seorang Citra, gue kehilangan sebagian jiwa gue Cit, tolong buka" Teriak Sarah dengan tangis yang terdengar begitu getir.
Hening.
Aku terdiam dan berhenti menyayat kedua tangan ku mendengar perkataan Sarah, hingga terdengar teriakan Sarah memanggil serta memohon aku mau membuka pintu, ia terus memukul pintu dengan keras, sekeras yang ia bisa.
Tak lama aku pun memutuskan untuk membuka pintu, Sarah melihat ku yang sudah sangat berantakan, serta tangan yang berlumuran darah. Sarah memeluk ku dengan erat, namun aku hanya bisa terdiam, aku menatap mata nya dengan penuh kehampaan, dengan cepat Sarah pergi ke bawah untuk mencari obat-obatan agar bisa membalut luka ku, aku tahu bukan hanya aku yang hancur, diri nya hancur tak kala melihat aku yang memilih untuk melukai diri ku sendiri, setidaknya Sarah bisa tau bahwa ini adalah patah hati terhebat ku.
Sekembali nya Sarah, ia langsung membersihkan dan membalut luka ku, sementara aku hanya diam terpaku menatap tembok, sesekali air mata terjatuh dalam keheningan. Tak ada rintihan ketika Sarah mengobati luka di tangan ku, padahal luka itu sangat banyak, sayatan demi sayatan memenuhi tangan ku.
"Cit, kalo sakit bilang gue ya, gue bakal stop supaya lo ga kesakitan" Sambil menyela air mata nya, Sarah lanjut membersihkan darah di tangan ku.
Aku hanya diam, karna aku tau, luka yang ada di tangan ku saat ini tidak sebanding dengan luka yang terasa di hati.
Aku terbangun oleh suara handphone ku yang berbunyi nyaring, aku melihat sekeliling kamar yang berantakan seperti habis terjadi gempa besar, aku pun bangun dan berusaha untuk duduk menyandarkan badan ke tembok dan berusaha untuk memulihkan diri ku.Perlahan aku bangun dan berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, rasa nyeri mulai terasa dibagian tangan yang sudah dibalut oleh kassa, aku hanya meringis kesakitan. Dengan langkah yang pelan aku pun berjalan gontai menggapai handphone ku yang tergeletak di sudut kamar.Hancur.Hanya suara nya saja yang berfungsi, sisa nya hancur, bahkan aku pun tak bisa mengangkat telfon itu karna layar handphone ku yang retak, aku tak tahu siapa yang menelfon saat itu. Aku menghembuskan nafas kasar frustasi, sekarang aku menyesali emosi ku yang tak terkendali beberapa jam lalu."Harusnya tadi jangan di lempar, ancur, nanti kalo Alka nyariin gimana" - batin ku.Kembali aku melihat tangan ku yang sudah dibalut oleh kassa, air m
Pagi ini langit sedang bersahabat, cahaya hangat yang menyinari pepohonan, kicauan burung yang terdengar saling bersautan, aku menikmati setiap hembusan angin di teras depan villa, duduk di sebuah kursi rotan ditemani dengan secangkit teh hangat dan beberapa potong biskuit keju kesukaanku yang sudah Sarah beli sebelum kami datang ke Villa ni.Aku memang berencana bangun lebih pagi, aku ingin menikmati suasana damai yang menenangkan jiwa sebelum aku kembali ke Jakarta."Aku kangen kamu" Ucap ku dengan lirih sambil menatap lurus kedepan.Sejak kemarin, aku berusaha membujuk Sarah untuk meminjamkan handphone nya, aku berharap bisa mendengar suara Alka hari ini, aku khawatir Alka akan mencari ku karena sudah beberapa hari ini handphone ku rusak. Namun nihil, Sarah tetap pada pendirian nya dan semakin berusaha menjauhkan aku dari Alka.Bagi ku, melupakan Alka sama hal nya dengan menyelam ke dasar laut tanpa peralatan menyelam, bahkan sebelum mencapai dasar,
Terkadang kita harus mengingat masa lalu sepahit apapun itu, karna dibalik kejadian tragis di setiap berakhir nya suatu hubungan, kita akan selalu dibawa untuk mengingat momen-momen indah bersama seseorang yang pernah kita cintai.*****Aku menutup pintu rumah, duduk di bangku yang ada di teras rumah ku untuk menunggu Alka menjemput ku. Senyum ku mengembang ketika membayangi lelaki itu sebentar lagi akan datang dan menyambutku dengan senyuman hangat dan sebuah pelukan yang terasa sangat nyaman.Berulang kali aku berdiri dan melihat refleksi diri ku di kaca jendela, mencoba merapihkan diri ku untuk Alka. Hingga tak lama suara motor yang sangat aku kenal berhenti tepat di depan pagar rumah ku, jantung ku berdegup kencang, dengan susah payah aku mengatur nafas ku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu, namun bagi ku setiap pertemuan dengan Alka terasa sama seperti pertama kali kamu bertemu, sangat mendebarkan.Aku berjalan ke depan pagar, membuka nya dan l
Aku tersadar setelah mendengar suara yang sangat aku kenali. Perlahan aku membuka mata, sesaat mata ku menangkap sosok seorang laki-laki yang sedang menangis sambil menggenggam tangan ku."Papa" Ucap ku dengan nada lirih.Begitu mendengar suara ku, Hendra--Papa ku segera mengangkat wajah nya dan dengan cepat mengelap air mata dengan tangan nya. "iya nak, Citra udah bangun ya? apa yang kamu rasain? Papa panggilin dokter ya" Papa ku mengelus-elus tangan dan kening ku pelan."keluar" Aku menarik tangan nya dari genggaman Papa ku."Citra...""Aku bilang keluar, keluar sekarang juga" Aku memalingkan wajah ku, sejujurnya diri ku enggan untuk melihat sosok Papa.Sekuat tenaga aku menahan tangis ku. Papa berusaha untuk menggenggam tangan ku."Gara-gara Papa" Ucap ku lirih, kali ini aku tak kuasa menahan air mata yang perlahan mengalir.Mendengar hal itu Papa ku terdiam, kali ini ia melepaskan genggamannya. "Maksud kamu apa nak?"Se
Selesai mengerjakan Sholat, Sarah dengan cepat merapihkan mukena nya dan menelfon ibu nya untuk mengemasi pakaiannya dan mengabarkan akan menginap di rumah sakit serta memberi tahu kondisi ku saat ini. Setelah itu ia memesan gosund untuk mengirimkan pakaian nya ke rumah sakit. Sesekali Sarah menatap aku dengan tatapan iba. Jauh di dalam lubuk hati nya mungkin sebenarnya Sarah merasa kecewa dengan perbuatan ku sekarang, namun aku rasa Sarah akan sangat mengerti dorongan kuat yang membuat ku melakukan perbuatan ini.Tak lama aku merasakan kantuk yang hebat, mungkin ini efek obat yang baru saja disuntikkan oleh Perawat, aku pun menutup mataku perlahan dan mencoba untuk tertidur lelap, namun samar-samar aku mendengar suara Sarah, tangannya mengelus rambut ku."Apa sih Cit yang buat lo se-cinta ini sama si kampret" Ucap nya dengan pelan, lebih terdengar seperti berbisik.Aku masih berpura-pura tertidur, ah tidak lebih tepatnya mencoba untuk tertidur, S
Sarah masih berusaha menghentikan tangis nya, banyak orang yang melewati nya langsung memperhatikan namun enggan untuk bertanya. Dengan sekuat tenaga Sarah menghentikan tangisan nya, mengelap air mata nya dan beranjak masuk ke dalam ruangan.Ia berjalan pelan kearah ku, sebelum Sarah masuk aku sudah terlebih dahulu menyeka air mata ku dan kembali berpura-pura tidur di atas kasur ku. Sarah mendekati dan menggenggam tangan ku, aku bisa merasakan betapa menyiksa nya kejadian ini untuk nya. Sarah mengahapus air mata dan berusaha menangkan diri kemudian mengambil handphone yang sebelum nya ia letakkan di atas sofa dan berjalan keluar.Gua butuh ngopi nih, pening banget kepala - Batin nya.Sarah menghampiri salah satu Perawat yang sedang berjaga dan meminta Perawat tersebut untuk mengecek ke dalam ruangan ku setiap 5 menit sekali, ia beralasan bahwa aku sendirian di dalam kamar dan ia khawatir sesuatu terjadi jika ia tak ada disini.kemudian ia pun d
Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka, ternyata Sarah sudah datang. Langit sore terlihat semakin gelap, jam menunjukkan pukul 18:49. Sarah menaruh tas nya diatas sofa dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu. Baru saja ia ingin memulai berwudhu aku langsung memanggil nama nya. Dengan cepat Sarah menghampiri ku."Kenapa?" Tanya Sarah dari depan pintu kamar mandi."mau ngapain?""Shalat""Oh yaudah shalat dulu aja deh tapi lampu diatas kasur gua tolong matiin dong pusing nih kepala""Iya nanti abis wudhu ya"Aku hanya menganggukkan kepala ku. Sarah kembali melanjutkan wudhu dan shalat nya dengan cepat. Setelah berdoa ia langsung membereskan mukena dan sajadah lalu mematikan lampu sesuai permintaan ku.Selang beberapa menit pintu kembali terbuka, kali ini seorang Dokter perempuan beserta 3 Perawat masuk ke dalam ruangan."Permisi, udah waktu nya di periksa ya" Ucap Dokter itu sambil berusaha memba
Pagi ini aku dibantu Mama dan Sarah membereskan perlengkapan ku, Dokter berkata bahwa hari ini aku sudah diizinkan untuk pulang. Sebelum pulang Mama membantu ku mandi sementara Alya hanya tiduran di atas kasur ku sambil memainkan Ipad nya. Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, Mama dan Sarah izin kebawah untuk menyelesaikan urusan administrasi ku sementara aku dan Alya saling berdiam diri, anak itu benar-benar asyik dengan game yang ia mainkan di Ipad. Aku duduk di sofa sembari mencari channel televisi kartun yang biasa tayang di pagi hari, aku meminta Alya untuk mengambilkan biskuit yang ada di dalam nakas. Sekali, dua kali, hingga tiga kali aku memanggil nama nya namun ia tidak menghiraukan aku, bahkan ia tidak menoleh sedetik pun ke arah ku.Gemas. Aku beranjak berjalan menghampiri Alya dan mulai mengelurkan jurus kelitikan yang spontan membuat Alya terperanjat kaget
Aku terbangun dengan suara ketukan di pintu kamar ku, aku menatap dinding, jam menunjukkan pukul 8 malam. Pintu terbuka, seorang laki-laki masuk ke dalam kamar ku."Maaf aku bangunin kamu ya?"Aku menggeleng sambil memegang dahi ku, "Engga, kenapa?"Alka mengelus rambut ku dan tersenyum hangat, "Gapapa, aku mau pamit pulang sama kamu""Pulang tinggal pulang gak perlu pamit""Tetep harus pamit, yaudah aku pulang dulu ya? kamu sehat-sehat" Ucap nya kemudian berdiri dari sisi kasur ku.Aku terdiam menatap punggung nya yang kian menjauh dari pandangan ku. Namun, belum sempat ia keluar kamar aku kembali memanggilnya, "Tunggu, ada yang harus kita omongin" Ucap ku sambil berusaha bangun dan menyenderkan tubuh ku ke dinding.Ia menghampiriku dan duduk di sisi kasur ku, "Apa?""Sampe kapan kita bohongin mama dan semua orang?""Bohongin apa?" Tanya Alka.Diluar kamar, ternyata Mama sudah berada di depan pintu, keadaan pintu yan
Pagi ini aku dibantu Mama dan Sarah membereskan perlengkapan ku, Dokter berkata bahwa hari ini aku sudah diizinkan untuk pulang. Sebelum pulang Mama membantu ku mandi sementara Alya hanya tiduran di atas kasur ku sambil memainkan Ipad nya. Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, Mama dan Sarah izin kebawah untuk menyelesaikan urusan administrasi ku sementara aku dan Alya saling berdiam diri, anak itu benar-benar asyik dengan game yang ia mainkan di Ipad. Aku duduk di sofa sembari mencari channel televisi kartun yang biasa tayang di pagi hari, aku meminta Alya untuk mengambilkan biskuit yang ada di dalam nakas. Sekali, dua kali, hingga tiga kali aku memanggil nama nya namun ia tidak menghiraukan aku, bahkan ia tidak menoleh sedetik pun ke arah ku.Gemas. Aku beranjak berjalan menghampiri Alya dan mulai mengelurkan jurus kelitikan yang spontan membuat Alya terperanjat kaget
Samar-samar aku mendengar suara pintu terbuka, ternyata Sarah sudah datang. Langit sore terlihat semakin gelap, jam menunjukkan pukul 18:49. Sarah menaruh tas nya diatas sofa dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk berwudhu. Baru saja ia ingin memulai berwudhu aku langsung memanggil nama nya. Dengan cepat Sarah menghampiri ku."Kenapa?" Tanya Sarah dari depan pintu kamar mandi."mau ngapain?""Shalat""Oh yaudah shalat dulu aja deh tapi lampu diatas kasur gua tolong matiin dong pusing nih kepala""Iya nanti abis wudhu ya"Aku hanya menganggukkan kepala ku. Sarah kembali melanjutkan wudhu dan shalat nya dengan cepat. Setelah berdoa ia langsung membereskan mukena dan sajadah lalu mematikan lampu sesuai permintaan ku.Selang beberapa menit pintu kembali terbuka, kali ini seorang Dokter perempuan beserta 3 Perawat masuk ke dalam ruangan."Permisi, udah waktu nya di periksa ya" Ucap Dokter itu sambil berusaha memba
Sarah masih berusaha menghentikan tangis nya, banyak orang yang melewati nya langsung memperhatikan namun enggan untuk bertanya. Dengan sekuat tenaga Sarah menghentikan tangisan nya, mengelap air mata nya dan beranjak masuk ke dalam ruangan.Ia berjalan pelan kearah ku, sebelum Sarah masuk aku sudah terlebih dahulu menyeka air mata ku dan kembali berpura-pura tidur di atas kasur ku. Sarah mendekati dan menggenggam tangan ku, aku bisa merasakan betapa menyiksa nya kejadian ini untuk nya. Sarah mengahapus air mata dan berusaha menangkan diri kemudian mengambil handphone yang sebelum nya ia letakkan di atas sofa dan berjalan keluar.Gua butuh ngopi nih, pening banget kepala - Batin nya.Sarah menghampiri salah satu Perawat yang sedang berjaga dan meminta Perawat tersebut untuk mengecek ke dalam ruangan ku setiap 5 menit sekali, ia beralasan bahwa aku sendirian di dalam kamar dan ia khawatir sesuatu terjadi jika ia tak ada disini.kemudian ia pun d
Selesai mengerjakan Sholat, Sarah dengan cepat merapihkan mukena nya dan menelfon ibu nya untuk mengemasi pakaiannya dan mengabarkan akan menginap di rumah sakit serta memberi tahu kondisi ku saat ini. Setelah itu ia memesan gosund untuk mengirimkan pakaian nya ke rumah sakit. Sesekali Sarah menatap aku dengan tatapan iba. Jauh di dalam lubuk hati nya mungkin sebenarnya Sarah merasa kecewa dengan perbuatan ku sekarang, namun aku rasa Sarah akan sangat mengerti dorongan kuat yang membuat ku melakukan perbuatan ini.Tak lama aku merasakan kantuk yang hebat, mungkin ini efek obat yang baru saja disuntikkan oleh Perawat, aku pun menutup mataku perlahan dan mencoba untuk tertidur lelap, namun samar-samar aku mendengar suara Sarah, tangannya mengelus rambut ku."Apa sih Cit yang buat lo se-cinta ini sama si kampret" Ucap nya dengan pelan, lebih terdengar seperti berbisik.Aku masih berpura-pura tertidur, ah tidak lebih tepatnya mencoba untuk tertidur, S
Aku tersadar setelah mendengar suara yang sangat aku kenali. Perlahan aku membuka mata, sesaat mata ku menangkap sosok seorang laki-laki yang sedang menangis sambil menggenggam tangan ku."Papa" Ucap ku dengan nada lirih.Begitu mendengar suara ku, Hendra--Papa ku segera mengangkat wajah nya dan dengan cepat mengelap air mata dengan tangan nya. "iya nak, Citra udah bangun ya? apa yang kamu rasain? Papa panggilin dokter ya" Papa ku mengelus-elus tangan dan kening ku pelan."keluar" Aku menarik tangan nya dari genggaman Papa ku."Citra...""Aku bilang keluar, keluar sekarang juga" Aku memalingkan wajah ku, sejujurnya diri ku enggan untuk melihat sosok Papa.Sekuat tenaga aku menahan tangis ku. Papa berusaha untuk menggenggam tangan ku."Gara-gara Papa" Ucap ku lirih, kali ini aku tak kuasa menahan air mata yang perlahan mengalir.Mendengar hal itu Papa ku terdiam, kali ini ia melepaskan genggamannya. "Maksud kamu apa nak?"Se
Terkadang kita harus mengingat masa lalu sepahit apapun itu, karna dibalik kejadian tragis di setiap berakhir nya suatu hubungan, kita akan selalu dibawa untuk mengingat momen-momen indah bersama seseorang yang pernah kita cintai.*****Aku menutup pintu rumah, duduk di bangku yang ada di teras rumah ku untuk menunggu Alka menjemput ku. Senyum ku mengembang ketika membayangi lelaki itu sebentar lagi akan datang dan menyambutku dengan senyuman hangat dan sebuah pelukan yang terasa sangat nyaman.Berulang kali aku berdiri dan melihat refleksi diri ku di kaca jendela, mencoba merapihkan diri ku untuk Alka. Hingga tak lama suara motor yang sangat aku kenal berhenti tepat di depan pagar rumah ku, jantung ku berdegup kencang, dengan susah payah aku mengatur nafas ku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu, namun bagi ku setiap pertemuan dengan Alka terasa sama seperti pertama kali kamu bertemu, sangat mendebarkan.Aku berjalan ke depan pagar, membuka nya dan l
Pagi ini langit sedang bersahabat, cahaya hangat yang menyinari pepohonan, kicauan burung yang terdengar saling bersautan, aku menikmati setiap hembusan angin di teras depan villa, duduk di sebuah kursi rotan ditemani dengan secangkit teh hangat dan beberapa potong biskuit keju kesukaanku yang sudah Sarah beli sebelum kami datang ke Villa ni.Aku memang berencana bangun lebih pagi, aku ingin menikmati suasana damai yang menenangkan jiwa sebelum aku kembali ke Jakarta."Aku kangen kamu" Ucap ku dengan lirih sambil menatap lurus kedepan.Sejak kemarin, aku berusaha membujuk Sarah untuk meminjamkan handphone nya, aku berharap bisa mendengar suara Alka hari ini, aku khawatir Alka akan mencari ku karena sudah beberapa hari ini handphone ku rusak. Namun nihil, Sarah tetap pada pendirian nya dan semakin berusaha menjauhkan aku dari Alka.Bagi ku, melupakan Alka sama hal nya dengan menyelam ke dasar laut tanpa peralatan menyelam, bahkan sebelum mencapai dasar,
Aku terbangun oleh suara handphone ku yang berbunyi nyaring, aku melihat sekeliling kamar yang berantakan seperti habis terjadi gempa besar, aku pun bangun dan berusaha untuk duduk menyandarkan badan ke tembok dan berusaha untuk memulihkan diri ku.Perlahan aku bangun dan berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, rasa nyeri mulai terasa dibagian tangan yang sudah dibalut oleh kassa, aku hanya meringis kesakitan. Dengan langkah yang pelan aku pun berjalan gontai menggapai handphone ku yang tergeletak di sudut kamar.Hancur.Hanya suara nya saja yang berfungsi, sisa nya hancur, bahkan aku pun tak bisa mengangkat telfon itu karna layar handphone ku yang retak, aku tak tahu siapa yang menelfon saat itu. Aku menghembuskan nafas kasar frustasi, sekarang aku menyesali emosi ku yang tak terkendali beberapa jam lalu."Harusnya tadi jangan di lempar, ancur, nanti kalo Alka nyariin gimana" - batin ku.Kembali aku melihat tangan ku yang sudah dibalut oleh kassa, air m