Bab 51 "Apa itu syaratnya, Ma?" tanya Aariz. "Kamu dan Gibran harus melakukan tes DNA!" Apa??! Bukan cuma dokter Aariz, tetapi aku pun menganga. Bukankah Gibran adalah anaknya dokter Aariz dengan istrinya yang bernama Winda? Kenapa harus tes DNA segala? Apakah Atta tidak bisa dipercaya sehingga ada kemungkinan bayi mereka tertukar saat di rumah sakit? Saat itu hanya Atta yang menunggui Winda di rumah sakit menjelang proses persalinannya. Dokter Aaariz tidak bisa menunggui istrinya, karena ada pasien yang harus ia tangani, terlebih dia tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan jika harus kehilangan Winda. Bisa saja kan saat itu Atta kehilangan kewaspadaan, sehingga tidak sadar jika pihak rumah sakit menukar bayi yang merupakan keponakannya itu dengan bayi yang lain? Tapi bagaimana mungkin? Winda melahirkan di sebuah rumah sakit yang bahkan jauh lebih baik daripada RSIA Hermina karena perintah dari orang tuanya yang menginginkan pelayanan eksklusif. Tidak mungkin pihak rumah s
Bab 52"Kalian tidak salah sampel, kan? Yang kalian teliti itu sampel yang saya kasih kepada kalian tadi malam, kan?!""Betul sekali, Dok. Sama sekali tidak ada kesalahan sampel. Dan itu adalah hasil real, bukan rekayasa. Kami tidak berani melakukan kejahatan, Dok. Anda, Aariz El Fata dan ananda Gibran Adirama El Fata bukanlah ayah dan anak kandung," jawab petugas laboratorium itu dengan takut-takut. Tentu saja dia takut, karena ini merupakan kejutan untuk mereka. Tidak mungkin kan, pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja ini sampai kecolongan sehingga tanpa sadar memiliki anak yang ternyata bukan anak biologisnya?Pria itu menggeram. Rahang yang mengetat, dengan tangan yang mengepal sehingga kertas berisi hasil tes DNA itu menggumpal menjadi satu. Namun dia tidak bisa mengucap sumpah serapahnya di sini.Semarah apapun dirinya, dan masalah apapun yang menimpanya, tetap saja dia adalah seorang dokter yang harus menjaga reputasinya sebaik mungkin."Baiklah, hasil ini saya terima. Tapi
Bab 53Biasanya pria itu selalu nempel pada putranya di setiap ada kesempatan. Bahkan dia sampai bela-belain membawaku dan Gibran ke RSIA Hermina hanya demi supaya bisa selalu bersama putranya.Namun sampai hari ini, pria itu tidak kunjung muncul, padahal Gibran selalu menanyakan papanya. Bertanya kepada ibu Wardah tentunya aku merasa sungkan, sebab ini pasti ada kaitannya dengan tes DNA.Bagaimana dengan hasil tes itu? Kenapa dokter Aariz maupun ibu Wardah tidak memberitahukan hasilnya kepadaku?Padahal ini sangat penting, karena aku adalah ibu susunya. Sekecil apapun informasi tentang putraku, aku harus tahu."Pa pa." Mulut mungil itu kembali bergerak-gerak."Papa lagi kerja, Sayang. Jangan dicariin terus. Nanti Papa pasti pulang kok dan bisa bermain lagi sama Adek," bujukku. Gibran merangkak ke sana kemari berusaha menggapai mobil-mobilan yang biasa dimainkan oleh papanya. Aku mencoba memainkan mobil itu dan selalu bertepuk tangan ketika Gibran berhasil mengejar mobil-mobilannya.
Bab 54Tubuhku langsung berkeringat dingin, tak menyangka jika mantan ibu mertuaku hadir di acara ini. Aku tidak takut dengan hinaan yang mungkin akan terlontar dari mulut pedas wanita itu, tetapi yang aku takutkan jika ibu Wardah merasa dipermalukan."Kamu Alifa?""Oh... jadi Bu Yunita kenal sama anak angkatnya Bu Wardah ini?" tanya salah seorang ibu yang mengenakan kerudung berwarna putih."Sangat kenal malah, Bu," jawab mama Yunita dengan tatapannya yang penuh arti kepadaku. "Dia ini adalah mantan menantu yang pernah saya ceritakan dulu. Anak saya menceraikannya karena dia berselingkuh.""Oh... ternyata dia janda. Kirain masih gadis toh." Mata wanita-wanita itu diarahkan kepadaku, kecuali mata sang punya rumah yang sudah tahu identitasku, karena diperkenalkan oleh ibu Wardah saat berada di teras rumah ini."Dia memang janda, ibu-ibu. Kalau nggak janda, mana mungkin mau menjadi ibu susu cucu saya. Jadi, Alifa ini ditalak suaminya saat dalam keadaan hamil. Nah... kemudian dia melahir
Bab 55"Maaf ya, In, Sherina selalu merepotkan kamu," ujar Keenan. Dia menyerahkan Sherina yang sudah tertidur ke dalam gendongan Ina. Ditatapnya wajah layu sang baby sister. Sebenarnya Keenan merasa iba, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.Enam bulan sudah berlalu. Tak ada perubahan yang berarti dari sikap istrinya. Keenan sudah menyerah, dan ia membiarkan Eliana bersikap sesuka hatinya. Hanya saja, ia masih mengawasi Eliana jika berada di luar rumah. Melihat dari sikap Eliana yang selalu menjelek-jelekkan Alifa di hadapannya, membuatnya berpikir jika sebenarnya Eliana pun juga punya skandal, meski sejauh ini, sejauh yang bisa diamatinya, wanita itu tidak terlibat hubungan dengan siapapun. Eliana hanya kumpul-kumpul dengan teman-teman perempuannya dan terkadang pulang ke rumah orang tuanya.Terlebih dia masih terngiang-ngiang ucapan Alifa tempo hari yang menyebut Eliana itu pelakor teriak pelakor. Apa itu berarti jika sebenarnya Alifa mengetahui soal Eliana?Apa Alifa dulu punya rah
Bab 56"Iya, tapi setelahnya Mama jadi menyesal. Sebenarnya Mama hanya kaget, karena tidak menyangka Alifa akan datang ke acara arisan itu. Kamu tahu sendiri, kan, teman-teman arisan Mama semuanya wanita kaya, istri pengusaha atau ada anak-anaknya yang menjadi pengusaha kayak kamu?!" ujar Yunita mengingatkan. Ada rasa bangga di hati, karena berkat Keenan yang menjadi seorang pengusaha, maka ia bisa masuk ke dalam komunitas wanita sosialita di kota ini."Terus, Mama ngomong apa sama Alifa?" selidik Keenan. Selama ini dia sudah mencoba untuk berdamai, melupakan apapun yang telah dilakukan Alifa di masa lalu, terlepas apakah itu benar dilakukan Alifa atau hanya merupakan fitnah saja. Dia sudah lagi tidak mempersoalkan. Sudah beberapa minggu ini Keenan juga menghentikan penyelidikan soal Alifa, karena rasanya sia-sia saja. Aryan tidak pernah memberi kabar di mana tempat tinggal Alifa sekarang. Dia bahkan terkesan menghindar saat dihubungi oleh Keenan.Fokusnya sekarang, bagaimana caranya
Bab 57"Mau jalan-jalan?" tawar Atta sembari menengok arlojinya. Dia memang baru saja keluar dari kamarnya setelah mandi dan berganti pakaian. Hari ini Atta pulang terlambat. Kami baru saja selesai makan malam saat pria itu pulang dari hotel Permata, miliknya.Sejak aku kembali ke rumah utama, ternyata Atta pun lebih sering menginap di rumah utama. Entah apa maksud pria itu. Apa mungkin dia merasa kesepian tinggal di apartemen sendirian?"Jalan-jalan?" Sejenak aku berpikir dan mengamati penampilanku sendiri. Aku baru saja keluar kamar setelah memastikan Gibran sudah tertidur. Tidak perlu khawatir kalau dia terbangun, karena ada Naira yang menungguinya.Di rumah ini Naira memiliki kamar sendiri, tapi dia lebih sering berada di kamar ibu Wardah, karena perempuan tua itu menginginkan berada dalam satu kamar dengan cucunya. Ada satu ranjang yang sengaja ditambahkan ke dalam kamar itu untuk tempat tidurku dan Naira. Namun lebih sering aku tertidur di ranjang bu Wardah.Aku benar-benar sal
Bab 58Semua terjadi begitu cepat.Aku sibuk menenangkan bayi yang semula berada di gendongan bunda Ramlah, tanpa menyadari jika perempuan itu seperti ingin bergerak menjauh. Namun, tangan Atta dengan tangkas menangkap tubuh perempuan setengah tua itu, dan menggiringnya ke mobil.Dengan menggendong bayi ini, aku pun turut masuk ke dalam mobil. Kali ini mengambil tempat duduk di jok belakang, berdampingan dengan bunda Ramlah. Bayi ini masih juga tidak mau diam, meski aku sudah mendekapnya. Akhirnya aku mencoba untuk menyusuinya. Dan benar saja, dia menyusu dengan sangat kuat.Aku menatap wajah ini. Bayi perempuan yang bernama Anindita ini sebenarnya sangat cantik. Namun pakaian yang dikenakannya sangat lusuh, bahkan dia tidak menggunakan kaos kaki dan penutup kepala, padahal diajak jalan pada malam hari. Baju dan celana yang dikenakan oleh Anindita pun adalah baju yang dulu pernah aku sumbangkan ke panti. Aku ingat benar, ini adalah baju milik Zaid yang selamanya tidak akan pernah bis
Bab 77"Kami menunggu kamu, Mas. Adek Gibran ingin sekali bermain sama papanya. Dia kangen bermain mobil-mobilan." Aku menunjuk mobil-mobilan yang teronggok di sudut ranjang."Aku udah bilang kalau aku nggak bisa, Alifa. Aku belum bisa menerima Gibran. Masa iya kamu nggak ngerti?!" "Tapi mau sampai kapan, Mas? Dia itu anak kamu, terlepas dari benih siapapun dia hadir di rahim mantan istrimu!" sentakku. Aku turun dari pembaringan sembari menggendong Gibran dan mendekati mas Aariz. Aku bermaksud menyerahkan Gibran kepadanya. Namun tangan kekar dan kokoh itu menepis dengan keras."Jangan paksa aku, Alifa!""Tapi Adek yang memaksaku untuk melakukan ini, Mas!" Aku balas menangkap tangannya, memaksa tangan besar mas Aariz untuk menempel di dahi Gibran. Meski di awal ia memberontak, tapi akhirnya tak ada lagi pergerakan setelah telapak tangan itu menempel sempurna di dahi Gibran. Akhirnya dia tahu bagaimana kondisi Gibran saat ini.Gibran rewel sejak semalam. Suhu tubuhnya meningkat. Mesk
Bab 76"Pak...." Tubuh wanita itu kembali gemetar, bahkan kertas berisi tulisan tersebut sampai terlepas dari tangannya.Keenan memungut kertas itu, membacanya, lalu meremasnya. Dia tidak berkata sepatah kata pun, kecuali hanya menghidupkan mesin mobil, kemudian tancap gas meninggalkan tempat itu.Keenan sengaja tak merespon. Dia ingin memberi Donita waktu sebentar untuk menenangkan diri. Donita pasti shock berat karena sudah mengalami dua kali kejadian yang membuatnya terguncang. Padahal sebenarnya ini hanya permulaan, dan ke depannya mungkin akan lebih parah dari itu.Hanya ada satu orang yang paling ia curigai.Dia, Eliana. Apakah Eliana benar-benar serius untuk membalaskan sakit hatinya? Tapi biar bagaimanapun, dia sudah bertekad untuk tidak akan pernah mau kembali kepada perempuan itu. Lebih baik dia menduda seumur hidupnya ketimbang harus kembali dengan perempuan kurang waras itu. Tak ada alasan yang membuatnya bisa kembali. Eliana sudah terbukti berselingkuh. Perceraian mere
Bab 75"Biar aku saja yang menemuinya. Kalian lanjut saja sarapan." Pria itu langsung berdiri, padahal dia baru makan beberapa suap. Setelah meneguk minumannya, dia langsung bergegas melangkah menuju ruang depan."Kamu ngapain kemari? Dari mana kamu tahu rumah ini?" Pria itu sangat terkejut. Seketika rentetan pertanyaan masuk di otaknya. Apakah Alifa yang memberitahu Keenan alamat rumah ini? Atau jangan-jangan pria itu mendapat informasi dari ibu Yunita?Ibu Yunita memang berteman dengan ibunya, lebih tepatnya teman arisan. Agak mustahil bukan, jika Ibu Yunita tidak tahu di mana rumah keluarga El Fata? Keenan yang tengah duduk di sofa yang berada di teras ini pun akhirnya berdiri dan berjalan mendekati pria itu."Maaf Dok, saya datang kemari untuk menjemput Donita, karena tadi malam dia bilang jika mobilnya masuk bengkel lantaran ada sesuatu dan lain hal, dan posisinya dia menginap di rumah ini," ujar Keenan."Kamu punya hubungan apa dengan Donita?" Aariz memang tidak tahu apa-apa s
Bab 74"Itu privasi saya, Bu. Mohon maaf, saya tidak bisa menceritakan apapun. Maksud kedatangan saya kemari, hanya ingin memberitahu jika Bu Eliana dan Pak Keenan itu sudah bercerai, dan Sherina bukan anak kandung Pak Keenan. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Sebenarnya saya bisa saja menyampaikan ini lewat telepon, tapi rasanya kurang sopan." Perempuan itu mengambil tas kerjanya, kemudian bangkit. "Saya mohon pamit ya, Bu. Ini sudah sangat sore."Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkan wanita itu berjalan menuju mobilnya. Mobil Donita terparkir tidak jauh dari teras ini. Aku dan bu Wardah melambaikan tangan saat mobil wanita itu bergerak akan melewati pintu gerbang pagar rumah ini.Bugh!Sebuah benda keras tiba-tiba saja mendarat di body bagian depan mobil Donita.Terdengar suara decit rem yang diinjak dengan keras diiringi dengan teriakan perempuan itu."Nita, kamu nggak apa-apa?!" Nafasku ngos-ngosan. Aku memang berlari kencang menghampiri mobil, lalu menarik tubuh perempuan
Bab 73 Beberapa hari kemudian, akhirnya hasil pun ia dapatkan. Ternyata benar prediksi Aryan, jika Sherina bukanlah anak kandungnya. Keenan memerintahkan Aryan untuk menemui Roger dan mengambil sampel dari pria itu untuk kemudian ia kirim bersama dengan sampel Sherina ke laboratorium. "Serius, Bos?" Pria itu memberikan satu pouch berukuran kecil yang berisi dengan rambut dan kuku Roger kepada Keenan. "Ya, Aryan. Aku hanya ingin tahu apakah dia anak Roger atau bukan. Tapi meskipun dia anak Roger, saya akan tetap merawatnya dengan alasan kemanusiaan. Kasihan juga kalau dia sampai terlantar. Memangnya Eliana bisa merawat anaknya sendiri?" Tawa hambar Keenan berderai, memecah suasana pagi ini. Dia menerima pemberian Aryan dan menyimpan di dalam tas kerjanya. Sejak Eliana pergi dari rumahnya, akhirnya Keenan pun kembali menginap di rumahnya. "Saya salut dengan Bapak yang mau berbesar hati merawat seorang anak yang bukan anak kandung Bapak, bahkan ia adalah buah dari selingkuhan m
Bab 72Eliana menatap pria itu dengan tubuh gemetar. Hilang sudah semua rasa percaya diri dan kesombongannya. Sorot mata Keenan yang berkilat-kilat memancarkan amarah dan dendam. Dia tidak pernah menemui keadaan Keenan seperti ini sebelumnya. Semarah-marahnya suaminya, paling-paling hanya melontarkan kalimat yang sedikit kasar, lalu setelah itu pergi menjauh.Eliana begitu takut. Apalagi di kamar ini mereka hanya berdua. Bagaimana kalau Keenan hilang kendali?"Kamu tidak bisa seperti ini, Mas. Kenapa kamu begitu kejam padaku?""Kamu yang membuatku seperti ini. Kamu yang sudah membuatku kehilangan Alifa," ucap pria itu berapi-api. Tadi malam adalah malam yang menegangkan untuknya. Keenan bukan cuma mendapatkan bukti-bukti perselingkuhan Eliana, tetapi juga bukti bahwa Eliana, Rosa, dan Yuna terlibat di dalam makar yang dibuat untuk menyingkirkan Alifa. Dan makar itu direstui oleh ibunya.Jika dulu semua itu hanya sekedar dugaan, asumsi, dan prasangkanya saja, tetapi sekarang dia sudah
Bab 71"Jelaskan, El. Siapa pria ini? Apa dia selingkuhanmu?!" bentak Keenan sembari melemparkan foto-foto itu ke ranjang tempat tidur perempuan itu. Sementara untuk video, dia sudah mentransfer filenya lebih dulu ke ponsel perempuan itu.Tidak mungkin kan, dia membiarkan ponsel mahalnya diberikan kepada Eliana hanya untuk menyuruhnya melihat video?Bisa-bisa ponsel mahal dengan gunungan data penting perusahaan itu remuk tak berbentuk lantaran di amuk oleh perempuan itu."Apa maksudmu, Mas? Ini foto apa?!" Perempuan yang baru saja memejamkan matanya itu tergagap. Kaget dengan sesuatu yang tiba-tiba saja mengenai tubuhnya.Dia bangkit dan mengucek matanya. Eliana sangat mengantuk, karena ia baru pulang menjelang subuh. Dia dan Roger bercinta sampai beronde-ronde. Dia mengantuk dan juga lelah.Mengantuk dan lelah yang terbayar lunas dengan kenikmatan terlarang dan uang yang dia dapatkan. Tak perlu lagi mengemis uang bulanan dari Keenan. Sekali mengangkang saja ia sudah mendapatkan lebih
Bab 70Kakinya terus melangkah mengikuti Donita. Ah, di mana-mana perempuan sama saja. Keenan tersenyum kecil saat Donita menunjuk sebuah tas yang dengan segera diambilkan oleh seorang pramuniaga. Tas selempang berukuran kecil, baling-baling hanya muat ponsel dan dompet. Namun dari tag price tertera 4 juta lebih.Keenan sama sekali tidak terkejut. Dia hanya kagum. Ternyata selera belanja perempuan itu bagus juga. Dia pun mengambil kartu saktinya dari dalam dompet dan segera melakukan transaksi."Mau makan dulu atau mau lanjut belanja?" tawar Keenan. Dia menjejeri langkah perempuan itu sembari membawa paper bag. Keenan menolak Donita yang ingin membawa sendiri barang belanjaannya, karena dia merasa laki-laki lah yang seharusnya membawa barang belanjaan, bukan perempuan.Dia terbiasa memperlakukan Alifa seperti itu. Dulu, saat mereka masih bersama."Makan dulu, Pak. Nanti lanjut belanja. Tapi budget makannya di luar yang voucher 10 juta ya." Bibir perempuan itu full senyum tak lepas mem
Bab 69"Stop! Mas nggak menerima alasan apapun. Pokoknya sebutin nomor rekening kamu. Mas mau transfer sekarang!""Nggak usah, Mas. Masa iddahku sudah lewat. Ini kan cuma legalitas doang, jadi nggak ada tuh urusannya sama masa iddah," ujarku kesal. Kenapa sih mas Keenan jadi memaksa?Kemarin kemana saja? Boro-boro uang iddah, yang ada dia membiarkanku keluar dari rumah hanya dengan pakaian yang melekat di badan."Kalau kamu nggak mau menerima uang iddah, gimana kalau kamu menerima bagi hasil dari perusahaan saja? Sebelum nikah sama kamu, perusahaan Mas masih kecil, nggak berkembang seperti sekarang. Semua itu terjadi berkat kerja keras kamu yang pintar mengelola keuangan. Jadi please, mau ya.""Enggak, Mas. Enggak usah. Aku takut Mama, Mbak Rosa atau Mbak Yuna yang protes. Nanti ribet lagi. Aku nggak mau berurusan sama mereka," ujarku."Tapi ini hak kamu. Kamu jangan bikin Mas menjadi seseorang yang serakah. Mas hanya ingin memperbaiki keadaan, meskipun tidak bisa kembali seperti dulu