“Aku sudah bilang jika mengobati kondisi sobek seperti ini seharusnya dilakukan di rumah sakit. Agar kita bisa memeriksa barang kali ada kerusakan tengkorak. Aku tidak mengerti kenapa kau bersikeras melakukannya di tempat seperti ini. Risiko infeksinya tinggi.”
Dokter Sera menatap Magnus yang tengah duduk di sisi tempat tidur, di samping Cressa yang tegah terbaring dengan luka yang sudah dijahit. Dia datang dengan perlengkapan dengan segera setelah diminta Magnus datang, apa lagi Magnus mengatakan itu adalah darurat.“Aku punya alasan khusus,” balas Magnus seraya memperhatikan wajah Cressa.Cressa masih memejamkan matanya dengan tenang, dia mungkin belum merasakan sakit lagi karena anestesinya belum hilang. Dia tampan sedikit sesenggukan saat itu.“Hey, apakah rasanya sakit?” Sera mendekati Cressa lagi.“Sepertinya dia sedang ingin beristirahat. Kau boleh meninggalkan kami,” ucap Magnus.Sera menghela nafasnya dan meninggalkan Magnus di sana. Dia“Apa paman dan bibi sedang bertengkar? Bibi mengunci dirinya di kamar dan paman tidur di sofa tadi. Bahkan paman sekarang sedang bekerja di ruang televisi dan bukannya di kamarnya bibi.” Melynda menyuapi Serenia makan dengan telaten sambil menceritakan apa yang dia lihat. Serenia hanya bisa menghela nafas mendengar kesaksian putrinya tersebut. Dia kemudian teringat akan sesuatu yang membuatnya langsung mengambil ponselnya di nakas. Melynda hanya menatapi ibunya dengan memiringkan kepalanya sedikit. Serenia: Magnus, jika Robert pulang dan bertanya apa pun yang terjadi, katakan saja jika Cressa baru saja bertengkar dengan seseorang yang membuatnya seperti ini. Anggap saja kau dan dia sedang bertengkar dan dia sedang marah padamu. Ini untuk membuat mendapatkan kepercayaan Robert. Magnus: Baik, aku mengerti.Serenia: Kau baik-baik saja tidur di sofa? Kamar di sebelah kamarnya Cressa kosong. Kau bisa meminta pelayan mengganti seprainya dan kau bisa tidur di s
Cressa merasakan perlindungan yang besar dari tubuh Magnus. Dia bersandar dengan nyaman pada pria itu. Dia juga tidak tahu kenapa, tapi perasaannya terus menerus diselimuti rasa kelam. Apa yang dilakukan Garret padanya mungkin penyebabnya. Dia jadi berada di titik terendahnya saat ini. Ketidakhadiran Cressa di kantor tentu menjadi tanda tanya. Apa lagi saat Magnus hanya mengatakan kalau Cressa sedang sakit. Dia juga tidak berada di kantor belakangan ini karena dia berkunjung ke stasiun untuk memeriksa keadaan di sana menjelang liburan natal. Meninggalkan Cressa sebenarnya bukan ide yang bagus. Tapi pria itu masih harus tetap bekerja.Serenia juga sedikit mengkhawatirkan keadaan Cressa yang menolak untuk bertemu dengan siapa pun. Pelayan yang mengantarkan makanan ke kamarnya juga tidak bisa melihat wajahnya sedikit pun. Cressa jadi bersembunyi dan menyembunyikan dirinya. “Bibimu juga tidak mah bertemu denganmu?” tanya Serenia sambil menatapi Melynda. “Tid
“Entah perasaanku saja atau bagaimana, tapi kelihatannya kau dan Cressa sama sekali tidak akur sejak dulu.” Magnus menatapi Robert dengan penuh kecurigaan. “Tidak sejak dulu juga. Kami cukup akrab sebagai ipar. Hanya saja, aku merasa seperti dia membawa pengaruh buruk bagi Melynda. Dan kebetulan saat itu Cressa memergokiku selingkuh. Kamu tidak begitu akrab sejak itu. Cressa sepertinya berniat mengadukanku pada Serenia. Hanya saja, Serenia yang selalu sibuk akhirnya menunjukkan tanda-tanda kalau dia tidak lagi bugar. Mungkin Cressa menahan diri karena itu, untuk menjaga kesehatan kakaknya.” Robert sudah sempoyongan dan cara bicaranya pun sudah semakin tidak jelas. Dia semakin mabuk di sana, tidak mungkin untuk membahas sesuatu yang serius dan hanya mencurahkan isi hatinya. Magnus melirik ponselnya yang berdering, mengetahui sebuah pesan akhirnya masuk. Dia sempat mengira itu dari Cressa. Sayangnya itu dari Glenn. Glenn: [Garret sudah bangun.] Pesan itu
Magnus duduk di ruangan yang tampak menyeramkan tersebut dengan santai, menatapi orang yang hanya terkekeh mendengarkan permintaannya. Orang itu menatap Magnus, sedikit skeptis tergambar di wajahnya, seolah meragukan sosok Magnus. “Kambing hitam, ya? Memangnya kau akan memberiku berapa?” tanyanya. “Sesuai yang kau inginkan,” balas Magnus sambil menatapi beberapa benda menarik di meja. Meja tersebut dilapisi sebuah kaca, bagai etalase. Dia memperhatikan isinya. Ada berbagai perhiasan dari emas, ada beberapa jari tangan tang diawetkan dan hal aneh lainnya. Magnus menatapnya dengan datar seolah ha tersebut sama sekali tidak mempengaruhinya. “Jika aku meminta 80 juta Zeno?” tanya pria itu. “Maka aku akan menyediakannya secara tunai,” balas Magnus dengan enteng. “Baiklah. Kalau begitu, aku ingin mendengarkan lebih lanjut keinginanmu.” “Aku mencari beberapa orang yang sedang bermasalah dengan Garret Armstrong.” Magnus melirik orang yang meng
Garret memalingkan wajahnya dari makanan yang tersaji di depannya, dia kemudian mengeluarkan suara seolah dia akan muntah mencium bau makanan hewan peliharaan yang belum dia pernah cium sebelumnya. Dia tak pernah menyukai hewan, hingga tak pernah mencium bau makanannya. “Huek! Huek!” Garret merasakan perutnya yang kosong makin tersiksa. Magnus duduk sambil menyilangkan tangannya, menikmati pemandangan di mana Garret menungging, dengan makanan hewan peliharaan di depannya. Diberikan pilihan antara makann kering dan basah, Garret malah mengeluarkan asam lambungnya. Tangan Magnus terkepal di sisi wajahnya, dia menyeringai puas melihat kondisi saudaranya tersebut. “Ampuni aku... aku mohon, ampuni aku! Aku mohon! Aku ingin makanan sungguhan! Jika tidak, aku ingin kematianku dipercepat saja!” pinta Garret dengan suaranya yang semakin serak.“Setidaknya kunyahlah makanan itu! Aku ingin kau menunjukkan kalau kau menghargai apa yang aku berikan padamu!” ujar Magn
Magnus sempat menduga Cressa akan menolak disentuh olehnya sebagai bentuk dari rasa traumanya atas apa yang dilakukan Garret padanya. Namun, di sinilah dia sekarang, melihat langsung bagaimana Cressa tengah mendambakan sentuhannya lagi. “Kau yakin kau baik-baik saja? Aku tidak tahu kenapa, tapi aku justru mengkhawatirkan kondisimu saat ini,” bisik Magnus seraya menatapi Cressa sambil menahan sedikit erangan. Cressa menyentuh barang yang ada di bawah sabuknya. Magnus menengadah, saat tangan Cressa menyentuh organ intimnya seolah dia tengah sangat menginginkannya. “Tolong bersihkan aku...” Suara pelan itu terdengar putus asa. “Apa maksudmu?” tanya Magnus sambil menatap lagi Cressa, berusaha tetap fokus. “Aku merasa sangat kotor, aku merasa jijik pada diriku sendiri,” bisik Cressa. “Shh, shh... kau tidak seperti itu, Sayang.” Magnus mendekat dan memberikannya pelukan. Untuk beberapa saat, Magnus meyakinkan Cressa jika yang telah terjadi adalah
“Aku akan pulang sebentar ke mansion keluarga Armstrong di Luston. Aku yakin tidak ada siapa-siapa selain pelayan di rumah itu, yang mungkin masih di sana,” ucap Magnus. “Kau yakin akan pergi ke sana? Kau tahu, itu bukan pilihan yang bagus menurutku. Bagaimana jika Garret berusaha menjebakmu?“ tanya Glenn sambil menghela nafasnya dengan kasar. Magnus berjalan bersama Glenn di stasiun. Magnus baru saja menyelesaikan masalah yang ada di stasiun tersebut. Dan dia akan pergi mengunjungi Agnes yang sedang sakit karena kehamilannya, dia berencana menengok sebentar sebelum pulang ke Hades Palace. “Kau sudah meminta Paul mengantar Cressa pulang?” tanya Magnus. “Sudah.” Glenn menatapi Magnus yang memasuki mobil untuk duduk di kursi pengemudi. Kelihatannya kali ini Magnus yang akan menyetir. Jadi Glenn duduk di sebelahnya untuk bersantai sejenak. Glenn mengeluarkan camilan yang ada di tasnya. Dia memakan keripik berbumbu asin. Magnus melirik Glenn. Glenn bi
“Aku tidak masalah menjadi yang kedua.” Agnes menatapnya dengan tatapan memohon. “Tetapi Cressa tidak akan senang jika aku memiliki yang kedua,” balas Magnus dingin. Magnus menyilangkan tangannya di dadanya dan duduk di sofa. Dia menatapi Agnes yang kondisinya sedang lemah karena awal kehamilan. Dia bisa memahaminya kenapa Agnes begitu putus asa dan terlihat begitu haus akan perhatian, itu karena hormon ibu hamilnya. “Aku akan bertanya padamu sekali lagi, kau akan pulang ke orang tuamu di Luston atau tidak? Karena aku akan pergi ke sana beberapa hari lagi. Ada hal yang harus aku urus di Luston. Jadi, aku berniat memulangkanmu juga ke sana,” jelas Magnus. Agnes mengangkat alisnya, dia jelas tertarik dengan keputusan Magnus untuk kembali ke Luston secara tiba-tiba. Dia tentu yakin jika itu masih masalah keluarganya di Luston. “Kau akan ke sana? Ada urusan apa? Ngomong-ngomong, aku juga belum mendengar kabar apa pun dari Garret. Setelah dia menculik istrim
Sedetik setelah kehilangan kendalinya lagi, Magnus menghela nafasnya berat. Dia tentu menyesalinya setelah membentak Cressa. Apa lagi, reaksi Cressa yang tampak membeku sesaat, dengan ekspresinya yang terlihat menahan tangisnya. “Dengar, aku sama sekali tidak berniat membentakmu. Hanya saja, semuanya terasa semakin sulit saat kau tidak mendengarkanku dan justru menuduhku.” Magnus mendengus. Cressa memalingkan wajahnya. Dia ingin mendengarkan Magnus lebih lanjut, mendengarkan penjelasannya lagi meski harus menahan air matanya. Dia juga merasa kalau dirinya semakin sensitif dan emosional belakangan ini. “Aku sudah menjelaskannya dengan jelas, bukan? Situasinya tidak menguntungkan untuk Agnes jika dia tinggal di Luston. Untuk itulah aku membawanya kembali ke Metronyx dan membiarkannya tinggal di Metronyx. Mungkin setidaknya sampai bayinya lahir. Kau mengerti maksudku, kan? Setelah bayinya lahir, pasti orang tuanya Agnes berubah pikiran, tidak mungkin bagi mereka membu
“Apa ini yang kau maksud sibuk selama ini? Melakukan urusan yang tak aku ketahui?” Cressa menatap ke arah Magnus dengan sinis dan agak sedikit kosong, kekecewaan yang mendalam sepertinya kurang tergambar di wajah antagonis Cressa. Membuat perasaannya selalu bisa disalahpahami. “Cressa?” Magnus langsung melepaskan Agnes dengan sedikit kasar. Agnes mengerutkan alisnya dengan kesal saat Magnus menepisnya dengan cukup kasar. Dia menatap Magnus yang langsung bangkit dari tempat duduknya. Agnes mendengus sambil menatapi Cressa yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan mata yang cukup tajam. “Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana kau ke sini?” Magnus berjalan cepat mendekatinya. Cressa bisa melihat wajah Magnus yang terlihat panik, mendekat padanya seolah dia baru saja ketahuan melakukan sesuatu yang salah. Semakin Magnus mendekat, maka rahang Cressa semakin terangkat untuk terus menatap wajah Magnus yang lebih tinggi darinya. “Kau sungguh bertanya s
Belum sempat beranjak dari kasur yang ada di kamar Magnus, Cressa langsung ditarik kembali. Magnus seketika mendudukkan Cressa ke pangkuannya, yang membuat Cressa tersentak kaget. Magnus mendekapnya dari belakang, tangannya melingkar di bahu sempit Cressa, dan yang satunya melingkar di pinggangnya, kedua lengan Cressa juga terperangkap dalam dekapan Magnus.“Aku merindukanmu, tidakkah kau tahu itu? Aku sudah terkurung di sini beberapa hari. Setidaknya temani aku tidur malam ini. Jeslyn bisa tidur sendiri, kan? Atau mungkin, Glenn bisa saja datang nanti malam padanya. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya.” Magnus menenggelamkan wajahnya di tengkuk Cressa, mengendus aroma Cressa yang sudah dia rindukan. Tangannya perlahan turun ke blouse yang dipakai Cressa. Tangan Magnus menyelinap dari atas, untuk meraih salah satu dari payudaranya yang membuat Cressa merapatkan bahunya. Cressa tidak tahu apakah akan aman jika dia melakukan hubungan intim dengan Magnus saat dia
Magnus mengantarkan Agnes ke kamarnya. Dia masih ingat betul posisi kamar Agnes saat mereka masih berkencan. Dia kadang datang untuk mengunjunginya, membawakannya hal kecil seperti makanan atau camilan manis, hingga hadiah-hadiah berupa barang mewah. Sejak dulu, Magnus memang pria yang royal dan loyal. Dia tidak akan perhitungan soal uang pada gadisnya. Dan kenangan itu membuat Agnes tersenyum saat memasuki kamarnya bersama Magnus. “Sudah lama sekali kau tidak datang ke sini, ya?” Agnes tersenyum sambil naik ke kasurnya. “Istirahatlah! Masih banyak yang harus aku selesaikan.” Magnus tampak berdiri di pintu saja. “Kau tidak akan menemaniku dulu?” Agnes menatap Magnus dengan tatapan kecewa. “Aku sudah menikah, ingat? Aku hanya melakukan ini karena Cressa juga, aku enggan dia dalam bahaya. Juga, setidaknya kau tidak membahayakan bayimu sendiri,” ucap Magnus dengan dingin. Agnes terdiam. Dia sebenarnya sudah bisa menebak maksud Magnus. Yang membuatnya
“Magnus!” pekik Cressa saat Magnus malah berusaha mendekati Agnes saat ini. Dalam keadaan Magnus yang ditodong oleh Agnes, dan Agnes yang dengan nekat mengatakan jika tidak ada yang boleh memiliki Magnus dari pada dirinya, tentu Cressa khawatir akan keselamatan Magnus. Tetapi tak ada yang bisa dia lakukan selain berdiri sana. “Agnes, sebaiknya kau tidak berusaha untuk menggunakan pistol itu!” Glenn mengeraskan rahangnya, dia mulai membenci suasana ini. Beberapa anggota pasukan khusus itu mulai mendekati Agnes juga, yang membuat Agnes langsung siaga dan mengarahkan pistolnya ke sembarang arah. Magnus akhirnya mengangkat tangannya untuk memberikanku sinyal bagi mereka untuk tidak mendekat. “Aku sedang hamil. Suruh mereka turunkan senjata mereka lebih dulu!” titah Agnes dengan takut. Bisa dilihat jika sebenarnya Agnes juga takut. Namun berusaha berlindung di balik fakta kalau dia hamil. Dia juga berusaha mendapatkan Magnus kembali dengan menggunakan bayi d
“Aku mengenal Agnes cukup baik. Dia orang yang cukup nekat. Dan kelihatannya dia sangat tidak senang dengan pernikahan Magnus bersama Cressa.” Glenn menatap sekitar. “Sayangnya kami menemukan rumah ini kosong. Hanya ada kalian berdua di ruangan ini, di rumah ini. Semua ruangan kosong. Aku sudah memeriksa semua laporan dari anggotaku.” Komandan pasukan khusus tersebut menginformasikan langsung pada Glenn. Dia kemudian melirik Glenn dan Jeslyn yang tampak terdiam. Glenn kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri. “Kau sudah menyelamatkan Magnus sebelumnya?” tanya Glenn. “Oh, tentu saja. Tidak ada yang tahu tempat ini sebelumnya, jadi kami memilih menyelamatkan Magnus lebih dulu, yang tempatnya lebih jelas,” jawab Jeslyn. “Apa ada yang salah?”“Lantas di mana Magnus?” Glenn menatap Jeslyn dengan lebih serius. “Dia di luar, bersama Cressa. Kondisinya sangat lemah, dia tidak diberi makan sama sekali oleh ayahnya. Padahal dia putranya, tapi kenapa dia begitu—
“Kelihatannya kau sangat lapar.” Cressa memperhatikan Magnus yang makan dengan lahap. Sambil menuju ke kediamannya Agnes, Magnus memakan beberapa nasi kepal yang mereka beli di jalan. Dia belum makan berhari-hari, hingga membutuhkan sangat banyak makanan seperti itu. “Dia benar-benar tidak memberiku makan selama beberapa hari.” Magnus terkekeh pelan, berbicara setelah menelan makanan yang dimakannya. “Pantas saja kau terlihat begitu lemas begitu aku datang.” Cressa menghela nafasnya berat. “Kau harus mendapatkan pemeriksaan setelah ini. Penyanderaan tanpa makanan selama tiga hari seperti itu bisa merusak organmu. Tubuhmu juga mungkin sudah memecah otot-ototmu untuk bertahan hidup. Kau masih mendapatkan air selama itu?” tanya anggota pasukan khusus yang ada di mobil tersebut, itu merupakan bagian penjagaan karena kondisi Magnus sedang turun. Cressa menoleh pada anggota pasukan khusus yang mungkin lebih tau tentang kondisi kesehatannya Magnus meski hanya
Magnus menghela nafasnya dengan berat sambil menatap dadanya. Di balik mantelnya, kelihatannya peluru itu sudah masuk menembus dada. Dia lantas menatap Cressa yang tampak berkaca-kaca ketika melihat ke arah Magnus. Beberapa anggota pasukan khusus segera masuk untuk mengecek keadaan Magnus dan Cressa. Mereka bisa memastikan keadaan Cressa dalam hitungan detik, melihatnya berdiri tegap dan sehat. “Magnus!” pekik Cressa, gadis itu dengan cepat menghampiri Magnus untuk memastikan keadaannya, dia tampak gemetar saat mengulurkan tangan pada mantel Magnus. Salah satu anggota pasukan khusus berdiri di dekat Cressa, dengan cepat mengambil alih apa yang ingin dilakukan Cressa. Dia juga tampaknya mencari luka Magnus dengan membukakan mantelnya. “Aku baik-baik saja,” ucap Magnus dengan suara yang rendah dan pelan. “Kau tertembak! Apanya yang baik-baik saja!” pekik Cressa. “Dia tidak.” Anggota pasukan khusus itu tidak menemukan luka apa pun. Cressa juga
“Magnus! Kau baik-baik saja?” pekik Cressa saat melihat Magnus dalam keadaan babak belur, lesu, pucat, dan lemahHanya butuh beberapa hari Carlos membuat Magnus yang biasanya rapi dan terawat, menjadi sosok yang tampak seperti gelandangan dan punya banyak luka lebam. Magnus menghela nafasnya, kemudian terkekeh pelan. Kelegaan terlihat di wajahnya. Entah dia merasa lega karena akhirnya bisa melihat istrinya lagi atau senang karena Cressa bahkan mau menyelamatkannya. Magnus bahkan tak mengira kalau Cressa akan datang padanya. “Aku baik-baik saja. Aku senang kau datang.” Magnus menghela nafasnya sambil tetap menatapnya. Cressa tersenyum mendengarnya. Dia mengerti, Magnus sebenarnya putus asa, namun tetap enggan membiarkannya terluka jika datang ke sini. Namun apa boleh buat, sekarang dia sudah di sini, tepat di depan Magnus. “Wah, lihat siapa yang datang, dengan oleh-oleh yang aku inginkan.” Dari pintu yang menghubungkan ke ruangan lainnya, Carlos muncul sa