(Author P.OV)
Subuh itu, Ayuni bergegas ke dapur memasak nasi dan melakukan aktifitas pagi seperti biasa. Sejak memiliki anak tak ada rasa malas, apalagi berleha-leha. Dia harus menjadi ibu yang tangguh mengerjakan urusan rumah, mendidik anaknya dan bekerja.
Dulu, dia adalah anak yang manja karena dia anak tunggal. Orang tuanya meskipun tidak kaya, tapi berkecukupan dan selalu memanjakan. Keadaan berubah semenjak ayahnya meninggal saat dia sekolah menengah pertama. Dan ibunya yang melanjutkan perjuangannya mencari nafkah, usaha yang sudah di rintis ayahnya sebelum meninggal, mengalami kebangkrutan karena ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa yang tidak paham berbisnis.
Dia mendengar suara langkah kaki di belakang, rupanya Yasmin terbangun. Rumah mereka memang kecil sehingga apapun segala aktivitas di rumah akan terdengar seisi rumah. Mungkin dia terbangun karena mendengar suara air ketika mencuci.
"Sudah bangun sayang, mandi ya lalu sarapan!"
"Ibu bisakah hari ini aku tidak masuk sekolah? Aku menjaga Nenek saja di rumah hari ini," pinta Yasmin. Dia mengatakan dengan wajah tertunduk.
Sebenarnya gadis kecil itu ingin mengungkapkan hal itu sejak tadi malam, namun dia ragu.
Ayuni menatap anaknya dengan bingung.
"Kenapa apa kamu sakit?" Ia memegang kening anaknya memastikan apakah ia demam, tapi tampaknya anaknya baik-baik saja, hanya raut mukanya yang terlihat suram.
Anaknya menggeleng dan menjawab, "Aku tidak sakit Bu, aku hanya sedang malas sekolah hari ini." dia merenggut, seakan tidak ingin ibunya bertanya lebih banyak.
Ayuni merasa ada yang tidak beres dengan anak itu, dia menatap mata gadis kecil itu tampak air mata tertahan di matanya.
"Sayang ada apa katakan pada Ibu!" Tanya Ayuni.
Anak itu hanya terdiam, lalu terlihat air matanya tumpah dan dia berlari kembali ke dalam kamar. Ayuni terpaku bingung, apakah mereka menggangunya lagi? Dia membatin. Dia mengepalkan tangan mencoba mengumpulkan kekuatan, teringat kejadian beberapa bulan yang lalu saat Yasmin kembali dari sekolah dalam keadaan menangis. Anaknya di bully oleh teman-teman nya karena miskin dan tidak memiliki ayah. Yang lebih menyakitkan mereka melontarkan kata-kata yang tak pantas di ucapkan oleh anak seusianya.
"Bajunya jelek!"
"Yasmin si anak haram!"
"Anak haram tidak punya ayah!"
Ayuni menghampiri anaknya yang sedang terdiam memeluk bantalnya, dia sudah tidak menangis. Dia memang bukan anak cengeng yang terbiasa menangis karena hal kecil jika dia menangis itu pun hanya sebentar. Dan kali ini dia menangis bukan karena hal kecil, hatinya sedang terluka.
"Apakah mereka mengganggumu lagi?"
Anak itu terdiam, seolah membenarkan pertanyaan yang dia lontarkan. Apa yang di pikiran nya tadi ternyata itu benar.
"Jika kamu tidak sekolah sampai kapan kamu akan menghindari mereka? Abaikan saja! Yasmin anak yang pintar dan cantik mereka mungkin iri padamu."
Dia tetap tetap tak bergeming ini membuat Ayuni menyerah untuk tidak memaksanya.
"Baiklah hanya untuk hari ini kamu boleh tak sekolah, Ibu akan mampir ke sekolah nanti meminta izin pada Guru kamu tidak enak badan."
Dia bereaksi, "Tidak usah ke sekolah Bu!" Larangnya.
Ayuni mengerutkan kening, semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Dia beranjak dari kamar tanpa bertanya lagi.
Setelah selesai beres- beres dia pun bersiap untuk berangkat bekerja. Lalu pamit pada anak dan ibunya yang sedang asyik menonton televisi.
Dia berangkat dengan berjalan kaki selain karena tidak memiliki kendaraan, pabrik tempatnya bekerja masih bisa di tempuh dengan berjalan kaki selama 25 menit.
"Ayuni!"
Di lihatnya Santi menghentikan sepeda motornya, "Ayo naik!" ajaknya.
Ayuni pun tersenyum pada sahabatnya dan naik ke atas motor matic nya. Mereka memang sangat dekat Santi teman yang paling dekat dan banyak membantu Ayuni. Dia tinggal bersama ibu dan bapaknya dan belum menikah, entah apa yang membuatnya sampai sekarang belum menikah padahal Santi tergolong cantik untuk ukuran perempuan di desa banyak pemuda yang jatuh hati padanya namun dia selalu menolak.
"Aku mau mampir ke sekolah Yasmin dulu, hari ini dia tak mau sekolah entah kenapa"
"Oke, masih ada waktu sebelum jam bekerja di mulai. Apa Yasmin sakit?" tanya Santi.
Ayuni pun menjawab, "Tidak tapi suasana hatinya sepertinya sedang tidak baik."
"Apa teman-temannya mengganggu dia lagi?"
"Entahlah, tapi ku rasa ada hubungannya"
Kami sampai di halaman sekolah yang di tumbuhi pepohonan rindang, Santi memarkirkan motornya di bawah pohon. tampak anak-anak berlarian bersama teman nya, ada juga yang baru sampai dengan di antar orang tuanya. Lalu pandangan Ayuni tertuju kepada Bu Marta yang mengantar anaknya di depan gerbang sekolah, sadar dengan kehadiran Ayuni, Bu Marta mendelik sinis.
Ayuni pun berjalan menghampiri dan tersenyum. Tapi wanita yang berpenampilan glamor itu mengacuhkannya. Ayuni yang sudah terbiasa mendapat perlakuan itu, berlalu melewati begitu saja tanpa basa-basi.
"Kalo tidak bisa mengurus anak setidaknya jangan biarkan anak menjadi seorang pencuri," ucapnya di belakang Ayuni.
Deg!!
Ayuni tahu perkataan itu di tujukan untuknya, dia menghentikan langkahnya dan berbalik menatap ke arah Bu Marta.
"Maksud Bu Marta siapa yang mencuri?"
"Anakmu! mencuri uang anakku kemarin, tidak besar jumlahnya sih, tapi di ajarin lah anaknya nanti kebiasaan jadi pencuri." Bu Marta berbicara masih dengan nada sinis.
"Anak ku tak mungkin mencuri!"
Muka ayuni merah padam, karena menahan perasaan sesak di dadanya, dia yakin Yasmin tidak akan melakukan itu.
"Kalo tidak percaya, ya tanya saja pada anaknya atau gurunya temannya yang lain juga tahu!" Dia berbicara sambil melirik anaknya.
"Rani apa betul Yasmin mencuri uangmu?"
"Iya uangku hilang dan aku menemukan uang itu di saku tas Yasmin."
"Kamu yakin dia mencurinya?" Tanya Ayuni.
"Hei kamu pikir anakku berbohong, aku tau betul anakku bagaimana, dia tidak mungkin berbohong karena aku dan suamiku mendidiknya dengan baik," tukas Bu Marta.
"Tapi aku juga tau betul bagaimana anakku, meskipun aku bukan orang yag berada, aku selalu memberinya uang saku yang cukup, agar dia tidak sampai meminta kepada orang lain. Kalaupun dia merasa kurang, dia akan bilang padaku tak mungkin sampai mencuri," bela Ayuni.
"Halah... buktinya sudah ada kok, mana ada maling ngaku. Makanya mengurus anak tuh tanggung jawab ya, ajarin yang benar bukan hanya enaknya saja, sudah tidak tau siapa bapaknya eh jadi pen..."
"Cukup!" Santi menyela perkataan Bu Marta.
"Mengapa Anda bicara hal yang tidak pantas kepada seorang anak dan di depan anak?" Santi dari tadi sudah merasa kesal. Dia tidak tahan dengan kata-kata yang memojokan Ayuni dan Yasmin.
"Sudah Ayuni tinggalkan saja dia! Tidak ada gunanya. Yang penting kita tahu Yasmin tidak mungkin mencuri," Santi menarik tangan sahabatnya itu untuk menjauh dari Bu Marta, orang yang selalu mencari masalah.
Bu Marta memandangi punggung mereka yang meninggalkannya, "Dasar tidak sopan!"
Hati Ayuni tentu sakit mendengar cacian dan tuduhan itu. Tapi ayuni harus tahu apa yang terjadi sebenarnya kemarin, maka dia melanjutkan tujuan nya menghadap Wali kelas Yasmin.
Di ruang guru.
"Mungkin ini kesalahan pahaman sesama anak saja bu Ayuni. Saya pribadi juga percaya Yasmin tidak mungkin mencuri," wali kelas menjelaskan.
"Tiara, teman Yasmin juga memberikan kesaksian nya kemarin. Karena Tiara tahu betul hari itu dia selalu bersama Yasmin," lanjutnya.
Sebenarnya uang itu terjatuh di dekat kursi yasmin lalu ia mengambilnya dan hendak memberikan pada guru siapa tahu pemilik nya mencarinya. Tapi ketika Yasmin dan Tiara hendak ke ruang guru tiba-tiba Rani datang dengan teman nya menuduh Yasmin mencuri uang nya. Bu Desti tahu dengan yang terjadi pada anak-anak itu. Rani dan Yasmin memang tampak sering tidak akur.
Bagaimana pun Ayuni tetap khawatir hal ini berdampak dengan Yasmin yang mogok sekolah hari ini. Sekarang dia harus membangkitkan semangat anaknya kembali.
Setelah berbicara dengan Bu Desti, Ayuni dan Santi hendak pergi ketika akan meninggalkan kelas mereka berpapasan dengan Rani dan beberapa anak lain, anak-anak itu melihat ke arah mereka sambil berbisik dan cekikikan.
"Ya ampun anak-anak ini benar-benar ya. Mereka terlalu mendengarkan perkataan orang dewasa," ucap Santi dengan gemas.
Ayuni hanya terdiam melihatnya dan mendengarkan gerutuan Santi yang entah apa kelanjutan dari ucapan nya itu. Pikirannya menerawang memikirkan buah hatinya yang pasti terluka karena di tuduh mencuri.
"Yun apakah sebaiknya kamu memindahkan sekolah Yasmin saja mungkin di tempat yang baru temannya akan lebih ramah padanya," tanya Santi setelah mereka sampai di parkiran pabrik.
"Tidak ada sekolah lagi di sekitar desa kamu kan tahu sekolah itu satu-satunya yang ada di desa. Lagipula aku akan mengajarkan anakku untuk tidak menjadi pengecut, harus bisa menghadapi apapun yang ada di hadapannya jika dia selalu menghindar mau sampai kapan?" Kata Ayuni. "Iya, kau benar," Santi mengganguk setuju.
Pada jam istirahat di pabrik, Ayuni dan Santi makan bersama di samping gudang. Tiba-tiba datang beberapa karyawan wanita sedang berbincang-bincang.
"Eh mandor kita lagi nyari istri ke tiga tuh, kamu tidak berminat menjadi yang ke tiga hihihii..?" tanya salah satu wanita pada temannya.
"Amit-amit deh mending jadi jomblo seumur hidup daripada harus jadi yang ke tiga nya buaya darat," tukas temannya.
"Ah masa, emangnya kamu tahan hidup sendirian seumur hidup? Hahaha..."
"Ah kamu kan menjanda sudah lama, kenapa tidak kamu saja hufh...," temannya menjawab dengan menahan tawa.
"Sorry ya aku punya harga diri, biarpun janda statusku jelas. Tidak seperti si itu janda bukan, gadis juga bukan, tapi berlaga lugu dan sok jual mahal," matanya mendelik ke arah Ayuni dan Santi.
"Si itu siapa maksudnya hihihi..."
Mereka tertawa, tentu mereka iri karena Ayuni sangat cantik, dan mencuri perhatian para pekerja laki-laki di pabrik. Ayuni tahu orang-orang itu sedang menyindir dirinya. Tapi Ayuni memilih untuk tidak menghiraukan. Meskipun hatinya merasa sakit. Jika dia menanggapi perkataan itu pasti akan menimbulkan keributan dan masalah. Dia dan Santi acuh sambil terus melanjutkan makan siangnya.
Merasa tidak ada tanggapan dari Ayuni orang-orang itu akhirnya pergi. Santi yang juga merasa kesal, membesarkan hati sahabatnya.
"Tidak usah di hiraukan mereka memang suka mencari keributan."
"Aku tidak apa-apa, sudah biasa menghadapi orang-orang seperti itu," Ayuni tersenyum tipis. Tak lama waktu jam istirahat usai dan mereka kembali bekerja sampai tiba waktu berkerja habis.
Ayuni tak sabar untuk bertemu Yasmin menjelaskan, dan memberi semangat kepada anaknya. Betapa berat cobaan yang terus Ayuni lalui, setelah dirinya yang kerap di cemooh orang, anaknya pun harus mengalami hal serupa.
"Maafkan Ibu Nak," lirihnya, dengan mata berkaca.
(Author P.O.V)Dorr... Dorr....Suara itu memecah kesunyian malam di desa yang tenang. Sebagian warga desa keluar ingin melihat sumber suara, Namun mereka tak mendapati apa pun ketika melihat keluar. Lalu mereka kembali masuk ke rumahnya masing-masing.Ayuni tentu saja terbangun karena suara seperti tembakan itu terdengar dekat dengan rumahnya. Dia mengintip di balik jendela melihat sekeliling rumah tapi tidak terlihat ada seseorang atau apapun disana. Rasa takut dan penasaran menjadi satu."Bu suara apa tadi itu?" Yasmin mengejutkannya di belakang."Suttt.. entahlah sayang," Ayuni menjawab dengan meletakan jari telunjuk di mulutnya. Dia tak berani untuk keluar, untuk melanjutkan tidurnya juga dia tidak berani, khawatir jika terjadi sesuatu lagi.Sekelilingnya sunyi senyap dia bertanya-tanya suara tembakan itu terdengar sangat jelas, tapi kenapa tidak ada seseorang pun di luar sana. Rumahnya memang terbilang agak jauh ber
(Ayuni P.O.V) Astaga! kesiangan.... "Yasmin bangun Nak!, kita bisa terlambat." Aku membangunkan anakku yang masih terlelap tidur. Sepintas aku berpikir apa sebaiknya dia tidak sekolah dulu mengingat kejadian kemarin, mungkin dia belum siap kembali ke sekolah. Di tengah kebimbangan itu tak ku sangka dia sudah melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Aku menuju dapur dan menyiapkan sarapan. Setelah dia mandi, ku lihat dia memakai seragam sekolahnya. "Kamu sekolah hari ini?" tanyaku. "Lho Ibu ini gimana sih tentu saja aku harus sekolah, Ibu aneh," jawabnya. "Baiklah," aku tersenyum dan bersyukur, dia sepertinya sudah bersemangat lagi untuk berangkat sekolah. Setelah semuanya selesai dan kami bersiap untuk pergi ke sekolah tak lupa aku menyiapkan makanan untuk ibu. "Ibu kita berangkat dulu, ingat ya jangan pergi ke mana-mana tunggu Yasmin pulang sekolah!" Ujarku. Dia hanya mengangguk dan melanj
(Jodi P.O.V) Aku menyaksikan Ayuni gelagapan dengan apa yang di katakan anaknya. Tentu saja dia tidak tahu bahwa memang itu tujuanku datang ke desa ini, tanpa dia sadari aku sudah memperhatikannya sejak lama. *** Empat tahun yang lalu untuk pertama kali aku bertemu dengannya tanpa di sengaja. Dia sedang dilabrak oleh seorang perempuan. Aku merasa penasaran dan tertarik untuk menyaksikan pemandangan itu. "Dasar ganjen! kamu mau cari perhatian sama pacarku, kenapa dia mengantarkan kamu pulang?" si pemaki berkacak pinggang. "Maaf Kak, aku tidak tau dia pacar Kakak dan lagi pula aku berdua bersama dengan temanku yang lain, aku hanya menganggapnya teman biasa." "Terus kalau dia tidak punya pacar kamu mau menggodanya? Harusnya kamu sadar diri siapa kamu dasar murahan!" Perempuan itu terus memakinya, namun tiba-tiba dia mendorong Ayuni, yang sedang menggendong anak kecil hingga tersungkur di te
( Author P.O.V ) Setelah kepulangan Jodi dari rumahnya, Ayuni di buat kesal dengan apa yang di ucapkan Jodi yang membuat putrinya menaruh harapan tinggi. Sejujurnya ada perasaan senang di hatinya ketika Jodi mengatakan, perasaannya melayang. Tapi dia sadar dan mampu menguasai diri. "Mengapa dia mengatakan hal-hal yang tidak berguna," ucapnya pelan. "Maksud Ibu, Om Dokter itu?" sahut Yasmin yang mendengar ucapannya. "Hmm.... Kau jangan terlalu menganggapnya serius, orang itu hanya tidak tahu apa yang di ucapkan, aneh!" Yasmin mengerutkan keningnya dan bertanya "Bukankah Ibu yang aneh? Dia menyukaimu Ibu," lanjutnya. "Anak kecil jangan sok tahu!" Ayuni memencet hidung putrinya gemas. Dan melanjutakn, "Sayang orang itu dokter, sangat tampan, dan kaya, tidak mungkin dia menyukai aku yang tidak berpendidikan, miskin, jelek dan sudah mempunyai anak." "Apa mempunyai anak itu sesuatu yang buruk bu?" Yas
(Author P.O.V) Yasmin terus menengok ke arah pintu, menanti kepulangan Ayuni. Tidak biasanya ibunya pulang terlambat, apalagi sampai malam. Kalaupun akan pulang terlambat, ibunya selalu memberi pesan dulu sebelumnya. Perasaannya menjadi cemas Yasmin sama sekali tidak memegang handphone, dia bingung harus berbuat apa. "Nek, kenapa sampai sekarang ibu belum pulang ya?" "Tidak tahu," jawab neneknya dengan bingung dan berkata, "Aku lapar mau makan." "Aku juga Nek, tapi ibu belum pulang," kata Yasmin. Tiba-tiba dia teringat dengan Jodi, "Nek tunggu sebentar, aku akan keluar dulu." Neneknya mengangguk dan berkata," jangan lama-lama! Nenek sendiri." "Oke Nek," Yasmin menjawab sambil menutup pintu, dia berlari dengan harapan Jodi akan membantunya. Ketika sampai di depan pintu rumah mewah itu, sempat timbul keraguan. Namun tidak ada cara lain dan ia bosan menunggu, akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu.
(Author P.O.V) Ayuni terbaring lemah di ranjang klinik, entah berapa lama dia tertidur. Saat membuka matanya, dia merasakan sakit di seluruh badannya. Pandangannya menyapu seisi ruangan, dia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukan waktu dini hari. Kemudian dia teringat kembali peristiwa kemarin sore, yang terkunci di gudang hingga sampai Jodi menemukannya. Dia melihat pada sosok di sampingnya yang sedang tertidur begitu pulas, punggungnya bersandar pada sebuah kursi. Ayuni tersenyum, wajah rupawan seperti pahatan indah itu sedang tertidur dengan mulut menganga, walaupun begitu masih saja terlihat tampan, pikirnya. Dia tidak berani untuk mengganggu tidur nya. Kemudian dia teringat dengan anak dan ibunya yang pasti menunggu dengan khawatir. Dia pun mencoba bangkit, tapi tulang rusuknya terasa sakit, "Akh...!" Sejurus kemudian Jodi terbangun karena mendengar seruan Ayuni. "Kenapa? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya. "
(Author P.O.V)"Apa?"Rasa penasaran Ayuni semakin bertambah. Siapa orang itu? Dan apa maksudnya memberikan begitu banyak makanan kepada mereka?"Tadi pagi aku di antar Om Dokter ke sekolah, naik mobilnya yang bagus. Mereka semua kagum dan teman-temanku bertanya, siapa orang itu? Ku jawab saja calon Ayahku," cerita Yasmin begitu semangat. Hal itu malah mengingatkan lagi Ayuni kepada Jodi."Yasmin! Kau tidak boleh mengatakan itu Nak!" Ayuni tidak senang dengan yang di ucapkan anaknya. Ini bisa menjadi masalah baginya dan juga Jodi."Kenapa?" Yasmin mendelik."Sayang, Om Jodi memang baik sama kita, tapi dia belum tentu akan menjadi Ayahmu Nak." jawab Ayuni."Oh aku baru tahu, Om Dokter itu bernama Jodi. Tapi kenapa Bu dia gak bisa jadi Ayahku?" Rupanya Yasmin baru tahu nama Jodi sesungguhnya."Bukan tidak bisa. Dalam hidup tidak semua yang kita inginkan akan terwujud, begitupun dengan semua yang kita takutkan,
(Author P.O.V) Ayuni tercengang dengan kedatangan tamu yang tak diundang itu, hati dan pikirannya menjadi gelisah. "Pak Badrun? Ada apa kemari?" tanya Ayuni, yang langsung memeluk anaknya. Lalu memerintahkan anaknya untuk masuk, "Yasmin masuk ya, tunggu bersama Nenek!" Anak itu merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ibunya dia ragu, namun akhirnya menuruti perintah ibunya. Ayuni tahu kedatangan Badrun, pasti berhubungan dengan kejadian di gudang dan percakapannya dengan Pak Burhan tadi siang. Mungkinkah dia datang semacam ingin menuntut balas? Seperti yang dilakukan oleh sekelompok wanita tadi di pabrik. Celakanya dia langsung mendatangi ke rumahnya saat malam hari. Ayuni mulai gentar, dia berkata, "Aku tidak memfitnahmu, aku hanya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi ketika di gudang kepada Pak Manager." Badrun menyeringai, "Ayuni santai saja lah dulu! Aku belum mengatakan maksud dan tujuanku kemari. Tapi kau sud
Dalam beberapa saat Jodi membiarkan Ayuni memeluknya. Entah kenapa dia melunak, ada sesuatu yang mendorong untuk membelai wanita yang kini sedang mendekapnya erat. Namun, sikap angkuh menahannya agar tidak melewati batas.Berbagai pertanyaan hadir di benak Jodi. Siapa Ayuni? Siapa wanita yang begitu berani memeluknya tanpa rasa malu. Apa arti dirinya bagi mereka? Mengapa mereka menangis ketika ia datang kembali ke desa itu?"Apa kita pernah dekat sebelumnya?" tanya Jodi, setelah beberapa saat mereka terdiam.Ayuni melepaskan pelukannya, ia mulai sadar dan merasa malu atas tindakannya. Dia mengerti, Jodi pasti keheranan."Ah, maaf. Kau sangat baik, walaupun sikapmu terkadang membuat jengkel tapi kau seorang dokter yang baik bagi kami. Selain itu ruma kita yang berdekatan membuat kami merasa kehilangan ketika mendengar kau meninggal," jawab Ayuni. Dia tidak memberitahu hubungan spesial di antara mereka. "Rumahku?" "Iya. Itu rumahmu, di sanalah kamu tinggal selama ini." Ayuni menunjuk
Setelah menggertak para wanita itu, Jodi kemudian masuk ke dalam mobil karena tidak ingin menjadi pusat perhatian mereka. "Tenyata aku benar-benar pernah tinggal di tempat ini. Mereka sampai menganggapku hantu karena mengira aku sudah meninggal."Berdasarkan petunjuk yang ia temukan dari ponselnya, Jodi datang ke desa tempatnya bertugas. Gisel bisa saja menghapus semua isi yang ada di dalam ponsel Jodi, akan tetapi Jodi tahu cara untuk bisa mengembalikan apa yang pernah tersimpan di dalamnya meskipun tidak semua. Berdasarkan sebuah email yang ia temukan di buku catatan miliknya. Dia bisa melihat jika dalam beberapa bulan sebelum kecelakaan Jodi berada di desa.Jodi kebingungan di dalam mobil dan terus berputar-putar mengikuti jalan desa, sampai menjelang sore. "Ck, seharusnya aku tadi bertanya kepada mereka," gumam Jodi seorang diri.Jodi menghentikan mobilnya ketika melihat seorang wanita tua berdiri di tepi jalan. Dia membuka kaca jendela ketika bertanya."Permisi, apakah di seki
"Ayuniii!" teriak Santi sambil berlari menuju ruangan Ayuni ketika mereka berada di pabrik."Ada apa, San? Kok teriak-teriak begitu sih?" tanya Ayuni yang melihat Santi ngos-ngosan."Ayuni ... Kamu pasti tidak percaya hah ...," jawab Santi masih dengan berusaha mengatur napasnya."Tidak percaya apa? Kamu tenangin dulu, ayo duduk." Ayuni mengajak Santi duduk di sofa. Namun Santi menggeleng-geleng kepala sambil menggerakkan tangannya, pertanda ia menolak untuk duduk. "Tidak, kamu harus lihat ini!"Ayuni menghampiri Santi yang sedang menunjukkan ponsel padanya."Ada apa?" "Coba perhatikan video ini. Ini adalah rekaman CCTV tersembunyi, yang saudaraku pasang di depan rumahmu. Dua hari yang lalu kami menemukan bangkai ayam itu lagi kan?" tanya Santi.Ayuni menatap Santi sambil mengangguk. Dadanya berdebar kencang karena sebentar lagi akan tahu siapa yang telah membuat teror untuknya selama ini. "Lihat dan perhatikan baik-baik!" ujar Santi."Apa kita mengenal orang itu?" "Lihat saja!""
Ayuni terduduk lesu dengan tangan yang menelungkup wajahnya, betapa banyak kejutan-kejutan dalam hidupnya. Entah kini dia harus bahagia atau sedih. Namun satu yang harus Ayuni lakukan, yaitu bersyukur! Mensyukuri keselamatan Putri yang dicintainya dan juga mensyukuri apa yang ia lihat seseorang yang terekam di otaknya secara jelas itu kini nyata bukan lagi bayang-bayang selama beberapa berputar-putar di benaknya. Bergegas Ayuni bangkit. Bodoh! Mengapa dia malah duduk di sana? Dia berjalan dengan setengah berlari, menuju pintu yang akan dilalui orang tadi. Namun, tampaknya dia terlambat sepertinya perawat tadi terburu-buru membawa pasien yang berkursi roda. Masih dengan setengah berlari, Ayuni mencari-cari sosok itu, tapi dia benar-benar menghilang. Ayuni kalah cepat! Kembali Ayuni menuju ruangan putrinya, masih ada Fabian di sana sedang duduk di samping pembaringan Yasmin yang sudah terjaga menikmati sepotong kue di mulutnya. "Ibu, dari mana saja?" ta
Suara sirine ambulans merebak ke seisi desa yang damai. Dalam ambulans itu Yasmin terbaring dengan perban di kepalanya. Dan di samping Yasmin terbaring, duduk Ayuni dengan isak tangis yang tiada henti sejak satu jam yang lalu.Ambulans itu akan menuju rumah sakit besar, setelah sebelumnya Yasmin mendapat pertolongan pertama di klinik desa. Ayuni tidak sendiri duduk di samping Yasmin, dia ditemani dokter baru di klinik yang memaksa ikut bersama mereka."Ayuni, tenanglah! Dia pasti akan selamat." ucap Fabian, menenangkan Ayuni yang masih terisak.Ayuni menggenggam tangan kecil putrinya, yang belum sadarkan diri sejak peristiwa tadi. Dan itu semakin membuat Ayuni khawatir. Dia tidak ingin kehilangan putri tercintanya, hanya Yasmin yang membuat Ayuni tegar dalam menjalani hidup selama ini.Setelah dua jam perjalanan mereka tiba di sebuah rumah sakit besar terdekat dari desa. Para medis langsung mengambil tindakan pada Yasmin, gadis kecil itu menga
Ayuni melihat ke arah orang itu sekilas, lalu kembali melanjutkan tujuannya membeli ayam goreng untuk Yasmin. Dia naik ke atas motor dan merogoh kunci motor di saku bajunya.Orang itu malah menghampiri Ayuni dan berdiri di depan motornya."Bisakah kita bicara sebentar?" tanya orang itu, dokter baru di klinik yang menggantikan Jodi."Aku harus pergi, bisakah kamu pergi dari hadapanku saja! Bertingkahlah seolah kita tidak pernah saling mengenal!" ketus Ayuni."Ada banyak yang ingin aku bicarakan padamu. Kita harus bicara!""Fabian, tidak ada yang harus dibicarakan. Tolong minggir! Aku tidak ingin membuat anakku menunggu terlalu lama," tekan Ayuni. Dia mencoba memundurkan motor untuk menghindari laki-laki yang bernama Fabian itu."Aku sangat merindukanmu, Ayuni!" cetus Fabian.Tidak peduli dengan yang diucapkan Fabian, Ayuni melajukan motornya meninggalkan Fabian sendiri."Rindu dia bilang? Hah ...," cibir Ayuni, saat di per
"Hallo apa kabar Ayuni? Kau pasti tidak lupa denganku 'kan?" ucap dokter itu seraya tersenyum.Ayuni tidak menajwab, ia tampak memalingkan wajahnya. Ayuni terlihat tidak senang sekaligus tidak nyaman, Santi pun menyadari itu dengan mengerutkan kedua alisnya.'Apa mereka saling mengenal?' batin Santi.Dokter itu kemudian mengecek suhu tubuh Ayuni dan memeriksa infusan yang tergantung di sampingnya."Dia sudah bia pulang sore ini 'kan Dok?" tanya Santi."Iya dia bisa pulang sore ini juga, karena tidak ada yang serius. Hanya saja dia harus menjaga pola makannya dengan baik," jawab dokter itu."Syukurlah kalau begitu. Ayuni kau dengar itu, memang berat kehilangan seseorang tapi kau juga harus ingat dengan kesehatanmu." ucap Santi.Ayuni masih terdiam."Pasti orang itu seseorang yang sangat berharga," cetus dokter yang memeriksa Ayuni."Dia baru saja kehilangan Ayah dan kekasihnya dalam waktuyang hampir bersamaan," sahut Sant
"Ibuu ... aku pulaang!" seru Yasmin saat tiba di rumahnya sepulang skolah. Dia melihat ke sekelilingnya yang nampak sepi, ketika masuk pun tidak tampak ibu dan neneknya di ruang tengah. "Bu, Nenek," panggilnya. Dia menengok ke kamar ibunya, ia merasa lega ketika ibunya itu sedang terbaring di tempat tidur dengan terlelep. Karena terlihat begitu pulas, gadis kecil itu mengurungkan niatnya untuk membangunkan Ayuni. Yasmin pun mencari Bu Ratih setelah mengetahui neneknya itu tidak ada di kamarnya. Dia mencoba mencari ke belakang rumah, siapa tahu neneknya itu sedang menyiram tanaman-tanaman di sana. Namun, dia tidak menemukan neneknya itu. "Haah ... pasti nenek kabur dan kelayapan lagi," ucap Yasmin, dengan menghela napas. Itu memang sering terjadi, akan tetapi dia selalu pulang dengan diantarkan oleh para tetangga yang mengetahui jika Bu Ratih mempunyai alzheimer dan memang sudah tua. Yasmin memutuskan membangunkan Ayuni untuk mencar
Bramantyo meninggal! Inikah maksud dari ucapannya yang mengatakan tidak akan menggangu Ayuni lagi? Ayuni benar-benar lemas, harus seperti ini jalan takdir yang dilaluinya. Baru saja dia menerima kenyataan pahit, kabar buruk lain sudah datang menghampiri. "Pak Bram," lirih Ayuni. Dia bahkan belum sempat memanggilnya ayah atau papa, tapi laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya. Bu Ratih yang mendengar itu tampak heran, Penyakit alzheimer yang dideritanya membuat dia sedang tidak mengingat Bram. Tania lalu membuka tasnya dan menyerahkan surat yang ditulis oleh Bram, sebelum dia meninggal. "Ini surat yang dia tulis untukmu," ucap Tania. Ayuni menerima surat itu dan memandang dengan sendu surat yang beramplop putih itu. "Aku baru tiga kali saja bertemu dengannya, saat terakhir kali bertemu sebenarnya begitu banyak yang ingin aku ceritakan padanya. Mengapa dia datang jika akhirnya harus pergi lagi?" li