(Author P.O.V)
"Gajian kali ini di tunda lagi, lusa baru uang gajian turun," kata Badrun mandor pabrik memberikan pengumuman kepada para pekerja, lalu pergi tanpa menjelaskan lagi.
Terlihat raut kekecewaan di wajah para pekerja, padahal mereka menanti-nanti sejak pagi tadi. Ini hal yang sering terjadi ketika waktu gajian tiba. Ayuni pun sama dengan mereka, kecewa dan hanya bisa pasrah. Dia berjalan keluar pabrik dengan lunglai ingin segera kembali pulang ke rumah melepas penat dan kekecewaan.
'Ah...Menyebalkan!'
Padahal dia sudah tidak lagi mempunyai simpanan uang, dia merogoh saku celana nya dan memandang uang satu lembar dua puluh ribuan di tangan, "Uang ini harus cukup sampai lusa," dia menggumam dalam. Teringat, tadi pagi dia berjanji akan membelikan ayam goreng kesukaan Yasmin, anak nya.
"Ayuni!"
Dia menoleh pada sumber suara itu, dia melihat Badrun, mandor pabrik dengan tersenyum menyebalkan kepadanya.
"Ada apa pak Badrun?" tanya Ayuni dengan enggan.
"Sepertinya kamu sedang bingung, apa karena hari ini tidak mendapatkan uang? Aku bisa memberimu beberapa jika kau mau," ujarnya dengan seringai nakal.
"Tidak apa-apa terima kasih, aku masih mempunyai uang, permisi aku buru-buru."
Ayuni cepat- cepat memutuskan percakapan itu sebelum mandor itu berbicara banyak lagi. Tentu saja dia tahu maksud arah pembicaraan nya selanjutnya. Selain itu dia tidak mau di lihat pekerja lain dan berprasangka yang bukan-bukan padanya jika terlalu akrab dengan mandor. Dengan statusnya akan mudah memancing reaksi orang untuk berpikian buruk terhadap Ayuni. Apalagi Badrun memang di kenal genit. Dengan statusnya sebagai mandor, dia sering kali memanfaatkan jabatannya itu untuk menggoda pekerja wanita di pabrik.
"Ah...kamu terlalu kaku Ayuni, jangan terlalu jual mahal lah! Aku bisa tahu dengan caramu memandang uang di tanganmu barusan," balasnya dengan nada mengejek.
Dia memang selalu mencoba merayu dan mengganggu Ayuni, karyawan yang paling cantik di pabrik. Dia pikir dengan menawarkan bantuan, bisa sedikit meluluhkan wanita itu tapi kali ini, dia kembali mendapat penolakan. Tentu saja bukan bantuan cuma-cuma tidak ada yang gratis di dunia ini, pikirannya.
"Sombong sekali wanita ini, tunggu saja suatu saat aku akan membuatmu mengemis di hadapanku," batinnya.
Ayuni berpamitan dan cepat-cepat pergi meninggalkan Badrun, yang dari tadi terus menatapnya ngeri.
Ayuni berjalan menyusuri jalan setapak yang di tumbuhi ilalang yang sudah menguning, di kiri dan kanan jalan terbentang luas pesawahan yang akan mulai di panen. Cahaya matahari sore menambah aura keemasan di sekitarnya.
"Yasmiin..." Ayuni memanggil anaknya, ketika tiba di depan rumah.
"Untung Ibu cepat pulang Nenek sepertinya tak mau makan lagi," seorang anak datang menyambutnya dengan nada kesal.
"Mengapa Nenek tak mau makan, apakah kau bertengkar lagi dengannya?"
Ayuni tinggal bersama anak dan Bu Ratih, ibu Ayuni yang sudah tua dan menderita Alzheimer sejak beberapa tahun yang lalu.
"Aku tidak bertengkar dengannya, hanya saja tadi dia pipis di celana dan aku sedikit marah," Yasmin menjelaskan dengan nada khawatir, takut ibunya malah memarahinya balik.
Namun Ayuni adalah ibu yang pengertian. Dia mengerti dengan kekesalan anaknya, saat anak seusianya menghabiskan waktu belajar dan bermain. Yasmin harus menjaga seorang nenek yang sakit sendirian di rumah ketika ibunya bekerja.
"Maaf ya, Nenek mungkin lupa lagi Sayang, kamu harus mengerti dia sedang sakit. Hari ini terima kasih sudah menjaga Nenek dengan baik," sambil mengusap kepala anaknya dengan sayang.
Tampak gadis kecil itu memperhatikan ibunya seperti mencari-cari sesuatu. Namun dia tidak menemukan apa pun, karena ibunya datang dengan tangan kosong. Terlihat raut kekecewaan di wajahnya. Ayuni pun tersenyum dan mengerti dengan apa yang di cari Yasmin.
Yasmin hanya merngerutkan bibirnya, gurat kekecewaan terlihat jelas dan tanpa bertanya pada ibunya dia masuk ke dalam rumah. Ayuni menghela napas merasa menyesal tidak menepati janji.
Ayuni melihat ibunya duduk di hadapan televisi, entah apa yang ditonton, wajahnya merenggut. Dan dia bisa tahu pasti telah terjadi perang dingin antara nenek dan cucu itu, hal yang biasa terjadi. Namun itu tidak akan berlangsung lama, mereka akan cepat akur kembali. Bagaimanapun mereka saling menyayangi satu sama lain.
"Ibu kenapa tidak mau makan? Kau ingin makan bersamaku?" Ayuni bertanya kepada Bu Ratih.
Wanita tua itu menggeleng dan berkata, "Tidak, aku tidak lapar," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya.
Ayuni pun pergi ke dapur menyiapkan makan malam dengan lauk seadanya. Seandainya tadi sore dia menerima upah nya selama sebulan, pasti hari ini dia bisa menyajikan makanan enak untuk mereka.
Teringat kejadian tadi waktu dia hendak pulang teringat mandor itu yang selalu mengganggunya. Seandainya ada pekerjaan lain yang lebih baik mungkin dia akan pindah bekerja, tapi apa daya dia hanya memiliki ijazah SMA-nya yang dia dapat ketika sedang hamil, tanpa di ketahui pihak sekolah bahwa dia sedang berbadan dua. Seandainya pihak sekolah mengetahui hal itu, Ayuni mungkin tidak akan mendapatkan ijazahnya. Lagipula tidak banyak lapangan pekerjaan yang tersedia di desa, rata-rata mereka bekerja sebagai petani atau merantau ke kota. Ayuni bersyukur bisa diterima bekerja di pabrik, tanpa harus meninggalkan desa, apalagi di kota persaingan kerjanya begitu ketat. Walaupun gajihnya di pabrik hanya cukup untuk keperluan sehari-hari.
"Ayo Bu kita makan! Sudah lapar nih, kita makan sama-sama, sambil Ayuni suapin mau ya Bu?" Ayuni mencoba membujuk ibunya.
Wanita tua itu mengalihkan pandangan ke arah anaknya lalu menoleh kepada Yasmin yang dari tadi asik menggambar di buku gambar mengacuhkan neneknya. Sepertinya permusuhan cucu dan nenek masih belum usai. Ayuni pun hanya tersenyum melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu, bahkan terkadang melebihi dari tingkah Yasmin.
Ayuni lalu mengajak anaknya untuk makan, "Ayo Sayang kita makan, lauknya seadanya, Ibu belum gajian sekarang, katanya di tunda lusa. Ibu tidak lupa ko dengan janji tadi pagi."
"Kebiasaan banget di tunda terus gajian, itu kan pelanggaran hak asasi buruh," ucap Yasmin sambil beranjak dari tempat duduknya.
Ayuni tertawa mendengar ucapan Yasmin yang seperti orang dewasa, terkadang dia memang seperti orang dewasa bila di ajak bicara, mungkin keadaan yang memaksanya tumbuh seperti orang dewasa.
"Yah biasalah, Ibu juga tidak tahu, bersyukur saja Ibu masih bisa bekerja."
"Hmm...oke deh! Selama Ibu yang masak apapun makanannya pasti ku makan karena masakan Ibu paling enak di dunia he...he..."
"Ya ampun! Anakku memang paling pintar memuji. Ibu bisa terbang nih dipuji seperti itu."
"Ibu tidak usah khawatir, bila besar nanti aku akan bekerja keras, dan mendapatkan uang yang banyak. Kau tak perlu bekerja di pabrik lagi," ucap gadis kecil itu.
"Kau harus sekolah dan belajar yang rajin dulu." tandas Ayuni sambil meletakan semangkuk sayur bayam untuk mereka makan.
Mendengar tanggapan dari ibunya, ekspresi gadis kecil itu berubah menjadi murung. Tetapi Ayuni tidak menyadari perubahan yang terjadi pada anaknya, dia sibuk menata piring.
Lalu mereka mulai menyantap makan malam bersama, Ayuni menyuapi ibunya yang sepertinya sudah mulai mencair dengan Yasmin, karena mereka sudah mulai saling bicara lagi. Selesai makan dia langsung membereskan pekerjaan rumah yang tampak berantakan karena di tinggal seharian, kemudian bergegas membersihkan diri dan ingin segera merebahkan diri karena lelah bekerja.
Suasana di desa memang sudah sepi jika sudah malam, mungkin karena ini di desa dan orang-orang kebanyakan bekerja di pagi hari nya, mereka tidur lebih awal. Tidak banyak kegiatan ketika malam menjelang. Hanya suara-suara binatang malam yang terdengar. Tak lama Ayuni pergi berbaring ke tempat tidur, beristirahat melepas lelah karena seharian bekerja.
Dia menatap wajah anaknya yang sedang terlelap, seperti biasa ketika beranjak untuk tidur, pikirannya menerawang mengenang kenangan manis yang berubah menjadi memilukan. Dia mengusap kepala anaknya, teringat wajah seseorang di masa lalu yang tercetak jelas di wajah anaknya. Orang yang pernah dia cintai, sekaligus yang memberi kekecewaan terbesar dalam hidupnya. Kata-kata terakhirnya masih terngiang, Ayuni ingin menghapus perkataan yang menyakitkan itu dalam ingatan, tapi sangat sulit.
***
"Aku mencintaimu tapi untuk merawat anak, itu tidak mungkin Ayuni. Kita masih terlalu muda, aku sudah bilang itu. Aku bisa kehilangan beasiswa di kampus. Terserah kau mau apakan bayi dalam kandunganmu, sekarang aku sibuk. Jangan hubungi aku dulu!"
***
Karena kesalahannya di masa lalu, putrinya kini harus hidup tanpa orang tua yang utuh seperti anak-anak lainnya. Namun takdir buruk tidak selalu menjatuhkan, melahirkan dan merawatnya adalah keputusan yang tidak pernah Ayuni sesali. Bagaimana mungkin menyesal, hari-harinya menjadi lebih berwarna dan bermakna. Putrinya adalah sumber kekuatan baginya, meskipun masa muda dia habiskan dengan bekerja dan merawat putrinya. Dia menghapus air mata yang membasahi sudut matanya. Tiba-tiba dia melihat anaknya seperti gelisah dalam tidurnya dan mengigau entau apa karena tidak begitu jelas terdengar, mungkin sedang bermimpi buruk. Lalu Ayuni memeluknya dan berkata, "Tidak apa-apa sayang, itu hanya mimpi."
Pada saat yang sama, di luar tanpa disadari Ayuni, ada sepasang mata yang sejak tadi melihat ke arah rumahnya. Tak lama orang itu pun pergi. Sesaat setelah lampu kamar itu di padamkan.
(Author P.OV) Subuh itu, Ayuni bergegas ke dapur memasak nasi dan melakukan aktifitas pagi seperti biasa. Sejak memiliki anak tak ada rasa malas, apalagi berleha-leha. Dia harus menjadi ibu yang tangguh mengerjakan urusan rumah, mendidik anaknya dan bekerja. Dulu, dia adalah anak yang manja karena dia anak tunggal. Orang tuanya meskipun tidak kaya, tapi berkecukupan dan selalu memanjakan. Keadaan berubah semenjak ayahnya meninggal saat dia sekolah menengah pertama. Dan ibunya yang melanjutkan perjuangannya mencari nafkah, usaha yang sudah di rintis ayahnya sebelum meninggal, mengalami kebangkrutan karena ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa yang tidak paham berbisnis. Dia mendengar suara langkah kaki di belakang, rupanya Yasmin terbangun. Rumah mereka memang kecil sehingga apapun segala aktivitas di rumah akan terdengar seisi rumah. Mungkin dia terbangun karena mendengar suara air ketika mencuci. "Sudah bangun sayang, mandi ya lalu sa
(Author P.O.V)Dorr... Dorr....Suara itu memecah kesunyian malam di desa yang tenang. Sebagian warga desa keluar ingin melihat sumber suara, Namun mereka tak mendapati apa pun ketika melihat keluar. Lalu mereka kembali masuk ke rumahnya masing-masing.Ayuni tentu saja terbangun karena suara seperti tembakan itu terdengar dekat dengan rumahnya. Dia mengintip di balik jendela melihat sekeliling rumah tapi tidak terlihat ada seseorang atau apapun disana. Rasa takut dan penasaran menjadi satu."Bu suara apa tadi itu?" Yasmin mengejutkannya di belakang."Suttt.. entahlah sayang," Ayuni menjawab dengan meletakan jari telunjuk di mulutnya. Dia tak berani untuk keluar, untuk melanjutkan tidurnya juga dia tidak berani, khawatir jika terjadi sesuatu lagi.Sekelilingnya sunyi senyap dia bertanya-tanya suara tembakan itu terdengar sangat jelas, tapi kenapa tidak ada seseorang pun di luar sana. Rumahnya memang terbilang agak jauh ber
(Ayuni P.O.V) Astaga! kesiangan.... "Yasmin bangun Nak!, kita bisa terlambat." Aku membangunkan anakku yang masih terlelap tidur. Sepintas aku berpikir apa sebaiknya dia tidak sekolah dulu mengingat kejadian kemarin, mungkin dia belum siap kembali ke sekolah. Di tengah kebimbangan itu tak ku sangka dia sudah melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Aku menuju dapur dan menyiapkan sarapan. Setelah dia mandi, ku lihat dia memakai seragam sekolahnya. "Kamu sekolah hari ini?" tanyaku. "Lho Ibu ini gimana sih tentu saja aku harus sekolah, Ibu aneh," jawabnya. "Baiklah," aku tersenyum dan bersyukur, dia sepertinya sudah bersemangat lagi untuk berangkat sekolah. Setelah semuanya selesai dan kami bersiap untuk pergi ke sekolah tak lupa aku menyiapkan makanan untuk ibu. "Ibu kita berangkat dulu, ingat ya jangan pergi ke mana-mana tunggu Yasmin pulang sekolah!" Ujarku. Dia hanya mengangguk dan melanj
(Jodi P.O.V) Aku menyaksikan Ayuni gelagapan dengan apa yang di katakan anaknya. Tentu saja dia tidak tahu bahwa memang itu tujuanku datang ke desa ini, tanpa dia sadari aku sudah memperhatikannya sejak lama. *** Empat tahun yang lalu untuk pertama kali aku bertemu dengannya tanpa di sengaja. Dia sedang dilabrak oleh seorang perempuan. Aku merasa penasaran dan tertarik untuk menyaksikan pemandangan itu. "Dasar ganjen! kamu mau cari perhatian sama pacarku, kenapa dia mengantarkan kamu pulang?" si pemaki berkacak pinggang. "Maaf Kak, aku tidak tau dia pacar Kakak dan lagi pula aku berdua bersama dengan temanku yang lain, aku hanya menganggapnya teman biasa." "Terus kalau dia tidak punya pacar kamu mau menggodanya? Harusnya kamu sadar diri siapa kamu dasar murahan!" Perempuan itu terus memakinya, namun tiba-tiba dia mendorong Ayuni, yang sedang menggendong anak kecil hingga tersungkur di te
( Author P.O.V ) Setelah kepulangan Jodi dari rumahnya, Ayuni di buat kesal dengan apa yang di ucapkan Jodi yang membuat putrinya menaruh harapan tinggi. Sejujurnya ada perasaan senang di hatinya ketika Jodi mengatakan, perasaannya melayang. Tapi dia sadar dan mampu menguasai diri. "Mengapa dia mengatakan hal-hal yang tidak berguna," ucapnya pelan. "Maksud Ibu, Om Dokter itu?" sahut Yasmin yang mendengar ucapannya. "Hmm.... Kau jangan terlalu menganggapnya serius, orang itu hanya tidak tahu apa yang di ucapkan, aneh!" Yasmin mengerutkan keningnya dan bertanya "Bukankah Ibu yang aneh? Dia menyukaimu Ibu," lanjutnya. "Anak kecil jangan sok tahu!" Ayuni memencet hidung putrinya gemas. Dan melanjutakn, "Sayang orang itu dokter, sangat tampan, dan kaya, tidak mungkin dia menyukai aku yang tidak berpendidikan, miskin, jelek dan sudah mempunyai anak." "Apa mempunyai anak itu sesuatu yang buruk bu?" Yas
(Author P.O.V) Yasmin terus menengok ke arah pintu, menanti kepulangan Ayuni. Tidak biasanya ibunya pulang terlambat, apalagi sampai malam. Kalaupun akan pulang terlambat, ibunya selalu memberi pesan dulu sebelumnya. Perasaannya menjadi cemas Yasmin sama sekali tidak memegang handphone, dia bingung harus berbuat apa. "Nek, kenapa sampai sekarang ibu belum pulang ya?" "Tidak tahu," jawab neneknya dengan bingung dan berkata, "Aku lapar mau makan." "Aku juga Nek, tapi ibu belum pulang," kata Yasmin. Tiba-tiba dia teringat dengan Jodi, "Nek tunggu sebentar, aku akan keluar dulu." Neneknya mengangguk dan berkata," jangan lama-lama! Nenek sendiri." "Oke Nek," Yasmin menjawab sambil menutup pintu, dia berlari dengan harapan Jodi akan membantunya. Ketika sampai di depan pintu rumah mewah itu, sempat timbul keraguan. Namun tidak ada cara lain dan ia bosan menunggu, akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu.
(Author P.O.V) Ayuni terbaring lemah di ranjang klinik, entah berapa lama dia tertidur. Saat membuka matanya, dia merasakan sakit di seluruh badannya. Pandangannya menyapu seisi ruangan, dia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukan waktu dini hari. Kemudian dia teringat kembali peristiwa kemarin sore, yang terkunci di gudang hingga sampai Jodi menemukannya. Dia melihat pada sosok di sampingnya yang sedang tertidur begitu pulas, punggungnya bersandar pada sebuah kursi. Ayuni tersenyum, wajah rupawan seperti pahatan indah itu sedang tertidur dengan mulut menganga, walaupun begitu masih saja terlihat tampan, pikirnya. Dia tidak berani untuk mengganggu tidur nya. Kemudian dia teringat dengan anak dan ibunya yang pasti menunggu dengan khawatir. Dia pun mencoba bangkit, tapi tulang rusuknya terasa sakit, "Akh...!" Sejurus kemudian Jodi terbangun karena mendengar seruan Ayuni. "Kenapa? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya. "
(Author P.O.V)"Apa?"Rasa penasaran Ayuni semakin bertambah. Siapa orang itu? Dan apa maksudnya memberikan begitu banyak makanan kepada mereka?"Tadi pagi aku di antar Om Dokter ke sekolah, naik mobilnya yang bagus. Mereka semua kagum dan teman-temanku bertanya, siapa orang itu? Ku jawab saja calon Ayahku," cerita Yasmin begitu semangat. Hal itu malah mengingatkan lagi Ayuni kepada Jodi."Yasmin! Kau tidak boleh mengatakan itu Nak!" Ayuni tidak senang dengan yang di ucapkan anaknya. Ini bisa menjadi masalah baginya dan juga Jodi."Kenapa?" Yasmin mendelik."Sayang, Om Jodi memang baik sama kita, tapi dia belum tentu akan menjadi Ayahmu Nak." jawab Ayuni."Oh aku baru tahu, Om Dokter itu bernama Jodi. Tapi kenapa Bu dia gak bisa jadi Ayahku?" Rupanya Yasmin baru tahu nama Jodi sesungguhnya."Bukan tidak bisa. Dalam hidup tidak semua yang kita inginkan akan terwujud, begitupun dengan semua yang kita takutkan,
Dalam beberapa saat Jodi membiarkan Ayuni memeluknya. Entah kenapa dia melunak, ada sesuatu yang mendorong untuk membelai wanita yang kini sedang mendekapnya erat. Namun, sikap angkuh menahannya agar tidak melewati batas.Berbagai pertanyaan hadir di benak Jodi. Siapa Ayuni? Siapa wanita yang begitu berani memeluknya tanpa rasa malu. Apa arti dirinya bagi mereka? Mengapa mereka menangis ketika ia datang kembali ke desa itu?"Apa kita pernah dekat sebelumnya?" tanya Jodi, setelah beberapa saat mereka terdiam.Ayuni melepaskan pelukannya, ia mulai sadar dan merasa malu atas tindakannya. Dia mengerti, Jodi pasti keheranan."Ah, maaf. Kau sangat baik, walaupun sikapmu terkadang membuat jengkel tapi kau seorang dokter yang baik bagi kami. Selain itu ruma kita yang berdekatan membuat kami merasa kehilangan ketika mendengar kau meninggal," jawab Ayuni. Dia tidak memberitahu hubungan spesial di antara mereka. "Rumahku?" "Iya. Itu rumahmu, di sanalah kamu tinggal selama ini." Ayuni menunjuk
Setelah menggertak para wanita itu, Jodi kemudian masuk ke dalam mobil karena tidak ingin menjadi pusat perhatian mereka. "Tenyata aku benar-benar pernah tinggal di tempat ini. Mereka sampai menganggapku hantu karena mengira aku sudah meninggal."Berdasarkan petunjuk yang ia temukan dari ponselnya, Jodi datang ke desa tempatnya bertugas. Gisel bisa saja menghapus semua isi yang ada di dalam ponsel Jodi, akan tetapi Jodi tahu cara untuk bisa mengembalikan apa yang pernah tersimpan di dalamnya meskipun tidak semua. Berdasarkan sebuah email yang ia temukan di buku catatan miliknya. Dia bisa melihat jika dalam beberapa bulan sebelum kecelakaan Jodi berada di desa.Jodi kebingungan di dalam mobil dan terus berputar-putar mengikuti jalan desa, sampai menjelang sore. "Ck, seharusnya aku tadi bertanya kepada mereka," gumam Jodi seorang diri.Jodi menghentikan mobilnya ketika melihat seorang wanita tua berdiri di tepi jalan. Dia membuka kaca jendela ketika bertanya."Permisi, apakah di seki
"Ayuniii!" teriak Santi sambil berlari menuju ruangan Ayuni ketika mereka berada di pabrik."Ada apa, San? Kok teriak-teriak begitu sih?" tanya Ayuni yang melihat Santi ngos-ngosan."Ayuni ... Kamu pasti tidak percaya hah ...," jawab Santi masih dengan berusaha mengatur napasnya."Tidak percaya apa? Kamu tenangin dulu, ayo duduk." Ayuni mengajak Santi duduk di sofa. Namun Santi menggeleng-geleng kepala sambil menggerakkan tangannya, pertanda ia menolak untuk duduk. "Tidak, kamu harus lihat ini!"Ayuni menghampiri Santi yang sedang menunjukkan ponsel padanya."Ada apa?" "Coba perhatikan video ini. Ini adalah rekaman CCTV tersembunyi, yang saudaraku pasang di depan rumahmu. Dua hari yang lalu kami menemukan bangkai ayam itu lagi kan?" tanya Santi.Ayuni menatap Santi sambil mengangguk. Dadanya berdebar kencang karena sebentar lagi akan tahu siapa yang telah membuat teror untuknya selama ini. "Lihat dan perhatikan baik-baik!" ujar Santi."Apa kita mengenal orang itu?" "Lihat saja!""
Ayuni terduduk lesu dengan tangan yang menelungkup wajahnya, betapa banyak kejutan-kejutan dalam hidupnya. Entah kini dia harus bahagia atau sedih. Namun satu yang harus Ayuni lakukan, yaitu bersyukur! Mensyukuri keselamatan Putri yang dicintainya dan juga mensyukuri apa yang ia lihat seseorang yang terekam di otaknya secara jelas itu kini nyata bukan lagi bayang-bayang selama beberapa berputar-putar di benaknya. Bergegas Ayuni bangkit. Bodoh! Mengapa dia malah duduk di sana? Dia berjalan dengan setengah berlari, menuju pintu yang akan dilalui orang tadi. Namun, tampaknya dia terlambat sepertinya perawat tadi terburu-buru membawa pasien yang berkursi roda. Masih dengan setengah berlari, Ayuni mencari-cari sosok itu, tapi dia benar-benar menghilang. Ayuni kalah cepat! Kembali Ayuni menuju ruangan putrinya, masih ada Fabian di sana sedang duduk di samping pembaringan Yasmin yang sudah terjaga menikmati sepotong kue di mulutnya. "Ibu, dari mana saja?" ta
Suara sirine ambulans merebak ke seisi desa yang damai. Dalam ambulans itu Yasmin terbaring dengan perban di kepalanya. Dan di samping Yasmin terbaring, duduk Ayuni dengan isak tangis yang tiada henti sejak satu jam yang lalu.Ambulans itu akan menuju rumah sakit besar, setelah sebelumnya Yasmin mendapat pertolongan pertama di klinik desa. Ayuni tidak sendiri duduk di samping Yasmin, dia ditemani dokter baru di klinik yang memaksa ikut bersama mereka."Ayuni, tenanglah! Dia pasti akan selamat." ucap Fabian, menenangkan Ayuni yang masih terisak.Ayuni menggenggam tangan kecil putrinya, yang belum sadarkan diri sejak peristiwa tadi. Dan itu semakin membuat Ayuni khawatir. Dia tidak ingin kehilangan putri tercintanya, hanya Yasmin yang membuat Ayuni tegar dalam menjalani hidup selama ini.Setelah dua jam perjalanan mereka tiba di sebuah rumah sakit besar terdekat dari desa. Para medis langsung mengambil tindakan pada Yasmin, gadis kecil itu menga
Ayuni melihat ke arah orang itu sekilas, lalu kembali melanjutkan tujuannya membeli ayam goreng untuk Yasmin. Dia naik ke atas motor dan merogoh kunci motor di saku bajunya.Orang itu malah menghampiri Ayuni dan berdiri di depan motornya."Bisakah kita bicara sebentar?" tanya orang itu, dokter baru di klinik yang menggantikan Jodi."Aku harus pergi, bisakah kamu pergi dari hadapanku saja! Bertingkahlah seolah kita tidak pernah saling mengenal!" ketus Ayuni."Ada banyak yang ingin aku bicarakan padamu. Kita harus bicara!""Fabian, tidak ada yang harus dibicarakan. Tolong minggir! Aku tidak ingin membuat anakku menunggu terlalu lama," tekan Ayuni. Dia mencoba memundurkan motor untuk menghindari laki-laki yang bernama Fabian itu."Aku sangat merindukanmu, Ayuni!" cetus Fabian.Tidak peduli dengan yang diucapkan Fabian, Ayuni melajukan motornya meninggalkan Fabian sendiri."Rindu dia bilang? Hah ...," cibir Ayuni, saat di per
"Hallo apa kabar Ayuni? Kau pasti tidak lupa denganku 'kan?" ucap dokter itu seraya tersenyum.Ayuni tidak menajwab, ia tampak memalingkan wajahnya. Ayuni terlihat tidak senang sekaligus tidak nyaman, Santi pun menyadari itu dengan mengerutkan kedua alisnya.'Apa mereka saling mengenal?' batin Santi.Dokter itu kemudian mengecek suhu tubuh Ayuni dan memeriksa infusan yang tergantung di sampingnya."Dia sudah bia pulang sore ini 'kan Dok?" tanya Santi."Iya dia bisa pulang sore ini juga, karena tidak ada yang serius. Hanya saja dia harus menjaga pola makannya dengan baik," jawab dokter itu."Syukurlah kalau begitu. Ayuni kau dengar itu, memang berat kehilangan seseorang tapi kau juga harus ingat dengan kesehatanmu." ucap Santi.Ayuni masih terdiam."Pasti orang itu seseorang yang sangat berharga," cetus dokter yang memeriksa Ayuni."Dia baru saja kehilangan Ayah dan kekasihnya dalam waktuyang hampir bersamaan," sahut Sant
"Ibuu ... aku pulaang!" seru Yasmin saat tiba di rumahnya sepulang skolah. Dia melihat ke sekelilingnya yang nampak sepi, ketika masuk pun tidak tampak ibu dan neneknya di ruang tengah. "Bu, Nenek," panggilnya. Dia menengok ke kamar ibunya, ia merasa lega ketika ibunya itu sedang terbaring di tempat tidur dengan terlelep. Karena terlihat begitu pulas, gadis kecil itu mengurungkan niatnya untuk membangunkan Ayuni. Yasmin pun mencari Bu Ratih setelah mengetahui neneknya itu tidak ada di kamarnya. Dia mencoba mencari ke belakang rumah, siapa tahu neneknya itu sedang menyiram tanaman-tanaman di sana. Namun, dia tidak menemukan neneknya itu. "Haah ... pasti nenek kabur dan kelayapan lagi," ucap Yasmin, dengan menghela napas. Itu memang sering terjadi, akan tetapi dia selalu pulang dengan diantarkan oleh para tetangga yang mengetahui jika Bu Ratih mempunyai alzheimer dan memang sudah tua. Yasmin memutuskan membangunkan Ayuni untuk mencar
Bramantyo meninggal! Inikah maksud dari ucapannya yang mengatakan tidak akan menggangu Ayuni lagi? Ayuni benar-benar lemas, harus seperti ini jalan takdir yang dilaluinya. Baru saja dia menerima kenyataan pahit, kabar buruk lain sudah datang menghampiri. "Pak Bram," lirih Ayuni. Dia bahkan belum sempat memanggilnya ayah atau papa, tapi laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya. Bu Ratih yang mendengar itu tampak heran, Penyakit alzheimer yang dideritanya membuat dia sedang tidak mengingat Bram. Tania lalu membuka tasnya dan menyerahkan surat yang ditulis oleh Bram, sebelum dia meninggal. "Ini surat yang dia tulis untukmu," ucap Tania. Ayuni menerima surat itu dan memandang dengan sendu surat yang beramplop putih itu. "Aku baru tiga kali saja bertemu dengannya, saat terakhir kali bertemu sebenarnya begitu banyak yang ingin aku ceritakan padanya. Mengapa dia datang jika akhirnya harus pergi lagi?" li