Selena memotret alam di sekitarnya saat ibunya dan Axel tengah menyiapkan tempat piknik mereka. Axel bersama Sabrina menggelar tikar dan mengeluarkan semua makanan yang mereka bawa di kotak piknik tersebut. Sabrina dengan sengaja membawa banyak sekali makanan yang bisa dimakan.
“Selena, jangan terlalu jauh!” ujar Axel saat melihat Selena mulai agak jauh.“Tidak akan, aku juga takut jika ada hewan buas di sekitar sini,” timpal Selena.“Ibu punya kamera yang lebih baik. Kau yakin akan menggunakan kamera ponselmu saja?” Sabrina mengambil kameranya di Jeep dan memberikannya pada Axel untuk berikan pada Selena.Sabrina tersenyum melihat Selena yang lebih aktif saat ini. Kelihatannya Selena mengagumi alam yang ada di sekitarnya saat ini dan menjelajahinya. Tapi, gadis itu enggan untuk bergerak terlalu jauh. Dia masih berada di dekat Jeep serta Sabrina dan Axel. Dia terlalu takut untuk menjauh.Axel menghampirinya sambil membawa kamera mili“Malam ini, kita akan kedatangan tamu istimewa.” Sabrina yang tengah duduk sambil menonton menatap Axel dan Selena yang tengah bersamanya juga. Namun, Axel tengah sibuk dengan laptopnya dan Selena tengah sibuk dengan ponselnya. Keduanya langsung menoleh ke arah Sabrina yang duduk santai di sofa, sambil menikmati suasana bisa berkumpul bersama keduanya sambil menikmati waktu masing-masing. “Siapa?” tanya Axel. “Kakek dan Nenek. Mereka bilang merindukanmu dan juga ingin bertemu dengan Selena.” “Ibu memberitahu mereka kalau aku di rumah dan kali ini ada Selena juga di rumah?” Selena menatapi ibunya dan Axel bergantian saat mereka bicara. Kakek dan nenek, yang berarti orang tua dari Sabrina. Orang-orang yang punya harta bergelimang itu ingin bertemu dengannya. Dia ingin tahu kenapa. Apa karena ingin menemui cucu yang selama ini tak pernah mereka temui atau justru memberinya warisan saat itu juga. Agaknya Selena berharap yang kedua.
“Kenapa kau berkata hal sekasar itu di depannya? Bukankah kau yang meminta sopir untuk mengebut agar bisa bertemu dengannya lagi segera. Kau itu selalu bermuka dua,” timbal Nenek dengan suara yang lembut, wanita tua itu mengusap bahu Selena dengan hangat. “Aku juga bersyukur dia lebih mirip denganku dari pada ayahnya. Kau sangat cantik,” puji Sabrina sambil menyipitkan matanya dengan gemas, dia secara tak langsung memuji dirinya.“Ah, yang Ibu ucapkan sebenarnya untuk dirinya sendiri, bukan untukmu,” tambah Axel. Semuanya tertawa saat mendengar tanggapan Axel. Keluarga ini hangat dan kelihatannya tak akan ada permasalahan keluarga yang harus dihadapi Selena ke depannya. Dia bisa merasakan rasa aman dan juga tenang, serta bahagia saat bersama dengan orang-orang ini. Selena menatapi sekitarnya dengan senyuman tipis. Ternyata ini rasanya punya keluarga. Saat ada orang-orang yang bersemangat bertemu denganmu dan memberikanmu banyak kasih sayang yan
Hari ini aku kedatangan Kakek dan Nenekku. Mereka datang membawakanku coklat. Aku rasanya seperti anak kecil, terutama karena Nenek memperlakukanku seperti anak kecil dengan menyuapinya coklat. Kurasa berat badanku bertambah di sini. -Selena. Kau kan memang masih kecil. -Damian. Kalau begitu kau pedofil? -Selena. Damian langsung menyemburkan anggur yang sedang dia minum. Dia tak menyangka akan mendapatkan pesan seperti itu dari Selena. Dia mengusap ujung bibirnya yang basah. “Ada apa? Kenapa kau sampai menyemburkan minumanmu begitu?” Luca mengerutkan keningnya sambil menatapi Damian yang sekarang sedang mengambil tisu. “Selena mengataiku pedofil,“ jawab Damian sambil mendengus karena ucapan gadis itu membuatnya sedikit kesal, apa lagi Luca malah terkekeh pelan mendengarnya. “Hahaha, dia sangat tidak terduga,” gumam Luca. Damian mendengus. Ini sudah malam dan dia terjebak dengan kesibukannya seperti biasa, bersama
Sabrina bisa melihat keterbukaan pada diri Selena. Selena mulai semakin membukakan dirinya pada Sabrina, dari cara mereka yang mulai berbagi perasaan. Selena mulai membuka perasaannya juga. “Ya, itu kadang karena hormon dan suasana hati. Kadang kita sangat bersyukur dan kadang kita akan mengumpat, mencaci dan memaki.” Sabrina terkekeh pelan membenarkan Selena. Pesan masuk ke ponsel Selena membuat Selena menatap ponselnya sejenak, suaranya juga berhasil menarik perhatian Sabrina. Selena melirik Sabrina dengan sedikit canggung, mematikan ponselnya. “Apa itu Damian lagi?” tanya Sabrina. “Benar,” jawab Selena dengan suara yang lebih rendah, dia kelihatannya malu jika tentang ini. Sabrina bisa memperhatikan bagaimana pipi Selena memerah saat membahas Damian. Itu membuatnya tertawa geli melihat reaksi putrinya yang merona ketika dia menggodanya. “Hahaha, kau benar-benar memerah jika kau bercerm
“Selena, ayo bangun!” ujar Nenek sambil membuka pintu kamar Selena. Namun, dia justru tak menemukan Selena di kamarnya malam itu. Dan itu membuat Nenek mengerutkan alisnya. Selena belum terlihat sama sekali sejak dia bangun, seharunya dia ada di kamarnya. Dia menutup kembali pintu kamar Selena. “Axel, kau melihat ke mana Selena pergi pagi-pagi begini?” tanya Nenek sambil menoleh pada Axel yang sudah berada di depan laptopnya dengan secangkir kopi, dia duduk di rumah tengah atas. Axel yang tengah menyeruput kopinya langsung menghentikannya dan menatap Nenek. “Tidak, aku belum melihatnya dari tadi. Bukankah dia seharusnya ada di kamar? Biasanya dia memang baru akan bangun sekarang,” ucap Axel sambil menatapi arlojinya. “Dia tidak ada,” ucap Nenek. Axel langsung bangkit dan menaruh kembali kopinya sambil bergerak ke kamar Selena. Dia membuka pintu kamarnya dan memasuki kamar Selena. Kamar Selena masih rapi, dan juga pintu kama
“Kurasa kita harus pergi ke perusahaan cabang lagi. Ada masalah internal, beberapa pekerja mogok kerja. Mereka tetap masuk untuk mendapatkan kehadiran tetapi enggan melakukan tugas mereka.” Damian mengerutkan keningnya saat Luca mengatakan hal tersebut. Seminggu lagi adalah hari istimewa untuknya dan mereka harus pergi ke luar negeri. Damian mengingat nasihat Selena untuk tak terlalu memaksakan Luca, Luca harus berada dalam kondisi sehat untuk hari istimewanya. “Aku akan pergi, kau tak perlu menemaniku. Minta Leon menjemputku saat aku tiba di sana,” ujar Damian sambil menghela nafasnya, dia menatapi dokumen cetak dengan serius. Dengan keheranan, Luca menghentikan pekerjaannya dan menatap ke arah Damian, tentu bingung. “Tiba-tiba?” Luca kelihatannya tak percaya Damian tidak memintanya menemaninya seperti biasa. “Tidak tiba-tiba juga. Aku hanya ingin kau tidak mempertaruhkan kesehatanmu untuk bolak-balik ke luar negeri sebelum hari lam
“Ibu, kelihatannya minggu depan aku akan segera kembali ke mansion Damian,” ucap Selena. Sabrina menatap ke arah Selena dengan perhatian. “Hum? Cepat sekali kamu pergi lagi.” “Ah, temannya Damian akan melamar Grace. Jadi, aku ingin berada di sana. Ingat, Grace? Grace adalah dokter sekaligus teman untukku.” Selena menjelaskannya dengan perlahan. “Kau baru beberapa hari di sini. Memangnya kau tidak merindukan ibumu?” tanya Nenek. “Aku sudah berada di sini sekitar seminggu. Aku ingin berada lebih lama di sini, tapi aku tidak ingin melewati acara lamaran Grace. Lagi pula, aku akan sering-sering berkunjung ke rumah ini.” Selena tersenyum simpul, dia kelihatannya ingin meyakinkan mereka untuk kembali ke mansion Damian. Dia seperti berusaha membujuk mereka, padahal dia bisa saja meninggalkan tempat itu begitu saja tanpa perlu berbasa-basi. Namun, itu bentuk penghargaannya pada keluarganya. Nenek menghela nafasnya, kelihatannya ber
Beberapa hari kemudian, Selena akhirnya hendak kembali ke mansion Damian setelah ditahan untuk beberapa hari lagi oleh neneknya. Nenek dan ibunya menginginkan Selena untuk tinggal lebih lama. Makanya, Selena hanya bisa menjanjikan dia akan berkunjung lagi nanti. “Aku akan sering-sering berkunjung,” ucap Selena sambil menatapi barang bawaannya, termasuk serangga yang sudah disiapkan sebagai oleh-oleh, sebuah oleh-oleh yang tidak biasa. “Kau yakin akan bersamanya terus? Kau tahu, akan lebih baik jika kau tinggal di rumah Ibu sebelum kau benar-benar menikah,” ujar Axel sambil membawakan barang bawaannya Selena ke mobil.“Aku sudah bukan anak kecil lagi, tidak perlu menyarankanku tentang keputusan yang telah kubuat,” balas Selena sambil menghela nafasnya, dia sedikit jengkel Axel terus membahasnya. “Kau benar-benar bukan cucu yang bisa diandalkan,” sindir Kakek yang menatap sinis ke arah Selena. Selena menatapnya dengan sedikit kaget. Jel