Wanita lainnya langsung mengerutkan alisnya. Mereka juga tampaknya ingin disentuh Damian.
“Anda sudah sering menggunakan Merry belakangan ini dan kami jadi tak tersentuh,” protes salah satu dari enam dengan suara yang cukup stabil.“Itu hukuman kalian karena dari kalian berani melakukannya dengan bawahanku yang lain.”Dengan mata yang menggelap dan suara yang merendah, Damian mengatakan itu. Membuat kelima dari mereka ketakutan. Kecuali Merry, yang menjadi kesukaan Damian karena sikap patuh dan manisnya, tipe Damian.“Ngomong-ngomong, kau punya gadis lain di sebelah kamarku,” ucap Merry.“Dia kelihatannya akan menggantikan Merry, karena masih muda dan cantik.”“Tutup mulutmu!” sentak Merry.Merry terdengar marah begitu salah satu dari mereka berusaha mengomporinya. Pasalnya, dia sendiri memang merasa tersaingi begitu mendengar kedatangan seorang gadis di kamar sebelahnya yang kosong. Dia tak melihatnya langsung, namun ucapan dari wanita lain berhasil membuatnya kesal karena cara mereka membicarakan gadis baru itu.Damian melirik Merry yang marah. Dan seketika, rasa keinginannya pada Merry malam ini surut begitu saja. Suasana hati Damian sangat mudah berubah, dia sensitif. Dan dia paling malas meladeni wanitanya yang mudah marah atau merajuk.“Aku tidak ingin kau lagi untuk malam ini. Rose, masuk ke kamarmu!” Damian menatapi wanita yang bisa dibilang paling pendiam di antara yang lain, yang telah menyelesaikan makannya dan sedang menutup makan malam itu dengan dessert.Saat yang lainnya sibuk menatap Damian, Rose masih memikirkan perutnya sendiri. Dan bagi Damian, perempuan dalam perut kenyang adalah perempuan paling tenang. Dia cukup mempelajari tentang wanita selama 28 tahun dia hidup.Dan ucapan Damian berhasil membuat Merry dan yang lainnya terdiam. Rose yang tengah makan dessert juga segera meletakkan alat makannya dan bangkit. Dia tak begitu menunjukkan keterkejutannya. Rose juga sebenarnya tak terlibat dalam hukuman Damian, dia pendiam dan agak pemalu. Damian sedikit tak suka padanya karena hobi membisu.Damian menuju ke kamar Rose bersama Rose. Merry menatap Damian dengan geram di sana. Sepatuh dan semanis apa pun dia, dia saat ini tengah marah.Sebelum masuk kamar wanitanya itu, Damian melirik kamar yang sudah diberi nama di sebelah kamar Merry. Selena. Dia lantas berbalik dan mendekati kamar itu. Rose mengikuti Damian.Damian membuka pintu kamar, dan bisa melihat bagaimana Selena masih terlelap di atas kasur. Entah tidur atau justru masih pingsan. Dia masih kesal dengan sikap Selena sebelumnya. Dan dia menutup pintu kamar Selena lagi dan melirik Rose.“Dia tampak masih sangat muda. Berapa usianya?” tanya Rose.“20 tahun, dua bulan lagi menginjak 21,” jawab Damian.“Ah, begitu. Dia memang yang paling muda di sini sekarang,” ucap Rose.“Kau sedih karena gelar termudamu dirampas olehnya? Dia di sini bukan untuk menjadi salah satu dari kalian, peliharaanku. Dia tawanan kita.” Damian terkekeh dan mengajaknya ke kamar.“Hahaha, tidak juga. Di usiaku yang menginjak 24 tahun, aku merasa punya adik perempuan. Merry kelihatannya kesal karena gadis itu.”Damian hanya tersenyum tipis dengan malas. Merry yang menginjak usia 31 tahun jelas merasa tersingkir jika Selena benar-benar menjadi salah satu dari mereka. Namun penentangan jelas dari Damian, jika Selena hanya tawanannya, itu membuat Merry bisa tenang sedikit.***Selena terbangun dari tidurnya pagi itu. Dia mengerang pelan, tenggorokannya terasa kering lagi. Kepalanya pusing, dia masih ingat rasa ngilu karena benturan yang dia alami. Benar-benar buruk. Pria itu tak kenal ampun dan siap menghajar siapa pun tanpa pandang gender.“Anda sudah bangun?” Pelayan memasuki kamarnya, sambil membawakan teko dan gelas.Pelayan menyajikan minum untuk Selena. Dan Selena hendak menerima minuman dari orang asing itu. Hingga dia sadar begitu melihat tangannya, jika dia dirantai. Dia merasa bisa bergerak bebas, namun ternyata ada rantai yang mengikat dirinya dengan kasur itu.“Minumlah!” Pelayan itu membuat Selena menerimanya dan Selena segera meminumnya dengan kebingungan dan dia menatapi pelayan itu penuh rasa curiga.“Di mana ini? Siapa kau?” Suara Selena terdengar sangat serak.“Di kamar Anda, Nona. Aku hanya pelayan, tak perlu pedulikan namaku, aku mungkin tak akan melayanimu lagi ke depannya.” Pelayan itu bersikap dingin dan kemudian keluar dari ruangan itu.Dan pelayan lain masuk, membawakan makanan. Selena mengernyitkan dahinya saat pelayan itu menaruh nampan di nakas dan mengambil meja lipat untuk menaruh makanannya di depan Selena. Pelayan itu membantu Selena bangun, Selena mendesis merakan kepalanya sakit.“Sarapanlah dulu dan setelah itu minum obat pereda nyeri.”Selena mengernyitkan dahinya curiga. “Ini tidak beracun, kan?”Pelayan itu tak menjawab dan duduk di sofa, seolah menunggu Selena makan. Selena menatapi sandwich yang terlihat enak itu. Bau dari daging asap yang menjadi isian membuatnya lapar juga. Dia segera melahapnya. Dan begitu selesai makan, pelayan itu memberikannya obat pereda nyeri.“Ini aneh. Kemarin aku diperlakukan seperti pencuri, hari ini aku diperlakukan dengan baik,” protes Selena.Sayangnya, pelayan di sini tak ada yang ramah untuk diajak bicara. Mereka semua dingin. Dan pergi begitu tugasnya selesai. Selena menggerutu pelan.“Apa-apaan mereka? Hey, di luar masih ada pelayan? Tanganku dirantai, bagaimana aku bisa ke kamar mandi? Siapa pun, ada yang mendengarku?” Selena berusaha mengencangkan suaranya.Dan yang dia inginkan datang malah tidak datang, yang tak dia inginkan malah datang. Damian memasuki kamarnya. Pelayan langsung menutup pintu dari luar dan Selena terkejut menatap Damian. Kejadian kemarin agak membuatnya trauma.“Ka-kau? Mau apa lagi kau ke sini? Kau tidak puas dengan apa yang sudah kau lakukan kemarin? Kau sudah membalasku, kita impas sekarang!” ucap Selena dengan menatap Damian tajam.Damian menatapnya tanpa raut wajah. Dia memandang Selena yang duduk bersandar ke headboard.“Pacarmu memberikan reaksi yang kurang aku inginkan. Untuk itulah aku datang ke sini untuk memancingnya lebih jauh.” Damian berdiri di dekat tempat tidurnya.“Apa? Apa maksudmu?” Selena mengernyitkan dahinya dan menatapi Damian dengan sedikit ketakutan.“Pacarmu katanya tidak ingin melakukan pertukaran antara kau dengan benda berharga milikku yang ada padanya. Jadi aku ingin menunjukkan sedikit padanya, apa yang bisa aku lakukan pada benda berharga miliknya ini,” ucap Damian seraya mengulurkan tangannya di sekitar wajah Selena, dan mencengkeram garis rahang Selena.Selena terdiam sejenak dan mendengus.“Kau masih tidak percaya ucapanku? Itu berarti ucapanku benar. Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa lagi dan kami tidak lagi saling terlibat. Jelas dia tak akan mau melakukan penukaran yang kau maksud. Aku bukan apa-apa di matanya,” balas Selena.“Tapi tidak seperti bagaimana aku melihat hubungan kalian berdua. Jangan berpikir jika aku tak menyelidiki semuanya, Selena.” Damian menggeleng, tetap pada apa yang dia percayai.“Kenapa kau bersikeras? Sudah kubilang, tidak ada gunanya untuk menculikku dan memperlakukanku dengan buruk atau baik!” tekan Selena kesal.“Ah, kau sudah menganggap apa yang aku lakukan kemarin itu sudah cukup buruk, ya? Sebenarnya, itu bukan apa-apa. Itu hanya peringatan kecil. Aku akan sedikit bersenang-senang denganmu, untuk membuat Axel mengasihanimu.”Damian terkekeh pelan, pandangannya menjadi semakin gelap. Senyumannya juga mengerikan, itu yang dilihat Selena.Dan begitu Damian menjentikkan jarinya, bawahannya memasuki ruangan dan menyeret Selena.“Apa-apaan ini? Lepaskan!” ucap Selena seraya memberontak. Beberapa bawahan Damian sekarang menyeretnya bangkit dari kasur dan membukakan rantai yang memborgol salah satu tangan Selena. Lalu dua di antara mereka memegangi lengan Selena dan menariknya untuk keluar dari kamar itu. Jelas terlihat jika Selena memberontak dari caranya mempertahankan kakinya dan berusaha menahan tubuh saat tangannya ditarik cukup kasar. Dia diseret cukup kasar seperti itu menuju ke luar kamarnya. Di tengah pemberontakan Selena, matanya tetap mencuri pandangan pada bagian yang cukup mewah di luar kamarnya yang nyaman. Koridor itu terlihat bersih, rapi dan indah. Selena dipaksa untuk terus berjalan. Hingga dia dihadapkan dengan enam wanita Damian. Selena mengernyitkan dahinya begitu menatap enam wanita asing di kepalanya. Dan keenam wanita itu menatap Selena dengan tatapan yang tak dapat diartikan Selena. Mata Merry menatap Selena lekat. Gadis muda yang dia pikir akan menggeser dirinya. Namun kelihatannya
“Cukup! Berhenti, tolong... Perih...” Selena mengerang dan mendesis pelan, menatapi kakinya yang dipegang agar tak memberontak itu mulai memerah. Kulitnya semakin rusak saat lelehan lilin menetes ke kakinya setelah lilin yang telah mengeras disingkirkan secara berkala. Damian menikmatinya, dia menunggu Selena untuk bicara sesuatu yang berhubungan dengan pacarnya secara langsung. “Aku tidak tahu apa-apa, sungguh. Aku tidak tahu jika dia mencuri sesuatu darimu. Aku juga tidak tahu apa yang dia curi.” Selena menatap Damian, memohon untuk berhenti. Untuk ke sekian kalinya, lilin yang telah mengeras di kaki Selena diambil lagi. Terlihat bagaimana kulitnya memerah dengan luka bakar di sana. Semakin lama, kulitnya semakin sensitif dan itu semakin menyiksanya. Damian lagi-lagi memiringkan lilin untuk memperoleh tetesannya lagi. “Aku tidak akan berhenti sampai kau mengatakan sesuatu yang lain selain penyangkalanmu.” Selena menatapi lilin yang mulai menetes lagi. Dan begitu cairan lilin pa
“Tapi itu tidak adil! Aku sudah memberitahumu semampuku!” gertak Selena.“Semua yang kulihat hanyalah hasilnya, bukan usahanya. Bawa dia kembali ke kamarnya!” Damian tampaknya langsung bersiap menuju lokasi yang diberitahukan Selena. Dan Selena didekati oleh seorang pria yang langsung menggendong tubuhnya, karena kondisi kaki Selena sedang tidak baik-baik saja. Selena menatap Damian dengan raut cemas, kelihatannya dia mulai gelisah dengan keberadaannya di mansion milik Damian itu. Selena dikurung di sebuah kamar yang cukup nyaman. Hanya saja, pemikiran apa yang akan dilakukan Damian selanjutnya tetap membuatnya tak nyaman. Dia memperhatikan kakinya, yang kondisinya agak sedikit buruk. Sangat perih ketika terkena air. “Aku harus pergi dari sini. Pria gila itu bisa terus menerus menyiksaku.” Selena semakin gelisah dan menatapi keluar jendela, di mana mansion yang begitu lega itu juga terlihat tak terjaga. Selena keluar dari kamarnya dengan hati-hati. Doa menyadari tempat itu cukup s
Selena menoleh pada Damian dan menunjukkan ekspresi terkejutnya. Dan di belakangnya, sekarang ada banyak pria yang terlihat terkejut juga dengan kehadiran Selena. Itu membuat mereka terlihat pucat lantaran mereka tak menyadari kehadiran Selena di sekitar pintu utama, yang akan membuat mereka dalam masalah karena lengah mengawasi bagian dalam mansion. Damian sendiri sekarang tak menunjukkan ekspresi senang atau kesal. Wajahnya datar dan menunggu Selena menjelaskan situasi saat itu. Dia melangkah mendekat dan melirik para bawahannya yang ada di belakang Selena itu. “Kenapa kau di sini? Kau tahu, ini cukup jauh dari kamarmu. Dan, bagaimana bisa kau sampai di sini tanpa disadari seorang pun?” Damian menatap Selena dari dekat. “Euh...” Selena menjadi sedikit gugup, apa lagi sebelum sampai di sini, dia mendapatkan bantuan dari salah satu bawahan Damian yang entah kenapa membantunya. “Apa saja yang kalian lakukan sampai-sampai tak menyadari dia sudah sampai di sini?” Damian menatapi para
“Menyentuhku? Hey, kau jangan gila!” Suara Selena terdengar tercekat. Damian terkekeh geli dengan reaksinya Selena. Di matanya yang berkelibat cahaya, reaksi Selena cukup untuk memancing dirinya, untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh. “Kenapa? Kau takut? Kau takut untuk mengkhianati Axel? Aku sangat penasaran, seberapa marah Axel jika tahu aku menyentuhmu. Dalam rencanaku dan perkiraanku, jika aku mengirimkan sedikit saya cuplikan antara kau dan aku... bercinta, dia pasti akan memberikan reaksi yang aku inginkan. Kau itu berharga di matanya, Selena. Seperti aku menghargai apa yang dia curi.” Damian terkekeh puas sambil melepaskan jas yang dia gunakan. Dan itu membuat Selena beringsut mundur untuk menjauhi Damian. Selena tahu betul apa yang akan dilakukan Damian. Rasa takut memenuhi hatinya. Bukan tentang mengkhianati Axel seperti yang Damian pikirkan. Meski sempat terpikirkan juga, mungkin Axel menghargainya selama ini. Itulah yang membuatnya takut. Axel, sang mantan pertama dan
Darah segar mengalir bahkan menetes mengenai seprai berwarna putih gading itu. Suara isak tangis Selena terdengar nyaring, mungkin bisa terdengar sampai keluar. Kelihatannya itu sangat menyakiti Selena, karena itu yang pertama bagi Selena. Wajah Damian terkaku. Dia tak bisa memberikan ekspresi tenang untuk situasi itu. Dia baru sadar atas apa yang dia lakukan beberapa detik lalu yang mengakibatkan Selena memekik kencang dan menangis saat ini. Gadis itu berhenti meronta, kelihatannya sesakit itu sampai tak ingin bergerak. Tangan Damian yang menyilangkan tangan Selena perlahan mengendur. Damian menegakkan tubuhnya dan memastikannya sekali lagi. Setelah melihatnya untuk kedua kalinya, tangan Damian tersapu ke salah satu sisi rambutnya. Menyapu halus rambutnya dan sedikit menariknya. “Ah, apa ini...” Damian bicara dengan suara pelan. Yang Damian pikirkan sekarang adalah perasaan baru saat dia hendak bersatu dengan Selena. Selena tak pernah melakuk
Damian keluar dari kamar Selena dan menatapi lorong yang sudah sepi. Dia kemudian menuju ke kamarnya yang terletak cukup jauh dari kamar para wanitanya. Dia meluangkan waktu untuk mandi dan membersihkan dirinya. Pikiran Damian masih berada di ranjang, bersama dengan Selena. Perasaan baru yang dia temukan dari Selena berhasil membuatnya merasa pusing selama berada di kamar mandi. Di bawah shower, dia mengguyur dirinya yang masih terasa panas dan bergairah. Hingga untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia harus menuntaskan hasratnya sendirian. Setelah membersihkan diri, dia hendak kembali ke kamar Selena. Entah apa yang dia pikirkan. Namun tanpa dia sadari, ada keinginan untuk tetap di sisi Selena selama sisa malam ini. Sebelum kembali, dia bertemu dengan tangan kanannya, Luca. Luca membungkuk memberi salam pada Damian. “Anda belum tidur? Di mana selama beberapa jam terakhir? Kami mencari Anda, terakhir kali seseorang mengantar Anda ke kama
Selena mengerang pelan seraya memejamkan matanya lagi. Matanya masih bengkak akibat menangis semalaman karena digempur Damian. Matanya masih terasa berat dan dingin. “Kau tidur lebih lama dari orang pada umumnya. Kau tidur hampir 10 jam,” komen Damian. Selena tak menjawab. Pikirannya kosong. Dia ingat dia telah terbangun beberapa kali. Namun karena tubuhnya terasa sangat lemas dan sakit, dia kembali mengistirahatkan dirinya. Dia tak ingin menatap Damian, dia masih ingat betul kejadian semalam yang membuat hatinya terasa sakit. Selena mendudukkan diri dengan hati-hati. Dan dia menyadari pakaiannya telah berganti. Dia tak penasaran bagaimana, karena dia berpikir Damian menyuruh pelayannya. Damian memperhatikan Selena. Ada yang berubah di wajah Selena. Tatapan Selena yang terkesan kosong dan sangat hampa. Dia juga lebih pucat. Benar-benar mengkhawatirkan. “Perlu bantuan?” Damian mengangkat satu alisnya, memperhatikan gerak-gerik Selena. Selena tak mendengarkan, dia menutup telingan
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann