Selena menoleh pada Damian dan menunjukkan ekspresi terkejutnya. Dan di belakangnya, sekarang ada banyak pria yang terlihat terkejut juga dengan kehadiran Selena. Itu membuat mereka terlihat pucat lantaran mereka tak menyadari kehadiran Selena di sekitar pintu utama, yang akan membuat mereka dalam masalah karena lengah mengawasi bagian dalam mansion.
Damian sendiri sekarang tak menunjukkan ekspresi senang atau kesal. Wajahnya datar dan menunggu Selena menjelaskan situasi saat itu. Dia melangkah mendekat dan melirik para bawahannya yang ada di belakang Selena itu.“Kenapa kau di sini? Kau tahu, ini cukup jauh dari kamarmu. Dan, bagaimana bisa kau sampai di sini tanpa disadari seorang pun?” Damian menatap Selena dari dekat.“Euh...” Selena menjadi sedikit gugup, apa lagi sebelum sampai di sini, dia mendapatkan bantuan dari salah satu bawahan Damian yang entah kenapa membantunya.“Apa saja yang kalian lakukan sampai-sampai tak menyadari dia sudah sampai di sini?” Damian menatapi para bawahannya.“Memangnya kenapa jika aku berniat kabur? Jelas aku ingin kabur. Pertama, kau memperlakukan aku dengan buruk. Kedua, aku benar-benar tak merasa ini semua ada hubungannya dengan aku. Aku tak seharusnya ada di sini,” balas Selena.“Lalu, tentu saja aku tak ketahuan. Jika aku ketahuan, aku tak akan sampai di sini, sampai akhirnya aku ketahuan. Orang kabur mana yang tak berhati-hati dalam pelariannya? Hanya orang bodoh,” lanjut Selena, mencicit Damian dengan kesal.Damian mengangkat satu alisnya. “Itu artinya, kau menyadari dirimu bodoh?”“Bukan begitu. Aku sudah cukup hati-hati untuk sampai di sini!”Entah kenapa, Selena terdorong untuk menjelaskannya. Mungkin karena pria yang barusan membantu dirinya. Pria itu bisa jadi—sudah pasti dapat hukuman jika ketahuan membantu tahanan kabur dengan memberitahu di mana pintu utamanya.“Bawa dia kembali ke kamar!” ujar Damian.Dan salah seorang bawahannya yang berbadan sebesar Damian mendekati Selena dan langsung meraih tubuh Selena naik ke salah satu pundaknya. Dia menggotong Selena seperti karung besar. Selena terkejut dan berusaha melakukan pemberontakan.“Hey, hey! Turunkan aku! Aku bisa berjalan sendiri! Hey!” jerit Selena saat pria itu berjalan mengikuti Damian sambil menggendongnya.Tiba di lorong kamarnya, terlihat seorang wanita dengan pakaian yang menawan bersandar ke salah satu tembok sambil memperhatikan kedatangan Damian. Seulas senyum terukir di bibirnya saat melihat Damian. Merry.Karena mendadak berhenti, Selena mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakangnya, di mana Damian yang berjalan lebih dulu berhenti. Selena mengernyitkan dahinya saat melihat seorang wanita mendekati Damian dan mengecup bibirnya. Damian memberikan sedikit reaksi dengan melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu.“Lepaskan aku!” jerit Selena karena merasa punya kesempatan.“Wah, wah... Suara gadis muda yang sangat nyaring.” Merry melirik Selena yang terlihat meronta.“Hey!” Selena terus memukul-mukul pria yang menggendongnya itu, dia terlihat berusaha keras walau tampaknya pukulan Selena bukanlah suatu masalah baginya.“Kali ini kau apakan dia?” tanya Merry.“Aku belum melakukan apa pun. Dia mencoba kabur dan sudah sampai di pintu depan. Sepertinya aku harus mengganti kamarnya, karena dia sudah tahu rute menuju pintu utama,” gumam Damian.“Kedengarannya bagus.” Merry tersenyum manis hingga matanya berbentuk bulan sabit.“Aku harus bicara dengannya dulu.” Damian berjalan lagi dengan dingin, meninggalkan wanita itu tanpa mengatakan hal lain lagi.Dan Selena dibawa ke kamarnya lagi. Dia dijatuhkan cukup kasar ke kasurnya. Dan pria yang menggendongnya itu kemudian berjalan keluar kamarnya, meninggalkan Damian dengan Selena, hanya berdua. Cara Selena menatap Damian menunjukkan perasaannya yang buruk.“Apa yang kau ingin bicarakan?” tanya Selena ketus.“Hubunganmu dengan Axel dulu sebaik itu, ya?” balas Damian seraya melonggarkan dasi yang dia pakai dan berjalan menuju sofa, kemudian duduk di sana.Selena mengangkat kakinya ke atas kasur dan menatap Damian sambil meneliti apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Damian. Damian memandang Selena balik, yang terlihat tetap waspada.“Tidak juga. Hubungan kami memang baik pada awalnya, hingga memburuk seiring waktu dan akhirnya berakhir. Kau masih berpikir jika aku berada di pihak Axel? Aku bisa saja berasa di pihakmu, tahu! Tapi, aku tidak berniat mempersulit hidupku dengan terlibat hal semacam ini,” cicit Selena.“Aku tidak akan mempercayai orang semudah itu, jika kau berpikir untuk memanipulasi pikiranku dengan berada di pihakku. Di mataku, kau berada di pihak Axel.”“Aku netral saja kalau begitu.” Selena menyilangkan tangannya.“Ngomong-ngomong, aku lupa menghukummu karena kau berusaha kabur.” Damian lantas bangkit dari tempat duduknya.Selena langsung melebarkan matanya. Tingkat kewaspadaan Selena perlahan meningkat naik. Dia terlihat sedang mengamati Damian juga, sedikit tegang atas suasana yang diciptakan oleh satu kalimat dari bibir Damian.“Dan, aku mendapatkan foto-foto ini. Foto-foto ini amat sangat menjelaskan hubungan kalian di masa lalu. Dan aku tidak yakin hubungan itu berakhir begitu saja. Axel bahkan sempat melamarmu. Itu tandanya, Axel mempercayaimu. Kau pasti tahu lebih banyak tentang pria itu.”Damian melemparkan foto-foto yang dia ambil dari rumah Selena. Dan foto itu langsung berserakan di atas kasur, dekat dengan Selena. Selena menatap foto-foto itu dengan gemetar. Lantaran jika pemikiran Damian seteguh itu, dirinya tak bisa mengelak.“Dari mana kau dapat foto-foto ini?” Selena mengambil salah satunya, dan membalikkannya, hingga dia bisa tahu jika foto itu punya ciri yang dia berikan.“Kau tahu dari mana aku mendapatkannya, kan?” Damian berdiri tepat di dekat Selena.Selena tertunduk menatapi foto itu. Foto di mana dirinya tersenyum sangat lebar saat bersama Axel. Pria tampan yang dulu membuat dia amat sangat takut untuk kehilangan. Kini, pria itu dibencinya karena telah menyeretnya pada hal yang tak dia ketahui.Tangan Damian terulur ke wajah Selena. Pria bertatapan dingin itu perlahan mengangkat wajah Selena, untuk menatapnya. Dan begitu Selena mendongkrak, ada kesedihan yang bisa Damian lihat di matanya.“Aku tidak penasaran bagaimana hubungan kalian berakhir. Karena menurutku, kalian masih berhubungan. Kau merindukannya? Kau mau segera menemuinya? Kalau begitu, ayo kita pancing dia keluar dari tempat persembunyiannya¡” Damian tersenyum.Damian lantas menarik dasinya hingga terlepas dan membungkuk mendekat pada Selena. Selena menarik punggungnya mundur untuk menjaga jarak.“Apa yang kau ingin lakukan?!” pekik Selena.“Masa kau tidak tahu. Seorang pria dan seorang wanita, di sebuah kamar... Kau berharap tidak terjadi sesuatu?” Damian mengangkat satu alisnya.Selena menepis tangan Damian dari wajahnya, wajahnya kini terlihat lebih garang.“Aww, lihat ekspresi kucing kecil ini...” Damian terkekeh.“Kira-kira, Axel akan membiarkanku begitu saja atau tidak, ya? Setelah aku menyentuhmu.”“Menyentuhku? Hey, kau jangan gila!” Suara Selena terdengar tercekat. Damian terkekeh geli dengan reaksinya Selena. Di matanya yang berkelibat cahaya, reaksi Selena cukup untuk memancing dirinya, untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh. “Kenapa? Kau takut? Kau takut untuk mengkhianati Axel? Aku sangat penasaran, seberapa marah Axel jika tahu aku menyentuhmu. Dalam rencanaku dan perkiraanku, jika aku mengirimkan sedikit saya cuplikan antara kau dan aku... bercinta, dia pasti akan memberikan reaksi yang aku inginkan. Kau itu berharga di matanya, Selena. Seperti aku menghargai apa yang dia curi.” Damian terkekeh puas sambil melepaskan jas yang dia gunakan. Dan itu membuat Selena beringsut mundur untuk menjauhi Damian. Selena tahu betul apa yang akan dilakukan Damian. Rasa takut memenuhi hatinya. Bukan tentang mengkhianati Axel seperti yang Damian pikirkan. Meski sempat terpikirkan juga, mungkin Axel menghargainya selama ini. Itulah yang membuatnya takut. Axel, sang mantan pertama dan
Darah segar mengalir bahkan menetes mengenai seprai berwarna putih gading itu. Suara isak tangis Selena terdengar nyaring, mungkin bisa terdengar sampai keluar. Kelihatannya itu sangat menyakiti Selena, karena itu yang pertama bagi Selena. Wajah Damian terkaku. Dia tak bisa memberikan ekspresi tenang untuk situasi itu. Dia baru sadar atas apa yang dia lakukan beberapa detik lalu yang mengakibatkan Selena memekik kencang dan menangis saat ini. Gadis itu berhenti meronta, kelihatannya sesakit itu sampai tak ingin bergerak. Tangan Damian yang menyilangkan tangan Selena perlahan mengendur. Damian menegakkan tubuhnya dan memastikannya sekali lagi. Setelah melihatnya untuk kedua kalinya, tangan Damian tersapu ke salah satu sisi rambutnya. Menyapu halus rambutnya dan sedikit menariknya. “Ah, apa ini...” Damian bicara dengan suara pelan. Yang Damian pikirkan sekarang adalah perasaan baru saat dia hendak bersatu dengan Selena. Selena tak pernah melakuk
Damian keluar dari kamar Selena dan menatapi lorong yang sudah sepi. Dia kemudian menuju ke kamarnya yang terletak cukup jauh dari kamar para wanitanya. Dia meluangkan waktu untuk mandi dan membersihkan dirinya. Pikiran Damian masih berada di ranjang, bersama dengan Selena. Perasaan baru yang dia temukan dari Selena berhasil membuatnya merasa pusing selama berada di kamar mandi. Di bawah shower, dia mengguyur dirinya yang masih terasa panas dan bergairah. Hingga untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia harus menuntaskan hasratnya sendirian. Setelah membersihkan diri, dia hendak kembali ke kamar Selena. Entah apa yang dia pikirkan. Namun tanpa dia sadari, ada keinginan untuk tetap di sisi Selena selama sisa malam ini. Sebelum kembali, dia bertemu dengan tangan kanannya, Luca. Luca membungkuk memberi salam pada Damian. “Anda belum tidur? Di mana selama beberapa jam terakhir? Kami mencari Anda, terakhir kali seseorang mengantar Anda ke kama
Selena mengerang pelan seraya memejamkan matanya lagi. Matanya masih bengkak akibat menangis semalaman karena digempur Damian. Matanya masih terasa berat dan dingin. “Kau tidur lebih lama dari orang pada umumnya. Kau tidur hampir 10 jam,” komen Damian. Selena tak menjawab. Pikirannya kosong. Dia ingat dia telah terbangun beberapa kali. Namun karena tubuhnya terasa sangat lemas dan sakit, dia kembali mengistirahatkan dirinya. Dia tak ingin menatap Damian, dia masih ingat betul kejadian semalam yang membuat hatinya terasa sakit. Selena mendudukkan diri dengan hati-hati. Dan dia menyadari pakaiannya telah berganti. Dia tak penasaran bagaimana, karena dia berpikir Damian menyuruh pelayannya. Damian memperhatikan Selena. Ada yang berubah di wajah Selena. Tatapan Selena yang terkesan kosong dan sangat hampa. Dia juga lebih pucat. Benar-benar mengkhawatirkan. “Perlu bantuan?” Damian mengangkat satu alisnya, memperhatikan gerak-gerik Selena. Selena tak mendengarkan, dia menutup telingan
“Ada apa ini? Kenapa kau keluar dari sana? Sejak kapan kau di kamar gadis itu?” Merry menatap Damian, terlihat jelas dari raut wajah terutama matanya, dia sedang cemburu. “Aku tak punya waktu untuk menjawab, dia terluka.” Damian berjalan begitu saja melewati mereka dan membawa Selena menuju ke ruangan yang tempatnya agak jauh dari kamar Selena. Damian meninggalkan residu kebingungan di ruangan itu. Damian tak terlihat datang ke sana sejak pagi, itu berarti dia mungkin bermalam di kamar Selena. Dan kata bermalam cukup sensitif di sana. Damian tak pernah sekali pun bermalam di kamar salah satu para wanita simpanannya itu. “Tuan... bermalam di kamar Selena?” tanya Rose, dia terlihat ingin memperjelas hal tersebut. “Omong kosong! Dia tidak mungkin melakukan itu!” tegas Merry, menyangkalnya dengan cepat. “Ah, sayangnya kita baru saja melihatnya keluar dari sana, dengan membawa Selena yang terluka. Aku pernah terluka juga di depan Tuan tapi Tuan hanya bereaksi dengan memanggilkan dokte
Selena menatapi obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Dia berkedip beberapa kali melihat beberapa bentuk obat yang disuguhkan padanya bersama dengan segelas air. “Minum itu! Kau tidak ingin hamil begitu saja, kan? Pertama, kau terlalu muda. Kedua, kau baru melakukannya sekali. Bukankah kau bahkan belum menikmatinya dengan benar?” Damian tersenyum menggoda Selena yang segera mengambil satu persatu butir obat tersebut dan meminumnya. Damian memperhatikan sambil menyilangkan tangan di depan dada. Saat Selena meliriknya dengan tajam, Damian mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling. Setelah meminum semuanya, Selena terdiam di sana. Dia menatapi kakinya yang terurai dari bangsal, belum menyentuh lantai. Dia menggerakkan kakinya dengan perlahan. “Kapan terakhir kali menstruasi?” tanya dokter itu untuk mencatat sesuatu. “Minggu lalu,” jawab Selena sambil menatap dokter itu. “Oh, itu cukup buruk jika kau tidak segera meminum obat kontrasepsi, kemungkinan kau mengalami kehamilan cu
Damian menatap Selena dengan perasaan tidak senang. Ucapannya tentang segera melakukan penukaran entah kenapa membuat suasana hatinya berubah. Semula, memang itu yang dia inginkan. Namun, di hadapannya ini ada sosok lemah yang menyenangkan. “Berhenti menangis, sekarang!” titah Damian. Selena tentu tak bisa menghentikan tangisannya begitu saja. Dia tetap meneteskan air matanya. Suara isak tangisnya justru terdengar lebih kencang. Tangannya juga tak tinggal diam, terus mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Damian tahu itu tak akan berhasil dan mendengus. Dia juga tak mau secara terang-terangan mengakui jika dia menginginkan Selena untuk lebih lama di sisinya. Dan pikirannya memunculkan satu cara yang pasti untuk membuat Selena berhenti menangis dan membuatnya lebih nyaman. Tangan besar itu terukur ke sisi wajah Selena dan mengangkatnya. Selena menatap Damian, mata ke mata. Damian bisa melihat ekspresi sedihnya Selena. Sepertinya apa yang dia katakan pada Selena memberatka
“Axel belum kunjung memberikan reaksi.” Damian berdiri sambil memandang keluar jendela ruang kerjanya. Dia menatapi bagaimana orang-orang yang merupakan bawahannya bekerja di bawah sana. Mereka terlihat sangat sibuk. Memikirkan tentang Axel membuatnya harus memikirkan Selena juga secara tak langsung. Gadis yang sedang dia tahan di mansionnya, yang tak ingin dia lepaskan dengan mudah karena menemukan sesuatu yang hanya bisa dia dapatkan dari Selena. Ekstasi baru membuatnya enggan melepaskan sosok Selena. “Kita tunggu saja,” ucap Damian. Orang suruhan di belakangnya itu hanya bisa mengangguk dan membungkuk sebelum dia meninggalkan ruangan. Meninggalkan Damian sendiri. Dan begitu sendirian, Damian melemparkan tubuhnya ke kursi kantornya sambil mendengus pelan. “Apa yang sebenarnya aku pikirkan?” gumamnya lagi, terdengar lebih frustasi. Damian mengeluarkan handphonenya, dan menatapinya cukup lama. Hingga dia membuka galeri handphonenya, di mana video panasnya dengan Selena ada di s
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann