Dalam kasus ini, semua orang bisa dengan jelas melihat motif Axel. Meski motifnya terlalu jelas, wajah Axel dan keteguhannya membuat siapa pun meragukan motifnya tersebut.
“Kau yakin tentang ini? Dia kan, putri dari orang yang membunuh ibumu. Begitu pula Selena... aku tidak yakin Selena bisa menerimanya,” gumam Kakek sambil menggeleng ragu.“Aku bisa menerimanya. Tentang reaksiku barusan, sebenarnya aku hanya kaget jika Axel mengatakannya malam ini juga. Kami baru membicarakan hal ini hari ini,” jelas Selena.“Kau yakin, Selena?” Nenek menatapi Selena, terlihat jelas jika dia hanya khawatir.Selena menganggukkan kepalanya. Dia yakin akan keputusannya menerima Arsella. Toh, dia hanya memikirkan kalau Arsella tidak bersalah, terlepas dari Arsella berusaha menyakitinya.Sementara itu, Kakek menatap Axel dengan tatapan skeptis, mengenai apa sebenarnya niat Axel. Dia tidak tahu apakah Selena mengetahui atau tidak. Yang jelas, Kakek tidakSelena: Aku bertaruh dengan Axel sebelumnya tentang proyek apa yang kau kerjakan. Dan dia bilang kalau itu galeri seni. Jadi, aku kalah taruhan dan aku harus mendiamimu selama tiga bulan. Damian: Oh, ya? Kau sepertinya sering mengobrol dengannya dan karena kalian tinggal di rumah yang sama, kalian sepertinya semakin dekat saja. Selena: Kami hanya kakak dan adik. Kakek dan Nenek tidak tahu menahu tentang hubungan kami di masa lalu. Jadi, kuharap kau tidak membahasnya juga di depan mereka. Biarkan itu terkubur sendiri. Damian: Pantas saja mereka benar-benar memperlakukan kalian seperti cucunya. Selena: Kami memang cucu mereka. Meski tidak ada hubungan darah, kelihatannya hubungan Axel dan keluarga ini terbentuk seiring waktu yang telah berlalu. Kakek dan nenek bahkan akan memberikan banyak hal yang Axel butuhkan tentang pernikahannya. Bahkan nenek memberikannya vila! Wah, aku tidak menyangka Axel bisa mendapatkan hati mereka seutuhnya.
“Ah, tentang cincin ini... Sebenarnya, Damian hanya ingin menandaiku dulu kalau aku sudah dia miliki. Dia bilang akan melakukannya dengan benar nanti.” Selena menyengir ke arah neneknya sambil menyembunyikan tangannya. Dia merasa malu kalau digoda seperti itu oleh neneknya. Rona merah timbul di pipi tembamnya. “Pria biasanya tidak bisa memegang omongannya,” umpat Kakek, terdengar kecewa. “Dia hanya perlu waktu. Dia kan, sedang sibuk dengan galeri seni itu. Lagi pula, sejauh ini aku sangat mempercayainya. Dia sangat baik padaku sejak aku bukan siapa-siapa.”Dengan nada merayu, Selena menatapi kakeknya. Suaranya yang sedikit dibuat manis memang digunakan untuk memancing kakeknya agar lebih tenang dan mengikuti keinginannya. “Ya, ya, ya. Kakek akan menunggu,” ucap Kakek sambil menghela nafasnya pasrah. Nenek hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. Selena sudah semakin hebat dalam mengambil hati kakeknya itu agar tak banyak bic
Ini sedikit ironis bagi Selena. Jika Renata tahu semua masa lalunya, kemungkinan besar dia tidak akan mengatakan hal seperti itu. Dan justru akan terdengar sangat syok kalau tahu hubungan Axel da Selena di masa lalu. Tapi bagi Selena, semuanya hanya masa lalu. Hari itu, Selena pergi ke rumah ibunya bersama Axel. Akhirnya mereka pergi ke rumah itu. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya bagi Axel datang ke sana. Dia sempat datang beberapa kali untuk mengambil barangnya atau sekedar berdiam diri di rumah yang telah kosong itu. “Ngomong-ngomong kenapa kau tidak menempati rumah ini saja setelah menikah nanti?” Selena menatapi rumah yang berdebu dan ada banyak kotoran kayu. Kelihatannya rumah yang tidak terawat cukup lama ini jarang ada yang membersihkannya juga. “Aku tidak akan melakukannya. Entah kenapa aku merasa kau tidak akan suka ide itu,” balas Axel. “Kenapa? Santai saja, dan gunakan rumah ini, dari pada tidak dipakai sama sekali. Ka
“Memangnya, kau akan butuh tempat menyendiri setelah menikah? Bagaimana dengan Arsella?” “Semua orang akan membutuhkan waktu sendirian. Dia juga pasti akan selalu punya waktu seperti itu. Ngomong-ngomong, kau dan Damian tidak saling menghubungi sesuai taruhannya? Kau jarang terlihat memainkan ponselku di depanku atau menelepon Damian.”“Ya, aku sedang menjalankan risiko dari taruhan itu.” Axel tersenyum, dia senang mendengarnya. Dia ingin tahu reaksi Damian. Sepertinya Damian belum bereaksi. Atau justru memang sedang sibuk hingga membiarkan Selena juga larut dalam kesibukan. ***Beberapa hari setelah mereka mengunjungi rumah Sabrina dan saat itu mereka juga menyempatkan untuk berkunjung ke makam Sabrina. Axel sepertinya ingin meminta restunya untuk menikah dengan Arsella. Hingga hari ini tiba, Axel akan mengunjungi Arsella secara langsung. “Kau sudah menyiapkan hotel untukku menginap di sana? Aku tidak akan menginap di rumah
“Kau mendengarku, kan? Tidak perlu membuatnya seperti spesial,” ucap Axel sambil menatap ke arah Richard. “Tidak perlu melakukan apa pun yang tidak aku minta. Simpan tenagamu!” Richard hanya menganggukkan kepalanya. Dia berusaha memahami tuannya ini walau sepertinya memang tidak semudah itu. Apa lagi Axel memang bersikap agak dingin padanya. Mungkin karena dia baru dan Axel masih belum terbiasa dengan kehadiran Richard. “Kami akan ke mencari makan terlebih dahulu sebelum ke hotel.” Mobil yang mengangkut rekannya yang lain itu lewat di depan Axel yang tengah menantikan buket bunganya di depan toko bunga. “Ya, kalian boleh pergi.” Axel menganggukkan kepalanya. “Kau yakin akan langsung ke rumah calon istrimu? Akan lebih baik jika aku beristirahat dulu.”“Aku ingin melakukannya dengan cepat. Aku akan ke hotel secepat.” Begitu Max dan Gilbert pergi menggunakan mobil yang satunya, Axel menerima buket bunga yang cukup besar itu. Di
“Hanya kau yang aku ingat jika membahas tentang pernikahan. Aku tidak tahu kenapa. Tapi hanya kau yang muncul di benakku.” Axel menatap Arsella sambil tersenyum tipis. Jelas-jelas jika dia bisa membuat Arsella menjerit saat itu juga. Arsella tersenyum balik ke arah Axel. Senyuman malu-malunya, disertai dengan usahanya untuk mengalihkan pandangannya dari Axel terlihat cukup menggemaskan.“Tapi maafkan aku, kali ini aku belum membawa cincin untukmu karena aku tidak tahu ukuran jarimu. Aku akan memesankan cincinnya. Biarkan Richard mengukur jarimu,” ujar Axel. Richard langsung bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Arsella. Axel memperhatikan bagaimana Richard langsung mengukur ukuran jari manis Arsella. Dan Arsella tentunya dengan senang hati bisa diajak bekerja sama, dia tidak memberontak sama sekali sesuai dugaan. Sementara Dedek dan Alice saat itu hanya bisa terdiam menatapi Arsella yang kelihatannya tak mau menolak Axel sama sekali. Alice
“Baiklah, kita akan mencarikanmu gaun pernikahan yang kau suka. Atau, jika kau ingin membuatnya, aku akan mencarikan orang yang mampu membuatkannya untukmu. Aku akan mengambil antrian cepat agar kau tidak lagi khawatir tentang gaunmu.” Axel menganggukkan kepalanya, dia memperhatikan wajah Selena dari tempatnya berdiri. Entah kenapa gadis itu terlihat seperti gadis kecil saat sedang gembira seperti ini. Arsella yang biasanya menatap dengan sorot matanya yang tajam disertai dagunya yang terangkat dengan arogan, kini sedikit berubah. Tatapannya sangat lembut dan polos, dan raut wajahnya tak lagi setegar dulu. Dia hanya terlihat seperti gadis biasa dan bukan gadis yang berkekuatan besar. Entah karena keluarga ini telah kehilangan kekuatannya hingga menyebabkan Arsella juga kehilangan kepercayaan dirinya yang biasa, menggantikan dirinya menjadi sosok yang lebih lugu dan polos seperti gadis biasanya. Meski begitu, Arsella tetap punya daya tarik. “Ba
Derek menangis sejadinya. Murni air mata seorang ayah yang tahu dia telah menghancurkan kehidupan putrinya. Sementara Alice hanya bisa berpaling dari Derek sambil menyeka air matanya. Alice juga tak kuasa melihat kondisi Derek yang putus asa seperti itu. Mereka telah melewati banyak kesulitan belakangan ini. Dan Arsella ingin bebas dari kesulitan yang harus dia hadapi. Menikah dengan Axel baginya berarti keluar dari rumah dan keluarganya yang menurutnya beracun dan dia akan mendapat kehidupan yang lebih baik karena Axel adalah pria cerdas yang mapan. Dia meyakini masa depan Axel yang cerah akan dibagi dengannya. *** Selena berada di hotel seperti biasa. Dia mendengus bosan karena belakangan ini tak ada yang bisa dia ajak bicara. Semua orang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Axel seharusnya sudah pulang kemarin. Namun, Axel mengatakan kalau ada urusan yang belum selesai, jadi dia baru pulang malam ini. Dan seperti yang Selena pikirkan, Axel me
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann