Luca mencari Damian setelah pintu itu ditutup. Dia mengeluarkan ponselnya untuk segera menelepon Damian. Grace di sisinya juga tampak celingukan untuk menemukan Damian dan Selena tang menghilang entah ke mana dari pandangan mereka. Seharusnya mereka sudah keluar.
Di dalam, Damian mengeluarkan ponselnya yang berdering. Dan kemudian menatapnya sejenak, itu dari Luca. Dia menghela nafasnya dan mengangkat telepon itu.Dari luar, Luca tampak sedikit lega saat akhirnya Damian mengangkat teleponnya.“Kau ada di mana? Aku mencarimu ke mana-mana,” omel Luca sambil menggerutu pelan.“Aku di dalam. Sepertinya orang yang melakukan evakuasi bukan tamu undangan, bukan juga pihak restoran. Aku berada di dalam bersama Selena.”Di dalam sana, Damian sedang menganalisis sekitarnya. Dia sudah tak melihat siapa pun lagi selain dirinya, Selena dan Derek. Dia tak tahu Derek bersama berapa orang, hanya saja yang tampak saat ini hanya ada Derek. Dia penasar“Kau? Menghukumnya? Terdengar lebih seperti ingin memeluknya erat-erat dan menikahinya.” Derek menggunakan nada mengejek pada putrinya yang sekarang sedang gila cinta itu. “Aku tidak peduli apa pun itu dan Ayah tak perlu tahu. Pokoknya aku tidak mau Axel terluka sedikit pun saat dia menjadi milikku!” Arsella memiliki pendirian yang kokoh, dia bicara dengan tegas. Damian dan Selena yang memperhatikan pertikaian ayah dan anak itu menikmatinya dengan santai. “Oh, itu akan menjadi hukuman yang sangat berat bagi Axel, jika harus menikah dengan wanita yang tidak dia cintai, tetapi wanita itu tergila-gila padanya,” gumam Damian.“Dia bisa jatuh cinta pada Arsella juga, bukan?” tanya Selena sambil menatap Damian penasaran. “Tidak juga. Hati pria tidak semudah itu diterobos. Jika bisa, maka wanita itu akan menjadi wanita yang beruntung. Dalam kondisi Axel, dia tidak akan mudah jatuh hati pada Arsella,” ucap Damian. “Diam kau!”
Luca tentunya keheranan melihat kehadiran Axel dan Sabrina yang tiba-tiba. Dalam sekali lihat, dia sudah tahu dia adalah ibu dari Selena. Begitu pula dengan Grace yang langsung menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat, dia bisa melihat sosok Selena dalam versi yang lebih dewasa dan lebih tua. Itu membuatnya tercengang. “Selena dan Damian terjebak di dalam bersama orang itu. Oh, siapa namanya? Ayah Selena?” Grace menjawab pertanyaan Axel dengan sedikit bingung, karena melupakan nama ayah Selena. “Ibu benar, kan? Derek sedang mengejar Selena. Mereka berdua di dalam? Hanya mereka berdua?” Sabrina menatap Luca dan Grace, orang yang langsung dihampiri Axel baginya adalah pusat informasi, dan dia harus mengetahui semua kondisi utamanya kondisi putrinya itu. “Ya, mereka hanya berdua di dalam. Tapi kau bisa tenang, Nyonya. Tidak ada tembakan susulan dan kelihatannya di dalam sana hanya terjadi obrolan dan pertikaian. Damian sedang
Luca merogoh saku pria yang tak sadarkan diri akibat dihajarnya itu. Dia kemudian menatapi Sabrina dan Axel, dia tak bisa menemukan kuncinya. Dia menggelengkan kepalanya. Kemudian, salah satu dari orang yang bersama Sabrina itu langsung mendobrak pintu restoran tersebut hingga terbuka lebar. Dia kemudian mengarahkan senjatanya masuk ke dalam restoran sambil melangkah masuk, diikuti dengan temannya, Axel, serta Sabrina. Luca dan Grace saat itu juga ikut masuk karena tak ada perintah yang mengatakan kalau mereka tidak boleh masuk. Selena menatap ke arah ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. Damian masih duduk santai di sana, menatap Luca yang langsung mendengus seraya memegangi keningnya, tak percaya dengan sikap acuh tak acuh yang ditunjukkan oleh Damian. “Situasi di dalam sini sebenarnya tidak terlalu serius,” ucap Damian sambil mendengus pelan. Sabrina menatapi Damian yang tampak memegangi tangan Selena untuk menenangk
Tanpa sadar, Alice memperhatikan bagaimana reaksi Derek saat bertemu lagi dengan Sabrina. Derek yang seperti terpana itu, terlelap dalam pikirannya untuk beberapa saat berhasil membuat Sabrina mendengus kesal dan merasakan rasa cemburu yang luar biasa. Derek kehilangan kara-katanya saat bisa bertemu lagi dengan Sabrina setelah sekian lama. Tepat saat beberapa orang dengan senjata masuk, dan langsung menembaki orang-orang yang mengepung Selena dan Damian, Alice menatap ke arah Sabrina yang tengah hendak tiarap untuk menghindari tembakan. Saat itulah, Alice melepaskan peluru ke arah Sabrina.Tak ada yang menduga tembakan itu sama sekali. Sabrina bahkan tersungkur sesaat, sebelum dia memegangi dadanya yang tertembak dan terbaring ke lantai dengan lemas. Bahkan Angelo dan Sam tak memperhatikan karena saat itu perhatian mereka teralihkan pada orang-orang bersenjata yang masuk dan menembaki musuh yang ada, identifikasi sebagai sekutu. Selena dan Damian yang sa
“Kau masih mencintainya? Sudah kuduga, semua yang kau lakukan ada motif di dalamnya. Kau mengalihkan perhatianku dengan iming-iming properti itu. Kau dengan sengaja ingin melindungi Selena dan Sabrina dariku, bukan begitu?” Alice berteriak hingga suaranya bergetar. Arsella menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya. Dia masih tak mengerti perasaan ayahnya. Tentang keluarganya sendiri atau tentang Sabrina. Dia masih bingung, sebenarnya ayahnya masih mencintai Sabrina atau mencintai keluarganya. Tapi yang dia lihat, Sabrina tetap tak mudah dilupakan olehnya meski Derek memang mencintai keluarganya. Arsella menatapi senjata api yang dilemparkan Derek ke dekatnya. Senjata yang digunakan Alice untun menembak Sabrina. Dia meneguk ludahnya kasar dan kemudian menoleh ke arah Axel. Sesaat, dia memang senang berada dalam pelukan Axel. Namun, mengingat Axel adalah putra angkat Sabrina, itu semakin menyakiti hatinya. Karena di sisi lain, dia tahu Sabrina adalah cin
Mata Damian menggelap saat menatapi Selena yang memasuki mobil lainnya dan tak ikut bersamamu dalam mobil tersebut. Dia menyingkirkan tangannya dari luka tembak yang ada di bahunya. Tangannya berlumuran darah, namun ekspresinya berubah jadi tidak begitu kesakitan.Luca melirik Damian, kelihatannya tahu jika luka tembak itu tidak akan banyak mempengaruhinya dan sepertinya sangat sadar jika dia hanya berpura-pura saat meringis kesakitan di depan Selena. Pria itu menghela nafasnya dan melirik Luca yang telah mengetahui rencananya. “Kau meringis tidak nyata,” komentar Luca.“Ah, aku hanya mengusahakan yang terbaik dan ingin membuatnya sedikit khawatir agar dia tidak terlalu takut padaku. Selena itu terlalu penakut, tapi dia menghadapi banyak situasi seperti ini. Ya, dia akan terbiasa seiring waktu.” Damian membuka kemejanya dan menatapi lukanya. “Kau mau aku mencabut pelurunya?” tanya Luca sambil menatapi bahu Damian yang terluka. “Kau mau
Suara erangan dan rintihan Derek berhasil membuat Arsella terperanjat kaget, diikuti dengan getaran dari dalam dirinya. Arsella tampak panik dan takut berada dalam posisi seperti itu. Diikat serata matanya ditutup. Dia tak bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya saat itu. “Argh! Apa yang mau kau lakukan dalam keadaan seperti ini? Kau merasa menang setelah berhasil menyudutkanku, hah?” Derek yang masih berada di kursinya yang telah tumbang masih sombong. Alice di sana juga tampak sedikit ketakutan dengan situasi yang Damian buat. Bukan hanya Arsella dan Alice, sebenarnya Derek juga sedikit ngeri akan situasi ini. Mereka pikir orang-orang Hendry hanya berusaha membantu mereka, dari cara mereka mengobati luka tembak di tangan Arsella. Sayangnya, siapa sangka justru orang-orang itu membawa mereka dalam situasi seperti ini. Arsella sendiri bahkan keheranan karena dia yakin berhasil menembak Damian meski tak berhasil menembak Selena. Seharunya Damian t
Damian menekan tangan Arsella yang luka tersebut, menyebabkan gadis itu menjerit sekuatnya dan berusaha memberontak. Sayangnya, tak ada yang bisa Arsella lakukan dalam keadaan terikat sempurna di atas kursi. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan kuat. Begitu melepaskan tangannya, Damian tersenyum sinis melihat bagaimana Arsella menghentikan teriakannya dengan gemetar dan berusaha menstabilkan nafasnya. Dia merengek dan menangis pelan, kepalanya agak tertunduk menunjukkan penyerahan dirinya begitu saja. “Apa yang kau lakukan? Apa yang kau lakukan padanya?!” Alice berteriak membentak Damian. “Jangan sakiti dia...” ucap Derek pelan, dia juga tak kuasa mendengar teriakan Arsella barusan. Damian tersenyum. “Beritahu orang tuamu, apa yang aku lakukan padamu hingga kau menjerit seperti orang kesetanan begitu? Beritahu mereka, agar mereka mendidikmu lebih baik lagi dan mereka harus menjadi orang yang lebih baik di masa depan.” Arsell