Suara tembakan itu berasal dari seseorang yang baru keluar dari area dapur. Suasana yang tadinya tenang dan damai saat waktunya makan malam, mendadak menjadi rusuh. Semua orang langsung berlari, berusaha untuk menyelamatkan diri dan menjauh dari area terjadinya tembakan barusan.
Selena masih tertunduk, dia terlihat gemetar takut karena peluru itu melintas terlalu dengannya. Meski seharusnya Damian yang lebih gemetar karena peluru itu nyaris mengenai tangannya. Namun, pria itu punya pertahanan yang bagus. Dia juga sebenarnya kaget dan langsung mencari si penembak sambil segera bangkit untuk membawa Selena keluar dari tempat itu segera.“Semuanya ke sebelah sini! Cepat, cepat, cepat!” Seseorang secara mendadak menjadi pengarah untuk melakukan evakuasi darurat yang harus segera dilakukan di area itu.Tembakan itu tak hanya berlangsung sekali, namun masih ada beberapa tembakan yang terus diluncurkan secara acak. Tembakan itu tidak diarahkan ke tamu undanganLuca mencari Damian setelah pintu itu ditutup. Dia mengeluarkan ponselnya untuk segera menelepon Damian. Grace di sisinya juga tampak celingukan untuk menemukan Damian dan Selena tang menghilang entah ke mana dari pandangan mereka. Seharusnya mereka sudah keluar. Di dalam, Damian mengeluarkan ponselnya yang berdering. Dan kemudian menatapnya sejenak, itu dari Luca. Dia menghela nafasnya dan mengangkat telepon itu. Dari luar, Luca tampak sedikit lega saat akhirnya Damian mengangkat teleponnya. “Kau ada di mana? Aku mencarimu ke mana-mana,” omel Luca sambil menggerutu pelan. “Aku di dalam. Sepertinya orang yang melakukan evakuasi bukan tamu undangan, bukan juga pihak restoran. Aku berada di dalam bersama Selena.” Di dalam sana, Damian sedang menganalisis sekitarnya. Dia sudah tak melihat siapa pun lagi selain dirinya, Selena dan Derek. Dia tak tahu Derek bersama berapa orang, hanya saja yang tampak saat ini hanya ada Derek. Dia penasar
“Kau? Menghukumnya? Terdengar lebih seperti ingin memeluknya erat-erat dan menikahinya.” Derek menggunakan nada mengejek pada putrinya yang sekarang sedang gila cinta itu. “Aku tidak peduli apa pun itu dan Ayah tak perlu tahu. Pokoknya aku tidak mau Axel terluka sedikit pun saat dia menjadi milikku!” Arsella memiliki pendirian yang kokoh, dia bicara dengan tegas. Damian dan Selena yang memperhatikan pertikaian ayah dan anak itu menikmatinya dengan santai. “Oh, itu akan menjadi hukuman yang sangat berat bagi Axel, jika harus menikah dengan wanita yang tidak dia cintai, tetapi wanita itu tergila-gila padanya,” gumam Damian.“Dia bisa jatuh cinta pada Arsella juga, bukan?” tanya Selena sambil menatap Damian penasaran. “Tidak juga. Hati pria tidak semudah itu diterobos. Jika bisa, maka wanita itu akan menjadi wanita yang beruntung. Dalam kondisi Axel, dia tidak akan mudah jatuh hati pada Arsella,” ucap Damian. “Diam kau!”
Luca tentunya keheranan melihat kehadiran Axel dan Sabrina yang tiba-tiba. Dalam sekali lihat, dia sudah tahu dia adalah ibu dari Selena. Begitu pula dengan Grace yang langsung menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat, dia bisa melihat sosok Selena dalam versi yang lebih dewasa dan lebih tua. Itu membuatnya tercengang. “Selena dan Damian terjebak di dalam bersama orang itu. Oh, siapa namanya? Ayah Selena?” Grace menjawab pertanyaan Axel dengan sedikit bingung, karena melupakan nama ayah Selena. “Ibu benar, kan? Derek sedang mengejar Selena. Mereka berdua di dalam? Hanya mereka berdua?” Sabrina menatap Luca dan Grace, orang yang langsung dihampiri Axel baginya adalah pusat informasi, dan dia harus mengetahui semua kondisi utamanya kondisi putrinya itu. “Ya, mereka hanya berdua di dalam. Tapi kau bisa tenang, Nyonya. Tidak ada tembakan susulan dan kelihatannya di dalam sana hanya terjadi obrolan dan pertikaian. Damian sedang
Luca merogoh saku pria yang tak sadarkan diri akibat dihajarnya itu. Dia kemudian menatapi Sabrina dan Axel, dia tak bisa menemukan kuncinya. Dia menggelengkan kepalanya. Kemudian, salah satu dari orang yang bersama Sabrina itu langsung mendobrak pintu restoran tersebut hingga terbuka lebar. Dia kemudian mengarahkan senjatanya masuk ke dalam restoran sambil melangkah masuk, diikuti dengan temannya, Axel, serta Sabrina. Luca dan Grace saat itu juga ikut masuk karena tak ada perintah yang mengatakan kalau mereka tidak boleh masuk. Selena menatap ke arah ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. Damian masih duduk santai di sana, menatap Luca yang langsung mendengus seraya memegangi keningnya, tak percaya dengan sikap acuh tak acuh yang ditunjukkan oleh Damian. “Situasi di dalam sini sebenarnya tidak terlalu serius,” ucap Damian sambil mendengus pelan. Sabrina menatapi Damian yang tampak memegangi tangan Selena untuk menenangk
Tanpa sadar, Alice memperhatikan bagaimana reaksi Derek saat bertemu lagi dengan Sabrina. Derek yang seperti terpana itu, terlelap dalam pikirannya untuk beberapa saat berhasil membuat Sabrina mendengus kesal dan merasakan rasa cemburu yang luar biasa. Derek kehilangan kara-katanya saat bisa bertemu lagi dengan Sabrina setelah sekian lama. Tepat saat beberapa orang dengan senjata masuk, dan langsung menembaki orang-orang yang mengepung Selena dan Damian, Alice menatap ke arah Sabrina yang tengah hendak tiarap untuk menghindari tembakan. Saat itulah, Alice melepaskan peluru ke arah Sabrina.Tak ada yang menduga tembakan itu sama sekali. Sabrina bahkan tersungkur sesaat, sebelum dia memegangi dadanya yang tertembak dan terbaring ke lantai dengan lemas. Bahkan Angelo dan Sam tak memperhatikan karena saat itu perhatian mereka teralihkan pada orang-orang bersenjata yang masuk dan menembaki musuh yang ada, identifikasi sebagai sekutu. Selena dan Damian yang sa
“Kau masih mencintainya? Sudah kuduga, semua yang kau lakukan ada motif di dalamnya. Kau mengalihkan perhatianku dengan iming-iming properti itu. Kau dengan sengaja ingin melindungi Selena dan Sabrina dariku, bukan begitu?” Alice berteriak hingga suaranya bergetar. Arsella menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya. Dia masih tak mengerti perasaan ayahnya. Tentang keluarganya sendiri atau tentang Sabrina. Dia masih bingung, sebenarnya ayahnya masih mencintai Sabrina atau mencintai keluarganya. Tapi yang dia lihat, Sabrina tetap tak mudah dilupakan olehnya meski Derek memang mencintai keluarganya. Arsella menatapi senjata api yang dilemparkan Derek ke dekatnya. Senjata yang digunakan Alice untun menembak Sabrina. Dia meneguk ludahnya kasar dan kemudian menoleh ke arah Axel. Sesaat, dia memang senang berada dalam pelukan Axel. Namun, mengingat Axel adalah putra angkat Sabrina, itu semakin menyakiti hatinya. Karena di sisi lain, dia tahu Sabrina adalah cin
Mata Damian menggelap saat menatapi Selena yang memasuki mobil lainnya dan tak ikut bersamamu dalam mobil tersebut. Dia menyingkirkan tangannya dari luka tembak yang ada di bahunya. Tangannya berlumuran darah, namun ekspresinya berubah jadi tidak begitu kesakitan.Luca melirik Damian, kelihatannya tahu jika luka tembak itu tidak akan banyak mempengaruhinya dan sepertinya sangat sadar jika dia hanya berpura-pura saat meringis kesakitan di depan Selena. Pria itu menghela nafasnya dan melirik Luca yang telah mengetahui rencananya. “Kau meringis tidak nyata,” komentar Luca.“Ah, aku hanya mengusahakan yang terbaik dan ingin membuatnya sedikit khawatir agar dia tidak terlalu takut padaku. Selena itu terlalu penakut, tapi dia menghadapi banyak situasi seperti ini. Ya, dia akan terbiasa seiring waktu.” Damian membuka kemejanya dan menatapi lukanya. “Kau mau aku mencabut pelurunya?” tanya Luca sambil menatapi bahu Damian yang terluka. “Kau mau
Suara erangan dan rintihan Derek berhasil membuat Arsella terperanjat kaget, diikuti dengan getaran dari dalam dirinya. Arsella tampak panik dan takut berada dalam posisi seperti itu. Diikat serata matanya ditutup. Dia tak bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya saat itu. “Argh! Apa yang mau kau lakukan dalam keadaan seperti ini? Kau merasa menang setelah berhasil menyudutkanku, hah?” Derek yang masih berada di kursinya yang telah tumbang masih sombong. Alice di sana juga tampak sedikit ketakutan dengan situasi yang Damian buat. Bukan hanya Arsella dan Alice, sebenarnya Derek juga sedikit ngeri akan situasi ini. Mereka pikir orang-orang Hendry hanya berusaha membantu mereka, dari cara mereka mengobati luka tembak di tangan Arsella. Sayangnya, siapa sangka justru orang-orang itu membawa mereka dalam situasi seperti ini. Arsella sendiri bahkan keheranan karena dia yakin berhasil menembak Damian meski tak berhasil menembak Selena. Seharunya Damian t
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann