"Tidak Tuan, saya belum pernah bertemu Tuan sebelumnya."
Dalena was-was dengan tatapan mata Damien padanya. Barulah setelah itu jabatan tangan mereka terlepas."Silakan duduk," titah Damien."Terima kasih, Tuan."Dalena duduk menundukkan kepalanya. Damien tak henti memberikan tatapan dingin.Detak jantungnya berpacu hebat, Dalena takut kalau Damien mengenalinya."Jadi Nona ingin menjadi pengasuh putriku? Nona punya pengalaman apa soal anak-anak, perlu Nona tahu kalau saya tidak sembarangan mencari seorang pengasuh!" tegas Damien menunjukkan sisi posesifnya."Saya... Saya bisa menjaga putri Tuan dengan baik. Saya akan meluangkan semua waktu saya untuk menjaganya dan merawatnya sepenuh hati."Dalena berusaha membuat Damien percaya.Laki-laki itu berdehem pelan, ia meraih sebuah surat lamaran kerja milik Dalena yang berada di atas meja. Semua isi surat itu sedikitnya adalah kebohongan, apalagi tentang identitas Dalena yang pernah menetap di Barcelona."Daddy! Dad... Raccel mau jalan-jalan! Daddy di mana?!"Suara teriakan melengking anak perempuan itu membuat sekujur tubuh Dalena bergetar. Ia menatap ke depan di mana seorang anak perempuan mungil berparas cantik muncul dari sana berjalan lincah."Daddy!" teriaknya keras-keras dengan berkacak pinggang."Daddy di sini, Princess. Kemarilah Sayang..." Damien melambaikan tangannya.Dalena ternganga saat Raccel berjalan mendekat, wajah anak itu sangat-sangat mirip dengan Cassel. Dalena ingin menangis saat ini hingga ia menundukkan kepalanya dan meremas kuat tas yang ia bawa.Raccel berdiri di samping Damien dan menatap lekat pada orang asing di hadapannya yang tak lain adalah sosok Dalena."Siapa Tante itu, Daddy?" tanya anak itu berdiri memegangi jemari Damien."Dia-""Hai Tante," sapa Raccel tersenyum melambaikan tangannya pada Dalena.Hati Dalena bagai diremas kuat saat Raccel memberikan senyuman padanya. Ingin sekali dia langsung memeluk dan mendekap Raccel menumpahkan air mata kerinduannya selama ini."Hai Sayang, Nona kecil cantik sekali," balas Dalena memberikan pujian yang manis untuk Raccel.Bocah itu mendekat, dia menatap boneka gantungan tas milik Dalena. Salah satu koleksi boneka dinosaurus milik Cassel.Mata cokelat Raccel terangkat menatap Dalena. Dia mengerjap polos dan mengulurkan tangannya."Mau kenalan boleh, tapi setelah itu pinjam bonekanya," pintanya seraya menunjuk tas milik Dalena."Tentu saja boleh." Dalena membalas uluran tangan mungil. "Nama Tante, Dalena. Tante ke sini ingin menjadi pengasuh atau Nanny untuk Nona Manis.""Hemm, begitu ya! Oh... Namaku Raccel! Raccel-nya Daddy!" seru anak itu sebelum dia tersenyum.Dalena terkekeh gemas mengusap pucuk kepala Raccel setelah ia mengenalkan dirinya akan menjadi Nanny atau pengasuh untuk Raccel. Barulah dia memberikan boneka dinosaurus berwarna hijau di tasnya.Sementara Damien memperhatikan mereka berdua dengan perasaan terheran-heran, bahkan Thom yang sesekali beradu tatap dengannya seolah saling melempar isyarat.Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Raccel semudah itu dekat dengan wanita ini. Bahkan biasanya dia sangat anti dengan siapapun, tapi kenapa dengan wanita ini dia langsung bercakap-cakap dan tidak angkuh mengenalkan diri!"Bagus, Raccel suka..." Boneka dinosaurus itu dipeluknya."Ambil saja buat Raccel," balas Dalena.Anak perempuan bertubuh mungil itu kembali menoleh pada Daddy-nya. Dia berdiri seraya menunjuk ke arah Dalena."Raccel mau sama Nany Dalena, Daddy!" serunya dengan nada memerintah.Tatapan mata dingin Damien bertemu dengan tatapan mata Dalena yang penuh kewaspadaan."Raccel, kau belum mengenal Tante ini, paham?" seru Damien membujuk lembut."No Daddy! Raccel hanya mau Nanny Dalena!" serunya dengan keras kepala.Damien berdecak begitu melihat Raccel kini memegangi lengan Dalena. Suatu kelemahan baginya saat Raccel meminta sesuatu, pastilah dia turuti.Dia mendongak menatap wajah cantik Dalena. Mata mereka yang seolah menjawab akan semua waktu yang berlalu.Teringat tangisan Raccel waktu dia bayi saat Dalena meninggalkannya di depan rumah Damien, empat tahun lalu."Nanny Dalena jangan dengarkan Dady-ku, okay?!" perintah anak itu.Dalena menatap Damien. Mau tidak mau laki-laki itu memberikan anggukan setuju."Baiklah, aku menerimamu menjadi pengasuh Raccel. Tapi dalam waktu beberapa hari ini aku sendiri yang akan mengawasimu cocok tidaknya kau menjadi pengasuh putriku!" tegas Damien.Dalena mengangguk setuju, ia amat sangat bersyukur."Baik Tuan. Terima kasih banyak..."Lega rasanya, Dalena kini bisa menyentuh Raccel dan melihat senyuman putrinya lebih dekat. Bahkan Dalena bisa menghabiskan waktu bersama Raccel sepuasnya.Air matanya berdesakan tak terbendung. Rasa rindu yang meronta-ronta, namun Dalena tidak akan semudah itu membawa Raccel pergi bersamanya. Damien bukanlah orang yang mudah dia hadapi.'Aku harus berusaha lebih keras lagi, akhirnya aku bisa menyentuh putriku. Raccel... Ini Mami nak,' batin Dalena menangis saat ia mengusap pipi Raccel. "Di hadapanmu saat ini Mami, Raccel-ku Sayang!'**Hari sudah gelap, pengasuh cantik di kediaman Escalante itupun sudah berpamitan pulang setelah dia berhasil membuat Raccel tertidur. Padahal menidurkan seorang Tuan Putri kecil milik Damien adalah bagian paling sulit, namun Dalena melewatinya dengan mudah.Damien menjadi terheran sekaligus kagum. Laki-laki itu berdiri menatap pemandangan malam yang sunyi di balik kaca jendela di ruangan kerjanya."Saya rasa memang Dalena adalah pengasuh yang baik untuk Nona Raccel, Tuan."Suara bariton tegas itu berasal dari Thom yang sedang berdiri di depan meja kerja di dalam ruangan itu.Damien menyergah napas panjang, sebelum ia berbalik."Kau tahu sendiri, putriku tidak mudah dekat dengan siapapun selama ini.""Benar Tuan.""Tapi dengan pengasuh baru itu, makan pun dia tidak rewel lagi. Bisa jadi karena memang Raccel yang memilih sendiri!" Damien duduk dan ia tersenyum tipis. "Aku akan memintanya untuk full time menemani Raccel, itupun kalau dia lolos seleksi dariku!"Thom mengangguk setuju dengan sang Tuan. Tidak mudah baginya sebagai tangan kanan Damien mencarikan pengasuh untuk Raccel, apalagi putri kecil Tuannya itu bukanlah anak biasa.Sosok Raccel yang nakal, tantrum, dan gampang menolak apapun jenis makanan. Namun setengah hari bersama Dalena, anak itu terus bermain sambil meminta Dalena menyuapinya."Di mana Nanny Dalena?! Nanny..!"Suara teriakan dan tangisan terdengar melengking di lantai dua.Damien sontak terkejut. "Raccel!"Laki-laki itu langsung berlari keluar dan mendekati Raccel yang menangis di pertengahan anak tangga membawa boneka dinosaurus yang Dalena berikan padanya siang tadi."Princess, kenapa bangun lagi, Sayang? Kenapa menangis?" Damien langsung kembali menggendongnya."Mana Nanny Dalena? Raccel mau bobo sama Nanny," jawab anak itu menangis keras-keras."Dia sudah pulang, besok pagi akan ke sini lagi. Jangan menangis, tidur sama Daddy saja, okay?""Tidak mau! Mau sama Nanny Dalena! Ihhh Daddy pasti nakal!" teriak anak itu memukuli tubuh Damien."Astaga, Raccel..."Raccel menangis keras-keras dan marah, dia memberontak dalam pelukan Damien hingga meminta turun dari gendongan Daddy-nya.Sedangkan Damien mengikuti dan mengawasi putrinya yang menangis berteriak mencari Nanny-nya. Raccel berlari hingga ke teras depan, ia berdiri di sana menangis mencari-cari sosok Dalena."Nanny... Huwaa, kenapa Nanny pulang?! Nanny Dalena!" teriak Raccel menangis keras-keras."Raccel, dengarkan Daddy Sayang... Nanny besok ke sini lagi, Raccel harus tidur supaya Nanny cepat ke sini," bujuk Damien menekuk lututnya di samping Raccel."Daddy nakal," serunya mendekat dan memeluk leher Damien. "Raccel mau main lagi sama Nanny!""Ssshhhttt... Iya Sayang, besok pagi ya," bisik Damien mengusap lembut punggung Raccel dan menenangkannya.Sedangkan Raccel masih menangis terus menerus. Damien menoleh pada Thom yang berdiri di dekat pintu memperhatikan mereka."Thom, hubungi pengasuh itu lagi! Minta padanya untuk datang kembali ke sini besok. Katakan kalau ini perintah dari Damien Escalante!""Mami ke mana saja, katanya pulangnya tidak lama-lama..." Cassel memeluk tubuh Dalena dengan erat, anak itu berada dalam gendongan Dalena dengan tangis sesenggukan. "Mami harus kerja Sayang, maafkan Mami ya nak," bisik Dalena mendekap tubuh kecil Cassel."Besok Mami jangan pergi lagi, temani Cassel pokoknya!" seru anak itu meremas punggung Dalena. "Iya Sayangku."Dalena berada di kediaman barunya, ia membeli sebuah rumah di kawasan perumahan mewah. Bahkan Dalena juga mendatangkan pengasuh Cassel yang di London untuk menemani putra kecilnya ini. Dalena mengusap rambut tebal hitam milik Cassel dan mata indahnya sudah tidak mampu terbuka. "Ngantuk ya Sayang, bobo sama Mami yuk," ajak Dalena mengusap pipi gembil putranya. Anak itu mengangguk, ia meletakkan kepalanya di pundak sang Mama dan memejamkan Kedua matanya. Langkah kaki Dalena terhenti saat ia mendengar deringan ponsel miliknya. "Thom," lirih Dalena. "Halo, Tuan..." "Tolong kirimkan alamat rumahmu. Raccel mengamuk mencari
Kedua mata Dalena terbuka perlahan, udara hangat kamar Raccel membuat wanita itu langsung terbangun. Menyadari dirinya meninggalkan Cassel. Tapi di sampingnya kini ada Raccel yang tertidur pulas. "Ya Tuhan, sudah pagi!" seru Dalena tanpa suara. Dia menepuk keningnya saat mengetahui jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Gegas Dalena menyahut mantel tebalnya dan kembali mendekati Raccel yang masih tertidur. "Sayang, Mami pulang ya nak... Raccel jangan menangis lagi ya, Sayang," bisik Dalena begitu lirih gak bersuara. Dalena mengecup pipi gembil anak perempuannya dan kembali menyelimuti tubuh mungil Raccel dengan hangat. Perlahan tanpa suara Dalena keluar dari dalam kamar Raccel. Langkahnya menuju ke lantai satu, namun Dalena tersentak saat ia mendapati Damien duduk di sofa ruang tamu. "Selamat pagi, Tuan," sapa Dalena menundukkan kepalanya. "Heem. Mau ke mana kau?" tanya Damien tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. "Saya pamit pulang, nanti siang saya akan ke sini lag
"Kenapa menangis? Siapa yang membuat Cassel sedih, Sayang?!" Dalena mencekal kedua pundak kecil Cassel. Anak itu menyeka air matanya dan menunjuk ke utara. "Cassel tidak sengaja melempar bola kena kepala anak perempuan, dia nangis Mi. Terus Papinya datangin Cassel dan bilang Cassel anak nakal hiks... Padahal Cassel sudah minta maaf! Tapi Om jahat malah tanya di mana Mami dan Papi, Cassel kan tidak punya Papi..." Bocah itu memeluk leher Dalena dengan erat. Geram dengan perlakuan orang angkuh itu yang berani memarahi anak kecil. Dalena langsung berdiri tegap menggendong Cassel. "Sudah Sayang, jangan sedih lagi. Ayo kita temui orang itu! Sombong sekali, dia pikir dia siapa?!" seru Dalena marah. "Marahin Om nakalnya Mam, marahin pokoknya!" pekik Cassel menunjuk-nunjuk ke arah tadi. Tanpa menunggu lagi, Dalena langsung bergegas menuju ke tempat yang Cassel tunjukkan padanya. Namun sesampainya di sana tidak ada siapapun. Orang itu pasti sudah pergi. "Sudah tidak ada," ucap
Damien terdiam menatap ke arah taman rumahnya. Di sana nampak Raccel yang bersenang-senang dengan pengasuhnya, mereka asik bermain sejak tadi. Bahkan Dalena juga sangat perhatian pada Raccel. Memeluknya, menggendongnya, dan memberikan apapun yang Raccel inginkan. "Wanita itu," lirih Damien memperhatikan Dalena. "Kenapa Tuan?" tanya Thom menoleh ke arah pandangan Damien. "Entahlah Thom, aku merasakan hal aneh pada Raccel saat melihatnya dengan pengasuh itu. Bagaimana bisa Raccel semudah itu dekat dengannya?" Damien memasang wajah dingin.Bahkan kini saat Raccel dan Dalena berjalan bergandengan tangan masuk ke dalam rumah. Suara tawa Raccel yang memenuhi ruang keluarga, ia terus memanggil Dalena untuk cepat mengikutinya. "Daddy... Lihat! Nanny buatkan mahkota dari bunga buat Raccel!" seru Raccel menunjukkan sebuah mahkota bunga yang dia pakai. "Wahh, cantik sekali Princess Daddy..." Damien berjalan mendekati putrinya dan menekuk lututnya di hadapan Raccel. "Tentu saja! Ini kan b
Pagi ini Dalena mendandani Raccel dengan sangat cantik. Memakai dress dari tile selutut berwarna merah muda, sepatu cantik berwarna senada. Rambut hitamnya dikepang dua dan dipasang pita yang lucu. "Raccel tidak boleh nakal kalau ikut Daddy ya, Cantik," ujar Dalena duduk di hadapan Raccel. Anak itu cemberut. "Raccel tidak mau ikut Daddy! Raccel masih mau main sama Nanny," ujar Raccel memeluk Dalena. "Ayolah Sayang, nanti Oma-mu bisa marah kalau kita terlambat, Princess!" Damien mendekati putrinya. "Nooo! Daddy jangan paksa Raccel dong! Ihhh, Raccel tidak suka ikut Daddy selalu saja maksa Raccel!" teriak anak itu makin erat dia memeluk Dalena. Damien berdecak kesal saat Raccel rewel seperti ini. Anak itu terlanjur lengket dengan Dalena hingga susah dibujuk oleh Damien. Padahal Damien sudah membuat janji dengan Mamanya untuk pertemuan di kediaman keluarga Escalante pagi ini. Namun lagi-lagi Raccel sangat rewel. "Nanny, ayo ikut Raccel sama Daddy... Mau ya, ikut kita ya Nanny," re
"Pokoknya pulang dari sini antarkan Raccel ke tempat Nanny!" Raccel turun dari dalam mobil dengan raut marah, anak itu menghentak-hentakkan kakinya. "Daddy dengarkan Raccel, tidak sih?!" teriak Raccel mendongak menarik-narik lengan Damien. "Iya Princess, Daddy mendengarmu. Sudah sekarang ayo masuk ke rumah Oma!" Damien menggandeng tangan mungil Raccel. Masih terus mengomeli Daddy-nya sembari berjalan masuk ke dalam rumah keluarga Escalante. Raccel dan Damien disambut oleh kedua orang tua Damien, Kakak perempuannya, dan seseorang wanita cantik yang tengah berada di ruang makan menanti Damien. Bibir Raccel langsung cemberut saat melihat Lora, Mama dari Damien dan juga Sevia, Kakak perempuan Damien yang kini menatapnya dengan tatapan angkuh. "Datang juga akhirnya, ayo duduk dan cepat makan bersama." Lora, Mama kandung Damien yang memintanya duduk. "Kenapa kau mengajak anak itu, Damien?""Merepotkan saja," imbuh Sevia. Damien menatap dingin Mama dan Kakaknya. "Raccel adalah anakku
"Namaku Cassel Om, Cassel Gabriel!" Anak laki-laki itu meraih telapak tangan besar milik Damien dan meletakkan tangan mungilnya di sana. Kedua mata indah milik Cassel mengerjap berbinar-binar. Damien masih terpaku dengan ekspresi anak ini, persis seperti ekspresi saat Raccel tengah penasaran."Kenapa?" tanya Damien menggenggam hangat tangan mungil Cassel. "Pasti genggaman tangan Papiku rasanya seperti ini," jawab Cassel menatap Damien, tersenyum manis sebelum kembali menatap genggaman tangan Damien. "Memangnya di mana Papimu, Cassel?" tanya Damien menarik lengan mungil Cassel dan dirangkul tubuh bocah kecil itu. Cassel menggeleng polos memberikan jawaban. "Kata Mami, Papi sedang pergi bekerja. Tapi Papi tidak pernah pulang-pulang sama sekali, Cassel tidak tahu seperti apa wajah Papi. Tapi kata Mami Papiku itu tampan sekali, Om!"Damien terdiam mengamati wajah Cassel lebih dekat lagi. Rasanya seperti ia berada bersama dengan Raccel, anak ini membuat hatinya merasa berdebar dan ha
"Nanny-ku belum kembali, rasanya sedih... Hatinya Raccel patah!" Bibir tipis gadis mungil itu cemberut. Raccel duduk di kursi kayu di teras rumahnya menatap ke arah gerbang. Raccel ditemani oleh Daddy-nya menunggu Dalena datang. Beberapa menit yang lalu Damien meminta Thom menghubungi Dalena, dan wanita itu sedang menuju ke sana. "Daddy, kenapa Nanny-ku belum ke sini? Apa dia tersesat?" tanya Raccel mendongak menatap sang Daddy. "Tidak Princess. Sebentar lagi pasti datang," jawab Damien. Laki-laki itu menekuk kedua lututnya di samping Raccel dan menatap wajah kecil sedihnya. Sekelebatan wajah anak kecil laki-laki di taman tadi mengganggu pikiran Damien. Cassel, dari sisi manapun dia sangat mirip dengannya dan Raccel. "Ck, sial!" umpat lirih Damien memijit pangkal hidungnya. Tiba-tiba Damien merasakan telapak tangan kecil Raccel menyentuh pipinya. Damien mengangkat wajahnya menatap raut cantik Raccel yang datar dan sedih. Anak itu mengelus pipi sang Daddy dan Raccel mengerjap