Nicholas sempat merasa terpukul seharian, dia tidak beranjak keluar dari apartemennya. Bahkan bersamaan dengan itu, Mamanya sakit dan ia juga diputuskan oleh Raccel. Sempat mendengar kalau Kalila mengulah dengan selalu mengatakan kekurangan yang Raccel miliki, hal ini membuat Nicholas sangat kesal pada wanita itu dan memutuskan untuk menemuinya di kampus Kalila. "Laa ... aku sarankan kau tidak usah berurusan dengan Cassel. Kau nanti bisa-bisa tidak akan hidup tenang." "Iya, La. Kau seperti tidak kenal Cassel saja! Dia sangat menyayangi adiknya, apalagi kalau Nicholas sampai tahu kalau kau sering menerornya!" Kalila tertawa, gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan khawatir! Lagi pula siapa suruh dia membuat masalah denganku!" jawab Kalila dengan santainya. "Tapi kan—"Ucapan salah satu teman Kalila terhenti saat seseorang datang di belakang Kalila tanpa sepengetahuan siapapun. Merisca langsung mendongkan kepalanya menatap sosok laki-laki dengan balutan tuxedo hitam yan
Hari demi hari berjalan cepat. Raccel menikmati kesehariannya dengan semua teman-teman yang selalu ada bersamanya, bahkan mereka juga sering datang ke kediaman Escalante. Dan hari minggu pagi ini, Raccel belajar berjalan kembali. Gadis itu bisa berjalan tanpa tongkat, hanya saja langkahnya sangat pelan, dan telapak kakinya yang sedikit dia seret. "Hufff ... sedikit lagi, sampai dekat kursi," seru Raccel menyemangati dirinya sendiri. Gadis itu berjalan perlahan-lahan, hingga dia bisa sampai di kursi yang ingin dia jangkau. Raccel tersenyum senang. Sampai akhirnya gadis itu kaget saat mendengar gerbang depan rumahnya terbuka. Kedua mata Raccel menatap mobil hitam milik Nicholas yang kini masuk ke dalam pekarangan rumahnya. "Kak Nicho," gumam Raccel. Perasaan yang tiba-tiba muncul dalam hati Raccel seketika. Nicholas keluar dari dalam mobil, laki-laki itu menatap Raccel yang kini berdiri tegak tanpa menggunakan tongkatnya. "Hai ... kau sudah bisa berjalan sekarang?" tanya Nichol
Beberapa Minggu Kemudian...Hari demi hari yang berjalan dengan sempurna, Raccel telah bisa berjalan kembali meskipun tidak sesempurna seperti yang dia pikirkan. Benar seperti yang dikatakan oleh Papanya, kalau Raccel pasti bisa berjalan kembali setelah satu bulan. Dan gadis itu kini tengah ikut Mama dan Papanya menghadiri sebuah pesta milik rekan kerja Damien. Di sana, Raccel juga harus bertemu dengan banyak orang, termasuk rekan kerja Mama dan Papanya. "Ya ampun, ini Raccel, ya? Sudah besar ternyata ... cantik sekali, Sayang," ujar Sasha—istri dari rekan kerja Damien. "Iya Sha, cepat sekali kan anak-anak ini besar. Rasanya baru kemarin kita pertama bertemu," ujar Dalena. "Heem, tapi sekarang lihat ... putrimu cantik sekali, Raccel...""Terima kasih, Tante," ucap Raccel tersenyum manis. Mereka asik mengobrol, Raccel hanya ikut ke mana pun Mamanya melangkah. Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum dia menemukan sosok laki-laki dengan balutan tuxedo hitam yang kini masuk k
Setelah pesta semalam, keesokan harinya Nicholas didatangi Mamanya dia apartemen saat hari sudah pagi. Nicholas yang hendak pergi ke kantor pun urung. Pemuda itu mengajak sang Mama masuk ke dalam apartemennya. "Ada perlu apa, Ma? Tumben sekali Mama ke sini?" tanya Nicholas begitu Karina duduk di sofa yang berada di hadapannya. Wanita itu tersenyum. "Apa kau masih sering bertemu dengan Raccel selama ini?" Kening Nicholas mengerut saat sang Mama bertanya tentang Raccel. "Jarang-jarang. Memangnya kenapa lagi?" "Emmm ... Mama ingin bertemu dengan Raccel," ujar Karina. "Tumben, ada apa lagi yang ingin Mama katakan padanya?" Nicholas memancing sang Mama."Tidak papa Cho. Mama hanya ingin bertemu saja. Mama pikir-pikir, cinta memang tidak bisa dipaksa. Selama ini Mama tidak pernah melihatmu perhatian pada Kalila seperti kau perhatian pada Raccel. Seperti semalam..." Karina menatap sang putra dan dia tersenyum. "Nanti sore, ajak Raccel bertemu dengan Mama, ya ... Mama ingin mengajak k
Nicholas mengajak Raccel untuk bertemu dengan Mamanya di sebuah rumah makan mewah. Dan Karina sudah berada di sana sejak beberapa menit yang lalu. Wanita itu tersenyum melihat Raccel dan Nicholas datang bersama. "Akhirnya kalian datang juga, Mama kira tidak jadi," ujar wanita itu. "Maaf Tante, tadi Raccel masih di kampus," jawab Raccel sambil tersenyum manis. "Tidak papa, Sayang. Ayo silakan duduk..." Raccel duduk bersama dengan Nicholas, gadis itu melepaskan tas yang ia pakai. Karina menyerahkan buku menu pada Raccel. "Kalian pilih makanan apa yang mau kalian makan," ujar wanita itu. Segera Raccel membuka buku menu itu, ia menoleh pada Nicholas yang sibuk dengan ponsel di tangannya, hanya saja ponsel itu milik Raccel. "Kak Nicho mau makan apa?" tanya Raccel pada Nicholas. Pemuda itu hanya menoleh sebentar dan meletakkan ponsel di tangannya. Nicholas malah diam dan mengusap pucuk kepala Raccel. "Apa saja, samakan denganmu juga tidak papa," jawab Nicholas."Raccel mau makan s
Hari sudah malam, Raccel berada di dalam kamarnya. Gadis itu menatap ke arah lantai satu di mana Nicholas berada di sana menjadi salah satu tamu penting di antara para rekan bisnis Damien. Senyum Raccel mengembang saat Nicholas tanpa sengaja menoleh ke arahnya di atas sana. 'Kak Nicho paling muda sendiri, hebat sekali dia,' batin Raccel masih setia menatap Nicholas sembari senyam-senyum sendiri."Heh ... ngapain senyam-senyum sendiri di sini?" tanya Cassel mendekati sang adik. Raccel mendongakkan kepalanya menatap Cassel yang kini di belakangnya sembari menenteng jas putihnya. "Siapa sih yang senyum-senyum sendiri, Raccel senyum sama Kak Nicho," ujar gadis itu menunjuk ke arah pemuda di bawah sana. Cassel berdecak pelan, ia mengusap pucuk kepala Raccel. "Raccel, kau sudah besar. Hati-hati saat kau dengan Nicholas sekalipun dia kekasihmu sendiri," ujar Cassel. "Hem, kenapa Kak?" tanya gadis itu. Cassel yang duduk di sofa, pemuda itu menatap sang adik. "Sore tadi Kakak ada pasi
Setelah Damien mengatakan pada Nicholas untuk menikahi Raccel, kalau bisa dalam waktu dekat. Nicholas malam ini melamun di balkon kamar hotelnya di tengah-tengah kota Athena, Yunani. Bahkan saat meeting siang tadi, Nicholas sangat tidak fokus sama sekali. Bukannya tidak mau, Nicholas justru merasa senang dirinya mendapatkan restu lebih awal dari Damien. Hanya saja, Nicholas harus menemukan momen yang tepat untuk membicarakan ini pada Mama dan Papanya. "Papa pasti merasa terburu-buru untuk bila aku mengatakan ini padanya." Nicholas menenggak minuman di gelasnya dan mengembuskan napasnya panjang. Pemuda itu mengusap wajahnya pelan. "Tapi apa yang Om Damien katakan menang benar ... tidak selamanya aku hanya bisa berpacaran dan hanya saling tatap, genggaman tangan saja dengan Raccel. Bagaimana kalau aku kehilangan kendali?" Nicholas menyergah napasnya pelan. Ia merasa sangat pusing kali ini, sampai akhirnya ponselnya pun berdering. Nampak nama Raccel yang terpampang di layar ponsel
Hari ini Nicholas pulang dari Yunani bersama dengan Damien. Pemuda itu berpamitan kalau dia langsung pulang ke rumah kedua orang tuanya. "Kau tidak mau mampir dulu, Cho?" tanya Damien menatap kekasih putrinya tersebut. "Tidak Om. Aku mau langsung ke rumah Papa," jawab Nicholas masuk ke dalam mobilnya. "Baiklah kalau begitu. Om doakan yang terbaik, Cho! Kalau tidak direstui, jangan nekat, ya..." Damien tertawa sambil meledeknya. Mendengar hal itu, Nicholas hanya tertawa hingga Damien menepuk-nepuk pundak Nicholas. Pemuda itu memutuskan untuk pergi pulang seketika. Dan Damien bergegas masuk ke dalam rumah. Begitu Damien masuk ke dalam rumah, seseorang yang pertama kali menyambutnya saat ini adalah Raccel. Gadis itu berdiri di ujung bawah anak tangga bersama Mamanya. "Daddy..." Raccel mendekati sang Kakak dan memeluknya. "Heemm ... anak Daddy yang satu ini memang tidak berubah sama sekali," ujar Damien sambil memeluk Raccel dengan erat. "Dad, di mana Kak Nicho?" tanya gadis itu
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris