Sesampainya di rumah, Raccel langsung turun dari dalam mobil. Gadis itu berjalan dengan tongkatnya masuk ke dalam rumah. Di sana ada Nicholas yang sedang bersama dengan Damien, mereka nampak berbicang dengan membawa tumpukan berkas di hadapannya. "Oh, kalian sudah pulang," sapa Damien, dia tersenyum melihat Raccel yang kini berjalan tertatih masuk ke dalam rumah. "Daddy, mobilnya kenapa?" tanya Raccel menatap sang Papa. "Mobilnya masih diperbaiki, Princess. Besok juga sudah bisa, Kakakmu ke kampus dengan mobilnya sendiri, Daddy tidak bisa menghubunginya untuk menjemputmu." "Eemmm, baiklah..." Raccel melirik ke arah Nicholas yang fokus pada laptopnya. Sekali lagi Raccel mengatakan pada hatinya sendiri. Kalau Nicholas hanya menganggapnya adik, tidak perlu berpikir yang berlebihan untuk meminta dicintai oleh pemuda itu. "Sayang, Mommy pesanku makanan manis ya, nanti kalau temannya Raccel ke sini biar Mommy tidak perlu memasak lagi," ujar Dalena duduk di sofa seberang. "Boleh, Rac
Selama di sekolah, Raccel terus kepikiran bagaimana bisa hari ini Nicholas ingin mengajaknya pergi, padahal Raccel tidak bisa berjalan jauh dan lama. Namun, gadis itu juga tidak ingin menolaknya. "Heummm..." Raccel melipat kedua tangannya di atas meja dan diam termenung sedih. "Kenapa nih? Wajah-wajah galau nih, ada apa, Raccel?" tanya Camila ikut melipat kedua tangannya dan menatap Raccel. "Camila, Raccel hari ini diajak kencan," jawab Raccel. "What?!" teriak Camila heboh. "Siapa yang mengajakmu kencan? Revvan atau—""Bukan!" pekik Raccel meminta temannya untuk tidak keras-keras. Wajah antusias Camila siap menunggu apa saja dan semua yang Raccel ceritakan. "Jadi, ada anak temannya Daddy-ku yang ingin mengajakku jalan-jalan. Kakak yang kapan hari selalu menjemputku," ungkap Raccel bercerita. "Ohhhh... Iya! Aku ingat sekarang, dan kau mau atau tidak?" tanya Camila. "Menurutmu, enaknya mau atau tidak?" Camila menyipitkan kedua matanya dan mengetukkan jemarinya di atas meja. "
Raccel tidak tahu ke mana Nicholas akan mengajaknya sekarang ini. Sepanjang perjalanan dia hanya ikut dan nampak senang karena mereka berdua asik mengobrol. "Bagaimana tugas yang dibantu Kakak semalam, Raccel?" tanya Nicholas menatap gadis itu. "Emm, bagus! Benar semua, Kak!" jawab Raccel mengacungkan jempolnya. "Pintarnya..." Nicholas mengusap pucuk kepala Raccel dengan lembut. Usapan tangan itu membuat Raccel merasa sangat senang dan tenang, entah kenapa saat bersama Nicholas, Raccel merasa disayangi dengan sepenuh hati. Apalagi saat dia tengah menunjukkan betapa besarnya perhatian Nicholas pada Raccel. "Kita mau ke mana sih, Kak? Raccel tidak bisa berdiri lama-lama kalau kita mau jalan-jalan," ujar gadis itu menatap Nicholas lagi. "Sudah ikut saja, nanti kau juga akan suka." "Oh ya?" Raccel kembali menatapnya. "Iya Raccel..." Nicholas meliriknya dan tersenyum manis. Laki-laki itu merasa senang saat Raccel tersenyum begitu manis padanya. Mulai sekarang, dia tidak ingin kec
Setelah jalan-jalan di akuarium raksasa, kini Raccel dan Nicholas sudah lelah berputar-putar. Mereka berdua pun masuk ke dalam sebuah kedai, dan memesan makanan juga minuman di sana. Raccel nampak menikmati makanannya, sedangkan Nicholas menatapi gadis yang kini tengah makan tersebut. "Enak? Mau tambah?" tanya Nicholas. "Emm, tidak Kak. Ini saja Raccel sudah kenyang. Raccel mau diet." "Ck! Pakai acara diet-dietan segala. Kalau tubuhmu berisi, itu semakin baik daripada harus terlalu kurus, Raccel," tutur Nicholas. "Kak Nicho suka kalau Raccel gendut?" tanya gadis itu. Nicholas pun terkekeh dan mengangguk. "Iya, kurang lebih seperti itu," jawabnya gemas. Jawaban itu mungkin tidak benar, karena Raccel tahu saat ini berat badannya terus turun, mungkin itu alasan kenapa Nicholas mengatakan dia sangat menyukai Raccel yang memiliki tubuh berisi. Saat mereka sedang asik makan, tiba-tiba saja ponsel milik Nicholas berdering. Dia hanya meliriknya tanpa menjawab panggilan tersebut. "An
Raccel menatapi boneka ikan pausnya sambil berbaring di sofa, dia senyum-senyum sendiri mengingat keseruan siang tadi, tanpa mengingat kejadian saat ada Kalila datang. Namun tiba-tiba saja Raccel tersentak saat seseorang menyahut boneka di tangannya dari belakang. "Ehhh..." Gadis itu langsung menoleh. "Kakak!" "Waduhh, mulai sejak kapan suka boneka ikan paus? Biasanya juga ternak boneka beruang!" seru Cassel menatap gantungan kunci itu. "Itu punya Raccel, mana!" gadis itu menarik-narik lengan Cassel. Cassel meliriknya dengan mata memicing. "Punyaku mana?" "Ya... Itu, anu—""Aku tahu gantungan kunci sejenis ini biasanya kan ada dua. Kenapa hanya satu, satunya mana?!" seru Cassel masih memegang gantungan kunci milik Raccel. Gadis cantik itu berdecak dengan tingkah kembarannya yang sangat kekanakan. "Yang satu ada sama Kak Nicho, itu punya Raccel mana-mana..." Gadis itu berdiri dengan tongkatnya dan berusaha merebut boneka miliknya yang dibawa Cassel. Alih-alih memberikannya, C
Raccel menatap layar ponselnya, gadis itu diam menunggu Nicholas menghubunginya. Pasalnya laki-laki itu sudah bilang padanya pagi tadi untuk menjemputnya setelah Raccel pulang sekolah. "Kak Nicho mana, sih?" gumam Raccel cemberut. Raccel mengusap wajahnya, dia menolak ajakan pulang dari Revvan setelah tadi Raccel bilang kalau Kakaknya akan menjemputnya. Sekarang Raccel berusaha untuk menghubunginya lagi. Namun panggilannya tidak dijawab oleh Nicholas. "Mungkin Kak Nicho masih ada urusan," gumam gadis itu lagi. Raccel pun duduk di bangku halte. Dia diam di sana dan merasakan angin semilir siang ini, Raccel merasa sedih dan dia tidak masih setia menunggu Nicholas. Sampai akhirnya ponselnya kembali berdering. Nama Nicholas yang muncul di sana, dan Raccel pun langsung gegas menjawab panggilan tersebut. "Kak Nicho... Kakak tidak jadi menjemput Raccel, ya?" tanya gadis itu. "Jadi, Kakak masih di perjalanan, sebentar lagi Kakak sampai." "Heem baiklah. Aku tunggu ya, Kak," ujar Racce
Setelah pergi bersama Raccel, Nicholas kembali ke apartemennya. Dia berjalan dengan santai menuju ke apartemen miliknya. Namun saat dia tiba, pintu apartemennya sedikit terbuka. Seingat Nicholas, yang tahu password pintu apartemennya hanya dia dan Mamanya saja. "Apa Mama ke sini? Tumben... Tidak menghubungiku dulu," gumam lirih Nicholas. Ia membuka pintu apartemennya dan melihat sang Mama, juga Papanya yang berada di sana. "Mama, Papa," ucap Nicholas. "Jam berapa ini kau baru pulang?" tanya Gio melirik jarum jam. "Di kantor kau juga tidak ada." "Jalan-jalan," jawab Nicholas sembari duduk di hadapan Mama dan Papanya. Nicholas mengembuskan napasnya panjang dan diam mendongakkan kepalanya dengan punggung tersandar di sofa. "Nicholas, Mama dan Papa ke sini ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar Karina. Ekor mata Nicholas memicing. "Ada apa?" "Orang tuanya Kalila, ingin kau tanggung jawab menikahi Kalila," ujar Gio menatap putranya. Nicholas tersenyum tipis dan berdecak pelan. I
Keesokan paginya, Nicholas sudah datang ke kantor milik Damien. Tidak biasanya pemuda itu berada di sana, dan dia tampak menunggu Damien. Sedangkan Damien yang baru saja datang, dia pun gegas menghampiri Nicholas. "Cho, kenapa tidak di rumah saja tadi?" tanya Damien pada pemuda itu. "Tidak Om. Mulai sekarang aku tidak lagi mengurus berkas dan semua hal di perusahaan Papa," jawab Nicholas. "Hah?" Damien sedikit terkejut dengan pernyataan pemuda itu. "Apa maksudmu, Cho?" Sembari bertanya, Damien berjalan mendekati kursi kerjanya dan duduk di sana, ia menatap Nicholas yang nampak ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. "Aku baru saja bertengkar dengan Papa, Om. Papa memintaku menikahi anak teman Mama yang jelas-jelas hanya memanfaatkan aku saja. Aku tidak mau bersangkutan lagi dengan Papa dalam hal apapun. Jadi aku memutuskan untuk melepaskan tanggunganku di perusahaan Papa, dan aku ingin mengambil perusahaanku yang selama ini Om kelola bersamaku, untuk aku kendalikan sendiri dengan pa