"Hari ini Om Zarch datang, katanya bawa oleh-oleh banyak buat kita!" "Waahhh, Raccel dibawakan apa ya?" Raccel berseri-seri membayangkan hadiah yang Zarch bawakan untuknya. "Yang jelas mainan yang banyak sekali!" Cassel lompat-lompat tak sabaran. Bisik-bisik dua anak kecil itu berasal dari dalam sebuah ruangan. Dalena membuka sedikit pintu kaca buram di dekat ruangan kerjanya. Cassel dan Raccel sibuk menggambar, bermain, dan anak-anak itu juga asik mengobrol. "Cassel, Raccel, sedang apa, Sayang?" sapa Dalena melambaikan tangannya. "Mami..." Raccel langsung beranjak dari duduknya dan berlari memeluk kedua kaki Dalena. Wanita cantik berambut panjang itu menekuk kedua lututnya. Ia tersenyum manis mengusap pipi Raccel, sementara Cassel asik bermain sendiri. "Kenapa Sayang? Raccel lapar? Mau makan lagi sama hamburger?" tawar Dalena memasang kembali jepit pita merah di rambut Raccel. "Mau ikut ke depan, mau nunggu Om Zarch!" seru Raccel menunjuk ke arah luar. Dalena mengembuskan n
Pagi ini dokter mendatangi kediaman Damien. Laki-laki itu sakit karena terlalu cemas dan pola makannya yang kacau selama dua mingguan lebih ini. Di sana ada Lora yang menemani Damien. Meskipun berkali-kali Damien mengusirnya untuk tidak lagi muncul di hadapannya. "Putraku tidak papa kan, dok?" tanya Lora menatap dokter. "Tidak papa. Tapi kalau terus diabaikan akan menjadi masalah serius. Mohon untuk istirahat dulu," ujar dokter menjelaskan. Mendengarkan hal itu, Damien berdecak. Ia mengabaikannya dan menatap Faro yang berdiri di ambang pintu. Ia meminta Faro untuk menyelidiki masalah Dalena, sementara Thom mengurus urusan kantor.Tanpa memberi kode apapun, Faro langsung mendekat. Laki-laki itu membungkukkan badannya. "Saya mendapatkan kabar kalau Zarch kembali ke London tiga hari yang lalu, Tuan," bisik Faro pada Damien. Mendengar hal itu, Damien tersenyum tipis. "Aku sudah menduganya," ucap Damien. Rahang Damien mengetat marah, laki-laki itu menyibakkan selimutnya dan berdiri
Pagi ini Damien tiba di London, ia berjanji akan membawa Delana untuk pergi bersamanya lagi. Sekalipun wanitanya itu tidak mau pulang kembali ke Barcelona, Damien akan mengajak Dalena tinggal di manapun dia inginkan, asalkan mereka kembali bersama. "Tuan, sepertinya Nyonya besar juga melakukan pencarian Dalena," ujar Faro menatap Damien setelah ia memperhatikan ponselnya. "Abaikan saja. Dia tidak akan menemukan Dalena secepat aku," jawab Damien dingin. Faro mengangguk patuh. Mereka kini dalam perjalan menuju butik milik Zarch yang berada di tengah-tengah kota London. Setelah beberapa menit perjalanan, mereka pun tiba. Damien bergegas turun dari mobil diikuti Faro dan Thom. Mereka berdua masuk ke dalam butik tersebut. Semua teman-teman Dalena menatap ke arah depan memastikan siapa yang datang. "Waahhhh tampan sekali," bisik Kimy pada Arleta. "Dia... Dia Papanya si kembar, Damien Escalante," bisik Arleta membalas Kimy. "Lebih tampan saat bertemu asli. Beruntung sekali Dalena dib
"Mami... Airnya banyak sekali, ini tempat apa? Waahhh bagus ya!"Raccel melongo menatap pemandangan indah pantai di depannya. Anak itu tidak pernah melihat tempat seindah ini. Melihat ekspresi lucu Raccel, Dalena pun terkekeh gemas duduk merangkul dua buah hatinya. "Sayang, ini namanya pantai. Bagus kan... Raccel dan Cassel jangan main terlalu dekat dengan air, okay?!" "Okay Mami!" sorak keduanya senang. Anak-anak itu membawa banyak mainannya dan bermain pasir, Dalena sesekali menggandeng erat mereka berdua dan mengajaknya bermain di dekat air. Si kembar sangat senang, keduanya basah kuyup dan tertawa-tawa riang. "Ayo bawa airnya ke sana, kita buat kastil dari pasir. Ayo Mi..." Cassel menarik-narik tangan Delana. "Iya Sayang, kalian tunggu di sana ya," ujar Delana. Si kembar berlari menepi, sedangkan Delana mengambil air di dalam sebuah wadah yang ia bawa dari vila. Pantai indah itu berada tepat di depan vila milik Zarch. Semalam Dalena datang ke tempat ini, Zarch memintanya
"Kembar..." Damien sangat amat terkejut saat pintu terbuka, dan dua buah hatinya yang membukakan pintu vila tersebut. Cassel dan Raccel nampak ketakutan. Perlahan Damien membuka pintu itu. "Sayang, ini Papi nak!" seru Damien merentangkan kedua tangannya. Anak-anaknya bukannya berlari memeluk, namun Cassel dan Raccel malah berlari ketakutan ke arah belakang. "Mami... Mami!" teriak Cassel. "Mamiku! Tolong...!" Raccel berlari di belakang Kakaknya. Sementara Dalena di belakang, wanita itu menoleh ke arah depan di mana kedua anaknya kini berlari ke arahnya. "Ya ampun Sayang, kenapa?" Dalena buru-buru mematikan kompornya dan berjalan menuju ruang makan di mana kembar berada di sana. "Gendong! Gendong pokoknya!" pekik Raccel lompat-lompat meminta gendong. Cepat Dalena menggendong si kecil, Cassel pun memeluk kakinya. Ia masih tidak paham kenapa si kembar ketakutan seperti ini. "Ada apa, Sayang? Kenapa kalian ketakut-"Ucapan Dalena terhenti saat ia menoleh ke depan memperhatikan s
"Aku mau di sini dan tidak ingin pulang denganmu. Kalau kau ingin pergi, silakan pergi sendiri!" Dalena mendorong lengan Damien dari pangkuannya. Wanita itu duduk di sofa, sedangkan Damien berada di hadapannya, meminta agar Dalena kembali ikut dengannya. "Tempat ini milik Zarch, mau sampai kapan tinggal di sini? Apa kau ingin rumah di dekat pantai?" Damien menatapnya. Iris mata cokelat Dalena tertuju pada Damien yang menunggu jawabannya. "Aku... Aku hanya tidak ingin berurusan lagi dengan keluargamu. Kau mengerti!" Dalena memukul pundak Damien. Laki-laki itu tersenyum manis, ia menegakkan tubuhnya dan memeluk Dalena dengan sangat erat. Damien tertunduk, ia mengusap pipi Dalena yang basah. "Kau ingin tinggal di sini, hem? Di London?" tanya Damien berbisik. Sejenak Dalena diam, wanita itu menatap kedua matanya dan mengangguk. "Heem. Aku tidak ingin kembali lagi ke Barcelona," jawabnya pelan. "Tinggal di sini denganku, okay?! Kita beli rumah di sini dan membesarkan anak-anak be
"Papi kok tahu sih kita bertiga ada di London?" Cassel yang duduk di pangkuan Damien mulai bertanya-tanya. Papinya sibuk mengusap pucuk kepala si kecil yang sangat lengket dengannya. "Tentu saja, telepati Papi dan kalian berdua sangat kuat," jawab Damien. "Telepati? Apa itu?" Cassel menjentikkan jarinya di dagu. "Telepon ya?!" sahut Raccel yang tengah disuapi oleh Dalena. Mendengar ocehan kedua anak-anaknya, Damien terkekeh gemas. Sementara Dalena masih sedikit tak acuh dengan Damien. Sekalipun laki-laki itu kini mengajaknya pergi bersama di sebuah restoran mewah di kota. "Mom sudah, Raccel sudah kenyang." Anak itu mendorong tangan Dalena. "Minum dulu, Sayang..." Raccel meminum air mineral yang ia minta. Setelah itu, Raccel langsung turun dari atas sebuah kursi. Dia berdiri di sana menoleh ke kanan dan ke kiri sampai akhirnya menarik-narik lengan Dalena saat ia melihat sebuah area taman bermain di luar. "Mom... Ayo ke sana! Ayoo... Cassel mau main jungkat-jungkit, Mommy!" pe
"Rumah baru..." Dalena melongo dan terkejut mendengar apa yang baru saja Damien ucapakan. Mereka berdua keluar dari dalam mobil. Si kembar pun ikut, kedua anak itu menatap ruman megah di depannya dengan tatapan tak percaya. "Waahhh, Raccel lihat! Ada jungkat-jungkit di sana!" pekik Cassel menunjuk sebuah taman. "Ayo ke sana!" Raccel langsung berlari lebih dulu. Cassel berjalan terpincang-pincang, kakinya sakit setelah anak itu terjatuh. Sedangkan Damien langsung meraih tangan Dalena dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. "Ayo..." "Tapi anak-anak-""Ada Thom di sini, tenang saja." Damien menarik kembali lengan Dalena. Mereka berdua masuk ke dalam rumah megah tersebut. Hawa segar dan aroma wangi memenuhi rumah baru itu. Dalena merasa seperti Dejavu ke masa lalu, rumah ini memiliki sedikit sentuhan gaya yang mirip seperti rumahnya di masa lalu. Saat kedua orang tuanya masih ada. Dari ukiran-ukiran di dinding, hingga lukisan-lukisan bergambar kuda berukuran besar di beberapa dind