Sudah berhari-hari Damien tidak melihat wajah si kembar. Damien merasa stress berat tanpa adanya Dalena dan anak-anaknya yang bisanya membuat laki-laki itu semangat. Namun kini Damien tidak seperti biasanya, laki-laki itu jarang makan dan selalu berusaha meminta semua orang mencari Dalena sampai menemukannya. "Tuan, Mery bilang Tuan belum makan sama sekali sejak pagi. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, jangan sampai Tuan jatuh sakit," ujar Thom memberikan peringatan. Damien mengabaikan Thom, laki-laki dengan kemeja putih itu diam duduk di kursi kerjanya menatap ke arah luar yang tengah hujan salju pagi ini. "Aku tidak lapar sama sekali," jawab Damien melirik Thom. Kedua matanya terpejam pelan. "Apa tidak ada kabar tentang Dalena?" tanya Damien lirih. "Tidak ada, Tuan." Nyeri seketika terasa oleh Damien, semuanya terasa sia-sia. Meskipun dirinya yakin kalau Dalena berada di London, namun Londo sangat luas.Ekspresi wajah Damien sedikit murung. Entah ke mana lagi dia akan
"Hari ini Om Zarch datang, katanya bawa oleh-oleh banyak buat kita!" "Waahhh, Raccel dibawakan apa ya?" Raccel berseri-seri membayangkan hadiah yang Zarch bawakan untuknya. "Yang jelas mainan yang banyak sekali!" Cassel lompat-lompat tak sabaran. Bisik-bisik dua anak kecil itu berasal dari dalam sebuah ruangan. Dalena membuka sedikit pintu kaca buram di dekat ruangan kerjanya. Cassel dan Raccel sibuk menggambar, bermain, dan anak-anak itu juga asik mengobrol. "Cassel, Raccel, sedang apa, Sayang?" sapa Dalena melambaikan tangannya. "Mami..." Raccel langsung beranjak dari duduknya dan berlari memeluk kedua kaki Dalena. Wanita cantik berambut panjang itu menekuk kedua lututnya. Ia tersenyum manis mengusap pipi Raccel, sementara Cassel asik bermain sendiri. "Kenapa Sayang? Raccel lapar? Mau makan lagi sama hamburger?" tawar Dalena memasang kembali jepit pita merah di rambut Raccel. "Mau ikut ke depan, mau nunggu Om Zarch!" seru Raccel menunjuk ke arah luar. Dalena mengembuskan n
Pagi ini dokter mendatangi kediaman Damien. Laki-laki itu sakit karena terlalu cemas dan pola makannya yang kacau selama dua mingguan lebih ini. Di sana ada Lora yang menemani Damien. Meskipun berkali-kali Damien mengusirnya untuk tidak lagi muncul di hadapannya. "Putraku tidak papa kan, dok?" tanya Lora menatap dokter. "Tidak papa. Tapi kalau terus diabaikan akan menjadi masalah serius. Mohon untuk istirahat dulu," ujar dokter menjelaskan. Mendengarkan hal itu, Damien berdecak. Ia mengabaikannya dan menatap Faro yang berdiri di ambang pintu. Ia meminta Faro untuk menyelidiki masalah Dalena, sementara Thom mengurus urusan kantor.Tanpa memberi kode apapun, Faro langsung mendekat. Laki-laki itu membungkukkan badannya. "Saya mendapatkan kabar kalau Zarch kembali ke London tiga hari yang lalu, Tuan," bisik Faro pada Damien. Mendengar hal itu, Damien tersenyum tipis. "Aku sudah menduganya," ucap Damien. Rahang Damien mengetat marah, laki-laki itu menyibakkan selimutnya dan berdiri
Pagi ini Damien tiba di London, ia berjanji akan membawa Delana untuk pergi bersamanya lagi. Sekalipun wanitanya itu tidak mau pulang kembali ke Barcelona, Damien akan mengajak Dalena tinggal di manapun dia inginkan, asalkan mereka kembali bersama. "Tuan, sepertinya Nyonya besar juga melakukan pencarian Dalena," ujar Faro menatap Damien setelah ia memperhatikan ponselnya. "Abaikan saja. Dia tidak akan menemukan Dalena secepat aku," jawab Damien dingin. Faro mengangguk patuh. Mereka kini dalam perjalan menuju butik milik Zarch yang berada di tengah-tengah kota London. Setelah beberapa menit perjalanan, mereka pun tiba. Damien bergegas turun dari mobil diikuti Faro dan Thom. Mereka berdua masuk ke dalam butik tersebut. Semua teman-teman Dalena menatap ke arah depan memastikan siapa yang datang. "Waahhhh tampan sekali," bisik Kimy pada Arleta. "Dia... Dia Papanya si kembar, Damien Escalante," bisik Arleta membalas Kimy. "Lebih tampan saat bertemu asli. Beruntung sekali Dalena dib
"Mami... Airnya banyak sekali, ini tempat apa? Waahhh bagus ya!"Raccel melongo menatap pemandangan indah pantai di depannya. Anak itu tidak pernah melihat tempat seindah ini. Melihat ekspresi lucu Raccel, Dalena pun terkekeh gemas duduk merangkul dua buah hatinya. "Sayang, ini namanya pantai. Bagus kan... Raccel dan Cassel jangan main terlalu dekat dengan air, okay?!" "Okay Mami!" sorak keduanya senang. Anak-anak itu membawa banyak mainannya dan bermain pasir, Dalena sesekali menggandeng erat mereka berdua dan mengajaknya bermain di dekat air. Si kembar sangat senang, keduanya basah kuyup dan tertawa-tawa riang. "Ayo bawa airnya ke sana, kita buat kastil dari pasir. Ayo Mi..." Cassel menarik-narik tangan Delana. "Iya Sayang, kalian tunggu di sana ya," ujar Delana. Si kembar berlari menepi, sedangkan Delana mengambil air di dalam sebuah wadah yang ia bawa dari vila. Pantai indah itu berada tepat di depan vila milik Zarch. Semalam Dalena datang ke tempat ini, Zarch memintanya
"Kembar..." Damien sangat amat terkejut saat pintu terbuka, dan dua buah hatinya yang membukakan pintu vila tersebut. Cassel dan Raccel nampak ketakutan. Perlahan Damien membuka pintu itu. "Sayang, ini Papi nak!" seru Damien merentangkan kedua tangannya. Anak-anaknya bukannya berlari memeluk, namun Cassel dan Raccel malah berlari ketakutan ke arah belakang. "Mami... Mami!" teriak Cassel. "Mamiku! Tolong...!" Raccel berlari di belakang Kakaknya. Sementara Dalena di belakang, wanita itu menoleh ke arah depan di mana kedua anaknya kini berlari ke arahnya. "Ya ampun Sayang, kenapa?" Dalena buru-buru mematikan kompornya dan berjalan menuju ruang makan di mana kembar berada di sana. "Gendong! Gendong pokoknya!" pekik Raccel lompat-lompat meminta gendong. Cepat Dalena menggendong si kecil, Cassel pun memeluk kakinya. Ia masih tidak paham kenapa si kembar ketakutan seperti ini. "Ada apa, Sayang? Kenapa kalian ketakut-"Ucapan Dalena terhenti saat ia menoleh ke depan memperhatikan s
"Aku mau di sini dan tidak ingin pulang denganmu. Kalau kau ingin pergi, silakan pergi sendiri!" Dalena mendorong lengan Damien dari pangkuannya. Wanita itu duduk di sofa, sedangkan Damien berada di hadapannya, meminta agar Dalena kembali ikut dengannya. "Tempat ini milik Zarch, mau sampai kapan tinggal di sini? Apa kau ingin rumah di dekat pantai?" Damien menatapnya. Iris mata cokelat Dalena tertuju pada Damien yang menunggu jawabannya. "Aku... Aku hanya tidak ingin berurusan lagi dengan keluargamu. Kau mengerti!" Dalena memukul pundak Damien. Laki-laki itu tersenyum manis, ia menegakkan tubuhnya dan memeluk Dalena dengan sangat erat. Damien tertunduk, ia mengusap pipi Dalena yang basah. "Kau ingin tinggal di sini, hem? Di London?" tanya Damien berbisik. Sejenak Dalena diam, wanita itu menatap kedua matanya dan mengangguk. "Heem. Aku tidak ingin kembali lagi ke Barcelona," jawabnya pelan. "Tinggal di sini denganku, okay?! Kita beli rumah di sini dan membesarkan anak-anak be
"Papi kok tahu sih kita bertiga ada di London?" Cassel yang duduk di pangkuan Damien mulai bertanya-tanya. Papinya sibuk mengusap pucuk kepala si kecil yang sangat lengket dengannya. "Tentu saja, telepati Papi dan kalian berdua sangat kuat," jawab Damien. "Telepati? Apa itu?" Cassel menjentikkan jarinya di dagu. "Telepon ya?!" sahut Raccel yang tengah disuapi oleh Dalena. Mendengar ocehan kedua anak-anaknya, Damien terkekeh gemas. Sementara Dalena masih sedikit tak acuh dengan Damien. Sekalipun laki-laki itu kini mengajaknya pergi bersama di sebuah restoran mewah di kota. "Mom sudah, Raccel sudah kenyang." Anak itu mendorong tangan Dalena. "Minum dulu, Sayang..." Raccel meminum air mineral yang ia minta. Setelah itu, Raccel langsung turun dari atas sebuah kursi. Dia berdiri di sana menoleh ke kanan dan ke kiri sampai akhirnya menarik-narik lengan Dalena saat ia melihat sebuah area taman bermain di luar. "Mom... Ayo ke sana! Ayoo... Cassel mau main jungkat-jungkit, Mommy!" pe
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris