Bab 2 MJDMP
Langkah Anjani kini terhenti di sebuah pertigaan, sejenak ia bingung kemana ia akan melangkahkan kakinya."Ke mana aku harus pergi? Ke arah kiri kah untuk kembali ke rumah Paman dan Bibi? Atau ke arah kanan untuk kembali ke rumah terakhir Bapak dan Ibu? Atau justru berjalan lurus tanpa tujuan pasti? Aku sungguh tak punya pilihan," batin Anjani.Ia lalu melirik ke arah kiri, jalan yang mengarah ke tempat di mana ia tinggal sejak kecil. Anjani adalah yatim piatu, yang sejak kecil diasuh oleh pamannya, alias adik dari ibunya.Paman yang telah menjualnya ke Juragan Supeno demi melunasi hutang-hutangnya. Paman yang telah mengorbankan harga dirinya demi menebus sejumlah materi, yang kini mengantarkannya pada nasib yang sama sekali tak pernah ia inginkan.Mengatasnamakan balas budi, Paman Basuki meminta Anjani untuk melunasi hutang-hutangnya dengan menjadi istri ke-dua Juragan Supeno. Anjani menolak, namun Paman dan Bibinya memaksa, sehingga ia tak punya pilihan lain selain menurut.Membayangkan dinikahi oleh Juragan Supeno, lelaki berusia 45 tahun dengan postur gendut dan perut seperti badut membuat Anjani kerap kali ketakutan sendiri.Pola pikirnya yang masih primitif membuatnya begitu takut membayangkan betapa seram malam yang akan ia lalui bersama Juragan Supeno nanti.Ketakutan itu semakin menjadi kala Juragan Supeno tak kunjung berhasil melaksanakan hajatnya di malam pertama, hingga terjadilah tragedi yang sangat memalukannya malam ini.Mengingat kembali kejadian itu membuat dada Anjani terasa nyeri. Air matanya kembali berjatuhan membasahi kaki. Ia lalu memutuskan untuk melangkahkan kakinya lurus, pergi tanpa tujuan pasti menjadi pilihannya saat ini. Ia berpikir, pulang ke rumah Paman dan Bibi hanya akan menambah luka di hati.Dengan air mata yang masih berderai, Anjani melanjutkan langkahnya, menyusuri setapak demi setapak jalanan malam dengan mengandalkan pencahayaan lampu jalan yang temaram.Hingga satu jam berlalu, Anjani terus berjalan tanpa tau kemana ia akan pergi. Kini langkahnya berhenti di sebuah trotoar jembatan layang, sejenak mengistirahatkan kaki yang mulai terasa nyeri.Pandangan Anjani kosong mengarah ke bawah, ke arah beberapa mobil yang berlalu-lalang melintasi tol dengan kecepatan maksimal."Dasar perempuan nggak guna, Cacat! untuk apa aku menikahi gadis sepertimu? percuma cantik tapi nggak punya lubang! ""Nggak sudi aku punya istri sepertimu! cuuuihhh, masih mending ayam betina punya lubang buat bertelor, lah kamu?"Umpatan Juragan Supeno beberapa waktu lalu kembali terngiang di telinganya. Anjani menutup telinga dengan tangannya sembari menggeleng-gelengkan kepala, berharap suara itu akan segera pergi dari telinganya.Namun semakin Anjani berusaha menutup telinga, suara itu seolah semakin keras didengarnya."Stop, Anjani, Stop! Kamu jangan lemah! Jangan biarkan hinaan lelaki tua itu merusak hidupmu! Kamu masih punya harapan, Anjani! Masih punya tangan kaki untuk bekerja! Buktikan pada Juragan Supeno, bahwa kamu tidak layak dihinakan seperti ini!" Anjani mencoba mengafirmasi dirinya sendiri.Ia menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Berharap bebannya ikut keluar bersama nafas yang terhembus. Sesaat ia merasa lebih tenang."Tapi apa benar yang dikatakan Supeno? Benarkah aku tidak memilikinya? Tapi ... Ini terasa aneh, sebab selama ini aku tak merasa demikian. Aku merasa tumbuh sebagaimana gadis pada umumnya. Aku pipis dan mens dengan normal.Tapi apa mungkin Supeno salah? Dia kan sudah berpengalaman? Bagaimana mungkin dia tidak bisa melakukannya? Bahkan anaknya sudah tiga dari istri pertama." Anjani mulai heran dan bertanya-tanya dengan apa yang kini tengah menimpanya.Perlahan Anjani membalikkan posisi menghadap ke jalan, tubuhnya merosot sebab kaki tak mampu lagi menahan beban. Anjani terduduk di sisi trotoar bagaikan seorang pengemis yang sedang memohon belas kasihan. Kepalanya tertunduk bertopang tangan yang ia sedekapkan memeluk kedua lututnya.Sejenak ingatannya kembali memutar sebuah kejadian yang menjadi awal dari segala deritanya. Tepatnya dua tahun lalu, saat sebuah kecelakaan menimpanya, tepat di depan tempat ia bersandar saat ini. Kecelakaan akibat kelalaian pengendara mobil yang sempat membuatnya kehilangan kesempatan memandang keindahan alam semesta.Korneanya rusak akibat terkena serpihan kaca mobil, ia dinyatakan buta untuk selamanya.Namun keberuntungan masih berpihak kepadanya, ia dinyatakan selamat dan mendapatkan donor mata yang hingga kini tak ia ketahui siapa malaikat yang rela memberikan mata itu padanya.Sejak kejadian itu lah, Paman dan Bibinya selalu menyalahkan Anjani, menganggapnya sebagai beban hidup dalam keluarga. Sebab akibat kecelakaan yang dialaminya, Paman Basuki dan Bibi Lestari harus mengeluarkan biaya untuk pengobatannya yang tak murah. Membuat mereka terpaksa harus berhutang ke Juragan Supeno dengan bunga yang tak kira-kira. Hutang yang membawanya ke dalam lubang nestapa sebab harus menjadi janda di malam pertama."Ya Allah ... Andai semua ini tak pernah terjadi. Andai aku tahu nasibku akan berujung seperti ini, mungkin aku akan lebih memilih selamanya buta ketimbang harus berkorban harga diri. Aku diperlakukan bagai sampah yang tak ada harganya. Rasanya sakit sekali Ya Allah ..." batin Anjani pilu, masih enggan mengangkat kepala dari tumpuannya.Hingga sebuah pertanyaan terbesit di benaknya, "Sebenarnya kenapa Paman dan Bibi melakukan ini untukku? Untuk apa mereka rela membayar mahal demi agar aku bisa kembali melihat dunia?Bukankah selama ini bahkan untuk biaya sekolahku pun mereka enggan mengupayakannya? Rasanya aneh.Jika memang mereka melakukannya karena sayang padaku, lalu mengapa mereka memperalatku? Bahkan rela menjadikanku pembantu selamanya di rumah orang yang terang-terangan telah menghinakanku?" Anjani semakin merasakan kejanggalan dari sikap dan keputusan Paman dan Bibinya. Namun ia pun tak dapat memecahkannya.Hingga rintik hujan mulai menetes membasahi kulitnya yang tak tertutupi busana. Suara guntur dan kilatan cahaya juga turut mendramatisir suasana. Anjani lalu memutuskan untuk lanjut berjalan, setidaknya mencari tempat untuk berteduh sementara waktu.***PZSuara kicauan burung saling bersahutan meramaikan suasana pagi. Membangunkan Anjani yang tengah tidur beralaskan kardus di teras bangunan entah milik siapa.Anjani memutuskan untuk berteduh di pertokoan yang ada di sisi jalan raya. Dan karena kondisi tubuhnya lelah, ia tertidur hingga pagi menyapa.Perlahan Anjani bangkit dari posisi semula, memandang langit yang mulai berubah warna menjadi cerah."Sepertinya udah, pagi," gumamnya seraya mengusap wajah.Ia menoleh ke kanan dan kiri. Kondisi masih sepi, bahkan lampu-lampu belum mati. Ia lalu memutuskan untuk berdiri dan membereskan kardus yang ia jadikan alas sebelum sang pemilik toko datang.Sejenak ia merasakan perutnya lapar, beberapa kali juga sempat terdengar bersuara, meronta meminta agar segera diberikan haknya."Ya Allah, aku nggak pegang uang sepeserpun. Sebaiknya aku segera mencari pekerjaan. Seingatku nggak jauh dari sini ada agency ketenaga kerjaan. Mungkin aku bisa coba melamar di sana," batin Anjani kemudian berjalan mencari kantor agency yang ia ingat.Sesampainya di sana, ternyata kantor itu masih tutup. Maklum saja, waktu masih menunjukkan pukul 06.00, dan biasanya toko-toko ini akan buka jam 8.Sambil menunggu, Anjani memutuskan untuk mencari pekerjaan serabutan di pasar yang terletak tak jauh dari tempatnya berpijak saat ini. Ia berjalan dari satu warung ke warung lain untuk mendapatkan pekerjaan, walau sekedar diupah sepiring sarapan.Ia mengabaikan orang-orang yang memandangnya aneh, mungkin karena ia yang masih mengenakan kebaya pengantin dengan penampilan yang acak-acakan. Baginya, yang terpenting saat ini adalah segera mendapatkan sarapan dan pekerjaan.Namun ternyata, untuk mendapatkan sepiring sarapan itu tak semudah membalikkan tangan. Beberapa warung menolaknya dengan alasan tidak sedang membutuhkan jasanya. Namun hal itu tak membuatnya putus asa, ia terus berjalan menjajakan jasanya dari satu warung ke warung lainnya.Hingga tiba-tiba, suara yang tak asing terdengar memanggilnya."Anjani!" pekik wanita paruh baya yang sedang berdiri tak jauh dari arah belakang Anjani."Bu Ambar? Itu kan suara Bu Ambar, istri juragan Supeno?" batin Anjani tanpa menolehkan kepalanya.Bab 3 MJDMP"Bu Ambar? Itu kan suara Bu Ambar, istri juragan Supeno?" batin Anjani tanpa menolehkan kepalanya.Ia justru mempercepat langkah kakinya, sengaja menghindar dari istri lelaki yang baru saja menceraikannya."Anjani! Jangan pergi!" teriak Bu Ambar seraya mengejar langkah Anjani. Dengan setengah berlari akhirnya Bu Ambar berhasil mencekal tangan Anjani. Membuat langkah gadis itu terhenti."Anjani, tunggu!""Ada apa, Bu? Saya sudah tidak ada urusan dengan ibu.""Saya ingin bicara sama kamu, Anjani.""Bicara apa? Meminta saya kembali untuk menjadi pembantu di rumah ibu demi membayar hutang saya? Maaf, itu tidak mungkin terjadi. Permisi!" Anjani menjawab dengan sinis, kemudian segera beranjak pergi.Namun sekali lagi, Bu Ambar mencegahnya."Anjani, sebentar saja, hanya lima menit. Ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Saya ingin berbicara dengan kamu sebagai sesama wanita.Sebaiknya kita duduk di sana, kamu juga pasti belum sarapan, kan?" ucap Bu Ambar sembari menunjuk warung ra
Bab 4 MJDMPTak lama setelah bel dibunyikan, seorang security keluar dari dalam gerbang."Selamat siang, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan name tag 'Toha' itu ramah."Siang, Pak. Apa benar ini kediaman dr. Ahmad?" tanya seorang petugas yang mengantarkan Anjani."Benar, Mbak. Mbaknya mau periksa? Maaf, Mbak, ini bukan jadwalnya," ucap Pak Toha seraya memandang Anjani dan petugas itu bergantian."Tidak, Pak. Kami kemari tidak untuk periksa. Perkenalkan saya tim dari Sumber Rejeki Agency, sudah membuat janji temu dengan dokter Ahmad. Apa dokter Ahmadnya ada?" tanya tkm Agency."Wah, sayang sekali, dr. Ahmad baru saja berangkat untuk seminar di luar kota. Tapi tadi beliau berpesan, kalau ada orang dari Sumber Rejeki Agency suruh dipertemukan dengan Ibu. Jadi, mari saya antar." Pak Toha kemudian membuka gerbang dan mempersilakan keduanya masuk.Anjani dan tim agency-nya lalu mengikuti langkah pak Toha untuk bertemu dengan sang pemilik rumah."Assalamualaikum," salam Toh
Bab 5 MJDMP"MasyaAllah, dia manusia atau malaikat?" batin Anjani terkagum melihat pemandangan di hadapannya.Seorang lelaki dewasa dengan tubuh proposional tengah berdiri di ambang pintu. Perpaduan tinggi dan besar badannya begitu seimbang, sehingga menghasilkan pemandangan yang estetik di mata.Kulit putihnya yang terbalut almamater putih khas dokter terlihat begitu bening dan terpancar. Jambang tipis, bulu mata lentik, bibir merah dan hidung mancungnya yang overdosis menambah keindahan pemandangan mata. Benar-benar nyaris sempurna."Wa'alaikumsalam," jawab Ummi Fahira dan Zahira bersamaan. Gadis cilik yang semula cemberut itu mendadak berbinar melihat seseorang yang baru saja datang. Ia berlari dan berhambur ke dalam pelukan seraya berteriak memanggilnya."Daddy ...."Sesaat membuat Anjani tersadar dan segera menundukkan pandangannya."Hai, Sayang." Lelaki itu memperlakukan Zahira dengan begitu manis."Wah ada tamu, ya?" ucapnya seraya melirik Anjani dan Mbak Indah sekilas."Iya, d
Bab 6 MJDMPAnjani POVAku menutup pintu kamar saat Ummi Fahira baru saja keluar dari ruangan ini. Ruangan dengan ukuran yang cukup luas jika dibandingkan dengan kamarku di kampung.Bagiku ini cukup mewah untuk sekelas kamar pembantu, walaupun minimalis, tapi semua lengkap tersedia di sana. Ada lemari baju, meja rias dan juga TV berukuran 24 inch, bahkan di kamar ini juga tersedia kamar mandi lengkap dengan WC-nya.Keluarga ini memang sangat baik, mereka sangat menghargai orang lain. Kekayaan tidak membuat mereka bersikap congkak bahkan semena-mena terhadap orang kecil.Bagaikan langit dan bumi jika dibandingkan dengan Supeno. Orang yang mendadak kaya karena warisan sehingga menjadi latah. Berlaku seolah dia yang paling berkuasa, seenaknya sendiri menindas orang-orang lemah yang berada di bawahnya.Padahal jika dihitung, mungkin kekayaan Supeno hanya seujung jari dari harta milik bib Ahmad dan Ummi Fahira.Ternyata memang benar, semakin berilmu seseorang, membuatnya semakin beradab. I
Tadi, Ummi Fahira mengajakku berkeliling ke setiap sudut ruangan yang ada di rumah ini, menjelaskan satu persatu apa yang menjadi tugasku selama bekerja di sini.Tidak berat, hanya pekerjaan rumah yang memang sehari-hari biasa aku lakukan, bahkan aku terbiasa bekerja yang lebih berat dari ini, terjun langsung ke sawah untuk membantu Paman dan Bibi bercocok tanam.Di sini aku sadar, bahwa Tuhan mengujiku untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagiku. Setidaknya di tempat ini aku akan memulai merajut asa dan meraih cita-cita yang tertunda, dan yang terpenting, aku akan membuktikan pada semua orang bahwa aku tidak lemah.Kubaringkan tubuh di kasur yang akan menemani malam-malamku, nyaman, itu yang aku rasakan.Aku memandang setiap sudut dari ruangan ini, rumah ini mewah, megah, akan tetapi isinya hanya ada Ummi Fahira, Zahira dan Bib Ahmad. Setelah berkeliling aku benar-benar tak mendapati tanda-tanda keberadaan ibunya Zahira. Bahkan sekedar foto keluarga yang bisa memuaskan rasa ke
Bab 07 MJDMP"Zahira! Astaghfirullah, kenapa kamu bisa bawa pisau, Nak?" pekik Ummi Fahira terkejut melihat pisau yang terjatuh dari tangan Zahira.Bocah itu kemudian memeluk kaki Anjani dan bersembunyi di belakangnya."Anjani, kenapa Zahira bisa bermain pisau?" tanya Ummi Fahira pada Anjani yang juga tampak kebingungan, gadis itu tak menjawab barang sepatah-kata pun.Ummi Fahira lalu berjalan mendekati Zahira, berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Zahira."Zahira, bisa kamu jelaskan pada Ummi?" tanyanya pelan, seraya meraih tangan mungilnya agar bocah itu mendekat ke arahnya."Ummi jangan marahin Mbak Anjani, ya. Dia nggak salah kok, Zahira yang salah," ucap bocah mungil itu dengan tatapan penuh permohonan. Sejenak membuat hati Anjani meleleh merasakan ketulusannya.Hal yang berbeda justru dirasakan oleh Ummi Fahira. Nenek Zahira itu merasakan sesuatu yang berbeda dari cucunya, sebab ini kali pertama ia bisa dengan mudah akrab dengan seorang asing, terlebih dia adalah seoran
Bab 8 MJDMPDua hari kemudian.Waktu menunjukkan pukul 19.00 saat Anjani tengah sibuk menyiapkan makan malam. Ditemani gadis kecil yang kini telah menjadi sahabat barunya di rumah ini. Sahabat sekaligus majikan yang membuat hari-harinya terasa indah dan berwarna.Zahira, ia senang sekali ikut menyibukkan diri membantu Anjani. Putri habib Ahmad itu sangat kritis, rasa penasaran dan ingin tahunya begitu tinggi. Dia selalu ingin mencoba hal baru, dan hanya Anjani yang mampu memahaminya, dengan memberinya kesempatan untuk mencoba, namun tetap dalam pengawasannya.Hal itu lah yang membuat Zahira merasa menemukan sosok sahabat yang bisa memahaminya. Selama ini, yang ada dalam benaknya, orang-orang dewasa hanya akan membatasi geraknya, dengan selalu melarangnya untuk melakukan ini dan itu atas nama cinta.Tetapi, bersama Anjani, Zahira menemukan dunia baru, dunia yang selama ini ia rindukan, dunia yang memberinya kebebasan untuk mengeksplor segala sesuatu yang membuatnya penasaran.Hal itu d
"Memangnya kenapa Zahira nggak mau dimasakin sama Mommy baru?" tanya Anjani mulai kepo."Nggak mau ah, Mbak. Zahira nggak mau punya Mommy baru. Nanti Daddy nggak sayang Zahira lagi." Bocah dengan hidung bangir itu mendadak ngegas mengungkapkan rasa tidak setujunya akan memiliki Mommy baru.Melihat itu Anjani hanya tersenyum, "Zahira terlihat sangat posesif sama Daddynya, pasti figur seorang Daddy di benaknya begitu istimewa. Ah, bib Ahmad memang istimewa dari segala sisi," batin Anjani yang malah memikirkan bib Ahmad."Nggak apa-apa, kan? Mengangumi seorang habib yang merupakan keturunan Rasul. Bukankah hal itu sama halnya kita sedang mengagumi kakeknya?" batin Anjani mencari pembenaran atas apa yang ia rasakan, sambil mesam-mesem sendiri."Mbak, kenapa senyum-senyum sendiri?" celetuk Zahira mengejutkan Anjani."Oh, nggak apa-apa, Sayang. Tadi kebetulan Mbak teringat sesuatu yang lucu." Anjani mulai beralibi. Mana mungkin dia mengakui apa yang sebenarnya terjadi? Bisa-bisa perang ding
Bab 34 - DILEMASatu per satu rangkaian acara telah terlewati. Tak banyak yang dilakukan hari ini, hanya doa dan mauidzoh hasanah singkat. Tidak ada acara adat yang beragam. dr. Ahmad sengaja menfokuskan acara pada jamuan para tamu, sebagaimana judulnya tasyakuran.Satu per satu tamu undangan dan keluarga berpamit, kini hanya tersisa beberapa kerabat dan kolega dr. Ahmad, berkumpul untuk sekedar mengobrol, karena niatnya memang perkumpulan mereka untuk reuni.dr. Ahmad berkumpul dan bercengkrama dengan teman-temannya, sementara Anjani menemui para istri yang turut serta.Adapun Zahira, gadis itu berpindah-pindah, kadang berada di pangkuan Daddy-nya, kadang pula berpindah ke sisi Mommy untuk bersiaga. Kelucuan gadis itu menjadi bahan pembicaraan malam ini, gadis kecil dengan sikap dewasa namun tetap dengan cara khas anak-anak. Sungguh sangat menggemaskan.Sejak tadi, Anjani sebenarnya menahan sakit di perutnya. Semakin lama sakit itu semakin terasa intens. Namun di depan para tamu, ia
Bab 33Anjani dan Zahira tengah berada di kamar untuk dirias. Malam nanti adalah malam acara 7 bulanan kehamilan Anjani.Sejak pagi, rumah sudah ramai kunjungan sanak saudara dr. Ahmad. Mereka berkumpul untuk meramaikan acara. Walaupun semua jamuan acara sudah di-handle oleh EO (event organizer) tapi tetap saja Mbak Sri dan kerabat dr. Ahmad menyibukkan diri menyiapkan jamuan.Zahira sangat bahagia hari ini, karena banyak teman saudaranya yang berkumpul. Terlebih, Anjani mengajaknya serta dalam hal tata rias, gadis kecil itu berasa akan disulap menjadi peri saat make up tipis disapukan ke wajah cantiknya.Zahira selesai lebih awal dirias. Gadis kecil itu kemudian dibantu oleh MUA untuk mengenakan gaunnya. Gaun berwarna biru langit senada dengan warna kebaya yang dikenakan Anjani juga jas yang dikenakan oleh Daddy-nya.Di depan cermin full body, Zahira memutar dirinya, mirip seperti tinkerbell yang imut dan menggemaskan.Anjani tersenyum melihat putri sambungnya begitu happy dan antusi
Bab 32 - DILEMA"Bang ...." Anjani memanggil suaminya manja. Di minggu siang yang damai, karena hanya ada mereka berdua di rumah. Mbak Sri berpamit pulang kampung barang sehari, sementara Zahira, tadi.pagi dijemput saudara dari Surabaya untuk diajak ke taman safari.Anjani menolak untuk ikut serta, karena kehamilan yang semakin besar membuatnya merasa mudah capek saat melakukan perjalanan. Terlebih area taman safari sangat luas, kebun binatang Surabaya saja tak mampu ia taklukkan.Kandungannya sudah memasuki usia 7 bulan. Sejak masuk trimester tiga, Anjani menjadi sangat doyan makan. Setelah tiga bulan hanya terbaring dengan makanan infus, ia seperti balas dendam saat perutnya mulai bisa menerima makanan. Kata mbak Sri, itu namanya "Maruk'i". Akibat dari itu, berat badannya melonjak tinggi. Membuat aktivitasnya terasa sangat berat.dr. Ahmad pun tak mempermasalahkannya, asalkan masih di batas normal, dan asal istrinya bersedia melakukan senam hamil untuk tetap menjaga kebugaran. Apapu
Bab 31 - DILEMASetelah rasa kram di perut Anjani berangsur hilang, dr. Ahmad membawa istrinya ke tempat makan. Sekedar duduk sembari menikmati es teh dan beberapa macam gorengan yang tersedia.dr. Ahmad memesan beberapa potong tempe mendoan, ote-ote dan juga pisang goreng. Kemudian membawany ke hadapan sang istri yang tengah duduk manis menikmati es teh."Masih anget, Sayang ... cobain, enak!" ucap dr. Ahamd seraya meletakkan sekotak forengan dengan toping cabe rawit yang menggugah selera.Tak menolak, Anjani pun langsung mencomot tempe mendoan dan memakannya."Enak?" tanya dr. Ahmad."Enak, Bang ... rasanya beda gitu kalau bikinan tangan orang," balas Anjani.dr. Ahmad terkekeh, "itu hanya perasaan kamu saja, kalau bagi Abang, ya jelas jauh lebih enak bikinan kamu," sanjung dr. Ahmad."Nah, itu juga cuma perasaan Abang. Jadilah makan gorengan aja bawa-bawa perasaan," sahut Anjani. Keduanya terkekeh bahagia.Sementara Anjani menikmati gorengan, dr. Ahmad mengangkat kaki Anjani dan me
Bab 30 - DILEMAMobil dr. Ahmad melesat cepat membelah jalanan yang cukup senggang pagi ini. Sepanjang perjalanan, Zahira terlihat riang. Ia berceloteh dan bernyanyi. Sementara Ayuma lebih banyak diam. Moodnya hancur pagi ini. Ia sudah sangat keras memutar otak untuk menggagalkan rencana kepulangannya, namun ia tak mendapatkan hasil apa-apa. Pada akhirnya ia pun berada di mobil ini menuju bandara."Ante Yuma kenapa diem aja?" tanya Zahira menyapa Ayuma."Ante Yuma sedih, Sayang ...," sahut Ayuma mulai berdrama."Sedih kenapa, Ante? tanya Zahira peduli."Karena mau berpisah sama Zahira," sahut Ayuma. Anjani yang berada di bangku depan hanya bisa mengerlingkan kepala, senyum puas tergambar di wajah Ayuma saat melihat Anjani memalingkan wajah ke jendela, berhasil membuat Anjani kesal cukup membuatnya terhibur.Namun senyum itu mendadak berubah masam saat tangan dr. Ahmad meraihnya, lalu mereka saling berpandangan mesra dan menguatkan. Seketika rasa cemburu menguasai hati Ayuma."Ante Yum
Bab 29 - DILEMA"Zahira ... dengar Daddy, Nak ... Mommy minta Ante Yuma untuk pulang itu bukan karena Mommy nggak suka sama Ante Yuma, Sayang ... tapi karena Mommy peduli sama Ante Yuma. Ante Yuma punya kesibukan di tempatnya, jadi Mommy nggak ingin merepotkan Ante Yuma di sini." dr. Ahmad menjelaskan dengan lembut pada Zahira. Namun gadis itu hanya terdiam."Lagi pula, tadi yang minta Ante Yuma pulang bukan Mommy, kok. Tapi Daddy," lanjut dr. Ahmad seketika membuat Zahira menoleh ke arahnya."Kok Daddy malah minta Ante Yuma pulang sih? Daddy nggak asih ah!" gerutu Zahira dengan kedua tangan disilangkan di dada.dr. Ahmad membelai kepala Zahira sayang. "Iya, Nak ... Daddy memang sengaja minta Ante Yuma untuk pulang, karena Daddy mau ajak Zahira ke Surabaya untuk bertemu saudara-saudara di sana? Gimana, Zahira mau, kan? Zahira bisa bebas bermain dengan banyak teman di sana." dr. Ahmad menyampaikan rencananya pada Zahira. Seketika raut wajah gadis itu berubah bahagia."Wah, beneran, Dad
Bab 28 - DILEMA"Keterlaluan kamu, Ayuma!" uca dr. Ahmad menahan amarah."Kok aku? Istri kamu itu yang keterlaluan, mengganggu kenyamanan tamu di rumah suaminya. Emang dasar nggak ada akhlak!" gerutu Ayuma."Tapi kamu hampir saja menamparnya kalau aku nggak segera mencegah. Apa yang seperti itu dikatakan berakhlak?" balas dr. Ahmad tak terima.Ayuma terdiam, ia memalingkan pandangan dari dr. Ahmad. "Sorry ... tadi aku kelepasan. Ya coba aja bayangin, orang lagi tidur dipaksa bangun, kemudian diusir disuruh pindah, terus diomel-omelin, siapa yang nggak kesel coba?" balas Ayuma mulai memutar balikkan fakta."Semua tidak akan menjadi seperti itu kalau kamu langsung bangun dan menuruti permintaannya. Aku lihat sendiri Anjani membangunkanmu untuk shalat dengan penuh kelemah-lembutan, tapi kamu yang tiba-tiba ngegas!" balas dr. Ahmad memojokkan Ayuma.Ayuma semakin memasang wajah kesal."Sudah ya, aku di sini nggak sendang ingin menjelaskan siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi yang j
Bab 27 - DILEMAdr. Ahmad mengerjapkan matanya. Malam ini tidurnya terasa sangat nyenyak. Setelah bermalam-malam ia kesulitan tidur nyenyak akibat banyaknya permasalahan yang ia pikirkan, akhirnya ia menemukan kedamaian. Kedamaian yang ia dapatkan setelah kembali merasakan indahnya surga dunia bersama istrinya.Mengingat pergulatan hebatnya semalam, dr. 7 tersenyum sendiri, ia pun memiringkan tubuhnya, berniat merangkul sang istri. Namun betapa terkejutnya ia saat yang ia dapati adalah sebuah guling."Loh, Anjani mana?" gumamnya dalam hati. Lalu samar-samar ia mendengar bacaan Al Qur'an yang dilantunkan oleh suara lembut sang istri."Masya Allah ...." Seketika rasa damai semakin mengaliri hatinya. Hari masih menjelang shubuh, namun Anjani sudah sibuk menghadap Rabb-nya.dr. Ahmad terbangun, berjalan ke arah Anjani. Merai kepala bagian belakangnya, kemudian mengecup pucuk kepala istrinya tanpa menyentuh kulitnya."Bang ... sudah bangun?" tanya Anjani seraya menutup mushaf di tangannya.
Bab 26 - DILEMAdr. Ahmad mengusap wajahnya kasar, rasanya kepalanya hampir meledak. Belum sempat penat selepas mengantar Zahira ke rumah sakit hilang, Anjani semakin menambahnya secara bertubi-tubi. Beberapa kali ia menghela nafas panjang, berusaha menahan diri agar tak sampai dikuasai emosi."Kasih Abang waktu ya?" pinta dr. Ahmad setelah beberapa saat."Oke, sampai besok sore?" balas Anjani tegas."Sayang ... Zahira masih sakit, apa kamu tega?" dr. Ahmad terlihat memelas."Seharusnya tidak ada hubungannya antara Zahira sakit dengan Ayuma kalau Ayuma tak pernah berada di sini, Bang! Bukankah begitu? Bukankah selama ini kits mengurus Zahira sendiri? Kenapa sekarang seolah kita sangat butuh dengan Ayuma?" Anjani kembali berapi-api."An ... sekarang kondisinya beda, dulu ada Ummi, sekarang Ummi sudah nggak ada. Cobalah kamu mengerti sedikit saja!" pinta dr. Ahmad."Bang ... ada atau tidak adanya Ummi, tidak bisa menjadi alasan untuk kita membiarkan wanita lain masuk ke dalam kehidupan