Hari-hari berlalu dengan ritme yang terasa lebih tenang namun tetap menyisakan ketegangan di antara Nadia dan Indra. Mereka masih sering mengalami pasang surut, meski Nadia berusaha keras menjaga kehangatan dalam rumah tangga mereka. Setiap kali ada tanda-tanda kedekatan, tak lama kemudian muncul masalah kecil yang kembali merenggangkan mereka.
Pada suatu malam, ketika Reza sudah terlelap di kamarnya, Nadia dan Indra duduk berdua di ruang tengah. Ada kesunyian yang canggung di antara mereka, seperti kebiasaan yang sudah terbentuk. Nadia menggenggam secangkir teh hangat di tangannya, sesekali menatap Indra yang sibuk dengan ponselnya.
"Mas, akhir pekan ini kita mau ke rumah Mama?" tanya Nadia, mencoba memulai percakapan. Sudah beberapa hari ini mereka tak berbicara banyak selain hal-hal kecil tentang pekerjaan dan Reza.
Indra mengangkat wajahnya, tampak terkejut karena suaranya tiba-tiba terdengar di tengah heningnya malam. "Oh, iya... mungkin bi
Nadia semakin berusaha keras untuk memperbaiki keadaan rumah tangganya. Ia tahu bahwa hubungan mereka jauh dari sempurna, tetapi dalam hatinya, ia tetap ingin mempertahankan keluarga kecil yang telah dibangunnya bersama Indra. Setiap hari Nadia mencoba menanamkan harapan, meski sering kali harus berhadapan dengan ketidakpastian sikap suaminya.Pagi itu, Nadia sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali melirik Reza yang tengah bermain di ruang tengah. Indra belum keluar dari kamar, seperti biasa, ia bangun lebih lambat pada hari-hari libur. Nadia sengaja tidak membangunkannya, memberi ruang bagi suaminya untuk beristirahat. Mungkin, pikir Nadia, Indra akan lebih baik jika ia diberi waktu untuk dirinya sendiri.Namun, Nadia tidak bisa mengabaikan perasaan khawatir yang semakin hari semakin menggerogoti hatinya. Hubungan mereka terasa seperti berjalan di atas tali tipis, dan meskipun ada momen-momen di mana Indra menunjukk
Beberapa hari berlalu sejak percakapan malam itu, namun tidak banyak yang berubah di antara Indra dan Nadia. Nadia tetap berusaha keras menjaga keharmonisan dalam rumah tangga, meski sering kali merasa bahwa usahanya hanya sepihak. Namun, setiap kali ia melihat wajah Reza yang ceria, Nadia tahu bahwa ia harus terus bertahan. Ia ingin memberikan kehidupan yang baik bagi putranya, kehidupan dengan keluarga yang utuh.Pagi itu, matahari bersinar terang di balik jendela dapur. Nadia sedang menyiapkan sarapan seperti biasa, kali ini dengan harapan bahwa mereka bisa menikmati momen keluarga yang tenang bersama-sama.“Mas, ayo sarapan dulu,” panggil Nadia lembut dari dapur saat melihat Indra baru turun dari tangga.Indra menatap Nadia dengan sedikit lelah di wajahnya, tapi ia mengangguk dan mengambil tempat di meja makan. Reza yang masih dalam pelukan Nadia langsung berseru kegirangan saat melihat ayahnya.“Aya
Pagi itu, suasana di rumah mereka terasa berbeda. Nadia terbangun dengan perasaan campur aduk, antara berharap dan ragu. Janji Indra beberapa malam lalu masih segar di benaknya, tapi ia berusaha untuk tidak terlalu berharap. Pengalaman telah mengajarinya bahwa janji Indra sering kali hanya tinggal janji. Namun, kali ini, Nadia ingin mempercayai bahwa suaminya benar-benar ingin berubah, demi mereka, demi keluarga kecil ini.Saat ia memasuki dapur, harapan kecil itu mulai muncul kembali ketika ia mendapati Indra sedang duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangan, bukan seperti biasanya ketika Indra langsung tenggelam dalam pekerjaannya begitu bangun tidur."Mas, kamu nggak buru-buru hari ini?" tanya Nadia sambil tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.Indra menggeleng. "Nggak. Hari ini aku putuskan untuk kerja dari rumah. Aku mau luangkan waktu lebih banyak buat kalian," jawabnya dengan nada yang tenang, namun wajahnya tetap tampak se
Waktu berlalu begitu lambat setelah percakapan panjang itu. Nadia dan Indra tetap hidup dalam rutinitas yang sama, meski ada sedikit perubahan dari Indra. Ia lebih sering pulang lebih awal dari kantor, dan kadang meluangkan waktu bersama Reza. Namun, di hati kecil Nadia, ia merasakan ada sesuatu yang masih kurang. Perubahan ini terasa seperti setengah hati, tidak sepenuhnya tulus. Indra masih tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri, bahkan saat mereka seharusnya menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga.Suatu sore, ketika Nadia sedang duduk di teras rumah sambil mengamati Reza bermain, pikirannya berkelana. Ia mulai membayangkan seperti apa masa depan mereka. Kehadiran Reza, anak yang selalu ia sayangi dengan sepenuh hati, telah memberinya kekuatan untuk bertahan dalam pernikahan ini. Nadia sering berkata pada dirinya sendiri bahwa Reza adalah alasan ia tetap bertahan. Anak itu pantas memiliki keluarga yang utuh, dan Nadia ingin memberik
Pagi hari di rumah Nadia dan Indra berjalan seperti biasa. Nadia mulai bangun lebih awal, menyiapkan sarapan untuk Reza, sementara Indra masih terlelap di kamar. Setiap pagi, Nadia memandang putranya dengan penuh kasih, melihat wajah polosnya yang tengah tertidur lelap membuat hatinya bergetar. Reza adalah segalanya bagi Nadia, dan dia tahu bahwa apapun yang terjadi, dia harus melindungi anak itu dari segala ketidakpastian di dalam pernikahan mereka.Setiap kali melihat senyum ceria Reza saat bermain atau mendengarnya bercanda, hati Nadia terasa lebih kuat. "Aku harus melakukan ini untuknya," gumamnya pelan sambil mengaduk kopi di dapur. Cinta Nadia kepada anaknya adalah alasan terbesarnya untuk terus bertahan. Bagaimanapun juga, dia ingin Reza tumbuh di dalam keluarga yang utuh, di mana ayah dan ibunya masih bersama, setidaknya di mata anak itu. Tidak ada yang ingin Reza tumbuh dalam keluarga yang retak.Namun, kenyataan berkata lain.
Pagi itu, Nadia terbangun dengan perasaan berat di dadanya. Semalam masih teringat jelas di benaknya—Indra pulang larut tanpa peduli dengan makan malam yang sudah ia siapkan dengan penuh harapan. Setiap kali menghadapi kekecewaan seperti itu, Nadia selalu menguatkan hatinya. Ada Reza yang membuatnya merasa bahwa hidup ini masih memiliki tujuan, ada rumah tangga yang harus ia pertahankan.Nadia mendesah pelan sambil menatap langit-langit kamar. Di sampingnya, Indra masih terlelap, wajahnya terlihat damai dalam tidur. Saat-saat seperti ini, Nadia sering bertanya pada dirinya sendiri, apakah Indra pernah benar-benar mencintainya? Pernikahan mereka yang dimulai dari kewajiban kini terasa seperti beban yang harus ia pikul sendirian.Ia perlahan bangkit dari tempat tidur, berhati-hati agar tidak membangunkan suaminya. Nadia selalu memulai harinya dengan berusaha menjaga semuanya tetap berjalan baik. Meski perasaannya kacau, dia tahu ba
Malam semakin larut. Reza sudah tertidur pulas di kamarnya, dan rumah terasa sunyi. Nadia duduk di pinggir tempat tidur sambil melipat baju-baju kecil Reza yang baru selesai ia cuci. Kedamaian sesaat ini terasa rapuh, seolah-olah bisa pecah kapan saja. Ia menoleh ke arah Indra yang masih sibuk dengan laptopnya di meja kerja kecil di sudut kamar. Sejak pulang tadi, Indra belum menoleh sekali pun ke arahnya, tenggelam dalam urusan pekerjaan yang tampaknya tiada habisnya.“Mas, sudah malam. Mungkin istirahat dulu?” Nadia mencoba membuka percakapan, suaranya lembut, penuh harap.Indra menengok sekilas, lalu kembali mengetik tanpa menghentikan pekerjaannya. “Sebentar lagi, Nad. Ada yang harus diselesaikan malam ini.”Jawaban yang sama, untuk kesekian kalinya. Nadia menunduk, menahan perasaan kecewa yang perlahan mulai menyesakkan dadanya. Meski ia sudah terbiasa dengan ketidakpedulian Indra, ada bagian dalam d
Pagi itu, Nadia bangun lebih awal dari biasanya. Ia menatap wajah Reza yang masih terlelap di sampingnya, menghela napas pelan. Beberapa minggu terakhir telah melelahkan secara emosional, dan setiap hari terasa seperti pertarungan untuk mempertahankan pernikahannya. Ia tahu hubungan dengan Indra belum sepenuhnya membaik, meskipun ada sedikit perubahan sejak kelahiran Reza. Tapi entah mengapa, setiap perubahan kecil yang Indra tunjukkan selalu diiringi oleh rasa tidak menentu yang membuat Nadia bingung.Setelah mengantar Reza ke sekolah, Nadia duduk di ruang tamu, merenung. Apakah semua ini akan cukup untuk menyelamatkan rumah tangganya? Dalam hatinya, Nadia terus bergumul dengan berbagai perasaan. Ia masih mencintai Indra, namun cinta itu sudah tidak sekuat dulu. Yang tersisa sekarang adalah keinginan untuk memberi Reza keluarga yang utuh, untuk menciptakan stabilitas yang tidak pernah ia rasakan saat tumbuh dewasa.Tiba-tiba, telepon