Pagi itu, Nadia terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari belum sepenuhnya muncul, tapi ia sudah bangkit dari tempat tidur. Di sampingnya, Indra masih tertidur lelap dengan napas yang tenang. Nadia menatapnya sebentar sebelum perlahan turun dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membangunkannya. Di dalam hati, ada perasaan lega dan cemas yang bercampur menjadi satu.
Hubungannya dengan Indra memang menunjukkan perbaikan kecil, tapi Nadia tidak bisa menghilangkan rasa takut akan kerapuhan hubungan mereka. Setiap tindakan Indra untuk lebih dekat dengannya dan Reza membuat Nadia berharap, namun pada saat yang sama, ia khawatir jika semua hanya sementara.
Nadia keluar dari kamar tidur dan menuju ke kamar bayi di sebelah, di mana Reza tidur dengan tenang di ranjang kecilnya. Senyumnya terbit ketika melihat anaknya, wajah mungil Reza tampak begitu damai. Bagi Nadia, Reza adalah pusat dari segala kebahagiaannya sekarang, d
Hari-hari setelah percakapan mereka tentang masa depan pernikahan berjalan lambat namun penuh perasaan yang bercampur aduk. Indra tampak berusaha lebih keras untuk terlibat dalam hidup Nadia dan Reza, tapi ada momen-momen ketika dia tiba-tiba kembali ke sikap acuh tak acuh yang dulu. Setiap kali Indra menunjukkan sisi perhatian, Nadia merasa ada harapan, namun begitu Indra mulai bersikap dingin lagi, Nadia jatuh dalam kebingungan dan kecemasan.Suatu pagi, ketika Nadia sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga, Reza mulai menangis dari kamarnya. Nadia segera meletakkan sendok di atas meja dan bergegas ke kamar Reza, sementara Indra yang duduk di meja makan hanya menatap sekilas ke arah kamar bayi itu tanpa bergerak sedikit pun. Sikap dingin itu menohok hati Nadia.“Aku yang akan menenangkannya,” kata Nadia cepat, berharap Indra mungkin akan menawarkan diri untuk membantu, tapi dia hanya mengangguk tanpa berkata a
Setelah percakapan yang cukup mendalam antara Nadia dan Indra semalam, Nadia mulai berpikir bahwa mungkin ada cara lain untuk memperbaiki hubungan mereka. Mungkin Indra butuh waktu dan dukungan yang lebih. Bagaimanapun, pria itu sudah menunjukkan usaha, meskipun sikapnya kadang masih berubah-ubah. Dalam benaknya, Nadia mulai merancang strategi untuk mengembalikan kehangatan dalam pernikahan mereka. Dia ingin mencoba lebih keras, terutama demi Reza. Salah satu caranya adalah dengan memberikan panggilan yang lebih akrab dan romantis kepada suaminya.Pagi itu, ketika Indra bersiap-siap untuk bekerja, Nadia mendekatinya dengan senyum di wajahnya. “Mas Indra, kopi sudah siap di meja,” ucapnya lembut, sambil meletakkan cangkir kopi di depan Indra.Indra, yang sedang mengencangkan dasinya, terhenti sejenak. Panggilan ‘Mas’ dari Nadia terdengar asing namun menghangatkan. Sebelumnya, mereka jarang menggu
Nadia mulai menemukan pola dalam kesehariannya bersama Indra. Dia mencoba menjaga peran sebagai istri yang lebih hangat, memanggil Indra dengan sebutan "Mas" saat hanya berdua, dan menggunakan panggilan "Ayah" saat mereka bersama Reza. Nadia berharap bahwa kedua panggilan ini bisa menyatukan mereka dalam peran yang lebih harmonis—sebagai pasangan dan orang tua. Meskipun terasa sedikit canggung di awal, ia percaya ini adalah salah satu cara untuk menciptakan kebersamaan yang lebih kuat.Pagi itu, setelah sarapan, Indra bersiap untuk pergi bekerja. Reza sedang bermain di ruang tamu dengan mainan barunya, sementara Nadia sibuk di dapur membereskan piring-piring yang berserakan. "Mas, jangan lupa pulang lebih awal hari ini," kata Nadia dengan nada lembut, berusaha membuat setiap percakapan lebih akrab.Indra, yang sedang mengancingkan jasnya, hanya menoleh dan tersenyum tipis. "Ya, aku coba. Kalau nggak ada meeting mendadak." Jawabannya selalu singka
Hari-hari berlalu dengan ritme yang terasa lebih tenang namun tetap menyisakan ketegangan di antara Nadia dan Indra. Mereka masih sering mengalami pasang surut, meski Nadia berusaha keras menjaga kehangatan dalam rumah tangga mereka. Setiap kali ada tanda-tanda kedekatan, tak lama kemudian muncul masalah kecil yang kembali merenggangkan mereka.Pada suatu malam, ketika Reza sudah terlelap di kamarnya, Nadia dan Indra duduk berdua di ruang tengah. Ada kesunyian yang canggung di antara mereka, seperti kebiasaan yang sudah terbentuk. Nadia menggenggam secangkir teh hangat di tangannya, sesekali menatap Indra yang sibuk dengan ponselnya."Mas, akhir pekan ini kita mau ke rumah Mama?" tanya Nadia, mencoba memulai percakapan. Sudah beberapa hari ini mereka tak berbicara banyak selain hal-hal kecil tentang pekerjaan dan Reza.Indra mengangkat wajahnya, tampak terkejut karena suaranya tiba-tiba terdengar di tengah heningnya malam. "Oh, iya... mungkin bi
Nadia semakin berusaha keras untuk memperbaiki keadaan rumah tangganya. Ia tahu bahwa hubungan mereka jauh dari sempurna, tetapi dalam hatinya, ia tetap ingin mempertahankan keluarga kecil yang telah dibangunnya bersama Indra. Setiap hari Nadia mencoba menanamkan harapan, meski sering kali harus berhadapan dengan ketidakpastian sikap suaminya.Pagi itu, Nadia sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali melirik Reza yang tengah bermain di ruang tengah. Indra belum keluar dari kamar, seperti biasa, ia bangun lebih lambat pada hari-hari libur. Nadia sengaja tidak membangunkannya, memberi ruang bagi suaminya untuk beristirahat. Mungkin, pikir Nadia, Indra akan lebih baik jika ia diberi waktu untuk dirinya sendiri.Namun, Nadia tidak bisa mengabaikan perasaan khawatir yang semakin hari semakin menggerogoti hatinya. Hubungan mereka terasa seperti berjalan di atas tali tipis, dan meskipun ada momen-momen di mana Indra menunjukk
Beberapa hari berlalu sejak percakapan malam itu, namun tidak banyak yang berubah di antara Indra dan Nadia. Nadia tetap berusaha keras menjaga keharmonisan dalam rumah tangga, meski sering kali merasa bahwa usahanya hanya sepihak. Namun, setiap kali ia melihat wajah Reza yang ceria, Nadia tahu bahwa ia harus terus bertahan. Ia ingin memberikan kehidupan yang baik bagi putranya, kehidupan dengan keluarga yang utuh.Pagi itu, matahari bersinar terang di balik jendela dapur. Nadia sedang menyiapkan sarapan seperti biasa, kali ini dengan harapan bahwa mereka bisa menikmati momen keluarga yang tenang bersama-sama.“Mas, ayo sarapan dulu,” panggil Nadia lembut dari dapur saat melihat Indra baru turun dari tangga.Indra menatap Nadia dengan sedikit lelah di wajahnya, tapi ia mengangguk dan mengambil tempat di meja makan. Reza yang masih dalam pelukan Nadia langsung berseru kegirangan saat melihat ayahnya.“Aya
Pagi itu, suasana di rumah mereka terasa berbeda. Nadia terbangun dengan perasaan campur aduk, antara berharap dan ragu. Janji Indra beberapa malam lalu masih segar di benaknya, tapi ia berusaha untuk tidak terlalu berharap. Pengalaman telah mengajarinya bahwa janji Indra sering kali hanya tinggal janji. Namun, kali ini, Nadia ingin mempercayai bahwa suaminya benar-benar ingin berubah, demi mereka, demi keluarga kecil ini.Saat ia memasuki dapur, harapan kecil itu mulai muncul kembali ketika ia mendapati Indra sedang duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangan, bukan seperti biasanya ketika Indra langsung tenggelam dalam pekerjaannya begitu bangun tidur."Mas, kamu nggak buru-buru hari ini?" tanya Nadia sambil tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.Indra menggeleng. "Nggak. Hari ini aku putuskan untuk kerja dari rumah. Aku mau luangkan waktu lebih banyak buat kalian," jawabnya dengan nada yang tenang, namun wajahnya tetap tampak se
Waktu berlalu begitu lambat setelah percakapan panjang itu. Nadia dan Indra tetap hidup dalam rutinitas yang sama, meski ada sedikit perubahan dari Indra. Ia lebih sering pulang lebih awal dari kantor, dan kadang meluangkan waktu bersama Reza. Namun, di hati kecil Nadia, ia merasakan ada sesuatu yang masih kurang. Perubahan ini terasa seperti setengah hati, tidak sepenuhnya tulus. Indra masih tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri, bahkan saat mereka seharusnya menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga.Suatu sore, ketika Nadia sedang duduk di teras rumah sambil mengamati Reza bermain, pikirannya berkelana. Ia mulai membayangkan seperti apa masa depan mereka. Kehadiran Reza, anak yang selalu ia sayangi dengan sepenuh hati, telah memberinya kekuatan untuk bertahan dalam pernikahan ini. Nadia sering berkata pada dirinya sendiri bahwa Reza adalah alasan ia tetap bertahan. Anak itu pantas memiliki keluarga yang utuh, dan Nadia ingin memberik