Jonathan yang terbiasa tidur memunggungi Elena tidak berreaksi sedikit pun terhadap istrinya yang membalik-balikkan tubuh di atas ranjang. Elena tengah gusar memikirkan wanita bernama Amelie. Elena memutuskan untuk menganggap bahwa Amelie adalah rival baginya sejak pertama kali mendengar Jonathan menyebut nama gadis tersebut.Jonathan memilih bungkam dan tidak mau tau tentang sesuatu yang mengganggu pikiran Elena. Mata pria itu menerawang menatap dinding. Pikiranya penuh dengan Amelie. Jonathan sangat merindukannya saat ini. Cukup lama Elena membalik-balikan tubuh yang menumbulkan derit suara ranjang. Kali ini, Jonathan merasa terganggu. Dia memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari udara segar di taman rumah. Elena mencebik kesal. Jonathan sama sekali tidak menanyakan keadaannya. Malam sudah larut, suami istri sejatinya akan bertanya tentang hal yang mengganggu pikiran pasangannya, apa yang membuat teman satu ranjangnya tidak dapat memejamkan mata. Tapi, lihatlah. Pria itu mala
Dengan pakaian basah kuyup, Jonathan masuk ke dalam mini bar yang terletak di pojok ruang bersantai keluarga. Pria itu mengambil beberapa botol whisky dan segera beranjak dari mini bar tersebut menuju kamar. Dia tak ingin orang tuanya melihat betapa kacau dirinya saat ini. Yang hanya akan mendapat cecaran dari Theresia, jika wanita itu tahu kekacauannya berkaitan dengan gadis pembantu yang amat dibenci ibunya. "Sayang, apa yang akan kau lakukan dengan minuman-minuman itu?" tanya Elena yang lebih dulu tiba di dalam kamar, melihat suaminya memeluk 5 botol whiskey."Oh. Bukan apa-apa. Tubuhku rasanya sangat lelah. Aku hanya ingin sedikit mabuk malam ini." "Benarkah, kau hanya merasa lelah?" tanya Elena berpura-pura tidak tahu. Sebenarnya wanita itu tahu, suaminya ingin sejenak melupakan masalah yang dihadapi dengan menjadikan alkohol sebagai teman.Senyap. Jonathan mulai menuang whiskey ke dalam gelas hingga penuh, meneguknya dengan brutal sekali tandas. Dan itu dilakukan berulang kali
Siang itu Demiurge begitu padat pengunjung. Matahari cukup terik. Para pekerja dituntut untuk bekerja cekatan saat ini, tak terkecuali Amelie. Gadis itu memaksa diri utuk bergerak cepat meski saat ini dia sangat kelelahan. Berjalan tergopoh-gopoh membawa perut yang semakin besar. "Pelayan, di sebelah sini!" seru seorang pria berkecamata saat Amelie membawa baki berisi pesanannya. Nyaris gadis itu terantuk punggung pekerja lain yang berdiri tidak jauh darinya. "Oh, baik, Tuan." jawab Amelie ramah. Perlahan menyajikan makanan yang dipesan pengunjung tersebut. "Kau baik-baik saja, Nona? Wajahmu pucat sekali," tanya pria berkecamata yang mendapati wajah Amelie pucat. "O, tidak, Tuan. Saya baik-baik saja. Terima kasih atas perhatiannya." jawab Amelie kemudian berbalik badan.Siang itu udara panas sangat terasa, meski semua kipas angin di hall berputar. Keringat dingin bercucuran di dahi Amelie. Dia berjalan tertatih membawa tubuhnya yang terasa begitu berat. Kedua kakinya sangat berat
Semenjak pertemuannya dengan Amelie di Demiurge, Gideon Issac Victor lebih sering mengisi waktu makan siangnya di kedai milik Benitto tersebut. Memandangi Amelie yang sedang bekerja dari kejauhan.Gideon dan Benitto saling mengenal dengan baik. Tak jarang Benitto akan menghampiri Gideon dan berbincang dengan dokter muda tersebut, begitu mendapati entitasnya di hall kedai miliknya. "Dokter Gideon!" sapa Benitto sembari berbagi kepalan tangan dengan pria muda tersebut. Dengan senang hati Gideon menyamputnya. Menghentikan sejenak aktifitas menikmati makan siangnya. "Apa kabar? Maaf, akhir-akhir ini kedai terlalu ramai, dan aku sibuk. Sampai mengabaikan kehadiranmu." ucap Benitto dengan rasa sesal."Sama sekali bukan masalah, Ben." jawabnya sembari menoleh ke arah Amelie berada. Benitto pun mengikuti ke arah pria itu menoleh. Dan mendapati Amelie sebagai objek pengamatan dokter muda itu. "Ya ... dia memang begitu cantik dan anggun." ucap Benitto berusaha menggoda Gideon. Seketika waja
Selang beberapa hari setelah seorang pria yang cukup ternama di Waikato menyatakan cinta kepada pekerja Demiurge. Banyak pria yang datang berkunjung ke kedai tersebut. Mereka penasaran, dan ingin melihat secara langsung, seperti apa perempuan yang sanggup menolak pesona seorang Gideon Issak Victor. Banyak di antara mereka mengakui kerupawanan Amelie. Perut buncit gadis itu sama sekali tidak mengurangi pesonanya dan keanggunannya. Di salah satu meja, duduklah tiga pria yang datang dengan tujuan yang sama seperti pria-pria sebelumnya, melihat secara langsung wanita yang secara terang-terangan menolak Gideon. "Jav, coba lihat disana!" bisik seorang pria bertubuh kurus kepada salah seorang temannya. Menatap ke suatu arah dengan mata membulat.Dua pria lainnya ikut menatap ke arah dimana pandangan pria kurus itu tertuju. Tampak beberapa gadis berseragam pelayan berdiri di depan counter dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Yang berambut merah itu?" tanya pria bernama Javier Kristofer
Sebuah mobil Mercedes Maybach berwarna putih tampak menghalangi mobil yang mereka kendarai. Segera Danny turun untuk menemui si pemilik mobil tersebut.Pemilik mobil itu turun saat Danny hendak mengetuk kaca mobilnya. "Jangan sentuh mobilku dengan tangan kotormu." ucap pria pemilik mobil dengan suara datar. Mendapati entitas pria yang turun dari mobil di depan, ketiga pasang mata di dalam membulat. Secercah harapan untuk bebas dari jeratan pria-pria itu membuat Amelie tersenyum. "Sial!" umpat Javier dan Hendy hampir bersamaan. Keduanya langsung turun untuk membantu Danny yang sedang adu pukul dengan Gideon.Tanpa sepengetahuan Amelie, siang itu Gideon datang ke Demiurge dan tidak mendapati gadis itu di sana. Dia mendapat informasi dari teman-teman kerjanya, bahwa Amelie sedang beristriahat di ruang istirahat pegawai. Julie dan Anne juga bercerita, jika Amelie mendapat ancaman dari Javier karena sudah menampar pria itu di depan banyak orang. Sehingga pria itu merasa dipermalukan, da
Pagi itu keluarga Hayes sedang menikmati sarapan pagi. Semua anggota keluarga lengkap berada di sana. Tak terkecuali menantu perempuan mereka."Tambah lagi, Sayang. Kau membutuhkan banyak energi akhir-akhir ini," ucap Elena setelah melihat Jonathan menghabiskan susu miliknya hingga tandas. "Tidak, aku sudah cukup kenyang." Jonathan menjawab dengan nada datar, sedatar ekspresi wajahnya."Jo ..." penggil Theresia berusaha memperingatkan. "Seharusnya kau berterima kasih atas perhatian istrimu yang cantik ini." Elena yang suka mendengar pujian cantik dari mertuanya pun tersipu. Mata gadis itu mengerling ke arah suaminya, berharap pria itu akan menatapnya terkesima saat Theresia membukakan matanya yang selama ini terpejam, bahwa dia adalah gadis yang cantik.Namun sangat di sayangkan, Jonathan sama sekali tidak menatapnya. Pria itu lebih sibuk menyuapkan pasta ke dalam mulutnya. Seketika senyum Elena luntur. Ekspresi kekecewaan sangat kentara, riasan wajah dengan harga selangit nampaknya
"Bisakah kau melakukannya pelan-pelan!" geram Elena kepada Lucas yang sedang melakukan pekerjaannya, menanam spiral IUD."Bersabarlah, Nyonya. Ini tidak akan lama." "Jangan coba macam-macam padaku!" Elena meremas pegangan ranjang sekuat tenaga. Seketika teriakan Elena nyaris mebuat Lucas tuli. Pria itu mematikan examination lamp screnity sesaat setelah memastikan pekerjaannya kali ini selesai, dan berganti ke step terakhir. Denging masih bersarang di telinganya. Oh, tuhan, Lucas berharap wanita itu segera undur diri dari hadapannya.Lucas mempersiapkan ultrasonography untuk memastikan IUD terpasang dengan sempurna, untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Tuntutan pekerjaan yang menjadikannya memilih bungkam dan tidak ikut terbawa emosi menghadapi pasiennya yang menyebalkan ini."Maaf, Nyonya. Bisakah Anda menaikkan pakaian Anda?" dengan terpaksa Lucas meloloskan ucapan itu dari ludahnya. Apa boleh buat? Karena memang itu yang harus dia katakan. Elena berdecah kesal mend