Semenjak pertemuannya dengan Amelie di Demiurge, Gideon Issac Victor lebih sering mengisi waktu makan siangnya di kedai milik Benitto tersebut. Memandangi Amelie yang sedang bekerja dari kejauhan.Gideon dan Benitto saling mengenal dengan baik. Tak jarang Benitto akan menghampiri Gideon dan berbincang dengan dokter muda tersebut, begitu mendapati entitasnya di hall kedai miliknya. "Dokter Gideon!" sapa Benitto sembari berbagi kepalan tangan dengan pria muda tersebut. Dengan senang hati Gideon menyamputnya. Menghentikan sejenak aktifitas menikmati makan siangnya. "Apa kabar? Maaf, akhir-akhir ini kedai terlalu ramai, dan aku sibuk. Sampai mengabaikan kehadiranmu." ucap Benitto dengan rasa sesal."Sama sekali bukan masalah, Ben." jawabnya sembari menoleh ke arah Amelie berada. Benitto pun mengikuti ke arah pria itu menoleh. Dan mendapati Amelie sebagai objek pengamatan dokter muda itu. "Ya ... dia memang begitu cantik dan anggun." ucap Benitto berusaha menggoda Gideon. Seketika waja
Selang beberapa hari setelah seorang pria yang cukup ternama di Waikato menyatakan cinta kepada pekerja Demiurge. Banyak pria yang datang berkunjung ke kedai tersebut. Mereka penasaran, dan ingin melihat secara langsung, seperti apa perempuan yang sanggup menolak pesona seorang Gideon Issak Victor. Banyak di antara mereka mengakui kerupawanan Amelie. Perut buncit gadis itu sama sekali tidak mengurangi pesonanya dan keanggunannya. Di salah satu meja, duduklah tiga pria yang datang dengan tujuan yang sama seperti pria-pria sebelumnya, melihat secara langsung wanita yang secara terang-terangan menolak Gideon. "Jav, coba lihat disana!" bisik seorang pria bertubuh kurus kepada salah seorang temannya. Menatap ke suatu arah dengan mata membulat.Dua pria lainnya ikut menatap ke arah dimana pandangan pria kurus itu tertuju. Tampak beberapa gadis berseragam pelayan berdiri di depan counter dengan pekerjaan mereka masing-masing. "Yang berambut merah itu?" tanya pria bernama Javier Kristofer
Sebuah mobil Mercedes Maybach berwarna putih tampak menghalangi mobil yang mereka kendarai. Segera Danny turun untuk menemui si pemilik mobil tersebut.Pemilik mobil itu turun saat Danny hendak mengetuk kaca mobilnya. "Jangan sentuh mobilku dengan tangan kotormu." ucap pria pemilik mobil dengan suara datar. Mendapati entitas pria yang turun dari mobil di depan, ketiga pasang mata di dalam membulat. Secercah harapan untuk bebas dari jeratan pria-pria itu membuat Amelie tersenyum. "Sial!" umpat Javier dan Hendy hampir bersamaan. Keduanya langsung turun untuk membantu Danny yang sedang adu pukul dengan Gideon.Tanpa sepengetahuan Amelie, siang itu Gideon datang ke Demiurge dan tidak mendapati gadis itu di sana. Dia mendapat informasi dari teman-teman kerjanya, bahwa Amelie sedang beristriahat di ruang istirahat pegawai. Julie dan Anne juga bercerita, jika Amelie mendapat ancaman dari Javier karena sudah menampar pria itu di depan banyak orang. Sehingga pria itu merasa dipermalukan, da
Pagi itu keluarga Hayes sedang menikmati sarapan pagi. Semua anggota keluarga lengkap berada di sana. Tak terkecuali menantu perempuan mereka."Tambah lagi, Sayang. Kau membutuhkan banyak energi akhir-akhir ini," ucap Elena setelah melihat Jonathan menghabiskan susu miliknya hingga tandas. "Tidak, aku sudah cukup kenyang." Jonathan menjawab dengan nada datar, sedatar ekspresi wajahnya."Jo ..." penggil Theresia berusaha memperingatkan. "Seharusnya kau berterima kasih atas perhatian istrimu yang cantik ini." Elena yang suka mendengar pujian cantik dari mertuanya pun tersipu. Mata gadis itu mengerling ke arah suaminya, berharap pria itu akan menatapnya terkesima saat Theresia membukakan matanya yang selama ini terpejam, bahwa dia adalah gadis yang cantik.Namun sangat di sayangkan, Jonathan sama sekali tidak menatapnya. Pria itu lebih sibuk menyuapkan pasta ke dalam mulutnya. Seketika senyum Elena luntur. Ekspresi kekecewaan sangat kentara, riasan wajah dengan harga selangit nampaknya
"Bisakah kau melakukannya pelan-pelan!" geram Elena kepada Lucas yang sedang melakukan pekerjaannya, menanam spiral IUD."Bersabarlah, Nyonya. Ini tidak akan lama." "Jangan coba macam-macam padaku!" Elena meremas pegangan ranjang sekuat tenaga. Seketika teriakan Elena nyaris mebuat Lucas tuli. Pria itu mematikan examination lamp screnity sesaat setelah memastikan pekerjaannya kali ini selesai, dan berganti ke step terakhir. Denging masih bersarang di telinganya. Oh, tuhan, Lucas berharap wanita itu segera undur diri dari hadapannya.Lucas mempersiapkan ultrasonography untuk memastikan IUD terpasang dengan sempurna, untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Tuntutan pekerjaan yang menjadikannya memilih bungkam dan tidak ikut terbawa emosi menghadapi pasiennya yang menyebalkan ini."Maaf, Nyonya. Bisakah Anda menaikkan pakaian Anda?" dengan terpaksa Lucas meloloskan ucapan itu dari ludahnya. Apa boleh buat? Karena memang itu yang harus dia katakan. Elena berdecah kesal mend
Hari demi hari berganti dengan begitu cepat. Secepat angin menerbangkan debu. Tanpa terasa usia kandungan Amelie genap sembilan bulan. Semakin sempurna wujud bayi yang dia kandung. Benitto sebagai pemilik kedai memberikan cuti keada Amelie sembari menunggu hari persalinan tiba. Namun Amelie selalu menolak, dengan alasan bosan jika tidak mengerjakan apa pun dan hanya berdiam diri di rumah. Gadis itu memilih untuk tetap bekerja walau pun Benitto mengatakan bahwa gaji Amelie akan tetap utuh jika dia mengambil cuti. Namun sekali lagi, Amelie tetap menolak. Malam itu semua pekerja kedai Demiurge sedang berkemas membersihkan segala peralatan makan dan juga lantai. Semua itu berlangsung seperti malam-malam sebelumnya. Sampai saat mata mereka tertuju pada seorang wanita yang berjalan terseok-seok.Amelie berjalan susah payah dengan kedua tangan berpegangan pada bangku-bangku yang ada di sekeliling. Keringat bercucuran di dahinya. Gadis itu tampak meringis kesakitan, nyaris menangis."Ameli
Gideon memutuskan untuk masuk ke dalam ruang perawatan dimana Amelie berbaring saat ini. Gadis itu terlihat pasrah dengan kesakitan yang menyiksanya, yang berhasil menyeretnya dalam situasi ketidak berdayaannya saat ini.Terlihat jelas rasa sakit yang Amelie rasakan dari rintihan dan ringisan yang begitu alami, tanpa dibuat-buat. Keringat yang bercucuran di wajah dan sekujur tubuh gadis itu semakin membuat ngilu hati pria yang selalu menatapnya dengan kagum. Di persalinan pasien-pasien yang Gideon tangani selama ini, selalu ada sosok pria yang mendampingi perempuannya berjuang melahirkan buah cinta mereka. Apa yang disaksikan Gideon malam ini membuatnya merutuki pria yang sudah manghamili Amelie. "Bertahanlah, Amelie. Kau akan segera bertemu buah hatimu." Gideon menepuk bahu Amelie dan menatapnya penuh perhatian. Bermaksud memberi semangat dan penghiburan kepada wanita yang sedang mempertaruhkan nyawa demi seorang bayi. "Ini sakit sekali .... rasanya aku ingin ... mati," rintih Amel
Siang itu langit Auckland berselimut awan. Tidak terik, namun tidak pula mendung. Fenomena alam yang seolah mentertawakan ketidak pastian yang Jonathan rasakan. Burung parkit yang beterbangan hilir mudik seolah menari di atas kegalauan Jonathan.Jonathan sedang berdiri di halaman depan rumahnya dengan kedua mata menatap menerawang pada langit. Kedua tangan pria itu tersimpan dalam saku celana. Tanpa terasa setengah tahun sudah berlalu tanpa satu pun kabar datang dari Amelie.Pertanyaan yang sama selalu muncul setiap hari, setiap minggu, dan juga setiap pergantian bulan. Dalam setiap bertambahnya bulan, Jonathan selalu menanyakan kepada dirinya sendiri, masihkah Amelie mempertahankan buah cinta mereka berdua, dan mencari tahu seperti apa tahap perkembangan janin di setiap bertambahnya bulan. Menurut hitungannya, seharusnya Amelie sudah melahirkan di bulan ini. Jonathan menarik nafas panjang saat mengingat kemungkinan buruk yang dapat Amelie lakukan. Mungkin saja gadis itu memilih untu